• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (Studi Kasus Atas Tiga Keluarga) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (Studi Kasus Atas Tiga Keluarga) SKRIPSI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM

PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN

SOSIOLOGI

(Studi Kasus Atas Tiga Keluarga)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : Muh Khoerudin Nim: 21112035

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH

(2)
(3)

NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Penagajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan Hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,maka naskah skripsi mahasiswa

Nama : Muh Khoerudin NIM : 211-12-035

Judul :PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO.1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (STUDI KASUS ATAS TIGA

KELUARGA)

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diajukan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Salatiaga, 13 Februari 2017

Pembimbing

Sukron Ma’mun, S.Hi, M. Si.

(4)

KEMENTRIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH

(5)

PERYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Muh Khoerudin Nim : 211-12-035

Jurusan : Ahwal al Syakhshiyyah Fakultas : Syari’ah

Judul Skripsi : PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO)

PRESPEKTIFHUKUM ISLAM DAN SOSIOLOGI(STUDI KASUS ATAS TIGA KELUARGA)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar-benar merupakan hasil karaya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 13 Februar2017

Yang Menyatakan

(6)

MOTTO

Yakinlah Bahwa Setiap Usaha Pasti Akan

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunian-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Bapak dan Ibuku tercinta, Bapak Muhamad Basthoni dan Ibu Siti Amanah yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya , do’anya serta segala dukungannya dalam setiap langkah-langkahku.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Alhamdulillahhirobbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (STUDI KASUS ATAS TIGA KELUARGA)

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Agung nabi Akhiruzaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan semoga kita semua mendapatkan Syawaatnya nanti di yaumul qiyamah, Amin yarobbalalamim.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan bayak terima kasih kepada:

1. Dr . Rahmat Haryadi , M.Pd. , selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Dra. Siti Zumrotun, M, Ag. , Selaku Dekan Fakultas Syariah

(9)

mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

4. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat.

5. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat menbangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya. Amin.

Salatiga, 13 Februari 2017

(10)

ABSTRAK

Khoerudin, Muh. 2017. Pernikahan Sedarah (Incest Taboo) Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Sosiologi (Studi Kasus Atas Tiga Keluarga). Skripsi, Jurusan syariah, Program Studi Hukum keluarga Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Sukron Ma’mun, S.Hi, M.Si.

Kata Kunci: Pernikahan, Sedarah (incest taboo).

Penelitian ini berusaha menguak fenomena perkawinann terlarang yang terjadi di masyarakat, salah satunya adalah perkawinan sedarah yang ditemukan dibeberapa keluarga. Dalam penelitian ini meneliti tiga keluarga. Pertayaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana dinamika pernikahan sedarah (incest taboo) ? (2) Bagaimana prespektif hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan sosiologi terkait pernikahan yang demikian? Untuk menjawab pertayaan tersebut maka peneliti menggunakan metode kualitatif.

1. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dinamika atau potret keluarga pernikahan sedarah sama seperti keluarga lainya atau keluarga normal pada umumnya.

2. Tinjauan Hukum

a. Tinajuan hukum Islam tentang pernikahan sedarah yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pernikahan kakak dengan adik itu tidak boleh dilakukan dan pernikahan antar sepupu boleh dilakukan berlandaskan Surat An-Nisa 4 ayat 23 dan KHI.

b. Pernikahan kakak dengan adik dan Paman dengan Keponakan tidak boleh dilakukan menurut UU No 1 Tahun 1974 pasal 8, sedangkan antar sepupu boleh karena tidak tercantum dalam larangan pernikahan UU No 1 Tahun 1974

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ... iv

HALAMAN PERYATAAN KEASLIAAN TULISAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Penegasan Istilah ... 5

F. Kerangka Teori ... 7

G. Tinjauan Pustaka ... 9

H. Metodologi Penelitian ... 12

a) Jenis Penelitian ... 12

(12)

c) Teknik Pengumpulan Data ... 13

d) Teknis Analisis Data ... 14

I. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II Pernikahan Sedarah Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Sosiologi A. Pengertian Pernikahan ... 17

B. Hukum Melakukan Pernikahan ... 19

C. Tujuan Pernikahan ... 21

D. Rukun dan syarat Pernikahan ... 23

E. Mahar ... 27

F. Syarat-Syarat Perkawinan Dalam Hukum Positif ... 27

G. Pernikahan Yang Dilarang Dalam Tinjauan Fiqih dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia ... 28

1. Pernikahan Yang Haram Dinikahi Untuk Selamanya ... 28

2. Pernikahan Yang Haram Dinikahi Untuk sementara ... 31

3. Larangan Perkawinan Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1994 Pasal 8 ... 31

4. Larangan Perkawinan Dalam Hukum KHI ... 32

H. Pernikahan Dalam Tinjauan Sosiologi ... 35

BAB III Profil Keluarga Pernikahan Sedarah A.Profil Pasangan Sedarah Antara Budi Dan Asti ... 41

B.Profil Pasangan Sedarah Antara Iksan Dan Mariah ... 46

(13)

BAB IV Analisis Dinamika Perkawinan Sedarah dan Analisis Prespektif Hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan Sosiologi

A. Keharmonisan Perkawinan Sumbang ... 55

1. Dinamika Pasangan Budi dan Asti ... 55

2. Dinamika Pasangan Iksan dan Mariah ... 57

3. Dinamika Samiun Dan Maryati ... 58

B. Analisis Hukum Islam dan Sosiologi Perkawinan Sedarah ... 60

1. Analisis Hukum Islam ... 60

2. Analisis Hukum Positif UU No 1 Tahun 1974 dan KHI ... 63

C. Analisis Sosiologi... ... 67

BAB V A. Kesimpulan... ... 69

B. Saran... ... 72 DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan mahluk di dunia ini semuanya dengan berpasang-pasangan tidak terkecuali manusia yang dipasangkan antara laki-laki dan perempuan yang didasari dengan rasa cinta dan kasih sayang sesuai dengan firman Allah SWT pada Surat Arum ayat 21 :

















































“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Qs. ArRuum : 21)

Hukum Islam menjelaskan bahwa untuk menyatukan dua insan yang berlainan jenis maka ditempuh jalan berdasarkan ketentuan Allah yang terdapat dalam syariat Islam yaitu jalan pernikahan. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. (Sudarsono,2005:9)

(15)

nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja”.

Dari ayat An-Nisa ayat 3 dapat diambil kesimpulan bahwa seorang laki-laki bebas menikahi wanita sampai empat orang, asalkan dapat berlaku adil kepada semua istrinya. Akan tetapi di dalam syariat Islam tidak semua wanita boleh dinikahi oleh seorang laki-laki atau haram untuk dinikahi salah satu sebabnya adalah karena sebab pertalian darah. Hal ini sudah di jelaskan Allah SWT dalam surat An- Nisa 4 ayat 23 :

(16)

Akan tetapi pada kenyataanya masih ada beberapa orang yang melakukan pernikahan yang sudah diharamkan oleh Allah SWT. Wanita yang dialarang dinikahi oleh Allah SWT dibagi menjadi dua bagian yaitu wanita yang haram dinikahi untuk sementara dan haram dinikahi untuk selamanya. Sebab wanita yang haram dinikahi untuk selamanya salah satunya adalah mempunyai hubungan darah yang sudah dijelaskan pada ayat An-Nisa 4 ayat 23 diatas. Walaupun dalam Al Qur’an tidak disebutkan dengan jelas mengapa pernikahan sedarah itu dilarang, akan tetapi dalam penelitian sebelumnya yang membahas tentang incest mengemukakan bahwa pernikahan sedarah dapat menimbulkan atau mengakibatkan keturunan yang abnormal. Dalam sosiologis pernikahan sedarah disebut incest taboo.

Dalam pernikahan sedarah pada umunya ke dua belah pihak sudah saling mengenal lebih lama bahkan sejak kecil, sehingga hubungan diantara mereka lebih akrab dari pada pasangan yang mengenal pasangannya hanya dengan waktu yang singkat, sehinnga pasangan sedarah dapat lebih memahami sifat dan karakter masing-masing dalam berumah tangga atau justru sebaliknya dengan keakrabanya pasangan rumah tangga sedarah itu menjadi tidak harmonis setelah menikah. Sehinnga penulis ingin meneliti tentang hal itu.

(17)

Untuk itu penulis merasa tertarik untuk menulis mengenai hal tersebut. Permasalahan tersebut menjadikan dasar bagi penulis untuk melakukan studi kasus dengan judul PERNIKAHAN SEDARAH ( INCEST TABOO) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI. (Studi Kasus atas 3 Keluarga)

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana dinamika pernikahan incest taboo?

2. Bagaimana perspektif hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan Sosiologi terkait tentang pernikahan yang demikian ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Bagaimana dinamika pernikahan incest taboo.

2. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan sosiologi terkait tentang pernikahan yang demikian.

D. Manfaat Penelitian

a) mamfaat teoriritik untuk memberikan penjelasan teori hukum Islam dan Sosiologi tentang masalah keluarga yang diteliti, jika pada nantinya muncul masalah yang sama.

(18)

c) Manfaat untuk masyarakat umum untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat yang kurang mengetahui tentang pernikahan sedarah, agar masyarakat tidak melakukan dan mencegah terjadinya pernikahan sedarah.

E. Penegasan Istilah

Untuk memepermudah pemahaman mengenai penelitian ini,penulis akan mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini,sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST TABOO) DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI (Studi Kasua atas 3 Keluarga).

1. Pernikahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pernikahan adalah Perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

Pernikahan adalah melakukan aqad (perjanjian) antara calon suami istri agar dihalalkan melakukan “pergaulan” sebagaimana suami istri dengan mengikuti norma-norma, nilai-nilai sosial dan etikad agama.(Asmawi, 2004:17)

(19)

2. Pernikahan Sedarah

Pernikahan sedarah sering disebut juga incest yaitu hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikaatan keluarga (kekerabatan) yang dekat.

3. Incest Taboo

Menurut kamus sosiologi incest taboo atau tabu inset adalah suatu larangan terjadinya inset atau hubungan sumbang. (Poetra, 1992:195) Incset taboo atau tabu incest adalah larangan hubungan seks antara kerabat langsung, seperti orang tua, anak dan saudara. (Haviland, 1985:79)

4. Hukum Islam

Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan Alqur’an dan Hadist.

Hukum islan adalah kekuatan untuk mendorong umat islam untuk mematuhi atau tunduk kepadanya(Allah). (Roibin, 2010: 8)

Hukum islam adalah satu-satunya konsep untuk menggambarkan islam sebagai suatu fungsi konsep syari’ah atau syar yang mempunyai banyak aspek. (Roibin, 2008:15)

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian dari agama islam. (Ali, 2011:24).

5. Sosiologis

(20)

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari sifat keadaan dan pertumbuhan masyarakat (kehidupan manusia dalam masyarakat). (Poerwadatminto, 2006:1142)

F. Kerangka Teori

Untuk sahnya suatu akad nikah, disyaratkan agar tidak ada larangan-larangan pada diri wanita tersebut untuk dikawini. Artinya, boleh dilakukan akad nikah terhadap wanita tersebut. Larangan-larangan itu menjadi dua bagian: karena hubungan nasab dan karena sebab (yang lain). Larangan yang pertama ada tujuh macam dan itu menyebabkan keharaman untuk selama-lamanya. Sedangkan yang kedua ada sepuluh macam yang sebagian menyebabkan keharaman untuk selamanya, dan sebagian lagi hanya bersifat sementara.

Larangan karena nasab: Para Ulama Mazhab sepakat bahwa wanita-wanita tersebut di bawah ini haram dikawini karena hubungan nasabnya:

a) Ibu, termasuk nenek dari pihak ayah atau pihak ibu.

b) Anak-anak perempuan, termasuk cucu perempuan dari anak laki-laki atau anak perempuan, hingga keturunan di bawahnya.

c) Saudara-saudara perempuan, baik saudara seayah, seibu, maupun seayah dan seibu.

d) Saudara perempuan ayah, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ayah dan seterusnya.

(21)

f) Anak-anak perempuan saudara laki-laki hingga keturunan di bawahnya. g) Anak-anak perempuan saudara perempuan hingga keturunan di

bawahnya.Dalil yang dijadikan pijakan adalah (QS, 4:23).

Adapun yang dilarang karena sebab lain adalah berikut: a) Karena Ikatan Perkawinan (mushaharah)

a) Seluruh mazhab sepakat bahwa isteri ayah haram dinikahi oleh anak ke bawah, semata-mata karena adanya akad nikah, baik sudah dicampuri atau belum.

b) Seluruh mazhab sependapat bahwa isteri anak laki-laki haram dikawini oleh ayah ke atas, semata-mata karena akad nikah. c) Seluruh mazhab sepakat bahwa ibu istri (mertua wanita) dan

seterusnya ke atas adalah haram dinikahi karena semata-mata adanya akad nikah dengan anak perempuannya, sekalipun belum dicampuri.

(22)

e) Menyatukan dua wanita “muhrim” sebagai istri, seluruh mazhab sependapat dalam hal mengawini dua wanita bersaudara sekaligus.

f) Mengawini anak hasil zina, Syafi’i dan Maliki berpendapat seorang laki-laki boleh mengawini anak perempuannya dari hasil zina. Karena secara syar’i bukan muhrim dan di antara mereka berdua tidak saling mewarisi. Sementara itu, Hanafi, Imamiyah dan Hambali menyatakan anak perempuan hasil zina itu haram dikawini sebagaimana keharaman anak perempuan yang sah. Sebab, anak perempuan tersebut merupakan darah-dagingnya sendiri. Dari segi bahasa dan tradisi masyarakat dia adalah anaknya sendiri. Tidak diakuinya sebagai anak oleh syar’i dari sisi hukum waris berarti ia bukan anak kandungnya secara hakiki, namun yang dimaksud adalah menafikan akibat-akibat syar’i-nya saja misalnya hukum waris dan memberi nafkah. (Mughniyah,1994:30-37)

G. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan sekripsi ini, penulis merujuk pada penelitian sebelumnya:

(23)

mengharamkan pernikahan sedarah dan mengaitkanya dengan ilmu sains untuk mengetahui bagaimana hasil keturunann prernikahan sedarah. Penelitian ini menggunakan penelitian Tafsir Ilmiy yaitu memahami Al Qur’an melalui pendekatan sains modern. Hasil penelitian ini adalah dalam pernikahan diharapkan bisa memperluas hubungan kekeluargaan, jadi tidak ada urgensi apabila menikahi kerabat dekat sendiridan perkawinan yang dilakukan antar keluarga cenderung menghasilkan keturunan abnormal.

Skripsi yang ke dua berjudul Kedudukan Anak Hasil Perkawinan Incest Dalam Perspektif Perundang-Undangan Perkawinan Indonesia

(24)

hak nafkah, hadanah, dan hak waris sama seperti yang didapatkan seorang anak yang mempunyai kedudukan sebagai anak sah.

Skripsi sebelumnya yang ketiga berjudul Status Hak Waris Anak Dari Pernikahan Sedarah Perspektif Fiqeh Kontemporerkarya Mustofa Ali diterbitkan Universitas Islam Negeri Maulan Malik Ibrahim Malang pada 2010. Latar belakang penelitian ini tentang terdapat beberapa hal yang menjadikan pernikahan tidak sah dimata hukum diantaranya jika syaratnya tidak terpenuhi, hubungan sedarah juga merupakan alasan dapat dibatalkanya suatu ikatan pernikahan dan pernikahan itu sudah menghasilkan anak. Sedangkan pernikahan sedarah itu dilarang oleh berbagai hal, apakah anak itu berhak dinasabkan kepada orang tuanya dan anak tersebut mendapatkan hak-haknya atau tidak. Penelitian ini menggunakan kepustakaan (Library Research), hasil penelitian ini adalah pernikahan sedarah dilarang karena berbagai akibat negatif yang muncul dari aspek medis psikologi serta sosiologis bagi anak dan keluarganya. Terkait dengan kedudukan anak, tetap mendapatkan hak-haknya. Walaupun pernikahan itu sedarah tapi anak itu tetap terlahir dari pernikahan yang sah.

Skripsi sebelumnya yang keempat berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Perkawinan Antar Canggah Sedarah Di Desa

(25)

dihimpun melalui teknik dokumentasi beberapa buku yang berdasarkan dengan subyek penelitian dan wawancara langsung dengan subyek penelitian. Hasil penelitian ini adalah bahwa larangan perkawinan antar canggah sedarah adalah perkawinan yang terjadi antara keturunan ke empat dengan keturunan ke empat yang masih mempunyai hubungan darah dan apabila ditarik garis lurus ke atas keduanya akan bertemu dalam satu keluarga. Adapun dasar itu menyimpang dari peraturan perundang-undangan indonesia tentang larangan perkawinan seperti dalam KHI pasal 39 Dan pasal 1 tahun 1974 di pasal tersebut bahwa larangan menikah antar canggah tidak termasuk larangan pernikahan.

H. Metodologi Penelitian a) Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holisti, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.

Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam. (Moleong,2009:6-7)

b) Sumber Data

(26)

Selebihnya adalah datatambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data penelitian ini sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung yang membantu peneliti dalam melakukan proses penelitian, dalam penelitian ini penulis menggunakan ayat-ayat Al Qu’ran dan hadist-hadist tentang pernikahan sedarah.

3. Data Tersier

Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi petunjuk terhadap data primer dan sekunder. Dalam hal ini data tersier yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia

c) Teknik Pengumpulan Data a) Wawancara

(27)

Yang diwawancarai dalam penelitian ini dapat tentangga yang akan diteliti, kerabat dekat, tetangga atau kepada pasangan yang bersangkutan.

b) Observasi

Observasi adalah pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya, pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian.(Moleong, 2009:175)

c) Telaah Dokumen

Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam kertas (Hard Copy) maupun elektronik(Soft Copy). Dokumen dapat berupa buku ,artikel, media masa, catatan harian, manifesto, undang-undang notulen, blok, halaman web, foto, dan lainya.(Sarosa, 2012:61)

d) Teknis Analisis Data

(28)

I. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, kerangka teori, kajian pustaka, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PERNIKAHAN SEDARAH DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI

Bab ini berisi tentang gambar pernikahan sedarah menurut hukum islam atau hukum pasti yang digunakan disni adalah Al Qur’an, Hadits dan buku fiqeh Islam tentang pernikahan yang terkait, meliputi syarat dan rukun pernikahan, pengertian pernikahan sedarah, wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi. Bab ini juga berisi pandangan hukum Sosiologis tentang pernikahan incest taboo atau sedarah.

BAB III PROFIL KELUARGA PERNIKAHAN SEDARAH

Bab ini berisi tentang profil pasangan-pasangan yang melakukakan incest atau penggambaran tentang pasangan incest yang meliputi incest apa yang dilakukan pasangan yang akan diteliti, latar belakang menikah, kehidupan setelah menikah dan semua tentang pasangan incest akan digali di bab ini.

BAB IV ANALISIS DINAMIKA PERNIKAHAN SEDARAH DAN ANALISIS PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI

(29)

tentang boleh tidaknya incest yang dilakukan oleh pasangan-pasangan yang akan diteliti apabila ditinjau dari hukuk islam yaitu hukum Islam, Undang-Undang no 1 tahun 1974, dan Sosiologi.

BAB IV KESIMPULAN

(30)

BAB II

Pernikahan Sedarah Dalam Tinjauan Hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 Dan Sosiologi

A. Pengertian Pernikahan

Dalam Alquran, perkawinan disebut dengan an-nikah ( ح ﺎﻜﻧا) dan

az-zawaj/az-ziwaj yang terambil dari kata zawwaja-yuzawwiju-tazwijan

dalam bentuk timbangan “fa’ala –yufa’ilu-taf’ilan yang secara harfiah berarti mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai dan memperistri.

(31)

Masih dalam kaitan dengan definisi perkawinan (pernikahan) tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dalam kaitan ini Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan demikian: “ Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Definisi ini tampak jauh lebih representatif dan lebih jelas serta tegas dibandingkan dengan definisi perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merumuskan sebagai berikut: “Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

mitsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.

(32)

rukun atau hanya tergolong syarat sah nikah tetap diperdebatkan oleh para ulama(fuqaha). (Summa, 2004: 42-50)

Dalam pandangan islam pernikahan itu merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Sunnah Allah berarti: menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini, sedangkan sunnah Rasul berarti sesuatu tradisi yang telah ditetapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan untuk umatnya.(Syarifuddin, 2003: 76)

B. Hukum Melakukan Perkawinan

Meskipun pada dasarnya islam menganjurkan kawin, namun apabila ditinjau dari keadaan yang melaksanaanya, perkawinan dapat dikenai hukum wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah.

1. Perkawinan yang wajib

Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan serta ada kekhawatiran, apabila tidak kawin akan mudah tergelincir untuk bernuat zina.

(33)

2. Perkawinan yang sunnat

Perkawinan hukumya sunnat bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanaan dan memikul kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina.

Alasan hukum sunnah ini diperoleh dari ayat-ayat Alqur’an dan hadits-hadist nabi sebagaimana telah disebutkan dalam hal Islam menganjurkan perkawinan di atas kebanyaka ulama’ berpendapat bahwa beralasan ayat-ayat Alqur’an dan hadits-hadits nabi itu, hukum dasar perkawinan adalah sunnat.

3. Perkawinan yang haram

Perkawinan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanaan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup perkawinan, hingga apabila kawin juga akan berakibat menyusahkan istrinya. Hadits nabi mengajarkan agar orang jangan sampai berbuat yang berakibat menyusahkan diri sendiri dan orang lain.

4. Perkawinan yang makruh

(34)

mempunyai kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap istrinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan piha istri, misalnya calon istri tergolong orang kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk kawin.

Imam Ghazali berpendapat bahwa apabila suatu perkawinan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada Allah dan semangat bekerja dalam bidang ilmiah, hukumya lebih makruh dari pada yang telah disebutkan di atas.

5. Perkawinan yang mubah

Perkawinan hukunya mubah bagi orang yang mempunyai harta, tetapi apabila tidak kawin tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan andai kata kawin pun tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakan kewajibanya terhadap istreri. Perkawinan dilakukan sekedar untuk memenuhi syahwat dan kesenangan bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama. (Basyir, 1996: 12-14)

C. Tujuan Pernikahan

Ada beberapa tujuan dari disyari’atkanya pernikahan atas umat Islam. Di antaranya adalah:

(35)





Artinya: Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang menjadikan kamu dari diri yang satu dari padanya Allah menjadikan istri-istri dan dari keduanya Allah menjadikan anak keturunan nyang banyak, laki-laki dan perempuan.(juga dalam jumlah yang banyak. dan bertakwalah kamu kepada allah yang dengan mempergunakan namanya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah hubungan silaturahmi sesungguhnya allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (QS An-Nisa:1) 2. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup

dan rasa kasih sayang. Hal ini terlihat dari firman Allah dalam surat Al-Rum ayat 21 yang telah dikutip di atas. Adapun di antara hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan itu adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual. (Syarifuddin,2003:80-81)

(36)

dalam kitab (bab) muamalah dalam kitab (bab) ibadah. Ini menunjukkan bahwa aspekk muamalah dalam perkawinan jauh lebih menonjol dari pada aspek ibadah sungguhpun di dalamya memang terkandung pula nilai-nilai ibadah yang cukup sakral dalam perkawinan.(Summa, 2004: 47)

Sedangkan menurut (Basyir,1996:11) tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi tuntunan naluriah manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.

D. Rukun dan Syarat Pernikahan

Rukun dan syarat menentukan suatu hukum terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya. Rukun syarat perkawinan itu adalah segala yang harus terwujud dalam suatu perkawinan, baik yang menyangkut unsur dalam, maupun unsur luarnya.

(37)

masa perkawinan. Untuk setiap unsur atau rukun itu berlaku pula beberapa syarat.

1. Akad Nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang berakad dalam bentuk ijab dan qabul.Ijab penyerahan dari pihak pertama, sedangkan Qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Syarat-syarat akad adalah :

a. Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Yang melakukan ijab boleh dari pihak laki-laki boleh pula dari pihak wali perempuan.

b. Materi dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda, seperti nama si perempuan secara lengkap dan bentuk mahar.

c. Ijab dan qabul harus diucapkan secara bersambungan tanpa terputus walaupun sesaat.

d. Ijab dan qabul mesti menggunnakan lafaz yang jelas danterus terang.

e. Ijab dan qabul tidak boleh menggunakan lafaz yang mengandung maksud membatasi perkawinan untuk masa tertentu.

2. Syarat laki-laki perempuan yang nikah

a. Keduanya jelas keberadaanya dan jelas identitasnya. b. Keduanya sama-sama beragama islam.

(38)

d. Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.

3. Wali Nikah

Yang dimaksud dengan wali dalam perkawinan adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya. Keberadaan seorang wali dalam akad nikah suatu yang mesti dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali,ini adalah pendapat jumhur ulama. Hal ini berlaku untuk semua perempuan, yang dewasa atau masih kecil, masih perawan atau sudah janda.

Orang-orang yang berhak menjadi wali, jumhur ulma’membagi wali itu kepada dua kelompok:

1. Wali dekat atau wali qarib yaitu ayah dan kalau tidak ada ayah pindak kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap anak perempuan yang akan dikawinkanya. Ia dapat mengawinkan anaknya yang masih berada dalam usia muda tanpa minta persetujuan dari anaknya tersebut. Wali dekat kedudukan seperti ini disebut wali mujbir.

(39)

a) Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada b) Saudar laki-laki seayah, kalu tidak ada pindah kepada

c) Anak saudar laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada

d) Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada e) Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada

f) Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada g) Anak paman seayah

h) Ahli waris kerabat lainya

i) Sultan atau wali hakim yang memegang wilayah umum. 3. Syarat-syarat menjadi wali

a) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang gila tidak berhak menjadi wali.

b) Laki-laki. c) Orang merdeka

d) Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih e) Berfikir baik.

f) Adil dalm arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar g) Tidak sedang melakukan ihram

4. Syarat-syarat menjadi saksi

(40)

d) Kedua saksi itu laki-laki e) Kedua saksi itu adil

f) Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat E. Mahar

Mahar atau yang disebut juga shadaqah ialah pemberian khusus laki-laki kepada perempuan yang melangsungkan perkawinan pada waktu akad nikah.(Syarifuddin,2003:87-97)

F. Syarat-syrat perkawinan dalam hukum positif

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 2. Untuk melangsungkan perkawinan, sesorang belum mencapai umur

21(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua. 3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia

atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat 2 pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. 5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut

(41)

mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atau permintaan orang tersebut dapet dari memberi izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat 2, 3, dan 4 pasal ini.(Sudarsono,2005:40)

G. Pernikahan yang dilarang dalam tinjauan Fiqih dan UU di Indonesia

Perkawinan yang dilarang dalam islam itu adalah menikahi perempuan-perempuan yang diharamkan oleh Allah untuk dinikahi yang sudah dijelaskan Allah dalam Al Qur’an S. An-Nisa : 22-24 menyebutkan macam-macam perempuan yang haram dinikahi oleh laki-laki, sebagai berikut: ibu tiri (janda ayah), ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi(saudara perempuan ayah), keponakan(anak perempuan,saudara perempuan), ibu susunan, saudara perempuan sesusuan, mertua(ibu isteri)anak tiri, apabila ibunya sudah dicampuri(sebelumnya ibunya dicampuri apabila berpisah, anak tiri dapat dikawini), menantu(isteri anak kandung), mengumpulkan dua perempuan bersaudara sebagai isteri dan perempuan yang dalm ikatan perkawinan dengan laki-laki lain.

Dari ayat-ayat Al Qur’an tersebut, perempuan yang haram dinikahi dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya dan haram untuk sementara yang dijelaskan oleh Basyir dalam bukunya Hukum Islam, 1996: 28-31 yaitu

(42)

Sebab-sebab perempuan haram dinikahi selamanya ada empat macam. a. Karena hubungan nasab.

1) Ibu, yang dimaksud adalah perempuan yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas, yaitu ibu, nenek garis ayah atau ibu dean seterusnya ke atas.

2) Anak perempuan, yang dimaksud adalah perempuan yang yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, yaitu anak perempuan,cucu perempuan, (dari anak laki-laki perempuan), piyut perempuan dan seterusnya ke bawah. 3) Saudara perempuan kandung(seayah dan seibu).

4) Bibi, yaitu saudara perempuan ayah atau ibu kandung, seayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

5) Keponakan perempuan, yaitu anak saudara laki-laki atau perempuan dan seterusnya ke bawah.

b. Karena hubungan susuan.

1) Ibu susuan, ibu yang menyusui seorang anak dipandang sebagai ibu anak yang disusuinya.

2) Nenek susuan,yaitu ibu dari ibu susuan dan ibu dari suami ibu susuan.

(43)

4) Saudar perempuan sesusuan, baik seayah seibu, seayah saja atau seibu saja.

c. Karena hubungan semenda.

1) Mertua, yaitu ibu kandung isteri.

2) Anak tiri, dengan syarat telah terjadi persetubuhan antara suami dengan ibu si anak.

3) Menantu, yaitu isteri anak, isteri cucu dari anak laki-laki seterusnya kebawah.

4) Ibu tiri, yaitu janda ayah tanpa syarat pernah terjadi persetubuhan antara suami dan isteri.

d. Karena sumpah li’an

Apabila seorang suami menuduh istrinya berbuat zina tanpa saksi yang cukup, maka sebagai gantinya adalah suami mengucapkan persaksiaan kepada Allah bahwa ia di pihak yang benar dalam tuduhanya itu, sampai empat kali dan yang kelimanya menyatakan bersedia menerima laknat Allah.

(44)

2. Haram dinikah untuk sementara

a. Mengumpulkan antara dua perempuan besaudara menjadi isteri. Apabial berpisah dengan saudara yang satu dan baru menikahi saudaranya diperbolehkan.

b. Perempuan dalam ikatan laki-lakilain yang sudah dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 24.

c. Perempuan yang ditalak tiga kali, boleh rujuk apabila istrinya menikah dulu dengan laki-laki lain. Setelah itu boleh rujuk kembali.

d. Perkawinan orang yang sedang ihram, baik melakukan akad nikah untuk diri sendiri atau bertindak sebagai wali atau wakil orang lain. Hadits Nabi riwayat Muslim dari Utsman bin Affan mengajarkan: “Orang yang sedang menjalani ihram tidak boleh menikah, tidak boleh dinikahkan dan tidak boleh meminang.” Nikah orang yang yang sedang menjalani ihram apabila terjadi juga, dipandang batal dan tidak mempunyai akibat hukum.

e. Kawin dengan pezina, baik antara laki-laki baik dengan perempuan pelacur atau perempuan dengan laki-laki pezina, tidak dihalalkan kecuali masing-masing menyatakan taubat.

(45)

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas

b. Berhubungan darah dalam garis ketutunan menyamping yaitu antar saudara. Antrara seseorang dengan saudara tua dan antara seseorang dengan saudara nenenknya.

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak atiri.

d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan saudara susuan anak susuan dan bibib atau paman susuan.

e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seseorang suami beristri lebih dari seseorang.

f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanaya atau peraturan air yang berlaku dilarang kawin.(Sudarsono,2005:46).

4. Larangan perkawinan juga diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pada pasal 39 yang menyatakan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan:

a. Kareana Pertalian Nasab:

1) Dengan seorang wanita yang melahirkan atau menurunkanya atau keturunannya.

(46)

b. Karena pertaliaan kerabat semenda.

1) Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya.

2) Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkanya.

3) Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qabla al dukhul.

4) Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya. c. Karena pertalian susuuan

1) Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas.

2) Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah.

3) Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan susuan kebawah.

4) Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenenk bibi sesusuan ke atas.

5) Dengan anak yang disusui istrinya dan keturunannya.

Pasal 40, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dengan keadaan:

(47)

2) Seorang wanita yang berada dalam masa iddah dengan pria lain.

3) Seorang wanita yang tidak beragama islam Pasal 41 :

a) Seorang pria dilaramg memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya. Saudara sekandung seayah, seibu atau keturunananya.

Pasal 42 :

Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai (4) empat seorang isteri yang keempatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam masa iddah talak raj’i.

Pasal 43, dilarang melangsungkan pernikahan antara seora pria dengan: a) Seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga kali. b) Dengan seorang wanita bekas istrinya yang di li’an. Pasal 44 :

(48)

H. Pernikahan sedarah dalam tinjauan Sosiologi.

Secara sosiologi, perkawinan merupakan suatu persekutuan hidup yang mempunyai bentuk, tujuan, dan hubungan yang khusus antar anggota. Ia merupakan suatu lingkungan hidup yang khas. Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri dapat mencapai kesempurnaan atau kepenuhannya sebagai manusia, sebagai bapak dan sebagai ibu.

Menurut Koentjaraningrat perkawinan disebut sebagai masa peralihan dari level hidup remaja ke level hidup membangun rumah tangga. Didalam budaya manusia, perkawinan merupakan pengatur tingkah laku manusia yang berkaitan dengan kebutuhan biologis. Sesudah menjalankan perkawinan, keluarga baru ini akan tinggal pada sebuah tempat tinggal atau rumah bersama. Pendapat dari J.A. Barnes, terdapat berbagai adat menetap setelah selesai melaksanakan perkawinan yang berlaku pada umumnya dimasyarakat di seluruh penjuru dunia. Walaupun begitu, adat menetap ini akan beradaptasi dengan sistem persaudaraan yang dianut atau berlaku oleh sebuah golongan masyarakat yang terkait dengan itu. (http/-perkawinan-dalam-kajian-sosiologi.68031, 1 Maret 2017 Jam10:27).

(49)

Peraturan tersebut memaksa yang muda pada tiap generasi untuk meninggalkan keluarga inti untuk mendapatkan pasangan. Dengan demikian masyarakat di buat lebih terikat, karena banyak hubungan terbentuk antara keluarga-keluarga yang jika tidak demikian akan terbalik kedalam diri sendiri. Keistimewaan atau penemuan-penemuan suatu keluarga akan dikeluarkan atau dibagi-bagikan lebih meluas dalam keluarga. Persaingan seks dihilangkan dari keluarga inti, yang jika tidak akan menimbulkan perpecahan.

(50)

Semua masyarakat sepanjang waktu dalam sejarahnya sepanjang waktu dalam sejarahnya telah merumuskan peraturan, yang disebut tabu incest, yang melarang hubungan seksual antar keluarga yang masih berhubungan dekat. Sifat universal dari peraturan itu telah mempesona para ahli antropologi dan para sarjana perilaku manusia lainya. Dalam semua masyarakat yang dikenal, hubungan seksual antara orang tua dan anak dilarang dan (dengan beberapa kekecualian) juga antar saudara. Telah menjadi masalah yang penting bagi para ahli antropologi untuk menerangkan mengapa incest harus selalu dipandang sebagai sesuatu yang begitu menjijikkan.

(51)

incest yang dilembagakan, seperti yang mengharuskan kepala kekaaisaran Inca untuk kawin dengan saudaranya sendiri.

Bermacam-macam penjelasan psikologis pernah dikemukakan pada waktu-waktu tertentu. Sigmund Freud mencoba menerangkanya dalam teori psikoanalisisnya tentang bawah sadar. Si anak lelaki mengingini ibunya sendiri dan menimbulkan persaingan dengan ayahnya. Ia harus menahan perasaan itu, kalau tidak, ia akan menghadapi kemarahan ayahnya yang jauh lebih kuat dari padanya.daya tarik anak perempuan kepada ayahnya atau Komplek Electra, membuat menjadi saingan ibunya.. Teori Freud dapat dipandang sebagai penjabaran sebab-sebab yang mendalam dari perasaan jijik terhadap hubunganm seksual di dalam keluarga.

(52)

Penjelasan mengenai perbuatan sumbang, meskipun banyak teori mengenai penghindaraan sumbang, sesungguhnya semua itu termasuk dalam salah satu dari dua tipe dasar ini: teori sosial-budaya dan teori biologi. Penjelasan sosial budaya yang terkenal telah dikemukakan oleh Malinowski (1972), Parson (1945), dan Levi-Staruss (1969). Malinowski menandaskan bahwa hubungan-hubungan seks di kalangan anggota-anggota keluarga batih akan membuat keluarga batih itu sebagai kawan kecemburuan dan konflik yang mendidih, sehingga akan mengancam untuk menghancurkan organisasi dasarnya. Karena itu perbuatan sumbang dilarang agar dapat memelihara kesatuan dan intergritas keluarga batih itu sebagai suatu yunit sosial yang mendasar.

(53)

sehingga memungkinkan orang-orang itu hidup damai antara yang satu dengan yang lainya.

Teori-teori biologis tentang perbuatan sumbang sering mengambil titi tolak ialah kepercayaan bahwa perkawinan sumbang akan menjurus kepada lahirnya sejumlah besar anak yang cacat secara genetik yang tak dapat diterima. Teori ini kadang-kadang menyatakan bahwa tingginya frekuensi kawin di kalangan sendiri pada manusia akhirnya akan menjurus kepada kemusnahan manusia melalaui pertambahan sejumlah besar cacat genetik.(Sanderson,2010:444-445)

(54)

BAB III

PROFIL KELUARGA PERNIKAHAN SEDARAH A. Pasangan Sedarah Antara Budi Dan Asti.

Budi dan Asti adalah salah satu contoh dari pasangan pernikahan sumbang di Desa Ringin agung RT 05 RW 03 Salatiga. Pernikahan yang dilakukakan oleh Budi dan Asti adalah incest antara seorang kakak kandung mengawini adik kandungnya sendiri.

Budi terlahir dari pasangan Bapak Suhadi dan Ibu Darmi. Budi merupakan anak pertama dari Ibu Darmi dan Pak Suhadi. Budi lahir pada tahun 1960, Budi beragama Islam, mempunyai tinggi badan kurang lebih 160 cm, berambut agak bergelombang dan berkulit putih. Pendidikan terakhir yang ditempuh Budi hanya sampai kejenjang SD. Saat ini Budi bekerja sebagai penjaga sekolah di Sebuah Sekolah Dasar di Salatiga.

Asti merupakan anak kedua dari Pak Suhadi dan Ibu Darmi , yang sekaligus menjadi adik dari Budi. Asti lahir di Salatiga pada tahun 1963. Asti tinggal di dan besar di Ringin agung Salatiga,Asti berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, mempunyai tinggi badan kurang lebih 145 cm, berambut lurus dan berkulit putih. Pendididikan terakhir yang ditempuh oleh Asti hanya samapai tingkat SMP. Sekarang Asti bekerja sebagai penjahit baju di rumahnya sendiri.

(55)

ada kejanggalan yang terlihat di antara mereka bahwa kelak mereka akan saling mencitai dan menyanyai sebagai seorang Suami dan Istri.

Asti dan Budi menikah pada tahun 1978 yang dilakukan dirumah mereka sendiri. Pernikahan mereka dilaksanakan diam-diam dikarenakan pernikahan mereka tidak banyak diketahui oleh para tetangganya. Pernikahan Budi dan Asti tidak dicatatatkan kedalam buku pencatat pernikahan yang sah oleh negara melaikan hanya pernikahan siri atau hanya secara agama.

Walaupun pernikahan mereka dilaksanakan dengan diam-diam akan tetapi kabar pernikahan mereka tersebar luas dari mulut-kemulut, bahkan berita pernikahan mereka sampai tercantum dalam sebuah koran lebih tepatnya yaitu koran Suara Merdeka.

Sebab mereka menikah dikarenakan Budi dan Asti itu tidurnya tidak dipisah atau satu ranjang, sehingga memicu hubungan seks di antara mereka. Sesuai dengan peryataan Mbah Giyanto yaitu tetangga dari Budi dan Asti, ketika saya bertanya tentang sebab terjadinya pernikahan sumbang ini, beliau menjawab:

“ Iyo, margane Budi ro Asti ki seko cilik turune ura dipisah sak umah lan sak kasur. Wong jenenge menungso turu bareng mesti yo ono pikiran sek neko-neko, asale menungsoki gone syahwat pertama sek lanang demek sek wedok kroso penak sek didemek yo kroso penak. Selot suwe hubungan kakang adi kui dadi koyo bojo. Lan akhir e Budi ro Asti kui duwe anak seko hubungane cah loro kui”.(wawancara Pak Giyanto,7 Oktober2016).

Terjemah dari wawancara di atas :

(56)

pikiran yang aneh-aneh dan asalnya manusia itumemang tempatnya syahwat. Pertama yan laki-laki pegang yang perempuan merasa enak dan yang dipegang juga merasakan enaklalu lama kelamaan hubungan kakak beradik itu seperti suami istri. Dan pada akhirnya Budi Dan Asti memiliki anak dari hubungan mereka berdua).

Reaksi tetangga-tetangga Budi dan Asti ketika mengetahui bahwa mereka memiliki anak dari hubungan merek bermacam–macam antara lain reaksi dari Bapak Giyanto pada saat saya bertanya kepada beliau apa tanggapan Pak Giyanto beliau menjawab: Pak Giyanto,7 Oktober 2016 : Aku yo ra ngiro mas, aku krungu kabar kui, langsung kaget aku mas. Lha wong

loro kui nak karo tonggo-tonggo yo terkenal apek, kok iso ngelakokke hal seng

ko ngono.

Terjemahan: ( Saya ya tidak mengira mas, saya mendengar kabar itu, langsung kaget saya mas. Lha mereka itu terkenal kalau tetangga-tetangganya juga terkenal baik, kok bisa melakukan hal seperti itu).

Reaksi ke dua dari Mbah Tarom 9 Oktober 2016: Pertamane aku reti Budi karo Asti duwe anak aku yo kaget, yo ra percoyo, lha kakang adi kok duwe

anak, eh jebule kok tenan kakang adi kui bebojoan.

(57)

Pada umumnya reaksi masyarakat di tempat Asti dan Budi itu kaget dan tidak percaya tentang hal itu. Tetpai para masyarakat ditempat itu tidak begitu memperdulikan tentang hal itu, karena sistem masyarakat di tempat iru “ nak ura dijiwet yo kene ra bakal jiwit” (apabila perbuatan orang itu (Budi dan Asti) tidak merugikan para tetangga di sekitarnya, maka mereka juga tidak memperdulikan tentang hal itu).

Kehidupan Asti dan Budi setelah menikah tidak mengalami perubahan apa-apa.Mereka malah terlihat romantis dan mereka pun tidak mempunya rasa malu akan hal yang sudah Asti dan Budi lakukakan. Hubungan antara Asti dan Budi biasa saja selayaknya hubungan suami istri normal, mereka juga tetap berinteraksi biasa saja terhadap masyarakat sekitarnya seperti sebelum mereka melakukan incest.

Budi dan Asti dikaruniani 3 (tiga) orang anak dari hubungan mereka yaitu satu anak laki-laki dan dua permepuan. Anak pertama dari Budi dan Asti yaitu bernama Wawan. Sekarang Wawan berumur 38 (tiga puluh delapan) tahun. Wawan terlahir dengan keadaan abnormal atau cacat, Wawan terlahir dengan bentuk mata yang tidak normal dan bentuk kepala yang kurang normal agak lonjong selain itu Wawan juga mengalami kecacatan mental. Walaupun keadaan Wawan cacat akan tetapai Wawan tetap mau berintereksi dengan masyarakat di sekitarnya. Dengan keadaan wawan yang seperti itu, sampai sekarang wawan belum bekerja dan belum mempunyai istri.

(58)

Ratna berumur (36) tiga puluh enam tahun, Ratna juga terlahir dengan dalam keadaan abnormal seperti halnya Wawan akan tetapi Ratna cacat pada bagian mata dan kurang normal. Ratna juga tidak dapat bekerja dan belum mempunyai suami sampai saat ini, akan tetapi walaupun Ratna dan Wawan terlahir cacat tapi mereka tetap mau berinteraksi dengan masyarakat sekitar

Anak ke 3 (tiga) dari Budi dan Asti juga berjenis kelamin perempuan, yang bernama Lia. Sekarang Lia berumur 34 (tiga puluh empat) tahun , Lia terlahir berbeda dengan kakak-kakaknya. Lia terlahir ndengan keadaan normal seperti wanita biasa. Lia juga menempuh sampai kejenjang perguruan tinggi jurusan keperawatan dan Lia saat ini bekerja menjadi PNS( Pegawai Negri Sipil) ) di sebuah RSU menjadi suster. Walaupun Lia tidak terlahir dari pernikahan yang tidak dicatatkan akan tetapi Lia dapat menjadi PNS, dikarenakan paman dari Lia pada saat itu menjadi Lurah pada masa itu, sehingga paman tersebut bisa memanipulasi data dari Lia sehingga Lia dapat mendapatkan surat-surat yang akan dibutuhkan oleh Lia.

Lia juga saat ini mempunyai keluarga yang utuh, Lia mempunyai suami dan anak dan sekarang Lia tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

Bagan Keluarga Budi dan Asti

Suhadi Darmi

Budi Asti

Wawan Ratna Lia

(59)

B. Pasangan Iksan dan Mariah

Iksan dan Mariah adalah adalah pasangan lain yang melakukan pernikahan sedarah. Incest yang dilakukan oleh pasangan ini adalah paman menikahi ponakan. Pernikahan tersebut terjadi di Desa Gentan RT 02 RW 08Kecamatan Bringin Kab. Semarang. Iksan lahir dari pasangan Pak Munir dan Ibu Asiyah pada tanggal 23-Agustus 1969 dan sekarang umur Iksan adalah 46 (empat puluh enam) tahun. Iksan beragama Islam, mempunyai tinggi badan kurang lebih 150 cm, mempunyai rambut lurus, agak gemuk dan berkulit tidak terlalu putih. Iksan menempuh pendidikan hanya kejenjang SD setelah itu Iksan menempuh pendidikan di Pondok Pesantren sampai lulus dan sekarang Iksan bekerja sebagai petani.

Mariah merupakan keponakan dari Iksan, Mariah terlahir dari Pak Shodaqoh dan Ibu Robiah. Mariah lahir pada tanggal 15 Mei 1981sekarang Mariah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun. Mariah beragama Islam, mempunyai tinggi badan kurang lebih 140 cm, mempunyai rambut lurus, berbadan kurus dan memiliki kulit putih. Mariah menempuh pendidikan hanya sampai tingakt SMP . setelah lulus SMP Mariah melanjutkan pendidikannya ke Pondok pesantren dan sekarang juga bekerja sebagai petani.

(60)

mengetahui tentang hal itu Iksan dan Mariah tetap melakukan pernikahannya dengan tidak dicatatkan ke KUA atau hanya menikah secara agama.

Sebelum Iksan melakukan incest tersebut, Iksan sudah mempunyai 3 (tiga) istri. Istri pertama dari Iksan yaitu bernama Murtiah yang berasal dari Dusun Taruman Desa Truko, dari perkawinan anatara Iksan dan Murtiah tidak dikaruniani seorang anak dan rumah tangga mereka berakhir dengan perceraian. Alasan percerain mereka karena Murtiah tidak bisa memberikan keturunan kepada Iksan sehingga Iksan lama-kelamaan tidak memeperdulikan keluarganya. Keadaan tersebut sering memicu adu mulut anatara Iksan dan Murtiah, dan kekacauan tersebut sering didengar oleh tetangga-tetangga mereka kemeudian rumah tangga mereka berakhir perceraian dan yang mengajukan perceraian itu adalah dari pihak Murtiah.

(61)

Setelah kurang lebih satu bulan di rumah Kaumi meminta cerai kepada Iksan dan setelah itu pernikahan mereka berakhir perceraian.

Istri ke 3 (tiga) dari Iksan bernama Siti Nurhidayah yang berasal dari Dusun Waron, Gubug dari pernikahan mereka tidak dikaruniani anak dan juga berakhir dengan perceraian. Alasan perceraian mereka dikarenakan rumah tangga mereka diganggu oleh kedatangan Mariah yaitu keponakan Iksan sekaligus istri keempat Iksan. Setelah Siti Nurhidayah mengetahui bahwa suaminya ada hubungan dengan Mariah (ponakan) Nurhidayah langsung meninggal Iksan dan meninggalkan Desa Gentan kemudian Nurhidayah kembali lagi ke Gubug ke tempat orang tuanya.

Sebenarnya tidak ada akta perceraian antara Iksan dan Nurhidayah dikarenakan tidak ada proses perceraian diantara mereka melainkan Nurhidayah meninggalkan Iksan begitu saja dan tidak ada hubungan lagi atau komunikasi kepada Iksan ataupun saudara-saudara Iksan sampai saat ini.

Istri ke 4 (empat) Iksan adalah Mariah yang merupakan keponakanya sendiri yang dinikahinya secara siri.

(62)

Saat saya bertanya kepada Pak Mad yang merupakan tentangga sekaligus Kadus dari iksan tentang sebab faktor terjadinya incest tersebut beliau menjawab:

Mergo Iksan Lan Mariah kui turune sak keranjang karo Iksan yo bojone Iksan, lan si Mariah ponakan Iksan kui nak turu ndesel-ndesel nek tengah-tengah e Iksan lan bojone terus. Lha suwe-suwe ono kabar Mariah kui ngandek, lan jebule sek metengi yo Iksan kui Pak lik e dewe.(wawancara Pak Mad,15 Oktober 2016).

Terjemahan: ( Sebab Iksan dan Mariah itu tidurnya satu ranjang bersama Iksan dan juga istrinya Iksan, dan Mariah keponakan Iksan itu kalau tidur sukanya ditengah-tengah Iksan dan Istrinya. Dan lama- kelamaan ada kabar Mariah itu hamil, dan ternyata yang menghamili itu pamanya sendiri).

Setelah kabar itu diketahui oleh banyak masyarakat Gentan, Iksan langsung pergi ke Sumatera bersama Mariah karena tidak ingin menanggung malu,dan proses pernikahannya dilakukan di Sumatra karena disana tidak ada yang mengetahui apabila Mariah dan Iksan itu masih satu garis keturunan sedarah (keponakan).Walupun di Sumatra tidak ada yang mengetahui tentang incest yang mereka lakukan, pernikahan itu tetap tidak dicatatkan di KUA atau nikah hanya secara agama.

(63)

terlahir dari pasangan incest taboo, akan tetapi IQ anak tersebut di bawah rata-rata. Sesudah tinggal di Gentan lagi kehidupan mereka lebih tertutup kepada masyarakat, ketika sudah di kampung Iksan tidak mempunyai tempat tinggal karena Iksan tidak bisa kembali lagi, pada rumahnya yang dulu pernah di tempati karena rumah itu bukan rumah sendiri melainkan rumah saudaranya.

Iksan pun tinggal beberapa waktu di masjid di Desa tersebut bersama istri dan anaknya, setelah kurang lebih (4) bulan akhirnya Iksan dapat membangun rumah sendiri walaupun seadanya dan letak rumah tersebut jauh dari rumah warga-warga di Desa tersebut. Keadaan keluarga mereka harmonis sama seperti keluarga yang lain.

Walaupun Iksan melakukan incest tetapi masyarakat tetap terbuka dan tidak mengucilkan Iksan karena bagaimanapun Iksan merupakan warga asli Gentan, akan tetapi Iksan merasa dikucilkan oleh masyarakat sehingga Iksan tidak mau mengikuti Kegiatan masyarakat di Getan seperti halnya kegiatan yasinan, kegiatan tahlilan dan lain-lain. Tetapi pada dasarnya masyarakat di desa tersebut tidak merasa keberatan apabila Iksan mengikuti acara-acara tersebut, karena Iksan masih dibutuhkan sebagai salah satu tokoh masyarakat dan Iksan juga menjadi Qori’ah di Getan sebelum dia melakukan incest.

(64)

mengetahui bahwa mereka melakukan pernikahan yang dilarang oleh agama, sehingga Kiyai tersebut menyuruh mereka untuk berpisah karena pernikahan itu melanggar larangan agama.

Proses Kiyai Mariah mengetahui bahwa mereka menikah itu pada awalnya, di Pondok Kiyai tersebut ada acara Akhirusanah untuk pengajian rutin tahunan. Dan pada acara tersebut Iksan dan Mariah Sowan kepada Kiyai tersebut, kemudian Kiyai itu melihat Iksan dan Mariah masuk kedalam rumah Kiyai itu dengan berpegangan tangan. Karena Kiyai itu kenal dengan Iksan ataupun Mariah dan mengetahui hubungan mereka adalah paman dan keponakan. Kemudian Kiyai tersebut bertanya kepada bahwa mereka berdua kenapa berpegangan tangan, dan mereka pun menjawab bahwa mereka adalah suami istri, dan seketika itu juga kiyai itu marah dan menyuruh mereka untuk berpisah.

Bagan Keluarga Iksan dan Mariah

Munir Asiyah Shodaqoh Modah

Shodaqoh Dalail Iksan Hikmah Mariah Imron

(65)

C. Pasangan Samiun dan Maryati

Samiun dan Maryati adalah contoh lain dari pasangan yang melakukan pernikahan sedarah. Pernikahan tersebut terjadi di Desa Ringin Agung Salatiga RT 05 RW 04. Incest yang dilakukan oleh mereka ialah incest antar Sepupu yaitu anak kakak kandungnya.

Samiun merupakan anak dari Pak Kamidi dan Ibu Sofiah , Samiun beragama Islam, lahir di Salatiga pada tahun 1979, Samiun mempunyai tinggi badan kurang lebih 160 cm, memiliki rambut lurus, memiliki badan ideal dan berkulit putih. Pendidikan terakhir Samiun adalah sampai kejenjang SMA dan sekarang Samiun bekerja di sebuah pabrik di Magelang.

Maryati adalah anak dari Pak Ngadino dan Ibu Sri Mulyani yang lahir di Salatiga pada tahun 1982, Maryati beragama Islam, mempunyai tinggi badan kurang lebih 150 cm, berbadan kurus, berkulit putih, memakai hijab. Pendidikan terakhir Marytai adalah SMK dan sekarang Maryati bekerja di sebuah pabrik di Magelang bersama Samiun. Samiun dan Maryati Menikah resmi atau di catatkan kedalam buku nikah di Jakarta, mereka menikah pada tahun 2004. Sejak kecil dan kedekatan mereka diperkuat pada saat mereka sama-sama merantau ke Jakarta untuk sama-sama mencari pekerjaan, Samiun bekerja di Jakarta sebagai supir taksi sedangkan Mariah bekerja sebagai karyawan pabrik Sebab terjadinya pernikahan ini dikarenakan mereka sudah mengenal di Jakarta.

(66)

masyarakat di tempat itu menerima dengan baik kedatangan kembali Samiun dan Maryati pulang sebagi pasangan suami istri. Kehidupan keluarga mereka terhadap masyarakat biasa seperti sebelum mereka menikah, keadaan keluarga mereka harmonis dan dari pernikahan mereka dikaruniani dua anak yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Anak mereka tidak mengalami kecatatan apapun, mereka terlahir normal, anak pertama bernama Deni sedangakan anak ke dua bernama devi.

(67)

Bagan Keluarga Samiun dan Maryati Fatah Sriyah

Lailah Kamidi Ngadino

Kamidi Sofiah Ngadino Sri Mulyani

Samiun Maryati

(68)

BAB IV

ANALISIS DINAMIKA PERNIKAHAN SEDARAH DAN PERSPEKTIF, HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN SOSIOLOGI

A. Dinamika Perkawinan Sedarah 1. Pasangan Budi dan Asti

Dalam kehidupan sehari-hari Budi dan Asti melakukan segala seuatunya dengan bersama–sama. Budi sebagai kepala rumah tangga yang bertugas untuk mencarikan nafkah untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Sedangkan Asti berperan sebagai istri dan ibu untuk anak dan suaminya. Selain itu Asti juga ikut menunjang pemasukan keluarganya dengan menjadi penjahit baju yang berlokasi di rumahnya sendiri. Asti dan budi mempunyai tugas yang sama yaitu merawat anak-anaknya, menjaga, mendidik dan lain sebagainya. Dalam kehidupan senari-hari Budi memanggil Asti dengan sebutan Dek, dan sebaliknya Asti memanggil Budi dengan sebutan Mas.

Walaupun anak-anaknya terlahir kurang normal kecuali anak yang terakhir Budi dan Asti tetap mengajarkan anak-anaknya seperti membaca, menghitunag, menulis dan lain-lain. Karena ke dua anaknya yang abnormal tidak sekolahkan di sekolah formal seperti SLB, sehingga mereka berdua diberi pelajaran oleh ke dua orang tuanya.

(69)

kepada anak. Terkadang anak-anak dari Budi dan Asti juga membantu pekerjaan rumah seperti membelikan bumbu untuk masak, menyapu, menyuci piring, menyuci baju dan lain-lain.

Hubungan suami istri antara Budi dan Asti pada saat sesudah mereka menikah hubungan mereka terjalin baik walaupun mereka sudah melakukan perkawinan sumbang, mereka tidak menghiraukan itu. Bahkan mereka ketika memiliki anak yang terlahir abnormal pun mereka tetap saja terjalin baik dan menerima jalan hidup mereka bahwa mereka mempunyai anak yang abnormal.

Sedangkan hubungan Budi dan Asti dengan tetangga-tetangganya terjalin baik-baik saja. Walaupun para tetangga mengetahui bahwa mereka melakukan pernikahan yang terlarang, para tetangga disekitarnya tidak mengucilkan Budi dan Asti. Mereka tetap berinteraksi seperti biasa, tidak ada batas apapun yang menghalangi untuk berinteraksi antara tetangga dengan Budi dan Asti. Mereka juga tidak menutup diri dengan masyarakat sekitar, mereka tidak merasa malu tentang apa yang sudah mereka lakukan. Anak-anak mereka juga berinteraksi baik dengan tetang-tetangganya, anak-anak Budi dan Asti terkadang juga main ke rumah tetangga-tetangganya.

(70)

mereka lakukan. Pada saat hari raya idul fitri banyak juga yang datang dan bersilaturahmi ke rumah Budi dan Asti.

2. Pasangan Iksan dan Mariah

Iksan dan Mariah menjalankan kehidupannya bersama-sama setelah mereka mempunyai anak kehidupan mereka semakin terjalin dengan baik. Iksan berperan sebagai kepala rumah tangga sedangkan Mariah sebagai ibu rumah tangga. Iksan bertugas untuk mencarikan nafkah untuk menghidupi keluarganya dengan bekerja sebagai petani atau berkebun sedangkan Mariah di rumah untuk membereskan pekerjaan rumah seperti halnya yang dilakukan ibu rumah tangga seperti halnya menyapu, mencuci baju, memasak dan menjaga anaknya ketika ditinggal budi berkebun. Terkadang Mariah juga ikut ke kebun untuk menemani Iksan. Panggilan Iksan untuk Mariah adalah namanya sendiri yaitu Mariah sedangkan Mariah memanggil Iksan dengan sebutan Bapak.

Hubungan suami istri antara Iksan dan Mariah setelah menikah semakin baik, walaupun pada saat diketahui bahwa Mariah hamil anak dari Iksan banyak yang menentang tentang hal itu dan Iksan memutuskan untuk membawa Mariah pergi ke Sumatera.

(71)

merawat dan juga menyekolahkan ananknya. Umi memanggil Ayahnya dengan sebutan “Pak e” dan memanggil Ibunya dengan sebutan “Mak e”.

Sedangkan hubungan Iksan dan Mariah dengan tetangga-tetangganya kurang baik. Dikarenakan Iksan dan Mariah menutup diri dari masyarakat disekitarnya dan mereka merasa dikucilkan. Tetapi pada kenyataanya masyarakat di mana Iksan dan Mariah tinggal tidak mengucilkan mereka bahkan Iksan juga sering diundang dalam kegiatan-kegiatan Desa, akan tetapi Iksan tidak mau menghadiri acara tersebut. Tetapi sekarang setelah sudah berpisah dengan mariah terkadang Iksan mau menghadiri acara-acara besar di Desa Iksan tinggal, terakhir Iksan mau menghadiri acara pengajian di Desanya dalam acara mauludan 2016 kemarin sebagai Qori’ atau pembaca Al Quran.

Hubungan Iksan dan Mariah dengan keluarga besarnya sama dengan hubungan dengan tetangga-tetangga mereka. Iksan dan Mariah juga bersikap tertutup dengan keluarga besarnya.Walaupun pada awalnya keluarga Iksan dan Mariah berjalan dengan sangat baik akan tetapi pada akhirnya mereka berpisah.

3. Pasangan Samiun dan Maryati

(72)

rumah, tetapi pada saat anak-anaknya sudah bersekolah SD Maryati ikut bekerja bersama suaminya untuk menunjang pemasukan keluarga mereka.

Hubungan suami istri antara Samiun dan Maryati baik-baik saja dan terlihat rukun. Samiun memanggil istrinya dengan sebutan Ibuk dan Maryati memanggil suamminya dengan sebutan Ayah. Sedangkan anak mereka juga memanggil mereka dengan sebutan Ayah dan Ibu.

Hubungan Samiun, Maryati dengan anak-anaknya terjalin sangat baik, mereka melakukan apa yang harus dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya seperti halnya merawat, membesarkan dan memberikan fasilitas pendidikan untuk anak-anaknya. Sedangkan anaknya juga bersikap sopan dan hormat terhadap ke dua orang tuanya.

Keadaan Samiun dan Maryati dengan tetangga-tetangga mereka terjalin sangat baik. Mereka bersikap terbuka dengan masyarakat sekitar dan sebaliknya masyarakat sekitar bersikap terbuka kepada Samiun dan Maryati. Mereka saling tolong menolong contohnya pada saat tetangga mereka membutuhkan tenaga mereka, Samiun dan Maryati membantunya sebisa mungkin.

(73)

B. Analisis Hukum Islam, UU NO. 1 Tahun 1974 dan Sosiologi tentang Perkawinan Sedarah

1. Analisi Hukum Islam

Pernikahan yang dialarang dalam islam sudah dijelaskan dalm surat An-nisa ayat 23:

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa :

(74)

Didalam Islam ada pernikahan yang dilarang untuk selamanya dan sementara, pernikahan yang tidak boleh dilakukan untukn selamnya adalah

Karena hubungan nasab.

1) Ibu, yang dimaksud adalah perempuan yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas, yaitu ibu, nenek garis ayah atau ibu dan seterusnya ke atas.

2) Anak perempuan, yang dimaksud adalah perempuan yang yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, yaitu anak perempuan,cucu perempuan, (dari anak laki-laki perempuan), piyut perempuan dan seterusnya ke bawah. 3) Saudara perempuan kandung(seayah dan seibu).

4) Bibi, yaitu saudara perempuan ayah atau ibu kandung, seayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

5) Keponakan perempuan, yaitu anak saudara laki-laki atau perempuan dan seterusnya ke bawah.

(75)

b. Pernikahan Iksan dan Mariah

Pernikahan Iksan dan Mariah adalah pernikahan antara paman dan keponakan. Dalam Al Quran An-Nisa ayat 23 yang menjelaskan tentang larangan pernikahan-pernikahan yang haram dilakukan. Di Surat An-Nisa ayat 23 tersebut tercantum larangan menikahi keponakan yaitu ( Anak-anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan). Jadi dari ayat tersebut dapat menjadi landasan yang kuat bahwa pernikahan yang dilakukan Iksan dan Mariah tidak boleh dilakukan menurut hukum Islam.

Pernikahan ini juga tidak boleh dilakukan untuk selamanya karena pertalian nasab (keponakan perempuan, yaitu anak saudara laki-laki atau perempuan dan seterusnya ke bawah).

c. Pernikahan Samiun dan Maryati

Referensi

Dokumen terkait