• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH POLA ASUH ASRAMA DAN METODE TA’ZIRAN TERHADAP PERKEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN SANTRI PONDOK PESANTREN ALI MUTTAQIN PATIHAN WETAN BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 20172018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH POLA ASUH ASRAMA DAN METODE TA’ZIRAN TERHADAP PERKEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN SANTRI PONDOK PESANTREN ALI MUTTAQIN PATIHAN WETAN BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 20172018 SKRIPSI"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA ASUH ASRAMA DAN METODE

TA’ZIRAN

TERHADAP PERKEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN SANTRI

PONDOK PESANTREN ALI MUTTAQIN PATIHAN WETAN

BABADAN PONOROGO

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

SKRIPSI

OLEH:

ARFITA AIMMATU ROSYIDAH

NIM: 210314113

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(2)

PENGARUH POLA ASUH ASRAMA DAN METODE

TA’ZIRAN

TERHADAP PERKEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN SANTRI

PONDOK PESANTREN ALI MUTTAQIN PATIHAN WETAN

BABADAN PONOROGO

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Institut Agama Islam Negeri Ponorogo Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaika Program Sarjana Pendidikan Agama Islam

OLEH:

ARFITA AIMMATU ROSYIDAH

NIM: 210314113

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(3)

ABSTRAK

Rosyidah, Arfita Aimmatu. 2018. Pengaruh Pola Asuh Asrama dan Metode Ta’ziran

Terhadap Perkembangan Sikap Keagamaan Santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan wetan Babadan Ponorogo. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kegurun Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing, Dr. Ju‟ Subaidi, M.Ag.

Kata Kuci: Pola Asuh Asrama, Metode Ta’ziran, dan Perkembangan Sikap Keagamaan. Perkembangan sikap keagamaan merupakan perubahan yang kontinyu mengenai kecenderungan seseorang terhadap bagaimana ia mencari fitrahnya tentang keTuhanan dan bagaimana dia beragama. Perkembangan sikap keagamaan seseorang dapat dilihat ketika seseorang semakin lama mengalami Pendidikan Islam ia akan semakin berbuat baik, mengamalkan apa yang ia dapat selama belajarnya. Sedangkan salah satu hal yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang yaitu bagaimana pengasuh menentukan pola asuh yang ia gunakan, selain itu dari hasil observasi di lapangan ditemukan seorang santri masih sangat rendah kedisiplinannya, sehingga pengurus tidak jarang menggunakan metode ta’ziran untuk menertibkan para anak asuh guna menjadikannya manusia yang memiliki sikap keagamaan yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui adanya pengaruh pola asuh asrama di Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo. (2) Mengetahui adanya pengaruh Metode ta’ziran di Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo. (3) Mengetahui Adanya pengaruh pola asuh asrama dan metode ta’ziran terhadap perkembangan sikap keagamaan santri di Pondok Pesantren Ali Muttaqin.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif regresi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri pondok pesantren Ali Muttaqin Patihan wetan Babadan Ponorogo yang berjumlah 70 santri. Teknik mengambill sampel dengan sampel populasi, yaitu mengggunakan seluruh populasi menjadi sampel. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu mnggunaka rumus korelasi Product Moment dan regresi berganda.

(4)
(5)
(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Inti beragama adalah masalah sikap. Di dalam Islam, sikap beragama itu intinya adalah iman. Jadi yang dimaksud beragama pada intinya adalah beriman. Jika membicarakan bagaimana cara mengajarkan agama Islam maka inti pembicaraannya adalah bagaimana menjadikan anak asuh sebagai orang yang beriman. Jadi inti pendidikan Islam adalah penanaman iman.1 Dalam pendidikan Islam harus menggunakan semua aspek yang ada, antara lain akal, jasmani dan juga rohani. Jika membahas tentang keimanan maka keimanan sendiri berada pada aspek rohani. Pembinaan kerohanian itu berada di dalam hati, termasuk keimanan itupun berada dalam hati.

Islam sangat memperhatikan Pendidikan ruhani. Karena pendidikan rohani adalah jalan yang membuat seseorang mengenal Allah Swt. Jalan yang digariskan Islam ini, adalah ibadah. Ibadah yang bukan sekedar penampilan dalam kehidupan. Tetapi ibadah yang mempunyai makna lebih mendalam, yang memiliki dampak sangat jelas dalam kehidupan dan perilaku seseorang.Karena itu ibadah harus berpijak di atas

1

(7)

hubungan yang kuat antara ruh dengan Allah Swt. 2 Sebagaimana ibadah juga harus berpijak di atas prilaku, perbuatan, pemikiran, perasaan seorang hamba. Sehingga semua hal ini mendorong manusia untuk kembali kepada Allah Swt pada setiap waktu. Inilah yang menjadi jaminan bagi seorang muslim dalam mengikat hubungannya kepada Allah. Sehingga semakin ia beribadah dengan baik maka hatinya akan terpatri kepada sang Pencipta yaitu Allah Swt, dan juga ia akan menjadi seseorang yang berhubungan baik pula terhadap manusia lain.

Perkembangan sikap keagamaan sendiri merupakan perubahan yang kontinyu mengenai kecenderungan seseorang terhadap bagaimana ia mencari fitrahnya tentang keTuhanan dan bagaimana dia beragama. Perkembangan sikap keagamaan seseorang dapat dilihat ketika seseorang semakin lama mengalami pendidikan Islam ia akan semakin berbuat baik, mengamalkan apa yang ia dapat selama belajarnya.

Seorang pengasuh yang berpendidikan akan mendidik anak asuhnya dengan baik dan berusaha menjadikan anak asuhnya sebagai manusia yang kamil. Kiyai dijadikan figur bagi santri, mereka sering mengadakan komunikasi dengan Kiyai, sedangkan Kiyai merespon semua keluhan santri. Selain itu Kiyai juga selalu memberikan wejangan dan juga memberikan contoh teladan yang baik bagi santri sehingga mengakibatkan para santri mencontoh apa yang Kiyai lakukan. Selain daripada itu pola asuh yang digunakan dapat membantu pendidikan ruhani yang baik dan dapat meningkatkan sikap keagamaan seorang anak.

2

(8)

Asrama berusaha menjadi lingkungan yang senantiasa mewujudkan suasana

“kehidupan keluarga” di mana rasa kasih sayang dan kehidupan keagamaan dapat

diwujudkan secara wajar. Mungkin membentuk suasana seperti ini cukup sulit atau bahkan hampir tidak mungkin secara sempurna, namun upaya ke arah itu hendaknya diusahakan. Untuk itulah, sering kita mendapatkan bangunan asrama, tahanan, manajemen dan tata kehidupan di dalamnya diatur menurut pola kehidupan suatu keluarga.3

Setiap pola asuh yang diterapkan dalam sebuah lembaga mengharapkan nantinya lembaga tersebut dapat dianggap oleh para anak asuh sebagai sebuah keluarga, di dalam Pondok Pesantren Ali Muttaqin peneliti menemukan adanya penerapan pola asuh otoriter, yaitu berfigu pada Kiyai yang dijadikan teladan oleh para santri.

Pengasuh pondok pesantren Ali Muttaqin mengharapkan seorang anak asuh yang baik dalam segala halnya, termasuk perkembangan sikap keagamaannya, pengasuh menginginkan seorang anak yang masuk dalam lembaganya nantinya mengalami perubahan sikap dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari hanya paham menjadi mengamalkan. Seorang anak akan terbiasa jika setiap hari ada teladan dari pengasuh dan juga dorongan untuk melakukan peribadatan yang baik maka lama kelamaan seorang anak tersebut terbiasa dan akan melakukannya tanpa harus diperintah ataupun atas kesadaran diri sendiri.

3

(9)

Selain dengan pola asuh yang tepat perkembanagn sikap keagamaan bisa juga dipengaruhi oleh metode apa yang digunakan. Salah satu metode yang digunakan adalah metode ta’ziran. Metode ini digunakan untuk memberi efek jera kepada anak guna tidak mengulangi perbuatan atau kesalahannya berulangkali.

Metode ini tidak serta merta digunakan begitu saja, sebelumnya saat anak asuh melakukan kesalahan anak asuh akan di nasehati dengan lembut untuk mengingatkan anak asuhnya berkenaan dengan akibat yang tidak baik yang telah diperbuatnya. Peringatan atau nasihat akan membantu pribadi anak asuh dalam mengevaluasi tingkah lakunya sendiri. Tetapi jika seorang anak asuh tidak merespon dengan baik nasehat yang sudah diberikan maka pengasuh akan memberikan respon dengan memberi

ta‟ziran. Namun ta’ziran tersebut juga tidak langsung bersifat berat, namun yang

bersifat ringan terlebih dahulu, dan juga bersifat mendidik. Namun jika tetap saja tidak ada perubahan maka ta’ziran tersebut bersifat hukuman fisik.

Ta’ziran sendiri di pondok pesantren Ali Muttaqin digunakan sebagai alat

untuk mentertibkan anak asuh yang melanggar peraturan yang telah dibuat. Ta’ziran yang digunakan di sini tidaklah langsung berbentuk hukuman fisik, namun hukuman yang mendidik salah satu contohnya adalah membaca Al-Qur‟an selama satu jam atau membaca surat Yaasiin 3x. Namun jika tidak jera tidak jarang ada hukuman fisik pula, seperti jalan jongkok keliling halaman pondok dan juga push-up.

(10)

menarik untuk dikaji. Dengan penerapan –penerapan yang ditanamkan kepada seluruh santri dalam kehidupan sehari-hari agar menjadikan santrinya menjadi manusia yang seutuhnya (insan kamil). Sehingga dari peneltian ini dapat diketahui seberapa besar pengaruh pola asuh asrama dan metode ta’ziran terhadap perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

Dengan teori yang sudah dijabarkan dan dari pengamatan yang ada di lapangan oleh peneliti di atas, maka peneliti ingin meneliti tentang “Pengaruh Pola Asuh Asrama dan Metode Ta’ziran Terhadap Perkembangan Sikap Keagamaan Santri

Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo”

B. Batasan Masalah

Banyak faktor atau variabel yang dapat dikaji untuk ditindak lanjuti dalam penelitian ini. Namun karena cakupan bidang yang sangat luas serta adanya berbagai keterbatasan yang ada baik waktu, dana maupun jangkauan penulis, sehingga dalam

penelitian ini dibatasi masalah pola asuh asrama dan metode ta‟ziran mempengaruhi

terhadap perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

C. Rumusan Masalah

(11)

2. Adakah pengaruh Metode ta’ziran terhadap perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo?

3. Adakah pengaruh pola asuh asrama dan metode ta’ziran terhadap perkembangan sikap keagamaan santri di Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui adanya pengaruh pola asuh asrama terhadap perkembangan

sikap keagmaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

2. Untuk mengetahui adanya pengaruh Metode ta’ziran terhadap perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

3. Untuk mengetahui Adanya pengaruh pola asuh asrama dan metode ta’ziran terhadap perkembangan sikap keagamaan santri di Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

E. Manfaat Penelitian

(12)

Manfaat Praktis

a. Bagi Pondok Pesantren

Memberikan sumbangan pengetahuan tentang perilaku keagamaan santri sebagai masukan dalam mengembangkan kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan di pondok pesantren.

b. Bagi Ustadz/Ustadzah

Dengan penelitian ini diharapkan Ustadz/Ustadzah lebih meningkatkan lagi usaha dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan pondok pesantren. c. Bagi Santri

Dari penelitian ini diharapkan santri dapat menerapkan perilaku-perilaku keagamaan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang telah diajarkan melalui lingkungannya terutama lingkungan pondok pesantren.

d. Bagi Penulis

Dapat menambah bekal pengetahuan dan wawasan khususnya tentang apa yang ada

di lapangan terkait dengan pola asuh dan metode ta‟ziran dan dapat menjadi

acuan untuk nantinya dipraktekkan di kehidupan mendatang.

F. Sistematika Pembahasan

(13)

Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab pertama ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemaparan data.

Bab kedua adalah kajian teoritik, yang berisi tentang landasan teori dan atau telaah hasil penelitian terdahulu, kerangka berfikir dan pengajuan hipotesis. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam menjawab hipotesis.

Bab ketiga adalah metode penelitian, yang meliputi rancangan penelitian, populasi dan sampel, instrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

Bab keempat adalah temuan dan hasil penelitian yang berisi gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi data, analisis data (pengujian hipotesis), pembahasan dan interpretasi.

(14)

BAB II

TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil telaah pustaka yang dilakukan penulis sebelumnya yang ada kaitannya dengan variabel yang diteliti antara lain:

(15)

2. Weti Mei Nugraheny, Mahasiswa IAIN Ponorogo dengan judul “Pengaruh Hukuman dan Kesadaran Diri Terhadap Sikap Tanggung Jawab Santri Kelas X di Pondok Pesantren Darul Huda Putri Mayak Ponorogo, skripsi tahun 2017, metode kuantitatif regresi berganda. Berdasarkan hasil perhitungan data hukuman dan kesadaran diri terhadap sikap tanggung jawab santri kelas X di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Ponorogo. Kemudian diperoleh koefisien determinasi 17,62, yang artinya hukuman dan kesadaran diri berpengaruh sebesar 22,41% terhadap sikap tanggung jawab dan sisanya 77,59% berpengaruh oleh factor-faktor lain yang tidak sedang di teliti oleh peneliti. Dengan menggunakan sampel sebanyak 125 santri dari populasi sebesar 226 santri. Alangkah baiknya jika populasi yang diambil dari seluruh santri madrasah aliyah Pondok Pesantren Darul Huda Mayak karena permasalahan yang diangkat bersifat umum yaitu hukuman dan kesadaran diri. Perbedaan yang ada dengan peneliti yang sekarang yaitu pada variable hukuman ( ta’ziran) di kaitkan dengan pola asuh asrama dan dilihat pengaruhnya terhadap

perkembangan sikap keagamaan santri.

3. Siti Nasa Bandiyah mahasiswi IAIN Ponorogo, dengan judul “Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Sekolah Terhadap Sikap Keagamaan Siswa XI di SMAN Balong Ponorogo”, skripsi tahun 2015 metode kuantitatif bersifat Regresi. Berdasarkan hasil analisis linier berganda, pengaruh lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah terhadap sikap keagamaan didapatkan nilai Fhitung sebesar

34,738 dengan Ftabel sebesa 4,82 pada taraf signifikan 1%. Karena Fhitung (34,738) >

(16)

lingkungan sekolah berpengaruh secara signifikan terhadap sikap keagamaan siswa kelas XI SMAN 1 Balong Ponorogo tahun pelajaran 2014/2015. Kemudian diperoleh koefisien determinasi sebesar 44,40%, artinya kondisi lingkungan keluarga dan kondisi lingkungan sekolah berpengaruh sebesar 44,40% terhadap sikap keagamaan dan sisanya 55,6% dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak masuk dalam model yang sedang diteliti. Sampel yang digunakan adalah 89 siswa dari populasi sebesar 120 siswa. . Alangkah baiknya jika populasi yang diambil dari seluruh siswa SMAN 1 Balong Ponorogo karena permasalahan yang diangkat bersifat umum yaitu kondisi lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Perbedaan yang ada dengan penelitian yang sekarang yaitu pada variabel pola asuh asrama dan metode ta’ziran yang dikaitkan dengan sikap keagamaan.

B. Landasan Teori 1. Pola Asuh Asrama

a. Pengertian Pola Asuh Asrama

Pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh seseorang dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya.4 Pola asuh adalah sebuah bentuk perlakuan atau tindakan yang dilakukan oleh pegasuh untuk memelihara, melindungi, mendampingi,

4

(17)

mengajarkan, membeimbing anak selama masa perkembangan.5 Sedangkan Asrama sendiri merupakan lingkungan pendidikan yag dibina sedemikian rupa sesuai dengan tujuannya dalam rangka membantu perkembangan kepribadian anak.6 Jadi pola asuh asrama adalah sebuah cara yang ditempuh oleh seorang pengasuh yang bertugas memelihara, melindungi, mendampingi, dan membimbing santri selama santri dalam lingkungan asrrama pondok pesantren.

Asrama sebagai lingkungan pendidikan memiliki ciri-ciri antara lain: sewaktu-waktu atau dalam waktu tertentu hubungan anak dalam keluarganya menjadi terputus atau dengan sengaja diputuskan dan untuk waktu tertentu pula anak-anak itu hidup bersama anak-anak sebayanya. Setiap asrama mempunyai suasana tersendiri yang amat diwarnai oleh para pendidik atau pemimpinnya dan oleh sebagian besar anggota kelompok dari mana mereka berasal. Demikian pula tatanan dan cara hidup kebersamaan sesama jenis kelamin dari penghuninya turut membentuk suasana asrama yang bersangkutan.7

Unsur utama dalam pengasuhan adalah tauladan yang baik dari pengasuh. Para pengasuh, baik dari Kiyai maupun pengurus harus memberikan contoh yang baik kepada seluruh santri. Sebab seluruh kehidupan yang dilihat dan didengar oleh santri dilakukan oleh mereka. Apabila yang dilihat dan didengar oleh santri adalah hal-hal yang baik, maka akan tertanam dalam diri mereka Pendidikan yang baik pila, akan tetapi sebaliknya, jika yang dilihat dan didengar oleh santri adalah

5Siti Mumun munawaroh, “Psikologi Santri usia Dini,”

Penelitian (1 Mei, 2014), 149.

6

Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),157.

7

(18)

kehidupan yang negative, yang jelek-jelek, maka akan tertanam dalam diri mereka hal-hal yang negative pula. Dengan demikian keberhasilan Pendidikan para santri sangat tergantung kepada contoh atau tauladan yang diberikan oleh kiyai dan pengurus, yang akan memilikidampak yang cukup besar dalam proses pembentukan kepribadian para santri8

b. Macam-Macam Pola Asuh Asrama

Mendidik anak dalam asrama sama halnya dengan mendidik anak dalam keluarga, para pembina asrama mengharapkan agar anak mampu berkembang kepribadiannya, menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Untuk mewujudkan hal itu ada berbagai cara dalam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua menurut Hurlack yang dikutip oleh Chabib Thoha yaitu:

1) Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua /pengasuh), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita-cerita, bertukar pikiran dengan orang tua/pengasuh, orang tua/pengasuh malah menganggap bahwa semua sikapnya yang dilakukan itu dianggap sudah benar sehingga tidak perlu anak dimintai pertimbangan atas semua keputusan yang menyangkut permasalahan anak-anak asuh. Pola asuh

8Abdul Karim, “Sistem Pembinaan Pondok Pesantren,”

(19)

yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukumannya yang dilakukan dengan keras, mayoritas hukuman tersebut sifatnya hukuman badan dan anak juga diatur yang membatasi perilakunya. Perbedaan seperti itu sangat ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak tersebut dewasa.

2) Pola asuh yang demokratis

(20)

Demikian pula terhadap hal-hal yang sangat prinsip mengenai pilihan agama pilihan nilai hidup yang bersifat universal dan absolut, orang tua dapat memaksakan kehendaknya terhadap anak karena anak belum memiliki alasan cukup tentang hal itu. Dengan demikian tidak semua materi pelajaran agama seluruhnya diajarkan secara demokratis terhadap anak. Jika dikembalikan dengan kisah Luqman sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur'an, dapat diambil pelajaran bahwa pendidikan akidah Islam tidak harus dijadikan secara demokratis dalam menanamkan keimanan kepada anak-anaknya. Karena akidah sama dengan masalah ketauhidan yang perlu diberikan kepada anak didik secara otoriter, hal itu menyangkut dogmatis.

3) Pola asuh laisses fire

(21)

keluarga orang tua harus merealisasikan peranan atau tanggung jawab dalam mendidik anaknya.9

Di Pondok Pesantren Ali Muttaqin sendiri lebih cenderung menggunakan pola asuh otoriter, yaitu pengasuhan sepenuhnya dari pengasuh tanpa ada usulan dari santri atau anak asuh. Karena di Pondok Pesantren yang memiliki hak tertinggi adalah Kyai atau pengasuh. Beliau ini yang memiliki tanggung jawab besar pengambilan keputusan, meskipun juga ada dewan asatidz untuk dimintai pertimbangan perihal pengasuhan anak didik. Dan juga ada kepengurusan tersendiri dari santri senior untuk membantu terlaksananya pola asuh yang diinginkan.

2. Metode Ta’ziran a. Pengertian Ta’zir

Definisi ta’zir menurut bahasa, lafadz ta’zir berasal dari kata azzāra yang berarti man’u wa radda (mencegah dan menolak). Ta’zir

bisa berarti addaba (mendidik) atau azzamu wa waqra yang artinya mengagungkan dan menghormat.10

Dari berbagai pengertian, makna ta’zir yang paling relevan adalah man’u wa radda (mencegah dan menolak) dan ta’dib (mendidik). Pengertian sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Awdah11 dan Wahbah Zuhaili,

ta„zir diartikan mencegah dan menolak. Karena ia dapat mencegah pelaku agar

9

Mansur, Pendidikan Ank Usia Dini Dalam Islam,353-357.

10

Ibrahim Unais, Al-Mu’jam al-Wasith (Mesir: Dar at-Turas al-Arabi, t.t), 598.

11

(22)

tidak mengulangi perbuatannya. Ta’zir diartikan sebagai mendidik karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki perilaku agar menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.

Ada istilah sebagaimana yang telah diungkapkan al-Mawardi bahwa ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara.12

Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili memberikan definisi yang mirip dengan definisi al-Mawardi yakni ta’zir menurut syara„ adalah hukuman yang

ditetapkan atas perbuatan maksiat atau jinayah yang tidak dikenakan had atau tidak pula kifarat.

Dari berbagai definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa ta’zir

adalah suatu jarimah yang hukumannya di serahkan kepada hakim atau penguasa hakim dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jarimah ta’zir. Di kalangan fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumannya belum di tetapkan oleh syara„ dinamakan dengan ta’zir, jadi istilah ta’zir bisa digunakan untuk hukuman yang diarahkan utuk mendidik dan bisa juga untuk sanksi tindak pidana.

Pondok Pesantren sebagai basis pendidikan Islam diharapkan menjadi rujukan bagi pendidikan-pendidikan Islam yang non pesantern, karena dalam proses pendidikannya, siswa (santri) diberikan materi-materi agama tidak dalam separuh hari, tetapi dalam satu hari, dari berangkat tidur sampai bangun tidur mereka

12

(23)

dipandu oleh nilai-nilai pendidikan yang Islami. Dari gambaran tersebut, proses pendidikan di pesantren mengandung beban yang sarat terhadap pemerolehan sumber moral value bagi para santrinya sebagai bekal kehidupan ditengah-tengah masyarakat mereka.

Pondok pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan tetapi lebih lanjut pondok pesantren juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama amar

ma‟ruf nahi mungkar.13

Menurut Azyumardi Azra ada tiga fungsi pondok pesantren tardisional, yakni transmisi ilmu-ilmu Islam, pemeliharaan tradisi Islam dan reproduksi agama.14

Sebagai salah satu lembaga pendidikan, setiap pondok pesantren menginginkan para santrinya agar dapat memiliki kemampuan dan kepribadian yang baik sebagai bekal untuk hidup ditengah-tengah masyarakat. Tak terkecuali Pondok Pesantren. Untuk membekali kemampuan dan pembentukan kepribadian santri, pihak pondok pesantren menerapkan pendidikan dengan berbagai pola dan metode pembelajaran. Selain itu, pihak pondok pesantren melakukan pembinaan pendisiplinan kepada santri guna tercapainya tujuan pendidikan di lingkungan pesantren. Tindakan pendisiplinan tersebut berupa pemberian hukuman, misalnya gundul, menghatamkan Al-Qur‟an dan lain sebagainya.

Tindakan pendisiplinan kepada santri pesantren merupakan cara dalam pendisiplinan pengurus pondok terhadap santri yang bermasalah agar taat kepada

13

Mastuhu, Dinamika Pendidikan Pesantren (Jakarta: NIS, 1994), 111.

14

(24)

peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan disepakati oleh pihak pengelola pengurus pondok pesantren. Penerapan hukuman bertujuan untuk mendidik santri agar menimbulkan efek jera dan tidak mengulanginya kembali. Ini mempunyai arti bahwa hukuman sebagai salah satu sarana untuk mendidik anak merupakan alternatif terakhir jika keadaannya sudah memaksa.15

Penerapan ta‘zir (hukuman) di pondok pesantren ini diperlukan dan dilaksanakan dengan syarat tidak melampui batas. Jika hukuman yang diberikan sudah melebihi batas (misalnya meninggal bekas pada tubuh santri) maka itulah yang dinamakan kekerasan terhadap santri. Oleh karena itu, penangan santri yang bermasalah sudah dilakukan dengan baik dengan proses yang dan terstuktur yang sudah tertata rapi. Hal ini menghindari tindakan yang tidak proporsional kepada santri dengan prinsip-prinsip meletakkan persoalan dan pengangan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan kata lain, hukuman itu diberikan untuk menekan, menghambat bahkan menghilangkan perbuatan yang menyimpang.16

Sedangkan tujuan ta‟zir di Pondok Pesantren adalah menjaga kewibawaan

pesantren agar santri tidak melanggar peraturan dan tidak mengulangi kesalahannya. Hal ini selaras dengan tujuan khusus pesantren yakni:

1) Mendidik siswa/santri menjadi anggota masyarakat, seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah Swt. Berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang ber-Pancasila.

15

Jamal Abdurrahman, Kaifa Rabaahum an-Nabiy al-Amin, diterjemahkan oleh Ardianingsih dengan judul, Pendidikan ala kanjeng Nabi (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), 131-134.

16

(25)

2) Mendidik siswa/santri menjadi manusia muslim dan kader-kader ulama serta mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, memiliki semangat wiraswasta

serta mengamalkan syari‟at Islam secara utuh dan dinamis.

3) Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan bangsa dan negara.

4) Mendidik para santri agar dapat menjadi tenaga-tenaga penyuluh pembangunan makro, regional nasional.

5) Mendidik para santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap serta terampil dalam berbagai sector pembangunan mental spiritual.

6) Mendidik para santri agar dapat memberi bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka usaha pembangunan masyarakat Indonesia.17

Islam juga mengatur tahapan-tahapan yang sempurna, bagaimana memberikan hukuman pada seorang anak. Mulai dari memberikan informasi tentang kebenaran (aspek kognitif) sampai pada pelurusan sikap (aspek motorik) anak. adapun tahapan menghukumnya yaitu:

1) Memperlihatan cemeti kepada anak

Dalam hadits disebutkan: “Gantungkan cambuk ditempat yang bisa

dilihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka.”

Islam memberikan kebijakan yang disebut prahukuman, dalam hadits tersebut

17

(26)

dapat diketahui bahwa dengan menggantungkan cemeti dapat berfungsi agar

membuat seorang anak “awas dan antisipatif‟ sehingga tidak mudah berbuat

salah.

2) Menjewer telinga

Ini merupakan hukuman fisik yang pertama bagi anak, tapi dengan hukuman ini diharap anak akan merasakan bagaimana sakitnya sanksi dari tindakan menyelisihi sehingga ia layak untuk dijewer.

3) Memukul sesuai aturaan syari‟at

` Jika kedua tahap di atas (memperlihatkan cemeti dan menjewer telinga anak) belum juga bisa meluruskan kesalahan anak dan ia masih saja terusmembangkang, maka tahap yang ketiga ini bisa mengatasi pembangkangan yang dilakukannya. Akan tetapi pukulan yang diberikan ini haus lah sesuai dengan aturan-aturan syari‟at dan jangan sampai hanya menuruti hawa nafsu orangtua atau pendidik. Dalam melakukan hal ini haruslah sesuai dengan aturan

syari‟at yang benar sebagai berikut:

a) Baru memukul ketika anak sudah berumur sepuluh tahun b) Batasan maksimal memukul adalah sepuluh kali

c) Harus tahu penggunaan alat pukul, cara memukul dan tempat yang boleh dipukul.

(27)

e) Cara memukulnya sesuai dengan kriteria, yaitu tidak memukul pada satu tempat saja, harus ada rentang waktu antara satu pukulan dengan pukulan berikutnya , dan tidak boleh terlalu keras.

f) Tempat yang boleh dipukul, yaitu kecuali kepala dan wajah. 18

Di pondok pesantren Ali Muttaqin menggunakan metode ta’ziran sendiri ketika seorang anak sudah melanggar peraturan, jika pelanggaran yang dilakukan masih ringan hukuman yang digunakan yaitu hukuman yang mendidik, seperti ngaji al-Qur‟an satu jam ataupun membaca yaasiin 3x, terkadang kalau melanggar lebih sering maka akan ada hukuman secara fisik, seperti membersihkan kamar mandi, jalan jongkok keliling halaman ataupun push-up.

b. Kategori ta’ziran

Ada tiga kategori yang bisa dilepaskan kaitannya dengan kebiasaan-kebiasaan kondisi yang mengesahkan hukuman itu dibuktikan secara legal, antara lain

1) Hukuman atau hudud

Sesuatu yang berkaitan dengan hudud itu sendiri yaitu segala sesuatu yang itu merupakan perintah Allah dan tuntutannya tidak bisa dilepaskan, contohnya dilaksanakan pada orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan: mencuri, meminum minuman keras, membunuh, murtad, zina, memfitnah, dengan menuduh tanpa bukti.

18

(28)

2) Qishash

Hukuman ini berkaitan dengan pelanggaran khusus sehingga mengakibatkan adanya hukuman. Dan jika pelaku pelanggaran itu dimanfaatkan maka tidak jadi dikenai qishash. Seperti pada pelanggar yang menyakiti anggota badan orang lain., apakah dengan jalan membunuh atau melukai dan hukumannya dengan apa yang dilakukannya.

3) Ta’zir

Ta’zir secara umum kurang berat dibandingkan dengan hudud dan

qishash.. Keputusan hukuman ta’zir diserahkan kepada qadhi (hakim) tergantung atas adat kebiasaan yang berlaku. Biasanya ta’zir dikenakan pada pelanggar yang meninggalkan ibadah shalat dan meninggalkan puasa bulan Ramadhan.19

Di sini peneliti meneliti bagaimana metode ta’zir dipergunakan untuk menindak anak asuh yang tidak melaksanakan tugasnya ataupun melanggar tata tertib yang ada di pondok pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponoorogo.

3. Perkembangan sikap keagamaan

a. Pengertian perkembangan sikap keagamaan

Untuk mendapatkan pengertian dari perkembangan sikap keagamaan kita harus mengartikannya dengan perkata. Pekembangan sendiri dimaknai dengan perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu

19

(29)

mulai lahir sampai mati.20 Sedang Sikap merupakan tingkatan afektif yang positif atau negative yang dihubungkan dengan objek psikologis positif dapat diartikan senang, sedangkan negative diartikan tidak senang atau menolak.21 Pada prinsipnya sikap adalah kecenderungan individu untuk bertindak dengan cara tertentu, jika ia menerima maka ia akan menyukainya dan jika ia menolak maka ia akan tidak menyukainya.

Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah SWT, adalah dia dianugrahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dalam kata lain, manusia dikaruniai insting religious (naluri beragama).

Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo Devinans”

dan “Homo Religious”, yaitu makhluk yang bertuhan atau beragama.22

Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan sikap keagamaan adalah perubahan yang kontinyu mengenai kecenderungan seseorang terhadap bagaimana ia mencari fitrahnya tentang keTuhanan dan bagaimana dia beragama.

Sikap keagamaan merupakan cerminan dari keimanan dan ketakwaan dalam bentuk hubungan manusia baik hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablun minallah), hubungan manusia dengan sesamanya maupun hubungan manusia dengan makhluk lainnya.23 Jika hubungan manusia dengan Tuhannya dapat dilihat dengan bagaimana ia beriman dan bertaqwa maka hubungan dengan sesama

20

Syamsul Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 15.

21

Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), 273.

22

Syamsul Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, 136.

23

(30)

manusia dapat dilihat dengan cara bagaimana seseorang itu dapat bersikap jujur, adil, sabar dan amanah terhadap orang lain. Selain itu juga berbuat baik terhadap makhluk lainnya.

b. Usaha yang dapat dilakukan dalam pengembangan sikap keagamaan. 1) Melalui Pendekatan Pengalaman

Setiap individu mempunyai potensi untuk berperilaku ditandai dengan pengalaman, simbolis dan proses pengaturan diri, sebagai peran sosial yang ditampilkannya. Perilaku individu sesuatu yang dapat dibawa melainkan merupakan hasil belajar pengalaman langsung atau pengalaman individu tersebut Dalam pendidikan Islam, pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan baik secara individual maupun kelompok. Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa pengalaman yang dilalui seseorang adalah guru yang baik. Pengalaman merupakan guru tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga, belajar dari pengalaman adalah lebih baik dari sekadar bicara dan tidak pernah berbuat sama sekali.

2) Melalui Pendekatan Pembiasaan

(31)

Misalnya jika sejak kecil seorang anak dididik untuk selalu berkata jujur maka dalam perkembangan hidupnya, sikap jujur anak ini akan menjadi kebiasaan. juga sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan berbohong, maka kebiasaan berbohong itu akan menjadi bagian kebiasaan yang tidak terpisahkan dalam dirinya. Sebagai pendidik sudah barang tentu lebih banyak biasaan yang bersifat positif. Sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Ustman Najati, bahwa Rasulullah selalu menegaskan agar setiap orang dalam proses belajar selalu membiasakan sifat-sifat baik seperti mengucapkan dengan demikian memberi nilai lebih banyak dari pada sekadar nasehat dan arahan teoritis belaka.

Jalan yang terbaik untuk menghancurkan akhlak yang buruk dan penyakit hati misalnya ialah dengan menjalankan perilaku yang berlawanan dengan sifat yang buruk tersebut, maka seseorang akan memakan waktu cukup lama dalam mempelajari dan membiasakanya. Bahkan pada mulanya seseorang akan terasa terbebani tetapi setelah itu akan menjadi akhlak mulia yang bersemayam dalam dirinya. Dengan cara ini barangkali seseorang akan berusaha mengalahkan semua perilaku tercelanya dengan membiasakan perilaku yang berlawanan secara terus menerus dengan prilaku tercela tersebut. Dengan kata lain perilaku seseorang dapat diarahkan dengan partisipasi positif dan membiasakan praktek perilaku yang diharapkan.

(32)

Pentingnya pendekatan keteladanan adalah anak-anak secara umum memang suka meniru. Muhammad Said Nursi, bahwa sifat-sifat khusus anak ialah ingin meniru yang baik dan buruk, maka perlu ada keteladanan dari orang tua, guru dan sebagainya. Memberi contoh atau teladan ialah salah satu metode Pendidikan Islam. Selain memberi hadiah dan hukuman jika mereka salah dan berprestasi. Pendidikan sebagai upaya pengembangan potensi manusia, antara lain untuk mengubah sikap dan perilaku peserta didik melalui pengajaran dan pelatihan. Maka dalam pendidikan agama (Islam), perlu ada teladan atau keteladanan dari orang tua, guru dan seterusnya. Muhammad Utsmam Najati menyatakan salah satu metode belajar yang diajarkan dalam al Quran adalah metode meniru. Karakter manusia memang cenderung untuk meniru dan banyak dari tangka laku seseorang terbentuk dan dipelajarinya dengan cara meniru. Maka keteladanan yang baik mempunyai peran penting dalam Pendidikan dan pengajaran agama dan nilai-nilai luhur.24

4. Pengaruh Pola Asuh Asrama dan Metode Ta’ziran Terhadap Perkembangan Sikap Keagamaan

Setiap pengasuh hendaknya menyadari, bahwa Pendidikan agama bukanlah sekadar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi Pendidikan agama jauh lebih luas dari pada itu, ia pertama tama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak, sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental dan akhlak, jauh lebih penting daripada pandai

24

(33)

menghafal dalil-dalil dan hokum-hukum agama, yang tidak diresapkan dan dihayatinya dalam hidup.

Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama itu benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam hidupnya di kemudian hari. Untuk tujuan pembinaan pribadi itu, maka pendidikan agama hendaknya diberikan oleh pengasuh yang benar-benar tercermin agama itu dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, cara berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam keseluruhan pribadinya. Oleh karena itu, maka pendidikan agama akan lebih berkesan dan berhasil guna, serta berdaya guna, apabila seluruh lingkungan hidup yang ikut mempengaruhi pembinaan pribadi anak sama-sama mengarah kepada pembinaan jiwa agama pada anak. Kesatuan arah Pendidikan yang dilalui anak dalam umur pertumbuhan, akan sangat membantu perkembangan dan pribadi anak.

(34)

Pendidikan agama yang baik, tidak saja hanya memberi manfaat bagi yang bersangkutan, akan tetapi akan membawa keuntungan dan manfaat terhadap lingkungannya bahkan masyarakat ramai dan umat manusia seluruhnya.25

Selain itu pengasuh juga punya kewajiban terhadap anak asuhnya yaitu membantu dan memberi kesempatan serta mendorong anak-anak mengerjakan sendiri dan berpaartisipasi dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di lingkungannya untuk memperoleh pengalaman sendiri secara langsung sebagai upaya peningkatan iman dan penyebarluasan syiar Islam.26

Dalam agama Islam di kenal ada hukuman yaitu ta’ziran yang merupakan sanksi-sanksi terhadap setiap perbuatan maksiat yang tidak ada had dan tidak ada kaffarahnya, yang tidak ada ketentuannya, baik yang menyangkut hak Allah atau manusia seperti had yang karena membentak orang tua, dan sehubungan dengan ini seorang hakim boleh memberi sanksi sesuai dengan hemat dia; apakah dengan dipukul atau ditahan.27 Dalam kutipan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwasanya penggunaan ta’ziran diperbolehkan oleh seorang hakim, tetapi di sini dalam lingkup pondok pesantren ta’ziran ditentukan oleh pengurus ataupun pengasuh yang bertujuan untuk memberikan sanksi terhadap santri atau anak asuh yang melanggar tata tertib yang ada dan berat sanksi tersebut sesuai dengan kesalahan yang ia lakukan. Selain itu ta’ziran digunakan sebagai pendisiplin santri agar melaksanakan seluruh kegiatan yang

ada termasuk dalam Pendidikan keagamaannya.

25

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005),124-125.

26

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, 349.

27

(35)

Agama Islam memberikan arahan dalam memberikan hukuman terhadap anak asuh, hendaknya memperhatiakan hal-hal sebagai berikut:

a. Jangan menghukum ketika marah. karena pemberian hukuman ketika marah akah lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaithoniyah.

b. Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang dihukum. c. Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang bersangkutan,

misalnya dengan menghina atau mencaci maki di depan orang lain

d. Jangan menyakiti secara fisik., misalnya menampar mukanya atau menarik kerah bajunya dan sebagainya.

e. Bertujuan mengubah perilakunya yang kurang/ tidak baik. Kita menghukum

karena anak asuh berperilaku tidak baik.

Dalam menetapkan suatu hukuman harus mengacu asas-asas hukum Islam dan tujuan dari penerapan sautu hukuman tersebut. Berikut ini adalah macam macam dari asas hukum Islam yakni:

a. Asas Keadilan

Keadilan dalam hukum Islam berarti keseimbangan antara hak dan kewajiban dan harus di penuhi oleh manusia dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban.

b. Asas Kepastian Hukum

(36)

c. Asas Kemanfaatan

Asas ini adalah asas yang mengiri keadilan dan kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian hukum hendaknya memperhatikan manfaat bagi terpidana atau masyarakat umum.28

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan di atas, maka dihasilkan kerangka berfikir, sebagai berikut:

1. Jika pola asuh asrama baik, maka perkembangan sikap keagamaan santri akan meningkat.

2. Jika pola asuh asrama tidak baik, maka perkembangan sikap keagamaan santri tidak

akan meningkat.

3. Jika metode ta‟ziran baik, maka perkembangan sikap keagamaan santri akan meningkat.

4. Jika metode ta‟ziran tidak baik, maka perkembangan sikap keagamaan santri tidak akan meningkat.

5. Jika pola asuh asrama dan metode ta’ziran baik, maka perkembangan sikap keagamaan santri akan meningkat.

6. Jika pola asuh asrama dan metode ta’ziran tidak baik, maka perkembangan sikap keagamaan santri tidak akan meningkat.

D. Pengajuan Hipotesis

28

Zuly Nurul Mahmudah, Aplikasi Pemberian Reward Dan Punishment Dalam Pembelajaran

Mahārah Al-Kalām Dan Dampaknya Terhadap Motivasi Belajar Santri Di Pondok Pesantren Putri

(37)

Adapun Hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis (H0): Pola asuh asrama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

Hipotesis (Ha): Pola asuh asrama berpengaruh secara signifikan terhadap

perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

Hipotesis (H0): Metode ta‟ziran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

Hipotesis (Ha): Metode ta‟ziran berpengaruh secara signifikan terhadap

perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

Hipotesis (H0): Pola asuh asrama dan metode ta’ziran tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

Hipotesis (Ha): Pola asuh asrama dan metode ta’ziran berpengaruh secara signifikan

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilakukan.29 Selain itu rancangan penelitian juga diartikan sebagai pengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid yang sesuai dengan karakteristik variabel dengan tujuan penelitian. Pemilihan rancangan penelitian mengacu pada hipotesis yang akan diuji.

Dalam rancangan penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional, karena menghubungkan antara tiga variabel. Adapun pengertian dari variabel yaitu segala sesuatu yang berbentuk apa saja baik orang atau obyek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. 30 Variabel itu sendiri ada dua macam, yaitu:

1. Variabel independen atau variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat.

2. Variabel dependen atau terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

29

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 50.

30

(39)

Dalam penelitian ini, variabel independennya ada dua yaitu pola asuh asrama (X1)

dan metode ta’ziran (X2) sodangkan variabel dependennya adalah perkembangan sikap

kagamaan (Y).

Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi linier berganda. Regresi linier berganda adalah salah satu metode statistika yang mempelajari pola hubungan yang logis (ada teorinya) antara dua atau lebih variabel dimana salah satunya ada yang berlaku sebagai variabel dependen (variabel yang nilai-nilainya tergantung pada variabel lain dan merupakan variabel yang diterangkan nilainya) dan lainnya sebagai variabel independen.31

B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang tendiri atas obyek subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya." Dalam penelitian ini populasinya adalah semua santri Pondok Pesantren Ali Mutaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo yang berjumlah 70 santri.

2. Sampel

31

(40)

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi.32

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan yang akan diteliti. Sampel dapat didefinisikan sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi.33

Karena populasi kurang dari 100 maka dalam penelitian ini penulis menetapkan yang menjadi sampel penelitian adalah semua yang menjadi anggota di dalam populasi dari penelitian yaitu seluruh santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

C. Instrumen Pengumpulan Data

32

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 118.

33

(41)
(42)
(43)

Ali Mut taqi n Pati han Wet an Bab ada n Pon orog o

gam aan sant ri

(variabel dep end ent)

taqi n

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Angket (Questionnaire)

(44)

suatu masalah dari responden.34 Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari responden. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet.35

Adapun pelaksanaannya, angket diberikan kepada santri dan juga pengasuh Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo agar mereka mengisi sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Sedangkan skala yang digunakan ialah skala likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap fenomena atau gejala sosial yang telah ditetapkan oleh peneliti yang kemudian disebut variabel penelitian. Pertanyaan atau pernyataan yang akan dijawab oleh responden berbentuk skala likert yang mempunyai gradasi dari sangat positif atau sangat negatif yang diungkapkan dengan kata-kata.36 Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan/dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut:

AWABAN KOR POSITIF

KOR

NEGATIF

elalu SL

34

Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2003), 25-26.

35

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 199.

36

(45)

ering SR

Kadang-kadang KD

Tidak Pernah TP

2. Observasi

Teknik observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti, baik dalam situasi buatan yang secara khusus diadakan maupun dalam situasi alamiah atau sebenarnya (lapangan).37 Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang letak geografis, visi misi dan struktur organisasi Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan dan data-data lain yang relevan dengan penelitian.38 Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang sejarah berdirinya, sarana dan prasarana, keadaan pengasuh dan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Babadan Ponorogo.

E. Teknik Analisis Data

37

Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 19.

38

(46)

Teknik analisis data diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data dengan tujuan mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskripsi data maupun untuk membuat induksi atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi berdasarkan data yang diperoleh dari sampel.39 Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

1. Tahap pra penelitian a. Uji Validitas

Rumus yang digunakan untuk mengukur instrumen tes dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment. Dengan rumus:

Rxy =

Keterangan:

Rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan Y

N : jumlah responden X : nilai hasil uji coba Y : nilai rata-rata harian

XY : jumlah hasil perkalian antara X dan Y40

39

Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian, 52.

40

(47)

Dengan cara yang sama didapatkan koefisien korelasi untuk item pertanyaan yang lain. Setelah itu untuk mendapatkan informasi kevalidannya, masing-masing nilai rxy dibandingkan dengan nilai rtabel . Apabila nilai rxy > rtabel, maka item pertanyaan dinyatakan valid.41

Untuk keperluan uji validitas dan reliabilitas instrument dalam penelitian ini, peneliti menggambil sampel sebanyak 30 responden. Dalam menentukan nilai tabel koefisien korelasi pada derajat bebas (db) = n-2. Jumlah responden yang dilibatkan dalam uji coba validitas adalah 30 orang, sehingga db =

30-2=28, dan α = 5% diperoleh nilai tabel koefisien korelasi 0,361.

Dari hasil perhitungan validitas item instrument terhadap 20 item soal variabel pola asuh asrama, terdapat 19 item soal yang dinyatakan valid yaitu item nomor 1,2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18. 19, 20. Adapun untuk mengetahui skor jawaban angket uji validitas pola asuh asrama dapat dilihat di lampiran 3.

Untuk variabel metode ta’ziran, dari 20 item soal yang dinyatakan valid terdapat 12 item soal yaitu nomor 1, 3, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 16, 17, 20. Kemudian untuk mengetahui skor jawaban angket uji validitas metode ta’ziran dapat dilihat di lampiran 4.

Sedangkan untuk hasil perhitungan variable perkembangan sikap keagamaan terdapat 20 item soal yang di nyatakan valid terdapat 17 item soal yaitu nomor 1,3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 Untuk

41

(48)

mengetahui skor jawaban angket uji validitas kecerdasan emosional siswa dapat dilihat di lampiran 5.

Kemudian hasil perhitungan validitas-validitas item instrument di atas dapat disimpulkan kedalam tabel rekapitulasi dibawah ini:

Tabel 3.2

Rekapitulasi Perhitungan Uji Validitas Pola Asuh Asrama No

S

o

a

l

Rhitung Rkritis Keterangan

1. 0,719 0,361 Valid

2. 0,698 0,361 Valid

3. 0,541 0,361 Valid

4. 0,416 0,361 Valid

5. 0,629 0,361 Valid

6. 0,682 0,361 Valid

7. 0,851 0,361 Valid

8. 0,755 0,361 Valid

9. 0,753 0,361 Valid

(49)

No

S

o

a

l

Rhitung Rkritis Keterangan

11. 0,548 0,361 Valid

12. 0,634 0,361 Valid

13. 0,371 0,361 Valid

14. 0,623 0,361 Valid

15. 0,279 0,361 Tidak Valid

16. 0,692 0,361 Valid

17. 0,522 0,361 Valid

18. 0,522 0,361 Valid

19. 0,854 0,361 Valid

20. 0,549 0,361 Valid

(50)

Rekapitulasi Perhitungan Uji Validitas Metode Ta’ziran No

S

o

a

l

Rhitung Rkritis Keterangan

1. 0.499694 0,361 Valid

2. 0.234757 0,361 Tidak Valid

3. 0.546507 0,361 Valid

4. -0.09069 0,361 Tidak Valid

5. 0.353721 0,361 Tidak Valid

6. 0.458069 0,361 Valid

7. 0.44963 0,361 Valid

8. 0.513993 0,361 Valid

9. 0.138105 0,361 Tidak Valid

10. 0.531254 0,361 Valid

11. 0.403556 0,361 Valid

12. 0.287339 0,361 Tidak Valid

13. 0.44356 0,361 Valid

(51)

No

S

o

a

l

Rhitung Rkritis Keterangan

15. 0.272154 0,361 Tidak Valid

16. 0.384883 0,361 Valid

17. 0.401118 0,361 Valid

18. 0.395752 0,361 Valid

19. 0.253018 0,361 Tidak Valid

20. 0.501381 0,361 Valid

Tabel 3.4

Rekapitulasi Perhitungan Uji Validitas Perkembangan Sikap Keagamaan No

S

o

a

l

Rhitung Rkritis Keterangan

1. 0.8542 0,361 Valid

(52)

No

S

o

a

l

Rhitung Rkritis Keterangan

3. 0.40056 0,361 Valid

4. 0.68325 0,361 Valid

5. 0.43561 0,361 Valid

6. 0.49067 0,361 Valid

7. 0.80297 0,361 Valid

8. 0.55488 0,361 Valid

9. 0.5784 0,361 Valid

10. 0.21523 0,361 Tidak Valid

11. 0.38752 0,361 Valid

12. 0.49196 0,361 Valid

13. 0.41101 0,361 Valid

14. 0.46521 0,361 Valid

15. 0.32912 0,361 Tidak Valid

16. 0.80981 0,361 Valid

(53)

No

S

o

a

l

Rhitung Rkritis Keterangan

18. 0.81098 0,361 Valid

19. 0.37498 0,361 Valid

20. 0.73382 0,361 Valid

b. Uji Reliabilitas

Suatu instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Untuk menguji realibilitas instrumen, dalam penelitian ini dilakukan secara internal consistency,dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen.42

Adapun rumus yang digunakan untuk uji reliabilitas instrumen ini adalah rumus Sperman Brown seperti dibawah ini.43

=

42

Sugiyono, Metode penelitian, 173.

43

(54)

Dimana :

= reliabilitas internal seluruh instrumen

= korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan kedua.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk keperluan itu, maka butir-butir instrument di belah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrument ganjil dan kelompok genap, selanjutnya skor data tiap kelompok itu disusun sendiri, dan skor butirnya ditambahkan sehingga menghasilkan skor total, selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan genap dicari korelasinya.44

Dari hasil perhitungan reliabilitas yang peneliti lakukan diketahui nilai reliabilitas instrument variabel lingkungan keluarga dapat dilihat pada lampiran 9, sedangkan perhitungan teman sebaya dapat dilihat pada lampiran 9, dan perhitungan kecerdasan emosional siswa dapat dilihat pada lampiran 9.

Dari hasil perhitungan realibilitas dalam lampiran diketahui nilai, realibilitas variabel pola asuh asrama adalah 0,899 kemudian di konsultasikan dengan r tabel pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 0,361. Karena rhitung >

dari rtabel maka instrumen tersebut dikatakan reliabel.

Untuk variabel metode ta’ziran, dapat diketahui nilai realibilitas adalah 0,691 kemudian dikonsultasikan dengan r tabel pada taraf signifikansi 5%

44

(55)

adalah sebesar 0,361. Karena rhitung > rtabel maka instrumen tersebut dikatakan

reliabel.

Sedangkan untuk variabel perkembangan sikap kegamaan, dapat diketahui nilai reliabelitas adalah 0,869 kemudian dikonsultasikan dengan rtabel

pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 0,361. Karena rhitung> rtabel maka

instrumen tersebut dikatakan reliabel.

Kemudian hasil skor jabawan reliabilitas item instrument di atas dapat disimpulkan kedalam tabel rekapitulasi dibawah ini:

Tabel 3. 5 Rekapitulasi Uji Reliabilitas

Variabel Rhitung Rkritis Keterangan

la Asuh Asrama ,935 0,361 eliabel

Metode Ta’ziran ,527 0,361 eliabel

erkembangan Sikap

Keagamaan

0, 931

0,361

eliabel

c. Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor 1 dan 2. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung mean

(56)

1) Mencari mean

Keterangan :

Mx dan My : Mean atau rata – rata yang dicari

dan : Jumlah dari skor – skor nilai yang ada

n : Jumlah Observasi

2) Mencari standart Deviasi

Keterangan :

Standart Devisiasi

(57)

Mx dan My : Nilai rata – rata (Mean) skor x dan y

N : Jumlah Observasi

1. Uji Regresi Linier

Sedangkan untuk menjawab rumusan masalah nomer 3 yaitu ada tidaknya pengaruh pola asuh asrama dan metode ta’ziran terhadap perkembangan sikap keagamaan santri, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis berupa analisis regresi linier sederhana dan setelah itu regresi berganda, yaitu sebagai berikut :45

a. Uji Regresi Linier Sederhana

Adapun teknik analisis data yang digunakan rumus analisis regresi linier sederhana berganda. Hubungan antara satu variabel terikat dengan satu variabel bebas dapat dikatakan linier jika dapat dinyatakan dalam:

+ x+€ (model untuk populasi)

ŷ = + x( model untuk sampel )

1) Nilai , dapat dicari dengan rumus :

=

45

(58)

= ȳ - 𝑥

2) Uji signifikasi Model dalam Analisis Regresi Linier Sederhana

Uji overall pada regresi linier sederhana dilakukan untuk mengetahui apakah Variabel bebas yang ada dalam model mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat. Berikut adalah uji overall

pada analisis regresi linier sederhana : Hipotesis :

: = 0

: = 0

Sumber Variasi

Degree of Freedom

(df)

Sum of Square (SS) ean Square (MS)

Regresi 1 SR = ∑y + y MSR =

Error n-2 SSE = ∑ - ( ∑y+ ∑ y) MSE =

Total n-2 ST = SSR + SSE, atau

SST = ∑ -

Daerah Penolakan : =

Tolak Ho bila >

(59)

Dengan rumus : =

Dimana :

= Koefisien determinasi / proporsi keragaman/variabilitas total di

sekitar nilai tengah yang dapat dijelaskan oleh model regresi (biasanya dinyatakan dalam persen).

b. Regresi linier Berganda

ŷ = + +

=

=

=

Keterangan :

y : Variabel dependen

ŷ : Hasil prediksi nilai y

x : Variabel indenpenden

: Intercept populasi ( nilai y jika x = 0)

: Slope (angka/ arahan koefisien regresi) X1

: Slope (angka/arahan koefisien regresi) X2

: Mean dari penjumlahan variabel x

: Mean dari penjumlahan variabel y

(60)

Untuk uji signifikan model dalam analisis regresi linier berganda dapat dilakukan dengan menggunakan tabel Anova (Analisi or Varians)

Hipotesis :

Ho : 𝛃i = 0 pola asuh asrama dan metode ta’ziran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo

Ha : 𝛃i ≠ 0 pola asuh asrama dan metode ta’ziran berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan sikap keagamaan santri Pondok Pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo

umber Variasi Degree of Freedom (df)

Sum of Square (SS) Mean Square (MS) Regresi P SR = ( ∑y + ∑ y + ∑ ) - MSR =

Error n-P-1 SSE = ( ∑ - ( ∑y+ ∑ y + ∑

y)

MSE =

Total n-1 ST = SSR + SSE, atau

SST = ∑ -

Dari perolehan hasil tabel Anova, kemudian di statistik ujikan dengan rumus :

(61)

= Fα (P ; n-P-1)

Tolak Ho jika F hitung ≥ F tabel

Adapun untuk menghitung tingkat pengaruh/ koefisien determinasinya yaitu dapat dihitung dengan rumus :

=

Dimana : koefisien / proposi keragaman / variabel total di sekitar nilai

tenggah □ yang dapat dijelaskan oleh model regresi (biasanya dinyatakan dalam

(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Ali Muttaqin

Latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Ali Muttaqin berawal dari himbauan oleh KH. Husain Ali Al Hafidz yaitu Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul

Qur’an Al Hasan Patihan Wetan Babadan Ponorogo. Karena awal mulanya di desa

patihan wetan khususnya di lingkungan kranggan ada satu madrsaah diniyah yaitu

madrasah diniyah Al A‟la, tepatnya di MI Ma‟arif Patihan Wetan. Karena

kepengurusan madrasah diniyah Al-A‟la yang kurang terkonidinir maka pada tahun 1994 madrasah tersebut mati dan dipindah ke Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Hasan.

Setelah beberapa tahun berjalan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Hasan, dikarenakan santrinya yang mendeludak dan tempat belajar yang kurang memadahi disaat itu, maka KH Husain Ali meminta KH Romdhoni Fakhrur untuk membuka sendiri dengan membuat pondok sendiri. Karena restu dari KH huasain Ali dan dibantu oleh tokoh masyarakat sekitar, didirikanlah Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Raudlatul Huda pada tahun 1997.46

46

(63)

Madrasah Diniyah Raudlatul Huda telah terdaftar di akta notaris Sutomo, SH pada tanggal 29 agustus 2005. Diantara yang memprakarsai berdirinya Madrasah Diniyah Raudlatul Huda dapat dilihat ditabel.

Table 4.1

Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Ali Muttaqin

No Nama Alamat

1 KH. Husain Ali Patihan Wetan Babadan Ponorogo

2 K. Mansur Sholihin Kadipaten Babadan Ponorogo 3 K. Abdullah Zaini Kadipaten Babadan Ponorogo 4 Agus Setiaji, SH Setono Jenangan Ponorogo 5 H.M Hidatyatullah

riyanto

Patihan Wetan Babadan Ponorogo

6 Drs. Matsari Kertosari Babadan Ponorogo

7 Zainul arifin S.Ag Patihan Wetan Babadan Ponorogo

8 K. Muchlasin Kadipaten Babadan Ponorogo

9 H. Fahruddin Babadan Ponorogo

10 Toimun Fattah Patihan Wetan Babadan Ponorogo

(64)

Ponorogo47 2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Ali Muttaqin

a. Visi

Pesantren mandiri dengan generasi siap juang Fiddaroini berdasarkan kemantapan iman, ilmu dan akhlak.

b. Misi

1. Membina potensi religius, intelektual dan emosional secara integral dan kesinambungan.

2. Membudayakan kehidupan Islami dan menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman utama dan kutub sebagai sumber pendamping.

3. Mengembangkan potensi life skill yang dimiliki santri

4. Pengembangan mental juang dalam lingkup kehidupan dengan kemandirian yang mapan

5. Mengembangkan Pondok Pesantren menjadi pesantren yang mandiri c. Tujuan Pondok Pesantren Ali Muttaqin

Secara umum tujuan Pondok Pesantren Ali Muttaqin adalah menyelenggarakan Pendidikan.48

47

Transkrip Dokumentasi pendiri pondok pesantren Ali Muttaqin Patihan Wetan Babadan Ponorogo yang diambil Tanggal 24 April 2018 yang Terdapat pada Lampiran 16.

48

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2 Rekapitulasi Perhitungan Uji Validitas Pola Asuh Asrama
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Rekapitulasi Perhitungan Uji Validitas Perkembangan Sikap Keagamaan
+7

Referensi

Dokumen terkait