• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecenderungan perilaku membeli kompulsif (compulsive buying) pada wanita dewasa muda yang bekerja dan belum menikah: sebuah studi deskriftif - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kecenderungan perilaku membeli kompulsif (compulsive buying) pada wanita dewasa muda yang bekerja dan belum menikah: sebuah studi deskriftif - USD Repository"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KECENDERUNGAN PERILAKU MEMBELI KOMPULSIF

(COMPULSIVE BUYING) PADA WANITA DEWASA MUDA YANG

BEKERJA DAN BELUM MENIKAH: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF

S k r i p s i

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Roland Yehoshua

NIM: 049114066

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

KECENDERUNGAN PERILAKU MEMBELI KOMPULSIF

(COMPULSIVE BUYING) PADA WANITA DEWASA MUDA YANG

BEKERJA DAN BELUM MENIKAH: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF

Disusun Oleh: Roland Yehoshua NIM : 049114066

Skripsi Ini Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing Tanggal: 21 Agustus 2009

(3)

iii SKRIPSI

KECENDERUNGAN PERILAKU MEMBELI KOMPULSIF

(COMPULSIVE BUYING) PADA WANITA DEWASA MUDA YANG

BEKERJA DAN BELUM MENIKAH: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF

Dipersiapkan dan ditulis oleh Roland Yehoshua NIM : 049114066

Telah Dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 31 Juli 2009

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Minta Istono, S.Psi., M.Si. ___________

Sekretaris : Kristiani Dewayani, S.Psi., M.Si. ___________

Anggota : P. Henrietta Puji Dwi Astuti D.S., S.Psi ___________

Yogyakarta, 21 Agustus 2009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

H A L A M A N M O T T O & P E R S E M B A H A N

“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat,

dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian. . .”

(Amsal 2:6)

“Everything that happens once can never happen again.

But everything that happens twice will surely happen a third time”

(Paulo Coelho)

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus,

Papa & Mama | Emon & Rika,

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Juni 2009

(6)

vi ABSTRAK

KECENDERUNGAN PERILAKU MEMBELI KOMPULSIF

(COMPULSIVE BUYING) PADA WANITA DEWASA MUDA YANG

BEKERJA DAN BELUM MENIKAH: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF

Roland Yehoshua 049114066 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kecenderungan perilaku membeli kompulsif (compulsive buying) pada wanita dewasa muda yang bekerja dan belum menikah. Pada masa perkembangan dewasa muda, individu dipenuhi dengan berbagai tugas perkembangan. Selain tugas perkembangan, wanita dewasa muda juga dipenuhi tuntutan dalam kehidupan pribadi, keluarga dan pekerjaan. Wanita dewasa muda yang bekerja dan belum menikah memiliki kecenderungan yang tinggi akan perilaku membeli kompulsif apabila tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan dalam pribadi dan pekerjaan.

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa muda yang bekerja dan belum menikah sebanyak 87 orang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Compulsive Buying. Skala ini dimodifikasi dari skala yang telah disusun oleh Elizabeth Edwards. Skala ini terdiri dari lima aspek compulsive buying, yaitu: kecenderungan untuk mengeluarkan uang, dorongan dalam mengeluarkan uang, perasaan bahagia ketika berbelanja, pengeluaran yang tidak berfungsi semestinya dan perasaan menyesal setelah berbelanja. Skala Compulsive buying di uji cobakan langsung pada subjek dan menghasilkan reliabilitas sebesar 0,901.

Hasil analisa data menunjukkan bahwa sebaran data normal. Data penelitian dianalisa dengan statistik deskriptif dan menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki kecenderungan compulsive buying yang rendah karena mean empiriknya lebih rendah dari mean teoritiknya (62,47 < 67,5). Selain itu, tidak ada perbedaan kecenderungan compulsive buying yang signifikan pada subjek dengan pendidikan terakhir.

(7)

vii ABSTRACT

COMPULSIVE BUYING TENDENCY OF THE WORKING AND SINGLE YOUNG ADULTHOOD WOMEN: A DESCRIPTIVE STUDY

Roland Yehoshua In that life-span development, women get many developmental tasks. Beside that, they also get many demands of their personal life, family pressure and job problems. The working and single young adulthood women have a high tendency to compulsive buying if they were not able to adapt or coping with the demands of personal life and job.

The subjects of current research were 87 working and single young adulthood women. The instrument that has been used in this research was the Compulsive buying scale. This scale modified from the scale that developed by Elizabeth Edwards. This scale consists of five compulsive buying aspects: tendency to spend, compulsion/drive to spend, feelings (joy) about shopping and spending, dysfunctional spending and post-purchase guilt. The compulsive buying scale was tested used scores from the working and single young adulthood women and resulted in the reliability about 0,901.

The results of the data analysis showed that the data distribution was normal. The research data was analyzed with descriptive statistic and showed that the subjects of this research have low compulsive buying tendency because the empirical mean is lower than its theoretical mean (62,47 < 67,5). Besides that, there are no differences from subject with any educations to compulsive buying tendency.

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Roland Yehoshua

NIM : 049114066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“ Kecenderungan Perilaku Membeli Kompulsif (Compulsive Buying) Pada Wanita Dewasa Muda Yang Bekerja Dan Belum Menikah:

Sebuah Studi Deskriptif”

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media cetak lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 24 Agustus 2009 Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji sembah syukur kepada Yesus Kristus atas segala berkat, rahmat, lindungan dan bimbingan yang melimpah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kecenderungan Perilaku Membeli Kompulsif (Compulsive Buying) Pada Wanita Dewasa Muda Yang Bekerja Dan Belum Menikah: Sebuah Studi Deskriptif.”

Karya sederhana ini tak lepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan moriil maupun materiil yang sangat besar artinya bagi penulis. Pada kesempatan yang istimewa ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dengan tulus kepada:

1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik. Terima kasih banyak pak....

4. Ibu Henrietta PDADS, S.Psi., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Fakultas Psikologi merangkap sebagai dosen penguji. Terima kasih yah mbak Etta. . .

5. Ibu Kristiani Dewayani, S.Psi., M.Si, selaku dosen penguji ujian skripsi untuk masukan dan sarannya untuk kemajuan skripsi penulis. Terima kasih bu Dewa!

6. Semua Dosen di Fakultas Psikologi USD yang telah mendedikasikan waktu dan membagi ilmunya demi kemajuan psikologi USD.

(10)

x

8. Semua penjaga parkir dan karyawan kampus III Paingan USD. Senyum kalian di depan pintu gerbang membuat penulis nyaman dan betah berada di kampus. Hehe. Grazie!

9. Seluruh subjek penelitian yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi skala penelitian. Tanpa kalian semua, skripsi ini takkan pernah terselesaikan dengan baik. Gracias!

10. Teman-teman psikologi angkatan 2004 yang sudah lebih dahulu lulus. Tantangan ke depan masih banyak bos! Untuk Mietha (akhirnya nyusul kamu nih!), Nipeng, Sronggot, Anung, Nice, Raniy, Vembri, Mumun, Nana, Franky, Astin, Dora, Yoyok dan Nyoenz. Dukungan dan dorongan kalian ibarat darah yang dapat menambah tenaga bagi penulis. Semoga sukses yah! Jadi teringat pepatah kuno: Old wine best to drink, old woods best to burn & old friends best to keep!

11. Spesial untuk Yumil (Semangat Mbu!), Wisnu (Semangat Bos!), Felix (Semangat Mate!), Japhar (Semangat With the Love!), Blegux (Semangat Gyuuuk!), Simien (Semangat Mien!), Benzo (Semangat Benz!), Baka (Ayo Bak!), Krisna (Ayo Kris!), Pakde Dul (Ayo Pédédé!), Thatat (Ayo That!), Bli Made Boy (Ayo Bli!), Ronald (Ayo Koh!), Dhita (Ayo Dhit!), Wulan ‘the Wonosari Club’, Pandu Mietha, Anang, Diah, Dito, Niko, Kike, Vonny, Panjul, Kadek, Wilis, Sisri, Alit dan Patje yang sedang berjuang untuk skripsi mereka! Semangat dong! Pasti bisa!

12. Teman’s komunitas bawah tetangga (kbt) yang melegenda selain angkatan 2004, dari angkatan 2000 sampai 2008. Dari yang tertua: Kang Keindra, Diksu, Windra, Danang (kapan tour de campus?) mas Y, Topig & Wiwid, Cookie & Galuh, Misil (R.I.P.), Ubhe, Conrad, Sikun, Fera, mas Acong, Vigor, Ajay, Lucky, Keset, Paymoon, Wandan, Mantow, Endy, Wulan, Guntur, Arya, Tino, Big Dody dan semua yang sering nongkrong di kbt. 13. Kakak dan adik angkatan seantero Psikologi USD. Dikarenakan

(11)

xi

Adik angkatan yang lucu-lucu seperti Hairani, Sanjul, Alitta, Nenis, Anggi, Tiya, Mega, Nina, Ikem, De’a, Kika Mantaf, Made Tan dan kak Hellen. Terima kasih semangat tingkat tingginya yah!

14. Teman – teman lama tak jumpa: dr.Sigit, Bung Tomo, Charis & Deasy, Tony, Kiki, Bang Baskoro, Omega, Krisyu dan Gidion a.k.a. Ucok (akhirnya...hehehe). Danke buat pengalaman tak terlupakan.

15. Teman - teman ‘dunia maya’ baik di friendster dan facebook. Hehe. Jauh di mata, dekat di monitor deh... Keep in Touch! Sekalian juga buat google.com, wikipedia.org dan proquest.com untuk semua referensi dan ilmu tanpa batas!

16. Teman-teman KKN Alternatif Serut 2008. Ines, Rosye, Yuan, Rita dan mbak Anna. Sukses di bidangnya masing – masing yah..Hehe.

17. Orang-orang penting di balik layar: Mucho Obrigado buat Marisa dan Marko, Novianto, oom Abeng dan keluarga.

18. Keluarga besar di Jakarta. Untuk Astri, kak Nona dan kak Hendrik yang telah memberi dukungan penuh kepada penulis.

19. Untuk papa, mama yang cantik, Emon dan Rika. Terima kasih atas semua kasih sayang, cinta, dukungan, semangat, doa dan kepercayaan yang tak ada batasnya kepada penulis. Love you all!

20. At least but not least...Yang Dipertuhan Agung, Yesus Kristus beserta keluarga besarnya.

Yogyakarta, Juni 2009

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Motto dan Persembahan ... iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... v

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi ... viii

Kata Pengantar ... ix

3. Kriteria Diagnostik Compulsive Buying ... 11

4. Dampak Compulsive Buying ... 12

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Compulsive Buying ... 13

B. Wanita Dewasa Muda ... 19

1. Pengertian dan Batasan Usia Wanita Dewasa Muda ... 19

2. Ciri-Ciri Dewasa Muda ... 21

(13)

xiii

C. Wanita dan Pekerjaan ... 27

1. Pengertian Wanita Yang Bekerja ... 27

2. Motif Wanita Yang Bekerja ... 28

3. Konflik Wanita Yang Bekerja ... 29

4. Status Lajang Wanita Yang Bekerja ... 32

D. Kecenderungan Compulsive Buying Pada Wanita Dewasa Muda Yang Bekerja dan Belum Menikah ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Subjek Penelitian ... 39

C. Identifikasi Variabel ... 40

D. Definisi Operasional ... 41

E. Metode Pengumpulan Data ... 43

F. Prosedur Penelitian ... 46

G. Validitas dan Reliabilitas ... 47

1. Validitas ... 47

2. Seleksi Aitem ... 48

3. Reliabilitas ... 50

H. Metode Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Persiapan Penelitian ... 53

B. Pelaksanaan Penelitian ... 53

C. Hasil Penelitian ... 54

1. Data Karakteristik Subjek ... 55

2. Uji Normalitas ... 57

3. Deskripsi Data Penelitian Secara Umum ... 59

4. Deskripsi Aspek Compulsive Buying... 60

5. Analisa Tambahan ... 62

(14)

xiv

BAB V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue print kuesioner ... 46

Tabel 2. Distribusi Aitem-aitem baru Skala Compulsive Buying... 50

Tabel 3. Deskripsi Usia Subjek ... 55

Tabel 4. Deskripsi Pendidikan Subjek ... 56

Tabel 5. Deskripsi Pekerjaan Subjek ... 57

Tabel 6. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 58

Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian Secara Umum ... 59

Tabel 8. Uji Statistik One Sample t-test ... 60

Tabel 9. Deskripsi Aspek Compulsive Buying... 61

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Skala Penelitian ... 74

Lampiran B. Tabulasi Data Penelitian ... 79

Lampiran C. Hasil Seleksi Aitem dan Reliabilitas ... 86

Lampiran D. Hasil Uji Normalitas ... 88

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Compulsive buying merupakan keinginan yang tidak terkontrol untuk membeli sesuatu yang akhirnya mengakibatkan penyesalan yang mendalam. Compulsive buying adalah suatu fenomena yang muncul di masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan. Untuk beberapa orang, perilaku ini hampir-hampir mirip dengan perilaku bermasalah lainnya seperti alkoholisme, kecanduan narkoba, kleptomania dan gangguan makan (Faber, 2004). Compulsive buying merupakan salah satu perilaku konsumen menyimpang, yang bisa mengakibatkan berbagai masalah mulai dari masalah keuangan, hubungan dengan orang-orang terdekat, hukum dan juga psikologi.

Untuk masalah keuangan, sudah jelas bahwa compulsive buyer

(18)

Dari masalah keuangan tersebut, dapat menyebabkan konsekuensi negatif lainnya, yaitu terganggunya hubungan dengan orang-orang terdekat. Jika compulsive buyer orang yang telah menikah, akan terjadi perpecahan sehingga menyebabkan perceraian. Hal ini dikarenakan pihak suami maupun istri mengeluarkan uang dalam jumlah yang banyak untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Disamping itu, compulsive buyer yang belum menikah dapat terkena dampaknya juga. Perselisihan dengan orangtua, kakak, adik, teman maupun pacar akibat dari perilaku membeli yang tak terkontrol.

Masalah hukum tak luput dari dampak negatif compulsive buying. Seseorang compulsive buyer tentu akan diproses secara hukum apabila tidak mampu melunasi hutang-hutangnya pada bank akibat dari penggunaan kartu kredit ketika berbelanja. Selain itu, penipuan dalam bentuk penulisan cek kosong dapat menyebabkan seseorang diseret ke meja hijau.

(19)

karena berjerawat, badannya gemuk, pendek sedangkan kakak perempuan kandungnya sangat cantik. Percobaan bunuh diri merupakan efek negatif

compulsive buying jika ternyata masalah-masalah yang ada menumpuk dan begitu rumitnya, sehingga orang mengambil jalan keluar untuk mengakhiri hidupnya (Koran, Faber, Aboujaoude, Large dan Serpe, 2006).

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Koran et al.,(2006) di Amerika Serikat ditemukan hasil bahwa konsumen dengan pendapatan kurang dari US$ 50.000 ternyata lebih menunjukkan kecenderungan berperilaku compulsive buying ketimbang konsumen dengan pendapatan lebih dari US$ 50.000. Perbandingan persentasenya 54,7% dan 39,3%. Adapun penjelasannya adalah konsumen dengan penghasilan pas-pasan ketika mempunyai uang ternyata merasa mampu membeli banyak barang, padahal konsumen seperti itu membeli barang yang tidak terlalu diperlukan dan mereka lupa kalau penghasilannya sebenarnya masih sangat terbatas. Hal lain yang semakin menguatkan dugaan tersebut adalah sekarang ini kartu kredit tidak hanya dimiliki oleh orang berpenghasilan tinggi saja. Masyarakat yang kemampuan ekonomi menengah sekarang juga sudah bisa memiliki kartu kredit.

(20)

banyak mengkonsumsi lebih banyak dalam hal penampilan (seperti kosmetik, parfum, perawatan tubuh dan wajah, pakaian, pernak-pernik berupa kalung, gelang, anting-anting, sepatu dan tas. Selain hal itu, mereka juga leluasa sekali menggunakan penghasilannya dikarenakan mereka belum dan tidak mempunyai tanggungjawab terhadap keluarga sehingga pengeluaran dapat dipergunakan untuk dirinya sendiri.

(21)

berakhir pada stres bahkan bunuh diri. Kondisi ini akan berangsur-angsur berubah ketika seseorang akan memasuki usia 30an.

Compulsive buying pada wanita dewasa muda yang telah bekerja dan belum menikah banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Dalam penelitiannya, Valence, d’Astous dan Fortier (1988) menawarkan suatu kerangka mengenai asal muasal compulsive buying. Faktor-faktor itu antara lain faktor keturunan, lingkungan keluarga, disfungsi biologis dan variabel-variabel yang situasional sehingga muncul kecemasan. Variabel situasional misalnya stress di lingkungan kerja, hubungan interpersonal yang kurang harmonis, dan konflik peran. Keadaan ini diperkuat oleh dominannya media massa, khususnya tayangan acara di televisi beserta iklan produk yang bertubi-tubi, dan maraknya pusat-pusat perbelanjaan (mall, department stores, butik). Individu membeli sesuatu bukan saja atas nilai kegunaannya, tapi juga nilai prestise, sekadar mengikuti tren yang sedang in, hanya mencoba-coba dan terpengaruh iklan maupun teman-teman.

Kombinasi dari wanita dewasa muda yang telah bekerja dan belum menikah sama-sama melekat dalam perilaku compulsive buying, sehingga peneliti akan melihat pula apakah kombinasi ini dapat menimbulkan perbedaan kecenderungan perilaku compulsive buying.

(22)

B. RUMUSAN MASALAH

Dari berbagai ulasan sebelumnya maka dapat dirumuskan sebuah masalah yaitu “Bagaimanakah tingkat kecenderungan berperilaku membeli kompulsif (compulsive buying) pada wanita dewasa muda yang sudah bekerja dan yang belum menikah?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecenderungan perilaku membeli kompulsif (compulsive buying) pada wanita dewasa muda yang telah bekerja dan belum menikah.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis

(23)

2. Manfaat praktis

a. Bagi wanita, memberikan gambaran tentang kecenderungan

compulsive buying pada wanita dewasa muda yang telah bekerja dan belum menikah sebagai suatu perilaku menyimpang yang merupakan produk dari kebudayaan konsumen. Selain itu, hasil penelitian ini secara umum dapat bermanfaat bagi setiap wanita yang sudah bekerja untuk lebih menghargai diri apa adanya secara positif tanpa harus mengeluarkan pendapatannya untuk membelanjakan uang demi barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.

b. Bagi masyarakat luas, dapat menambah wawasan masyarakat untuk memahami keadaan wanita, khususnya wanita yang sudah bekerja namun belum menikah dengan kecenderungan

(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. CompulsiveBuying

1. Pengertian Compulsive Buying

Definisi compulsive buying (membeli kompulsif) menurut O’Guinn dan Faber (1989) adalah perilaku membeli kronis dan berulang-ulang sebagai respon dari perasaan atau peristiwa negatif. Pengurangan perasaan negatif inilah yang menjadi pemicu utama perilaku ini. Perilaku membeli (buying) tersebut menyediakan positive rewards dalam jangka waktu singkat namun dapat mengakibatkan efek negatif setelahnya.

Elizabeth Edwards (1993) menawarkan definisi compulsive buying sebagai perilaku abnormal dalam hal berbelanja dan pengeluaran uang yang menyebabkan konsumen menjadi terjebak

(overpowering), tidak terkontrol, kronis dan hasrat yang berulang-ulang untuk berbelanja dan mengeluarkan uang. Perilaku ini berfungsi sebagai pengurang perasaan negatif dari stres maupun kecemasan.

Sedangkan Black et al. (1998) mendefinisikan compulsive buying

(25)

kehidupan sosial, keluarga atau pekerjaan; atau masalah keuangan dan hukum.

Dapat disimpulkan bahwa compulsive buying merupakan perilaku abnormal dalam kegiatan berbelanja dan pengeluaran uang dimana kegiatan belanja tersebut dianggap dapat menghilangkan kecemasan atau stres yang dihinggapi seseorang. Perilaku ini terjadi berulang-ulang dan tidak terkontrol sehingga menyebabkan beberapa akibat negatif seperti penyesalan yang mendalam hingga yang paling parah, terganggunya kehidupan pribadi, pasangan, keluarga, pekerjaan dan keuangan.

Kecenderungan compulsive buying menurut Schiffman dan Kanuk (2004) merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku kompulsif, mereka menjadi kecanduan; dalam beberapa hal tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Dapat disimpulkan bahwa kecenderungan compulsive buying adalah kecenderungan seseorang untuk berperilaku kompulsif, tidak terkontrol dan terjebak dalam berbelanja dimana belanja berfungsi sebagai pengurang perasaan – perasaan negatif dan diakhiri dengan penyesalan (Edwards, 1993).

2. Ciri-ciri Compulsive Buying

(26)

yang kuat, kontrol kognitip yang tinggi dan reaktivitas yang tinggi. Sedangkan O’Guinn dan Faber (dalam Edwards, 1993) berpendapat bahwa tiga ciri utama compulsive buying adalah keinginan subjek melakukan pembelanjaan (object attachment), perasaan positif yang dihasilkan dari proses membeli(emotional lift) dan penyesalan yang mendalam (remorse). Penelitian yang dilakukan Edwards (1993) membuat elaborasi dari penelitian yang dilakukan Valence et al (1988) dan O’Guinn dan Faber (1989). Elaborasi tersebut menghasilkan lima karakteristik, yaitu:

a. Kecenderungan untuk mengeluarkan uang (tendency to spend). Keadaan dimana individu mempunyai kecenderungan-kecenderungan untuk mengeluarkan uang dalam “episode-episode belanja”. Maksud “episode-episode belanja disini ialah kecenderungan untuk selalu berbelanja, selalu membeli barang atau produk yang tidak dibutuhkan, serta membeli produk yang diluar jangkauan kemampuan finansial seseorang.

b. Kompulsif/Dorongan untuk mengeluarkan uang

(27)

c. Perasaan-perasaan bahagia ketika melakukan aktivitas berbelanja

(feelings joy about shopping and spending). Keadaan dimana emosi-emosi yang dirasakan individu ketika mereka melakukan aktivitas berbelanja.

d. Pengeluaran uang yang tidak berfungsi semestinya (dysfunctional spending). Merupakan konsekuensi yang disebabkan oleh perilaku berbelanja yang berlebihan. Konsekuensi negatif yang dirasakan mulai dari diri sendiri, keluarga, teman dekat, pekerjaan dan masalah keuangan.

e. Perasaan menyesal setelah berbelanja (post-purchase guilt). Keadaan dimana individu merasakan penyesalan, rasa malu dan rasa bersalah yang mendalam setelah mengetahui telah membelanjakan banyak barang dan mengeluarkan banyak uang.

3. Kriteria Diagnostik Compulsive Buying

Sebuah kriteria diagnostik digagas oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh McElroy, Keck, Pope, Smith dan Strakowski (dalam Sadock dan Kaplan, 2007). Berikut adalah kriterianya:

(28)

b. Perilaku Membeli, baik itu dorongan maupun perilaku yang disebabkan oleh stres, menghabiskan banyak waktu, tidak berfungsinya hubungan sosial dan pekerjaan, atau menghasilkan masalah-masalah keuangan.

c. Perilaku membeli dan belanja yang berlebihan tidak muncul selama periode hypomania atau mania.

4. Dampak Compulsive Buying

Dampak dari compulsive buying meliputi dampak negatif dan dampak positif. Akibat negatif dari compulsive buying antara lain (Koran et al., 2006) meliputi penyesalan yang mendalam, pengeluaran uang yang berlebihan, bangkrut, terlilit banyak hutang, kecemasan jika tidak membeli barang dan berbelanja, rasa tidak aman karena individu tersebut merasa selalu kekurangan, konflik keluarga, perceraian, penipuan dan penggelapan sertia percobaan bunuh diri.

Dari sekian banyak literatur, penulis hanya mendapatkan sedikit sekali akibat positif dari perilaku ini. Misalnya pada pembeli kompulsif yang tergolong ‘lunak’ dan belum parah, perilaku mereka ditunjukkan dalam berbelanja ketika ada diskon besar untuk barang yang dipajang di pusat perbelanjaan dan bisa dikumpulkan atau digunakan di masa depan (Shith, Mittal & Newman,1999).

(29)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Compulsive Buying

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku membeli kompulsif ini dapat juga dimasukkan sebagai faktor pencetus/penyebab. Roberts (1998) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi compulsive buying, diantaranya:

a. Pengaruh Keluarga

Hal yang mempengaruhi compulsive buying pada keluarga misalnya kecenderungan dari orangtua atau anggota keluarga lain yang suka berbelanja dan mempunyai kecenderungan compulsive buying. Perilaku ini dipelajari melalui modelling dan dijadikan kebiasaan untuk beradaptasi terhadap kecemasan seseorang. Adapun kebiasaan dari keluarga dalam hal memberi kado berupa uang maupun barang-barang dalam hari besar keagamaan dan ulang tahun bisa mempengaruhi anggota keluarga untuk berperilaku konsumtif.

b. Pengaruh Psikologis 1) Self-esteem

(30)

konsekuensi dari ketidakmampuan mereka mengontrol keinginan membeli.

2) Personal Value

Nilai-nilai yang dianut seseorang bisa mempengaruhi perilaku membeli kompulsif apabila seseorang menganggap membeli dan penguasaan (acquisition) atas suatu barang bisa menaikkan harga diri dan status sosial mereka di mata lingkungan sekitar. Dittmar (2005b) meneliti bahwa nilai materialistik seseorang menjadi prediktor dalam perilaku

compulsive buying ini. Nilai materialistik tersebut dimaksudkan untuk mencari status identitas individu.

3) Fantasizing dan Keyakinan yang Irasional

Orang-orang berfantasi sebagai salah satu strategi mereka untuk meredakan dan sejenak melupakan berbagai afeksi negatif dan rasa rendah diri mereka. O’Guinn dan Faber (1989) menemukan bahwa fantasi mengenai kesuksesan pribadi, dihormati, berkuasa dan penerimaan sosial banyak ditemukan pada individu dengan kecenderungan compulsive buying.

4) Self-control

(31)

tidak mempunyai kemampuan untuk menahan dorongan-dorongan membeli barang yang tidak begitu dibutuhkan. Lebih lanjut, kontrol inilah yang membedakan antara pembeli kompulsif dengan orang-orang yang benar-benar menikmati belanja.

5) Self-awareness

Self-awareness yang negatif dapat membuat individu menjadi depresi dan kecemasan. Self-awareness ini berkaitan erat dengan rendahnya self-esteem dan tingginya perfeksionisme di antara pembeli kompulsif (Faber, 2004). 6) Perasaan Negatif

Beberapa peneliti menyatakan bahwa compulsive buying merupakan respon utama dalam menghadapi berbagai perasaan-perasaan negatif. Penelitian Koran et al. (2006) menyebutkan bahwa pembeli kompulsif adalah orang yang menderita depresi dan kecemasan yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan para penderita compulsive buying sudah selayaknya mendapatkan perawatan klinis.

7) Penyempitan Kognitif (Cognitive Narrowing)

(32)

mereka menganggap salesman sebagai pengganggu. Akhirnya mereka lebih memilih bersendiri ketika berbelanja. Tingkat ekstrim dari penyempitan kognitif ini adalah para pembeli kompulsif merasakan puas, ‘tinggi’, ‘lebih hidup’ dan bangga ketika melakukan pembelian (Faber & Christenson, 1996; Faber et al., 1987; Scherhorn et al., 1990 dalam Faber, 2004).

c. Pengaruh Sosial 1) Tayangan Televisi

(33)

2) Tekanan Kelompok

Tekanan kelompok sangat berpengaruh pada tahap remaja dan dewasa awal. Bagi individu yang masih berada pada tahap tersebut, teman-teman memang memainkan peran yang cukup kuat dalam pembentukan pola konsumerisme (d’ Astous dalam Roberts, 1998). Alasan untuk berbuat sedemikian rupa karena mereka takut dianggap berbeda dengan teman sepermainan dan sekedar ikut-ikut saja. Penelitian oleh Zebua dan Nurdjayadi (2001) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada remaja putri.

3) Frekuensi Belanja

Frekuensi belanja bisa menyebabkan dan memperkuat perilaku compulsive buying. Bagi individu yang sering meluangkan waktu ke pusat perbelanjaan dan menghabiskan banyak waktu di sana memperkuat asumsi bahwa frekuensi belanja mempunyai efek yang positif terhadap perilaku konsumtif (Roberts, 1998).

4) Penggunaan Kartu Kredit

(34)

mendapatkan poin, bisa dipakai di hampir semua pusat perbelanjaan dan praktis. Praktis disini maksudnya adalah individu bisa berbelanja secara mendadak dan bisa memenuhi keinginan untuk membeli barang yang diinginkan dalam segera, tanpa harus membawa uang tunai.

5) Iklan

Iklan yang menampilkan desain yang menarik dapat menjadi stimulus yang mengasyikan bagi wanita yang gemar berbelanja. Baik iklan dari televisi, surat kabar, majalah dan baliho di pinggir jalan. Iklan sebuah produk menampilkan suatu produk dengan ajakan-ajakan agar setiap individu tertarik dan segera mencoba serta membeli produk yang diiklankan tersebut.

d. Pengaruh Demografi 1) Jender

(35)

mengasosiasikan belanja sebagai waktu bersantai (Campbell dalam Dittmar, 2005).

2) Status Sosial-ekonomi

Penelitian-penelitian sebelumnya mendapatkan hasil bahwa hubungan status sosio-ekonomi dan compulsive buying

sangat lemah, bahkan tidak ada kaitannya (O’Guinn dan Faber, 1989). Dalam penelitiannya, Irene Ureta (2007) bahkan menemukan sebuah kasus dimana seorang wanita yang berpenghasilan rendah justru menjadi pelaku addictive buying. 3) Usia

Tidak ada penelitian sebelumnya yang menyatakan usia berapa yang bisa menjadi korban compulsive buying, tapi ada indikasi-indikasi yang mendukung bahwa orang yang lebih muda lebih muda terjangkit compulsive buying (Dittmar, 2005). Hal ini disebabkan karena pada masa remaja dan dewasa awal merupakan masa-masa rawan dalam pembentukan orientasi dalam hal berbelanja ( Moschis dan Cox dalam Roberts, 1998).

B. Wanita Dewasa Muda

1. Pengertian dan Batasan Usia Wanita Dewasa Muda

(36)

dewasa lainnya. Masa ini merupakan masa awal seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru, seseorang dituntut untuk memulai kehidupannya memerankan peran ganda seperti peran sebagai suami/istri dan peran dalam dunia kerja (berkarir).

Pada masa ini dikatakan sebagai masa sulit bagi individu karena pada masa ini seseorang dituntut untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orang tua dan berusaha untuk bisa mandiri karena ia sudah mempunyai peran dan tugas-tugas yang baru. Individu akan mengalami perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut. Menurut Santrock (2002), usia kronologis masa dewasa muda diawali pada usia 18 tahun dan diakhiri ketika individu menginjak usia 40 tahun. Sementara itu, Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda ialah mereka yang berumur 20 – 40 tahun.

(37)

identitas diri sebagai orang dewasa dan membuat pilihan terhadap kehidupan selanjutnya. Masa memasuki orang dewasa (usia 22 – 28 tahun) merupakan periode dimana eksplorasi terhadap pilihan hidup yang diinginkannya, individu mulai membentuk struktur kehidupan, misalnya memilih pekerjaan. Pada umur 28 hingga 33 tahun merupakan masa transisi usia 30 yang ditandai dengan individu mulai menyadari bahwa ia perlu melakukan sesuatu terhadap kekurangan dan ketidaksempurnaan yang dimilikinya. Masa berikutnya adalah masa tenang (usia 33 – 40 tahun) yang merupakan masa yang cenderung “serius” karena periode untuk memutuskan apa yang sungguh-sungguh penting dalam kehidupan seseorang. Individu memantapkan struktur kehidupannya, memperdalam komitmen untuk pekerjaan dan keluarga.

2. Ciri-ciri Dewasa Muda

Santrock (2002) berpendapat bahwa masa dewasa muda ditandai dengan masa transisi, baik secara intelektual, fisik maupun peran sosial. Hurlock (1990) menjabarkan beberapa ciri khas dari dewasa muda:

a. Masa pengaturan (settle down)

(38)

memberi kepuasan permanen. Ketika seseorang sudah menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya

b. Masa usia produktif

Dinamakan sebagai masa produktif karena pada rentang usia ini adalah masa-masa yang cocok untuk menentukan pasangan hidup, menikah, dan berproduksi/ melanjutkan keturunan. Pada masa ini organ reproduksi sangat produktif dalam menghasilkan individu baru (anak). Indivudu dewasa muda mempunyai ketekunan yang berarti bahwa seseorang harus memiliki kemauan untuk bekerja keras yang disertai dengan ketekunan untuk dapat mencapai kemampuan dalam ekonomi. Seseorang pada umumnya akan tekun mengerjakan tanggungjawab pekerjaannya ketika mereka menemukan posisi kerja yang sesuai dengan minat, bakat dan latar belakang pendidikannya.

c. Masa bermasalah

(39)

(perkawinan VS pekerjaan). Jika ia tidak bisa mengatasinya maka akan menimbulkan masalah.

d. Masa ketegangan emosional

Ketika seseorang berumur duapuluhan (sebelum 30-an), kondisi emosionalnya tidak terkendali, cenderung labil, resah, dan mudah memberontak. Pada masa ini juga emosi seseorang sangat bergelora dan mudah tegang. Ia juga khawatir dengan status dalam pekerjaan yang belum tinggi dan posisinya yang baru sebagai orangtua sehingga kebanyakan akan tidak terkendali dan berakhir pada stres bahkan bunuh diri. Namun, ketika sudah berumur 30-an, seseorang akan cenderung stabil dan tenang dalam emosi. e. Masa keterasingan sosial

(40)

f. Masa komitmen

Pada masa ini juga setiap individu mulai sadar akan pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai membentuk pola hidup, tanggungjawab dan komitmen baru.

g. Masa ketergantungan

Pada awal masa dewasa dini sampai akhir usia 20-an, seseorang masih punya ketergantungan pada orang tua atau organisasi/instansi yang mengikatnya.

h. Masa perubahan nilai

Nilai yang dimiliki seseorang ketika ia berada pada masa dewasa dini berubah karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin meluas. Nilai sudah mulai dipandang dengan kaca mata orang dewasa. Nilai-nilai yang berubah ini dapat meningkatkan kesadaran positif.

Pada masa ini juga seseorang akan lebih menerima atau berpedoman pada nilai konvensional dalam hal keyakinan. Egosentrisme akan berubah menjadi sosial ketika ia sudah menikah.

i. Masa penyesuaian dengan kehidupan baru

(41)

j. Masa kreatif

Dinamakan sebagai masa kreatif karena pada masa ini seseorang bebas untuk berbuat apa yang diinginkan. Akan tetapi, kreatifitas tergantung pada minat, potensi, dan kesempatan.

Menurut Dariyo (2003), seorang dewasa muda menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Mereka memiliki daya tahan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak kreatif, energik, cepat dan proaktif. Pada masa dewasa awal, seseorang menyalurkan seluruh potensinya untuk mengembangkan diri. Kehidupan karir seringkali menyita perhatian dan energi bagi seorang individu. Biasanya pada masa ini, mereka merintis dan membangun kehidupan ekonomi agar benar-benar mandiri dari orangtua.

(42)

mampu melakukannya, maka akan merasa kesepian dan krisis keterasingan.

Dari karakteristik aspek fisik, individu pada masa dewasa muda lebih mampu menghadapi dan mengatasi masalah secara fisik sehingga penyesuaian fisik berjalan dengan baik. Pada masa ini individu sudah menyadari adanya kekurangan fisik pada dirinya namun juga menyadari bahwa ia tidak dapat menghapus kekurangannya tapi masih mampu untuk memperbaiki penampilan, hal ini menimbulkan minat yang menyangkut pada diet, olah raga dan aspek kecantikan. Minat akan penampilan ini akan berkurang menjelang usia tiga puluhan karena dirasa semakin kuatnya ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangga.

3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Muda

Pada masa dewasa dini, banyak sekali harapan-harapan yang ditujukan masyakat pada mereka yang memang berada pada masa ini. Banyak sekali tugas-tugas yang harus dikembangkan, dan tingkat penguasaan tugas-tugas ini akan sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan mereka ketika sudah berusia setengah baya. Tugas perkembangan masa dewasa dini meliputi (Havighurst dalam Darijo, 2003):

(43)

c. Meniti karir dalam rangka memantapkan ekonomi keluarga d. Menjadi warga negara yang bertanggungjawab

C. Wanita dan Pekerjaan

1. Pengertian Wanita Yang Bekerja

Wanita yang memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan dan jabatan disebut wanita karir. Stefani dan Prihanto (2000) mendefinisikan wanita yang bekerja sebagai wanita yang terlibat dalam bidang pekerjaan yang memberikan peluang untuk maju atau meningkatkan kedudukannya ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Menurut Soedarto (dalam Setiasih, 2005), wanita karir diartikan sebagai wanita yang memiliki kegiatan secara publik atau bekerja diluar pekerjaan domestik dan memiliki jadwal tertentu untuk mengembangkan diri dan hidupnya baik secara fisik maupun psikis. Wanita pekerja senantiasa berusaha mengembangkan diri dan daya pikirnya supaya mampu menghasilkan ide-ide yang inovatif bagi kemajuan organisasi yang menjadi tempatnya bekerja. Kemampuan wanita pekerja menghasilkan ide-ide brilian dan kreatif akan mengantarnya pada kedudukan jabatan yang lebih tinggi.

(44)

yang menuntut tanggungjawab besar. Wanita karir tampil sebagai wanita yang bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari baik secara fisik maupun kebutuhan akan aktualisasi diri.

2. Motif Wanita Yang Bekerja

Wanita yang menekuni pekerjaan di sektor publik memilik berbagai macam motif. Menurut Rini (dalam Setiasih, 2005), motif yang melatarbelakangi wanita untuk bekerja dan berkarir adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan Finansial

Wanita menekuni suatu pekerjaan yang memberikan peluang untuk maju termotivasi oleh kebutuhan finansial. Dengan bekerja, wanita memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. b. Kebutuhan Sosio-relasional

Kebutuhan sosio-relasional mendorong wanita untuk bekerja dan berkarir. Ini dimaksudkan bahwa wanita memiliki kebutuhan akan penerimaan sosial dan identitas sosial yang dapat diperoleh dari komunitas kerjanya. Penerimaan dan identitas sosial tersebut diwujudkan dengan menunjukkan kemampuannya dalam menjalin kerjasama di tempat kerja.

(45)

Semakin terbuka kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang karir dan potensi diri yang tinggi mendorong kaum wanita untuk berani tampil, aktif, ambisius dan percaya diri di hadapan publik seperti halnya kaum pria. Wanita berusaha mengembangkan diri untuk mampu bersaing dengan pria dalam menduduki jabatan yang lebih tinggi dengan cara menempuh pendidikan tinggi dan menghasilkan ide-ide kreatif dan inovatif.

d. Masalah Psikologis

Wanita termotivasi untuk bekerja juga dilatarbelakangi oleh masalah atau persoalan yang bersifat psikologis. Masalah yang bersifat psikologis dimaksudkan bahwa banyak wanita yang merasa lebih nyaman bekerja dibandingkan dengan berada di dalam rumah. Wanita lajang yang bekerja bisa memberi simbol kesejahteraan secara psikologis

(psychological well-being) dalam diri wanita yang bersangkutan (McCommel dan Beitler dalam Lemme, 1995).

3. Konflik Wanita Yang Bekerja

(46)

sumber konflik bagi wanita yang bekerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Internal

(47)

untuk mempersiapkan masa depan secara ekonomi dengan lebih baik dengan membantu ekonomi orangtua.

Wanita karir juga menghadapi konflik dalam keluarga. Maksudnya waktu untuk orangtua dan saudara-saudaranya semakin berkurang karena wanita karir sibuk dengan pekerjaannya. Bagai dua sisi mata uang, wanita karir ini dituntut untuk memenuhi tanggungjawab secara profesional kepada pekerjaan yang ditekuni dan di sisi lainnya dituntut untuk dapat meluangkan waktu berkumpul dengan orangtua dan saudara-saudaranya. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan stres bagi wanita apabila salah satu dari tuntutan tersebut tidak dapat terpenuhi.

b. Faktor Eksternal

(48)

kemampuan wanita dalam berorganisasi. Kondisi demikian menimbulkan kelelahan psikologis pada diri wanita karir.

4. Status Lajang Wanita Yang Bekerja

Wanita pekerja yang belum menikah atau lajang diartikan sebagai pekerja wanita di sektor formal yang belum terikat pernikahan dengan seorang pria. Menurut Vuuren (1988), wanita pekerja dengan status belum menikah, belum membuat keputusan jangka panjang secara sadar mengenai hubungannya dengan pria. Meskipun demikian, seorang wanita dalam menekuni pekerjaannya akan tetap dihadapkan pada panggilan untuk berkeluarga. Panggilan tersebut tiba apabila wanita yang bekerja tersebut telah memiliki kematangan secara seksual dan kemantapan untuk menjalin komitmen dengan seorang pria melalui ikatan pernikahan.

(49)

status menikah memberikan banyak tekanan di antaranya adalah sebagai berikut (Laswell dan Laswell, 1987):

a) Pembatasan dalam berhubungan dengan orang lain. b) Perasaan terjerat

c) Rintangan untuk mengembangkan diri

d) Merasakan kebosanan, ketidakbahagiaan dan kemarahan. e) Memainkan banyak peranan

f) Komunikasi lemah

g) Ketiadaan teman, terisolasi dan lengang. h) Pembatasan mobilitas dan pengalaman baru.

Tekanan-tekanan yang mungkin muncul dalam suatu pernikahan tersebut mengakibatkan wanita karir lebih memilih untuk berstatus belum menikah (singlehood). Status singlehood

memberikan banyak dorongan sebagai berikut (Laswell dan Laswell, 1987):

1) Peluang karir

2) Pengalaman yang bervariasi dan peran yang majemuk 3) Kecukupan diri

4) Kemandirian sosial dan psikologis 5) Meningkatkan gaya hidup

(50)

8) Kemandirian rekreasi

9) Kebebasan untuk menolak atau untuk mendapatkan pekerjaan yang baru.

Status belum menikah yang disandang wanita karir memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dapat ditimbulkan adalah wanita karir yang belum menikah memiliki kebebasan dalam mengatur dirinya sendiri dan mencapai kedudukan pada jenjang jabatan yang lebih tinggi tanpa merasa terbebani dengan keluarga. Status belum menikah tidak berarti tidak ada dampak negatifnya. Vuuren (1988) mengungkapkan bahwa wanita sering dipandang sebagai objek seks baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja. Pandangan tersebut terutama sering mengarah pada wanita yang belum menikah.

(51)

D. Kecenderungan Compulsive Buying Pada Wanita Dewasa Muda Yang Bekerja dan Belum Menikah

Wanita dewasa muda yang bekerja cenderung mengikuti mode dan memperhatikan penampilannya (Clow & Baack dalam Fransisca & Suyasa, 2005). Wanita yang bekerja di posisi public relation berbagai perusahaan industri juga dimobilisasi untuk selalu berpenampilan cantik, baik dan pintar berdiplomasi demi kemajuan perusahaannya (Abar, 1998). Wanita menyadari bahwa penampilan fisik yang menarik sangat membantu statusnya dalam bidang pekerjaan. Penampilan fisik yang menarik sering dipandang lebih penting dari kecerdasan dan pendidikan (Hurlock, 1990).

Wanita dewasa muda yang masih lajang pun mengalami hal yang serupa, yaitu cenderung membelanjakan penghasilannya pada barang yang mengikuti mode dan barang yang sesuai dengan hobinya (Blythe dalam Fransisca & Suyasa, 2005).

(52)

diinginkan, para wanita cenderung rela mengeluarkan banyak uang untuk biaya perawatan. Selain itu, wanita lebih suka menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan dan nongkrong di pusat perbelanjaan. Oleh karenanya, wanita cenderung untuk berbelanja dan seringkali mengeluarkan uang untuk hal-hal yang diinginkan, bukan yang benar-benar diperlukan (Fransisca & Suyasa, 2005). Oleh para produsen, wanita dijadikan objek bulan-bulanan penawaran barang-barang yang mereka produksi. Hal ini terlihat di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Satu hal dalam wanita yang dianggap produsen sebagai potensi untuk dijadikan sasaran eksploitasi promosi dan penawaran barang-barang mereka, yaitu aspek psikologis kaum wanita yang dianggap masih memiliki tingkat emosional dan impulsif yang tinggi dalam berbelanja dan mengeluarkan uang. Berdasarkan hal inilah maka para produsen menjadikan kaum wanita sebagai target pasar yang paling potensial untuk barang-barang mereka (Abar, 1998).

(53)

Faktor pencetus yang patut dipertimbangkan adalah pemilihan karir. Apabila wanita salah melangkah dalam pemilihan karir tentunya akan mempengaruhi kinerja dan mengalami frustrasi. Dalam masa transisi dewasa muda ini kerap terjadi ketidaksesuaian dalam pekerjaan. Hal ini didukung oleh pernyataan Hurlock (1990) yang mengatakan bahwa wanita memang lebih sulit untuk mengubah atau pindah karir. Kaum wanita hanya mau melakukannya apabila dianggap perlu, walaupun mereka merasa kurang cocok dengan pekerjaannya.

Kegagalan dalam menguasai tugas-tugas perkembangan masa dewasa muda selalu muncul, dan kesulitan ini akan meningkat apabila ada rintangan yang menghambat perkembangan seseorang. Beberapa rintangan yang muncul seperti pengaruh kelompok kerja yang berkepanjangan. Semakin lama individu berbaur dengan rekan kerja, semakin banyak pula kesempatan untuk berperilaku sesuai dengan standar teman sebayanya tersebut. Faktor lainnya adalah aspirasi yang tidak realistik. Individu boleh saja berhasil dalam bidang studi, sosialisasi dan olahraga. Sebagai akibatnya, mereka berharap mencapai kesuksesan yang sama dalam dunia orang dewasa sehingga memperbesar masalah dalam penyesuaian diri pada masa dewasa (Hurlock, 1990).

(54)

Wanita dewasa muda yang masih lajang dan mandiri dalam hal keuangan dapat menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Penggunaan kartu kredit dapat mendukung wanita dewasa muda berperilaku berbelanja tanpa kontrol, karena berbelanja dengan menggunakan kartu kredit hampir semuanya diterima di seluruh pusat perbelanjaan.

(55)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada (Mardalis, 1990). Sedangkan Sugiyono (1999) menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap satu objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.

Mengacu pada dua teori diatas, maka penelitian ini menggunakan data kuantitatif mengenai variabel yang diperoleh melalui analisis skor jawaban subjek pada angket yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan kecenderungan perilaku compulsive buying pada wanita dewasa muda (20-40 tahun) yang telah bekerja dan belum menikah.

B. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik sampling purposif (purposive sampling technique). Peneliti menggunakan subjek sebanyak 100 orang.

(56)

1) Wanita dewasa muda. Penelitian ini dibatasi hanya pada subjek dengan jenis kelamin wanita. Kaum wanita dianggap mempunyai kecenderungan yang tinggi dalam berperilaku konsumtif (Schiffman dan Kanuk, 2004).

2) Berusia diantara 20-40 tahun. Peneliti membatasi subjek dengan usia antara 20-40 tahun dikarenakan individu dengan usia tersebut telah memasuki tahap dewasa muda (Dariyo, 2003) dan sedang mengalami masa transisi baik secara fisik, intelektual dan sosial (Santrock, 2002). 3) Berstatus Belum Menikah/Lajang. Peneliti menggunakan subjek yang

berstatus belum menikah dikarenakan individu tersebut cenderung membelanjakan penghasilannya pada barang yang mengikuti mode dan barang yang sesuai dengan hobinya (Blythe dalam Fransisca & Suyasa, 2005).

4) Telah Bekerja. Peneliti menggunakan subjek wanita yang telah bekerja oleh karena adanya penghasilan sendiri dari hasil pekerjaannya.

C. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian, juga bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Bentuk penelitian ini adalah studi deskriptif, karena itu tidak ada kontrol terhadap variabel. Pada penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah kecenderungan

(57)

D. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Penyusunan definisi operasional ini penting, karena dipakai untuk menunjuk alat pengambil data yang akan dipakai dalam penelitian (Suryabrata, 1998).

Kecenderungan perilaku Compulsive buying merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku kompulsif, mereka menjadi kecanduan: dalam beberapa hal tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri dan orang-orang disekitarnya (Schiffman dan Kanuk, 2004). Jadi dapat disimpulkan bahwa kecenderungan compulsive buying adalah kecenderungan subjek dalam hal ini wanita dewasa muda yang belum menikah dan telah bekerja untuk berperilaku kompulsif dalam berbelanja dimana subjek mendapatkan kesenangan yang bersifat sementara disertai munculnya masalah dan diakhiri dengan penyesalan.

Adapun aspek-aspek yang terkait dengan compulsive buying menurut Edwards (1993) yakni:

(58)

b. Kompulsif / dorongan untuk mengeluarkan uang (compulsion/drive to spend). Keadaan dimana adanya dorongan, kompulsif dan impulsif dalam berbelanja dan mengeluarkan uang. Berbelanja bukan untuk kepemilikan barang atau sebuah produk, melainkan kegiatan otomatis/reaktif untuk mengurangi tekanan psikologis atau kejadian negatif.

c. Perasaan-perasaan bahagia ketika melakukan aktivitas berbelanja

(feelings (joy) about shopping and spending). Keadaan dimana emosi-emosi yang dirasakan individu ketika mereka melakukan aktivitas berbelanja.

d. Pengeluaran uang yang tidak berfungsi semestinya (dysfunctional spending). Merupakan konsekuensi yang disebabkan oleh perilaku berbelanja yang berlebihan, misalnya bermasalah dengan diri sendiri, keluarga, teman dekat, pekerjaan dan masalah keuangan.

e. Perasaan menyesal setelah berbelanja (post-purchase guilt). Keadaan dimana individu merasakan penyesalan, rasa malu dan rasa bersalah yang mendalam setelah mengetahui telah membelanjakan banyak barang dan mengeluarkan banyak uang.

(59)

pula sebaliknya, semakin rendah skor total maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku compulsive buying-nya.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah skala yang diberikan kepada subjek penelitian. Skala ini diadaptasi dan dimodifikasi dari skala penelitian Edwards (1993) berisi aitem-aitem yang menyajikan pernyataan-pernyataan berdasarkan indikator compulsive buying. Indikator-indikator dalam penelitian ini adalah aspek-aspek compulsive buying, yaitu kecenderungan untuk mengeluarkan uang, kompulsi / dorongan untuk mengeluarkan uang, perasaan-perasaan bahagia ketika melakukan aktivitas berbelanja, pengeluaran uang yang tidak berfungsi semestinya dan perasaan menyesal setelah berbelanja.

(60)

menggunakan 5 butir jawaban skala Likert. Penulis memodifikasi dengan menghilangkan jawaban di tengah (jawaban ragu-ragu) dengan alasan untuk menghindari kecenderungan jawaban ragu-ragu yang diartikan bahwa subjek belum dapat memutuskan atau memberikan jawaban (netral) dan efek kecenderungan untuk menjawab ke tengah (central tendency effect) yang akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat diperoleh dari subjek (Hadi, 1991). Makin tinggi skor total menunjukkan kecenderungan compulsive buying yang tinggi sebaliknya makin rendah skor total menunjukkan kecenderungan compulsive buying yang rendah.

Subjek hanya diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban tersebut yang sekiranya sesuai dengan keadaan subjek yang bersangkutan.

Alternatif jawaban yang tersedia dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu:

SS : Sangat Sesuai, berarti pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri subjek

S : Sesuai, berarti pernyataan tersebut sesuai dengan diri subjek. TS : Tidak Sesuai, berarti pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri

subjek.

(61)

Jawaban pada setiap item yang hendak diukur memuat empat kategori, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Aitem dengan kategori jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3. Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1

(62)

Tabel 1. Blue print kuesioner

No. Aspek Aitem Total

1 Kecenderungan untuk mengeluarkan uang

(Tendency to Spend)

11, 12, 13, 14, 15, 20, 22

dan 24

8

2 Kompulsif / dorongan untuk mengeluarkan uang (Compulsion/Drive to Spend)

2, 3, 7, 9, 10, 19 dan 25 7

3

Perasaan - perasaan bahagia ketika melakukan aktivitas berbelanja (Feelings joy about shopping and spending)

4, 5, 6, 8, 27

dan 29 6

4 Pengeluaran uang yang tidak berfungsi semestinya (Dysfunctional Spending)

1, 16, 18, 23

dan 28 5

5 Perasaan menyesal setelah berbelanja

(Post-Purchase Guilt)

17, 21, 26

dan 30 4

Total 30

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mempersiapkan uji coba penelitian dengan terlebih dahulu menentukan jumlah dan kriteria aitem skala.

b. Memodifikasi dan menyusun skala Compulsive Buying dengan metode

summated ratings. Skala diadaptasi dari skala yang disusun oleh Edwards (1993).

c. Menentukan kelompok subjek try out yang telah ditentukan karakteristiknya.

(63)

e. Menganalisis data untuk menentukan tingkat kesahihan aitem (validitas aitem). Aitem yang tidak memenuhi kriteria kesahihan aitem yang dibutuhkan tidak dipakai atau dibuang.

f. Menganalisis data dengan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran mengenai subjek penelitian.

g. Membuat kesimpulan dan seluruh hasil penelitian berdasarkan analisis tersebut dalam bentuk sajian deskriptif.

G. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Menurut Hadi (1991), validitas berarti taraf ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah alat ukur dapat dikatakan valid jika alat ukur tersebut dapat memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut. Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity). Validitas isi adalah validitas yang mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan yang akan diteliti. Validitas isi juga menilai sejauh mana aitem-aitem sudah relevan dan mempresentasikan isi atribut yang diukur. Untuk pengujian validitas isi dilakukan dengan professional judgement

(64)

memastikan bahwa aitem-aitem tersebut mencakup keseluruhan isi objek yang hendak diukur.

2. Seleksi Aitem

Prosedur seleksi aitem yang pertama berdasarkan evaluasi kualitatif. Evaluasi ini dilakukan dengan cara melihat apakah aitem yang ditulis sudah sesuai dengan blue print dan aspek perilaku yang hendak diungkapnya, apakah aitem yang ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar dan melihat apakah aitem-aitem yang ditulis masih mengandung social desirability yang tinggi. Langkah selanjutnya dilakukan prosedur seleksi aitem berdasarkan data empiris, yaitu data hasil uji coba aitem pada kelompok uji coba yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak diberikan skala. Kualitas aitem-aitem diukur dengan analisis butir, yang menggunakan parameter daya beda aitem. Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antar individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar,1995). Pengukuran validitas dilakukan dengan analisis butir menggunakan teknik uji reliabilitas dan sekaligus uji validitas menggunakan

(65)

dengan korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya diskriminasi tinggi dan dianggap memuaskan. Perhitungan ini dilakukan dengan program SPSS for Windows versi 12.00.

Dalam penelitian ini langsung menggunakan uji coba terpakai dengan alasan karena jumlah sampel penelitian terbatas dan waktu yang terbatas pula. Alasan lain yaitu telah dilakukannya professional judgement oleh dosen pembimbing untuk mengukur validitas isi. Hasil seleksi aitem dan reliabilitas yang dilakukan terhadap 30 aitem skala

compulsive buying terdapat 27 aitem yang valid dan 3 butir aitem yang gugur yaitu aitem dengan nomor 1, 17, dan 21. Tiga butir aitem tersebut berada di bawah batas 0,30 sehingga dinyatakan gugur. Aitem-aitem tersebut tersebut antara lain dari aspek dysfunctional spending terdapat 1 aitem gugur, yaitu aitem nomor 1. Aspek post-purchase guilt terdapat 2 aitem gugur, yaitu 17 dan 21.

Berdasarkan aitem-aitem yang valid dan gugur pada skala

(66)

Tabel 2. Distribusi Aitem-aitem baru Skala Compulsive Buying

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1995). Menurut Hadi (1991), syarat keajegan suatu intrumen menuntut kemantepan, keajegan atau stabilitas hasil pengamatan dengan instrumen. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik statistik, yaitu menggunakan rumus

Alpha Cronbach. Nilai reliabilitas skala akan dianggap memuaskan apabila koefisien Alpha lebih besar dari 0,90 karena berarti perbedaan

No. Aspek Aitem Jumlah

1 Kecenderungan untuk mengeluarkan uang (Tendency to Spend)

11, 12, 13, 14,

5 Perasaan menyesal setelah berbelanja

(Post-Purchase Guilt) 21 dan 26 2

(67)

(variasi) yang tampak pada skor tes tersebut mampu mencerminkan 90% dari variasi yang terjadi pada skor murni subjek, dan hanya 10% dari perbedaan skor yang tampak disebabkan oleh variasi error

pengukuran (Azwar, 1997). Uji reliabilitas skala dalam pengukuran ini memakai teknik Alpha dari program SPSS for Windows versi 12.00

Berdasarkan hasil uji coba dan reliabilitas pada skala tersebut daapat diketahui bahwa jumlah aitem yang valid lebih dari 50% dari total aitem. Koefisien reliabilitas skala compulsive buying sebesar 0,901. Hal ini berarti bahwa pengukuran skala compulsive buying

memiliki tingkat kepercayaan sebesar 90,1% dan menunjukkan variasi error sebesar 9,9%. Dengan demikian, skala ini tergolong reliabel karena memiliki nilai koefisien reliabilitas lebih dari 0,900.

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan adalah metode statistik, yaitu statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui perhitungan mean, median, modus dan standar deviasi (Azwar, 1999). Statistik deskriptif ini juga mencakup perhitungan-perhitungan sederhana yang biasanya disebut sebagai statistik dasar, yang antara lain meliputi perhitungan: frekuensi, frekuensi kumulatif, persentase, skor maksimum dan skor minimum, dan rata-rata hitung (Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki, 2002).

(68)
(69)

53 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN PENELITIAN

Persiapan penelitian yang dilakukan peneliti dalam pengambilan data adalah sebagai berikut:

a. Mempersiapkan skala untuk mengukur kecenderungan compulsive buying pada subjek penelitian.

b. Mengurus surat keterangan penelitian dari dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma. Surat izin penelitian yang diperoleh digunakan sebagai sarana untuk mempermudah dan memperlancar jalannya penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam proses pengambilan data.

c. Melaksanakan penelitian dengan skala yang telah dipersiapkan sebelumnya.

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

(70)

semua pusat perbelanjaan yang ada (Clendinning dalam Fransisca dan Suyasa, 2005). Selain itu peneliti juga menggunakan pusat perbelanjaan tersebut disebabkan letaknya yang dekat dengan pusat perkantoran. Hal ini memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan kriteria.

Peneliti menyebarkan skala penelitian sebanyak 100 eksemplar sesuai dengan jumlah subjek penelitian. Sebanyak 13 skala tidak dapat diikutsertakan dalam proses pengolahan data karena subjek tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Kriteria yang dimaksud adalah usia dan status pernikahan. Deskripsi subjek penelitian ini terlampir dan dipaparkan dengan bantuan perangkat lunak SPSS12forWindows.

C. HASIL PENELITIAN

1. Data Karakteristik Subjek

(71)

a. Usia Subjek

Usia subjek dibatasi hanya untuk subjek yang berusia 20 - 40 tahun sesuai dengan kriteria penelitian yakni hanya membatasi untuk subjek yang berada pada masa dewasa muda. Deskripsi usia subjek dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi Usia Subjek (N = 87)

8 9%

60 69% 12

14%

7 8%

Early Adult (18-22 tahun) Entering (23 - 28 tahun) Transisi (29 - 33 tahun) Penyesuaian (34 - 40 tahun)

(72)

b. Pendidikan Subjek

Latar belakang pendidikan subjek beragam. Deskripsi pendidikan terakhir subjek dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Deskripsi Pendidikan Subjek (N=87)

7

8% 7%6

24 28% 47

54%

3 3%

Tamat SMU/Setingkat Tamat D1/D2/Diploma Tamat D3/Akademi Tamat S1 Tamat S2

(73)

c. Pekerjaan Subjek

Dilihat dari pekerjaannya, subjek umumnya menekuni pekerjaan formal di sektor swasta. Deskripsi pekerjaan subjek selengkapnya dapat ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 5. Deskripsi Pekerjaan Subjek (N=87)

78 90% 9

10%

Karyawati Swasta PNS

Sebagian besar subjek bekerja sebagai karyawati swasta, sedangkan sebagian kecil lainnya bekerja sebagai pegawai pada instansi pemerintah atau PNS.

2. Uji Normalitas

(74)

uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test yang menyatakan jika nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka data dalam distribusi normal. Jika nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka data dalam distribusi tidak normal.

Berdasarkan hasil analisis dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test SPSS for Windows 12 diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,131. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang diambil berasal dari sebuah distribusi normal.

Tabel 6. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov total

N 87

Mean 62.4713 Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 11.45450

Absolute .125

Positive .125 Most Extreme

Differences

Negative -.070

Kolmogorov-Smirnov Z 1.167

Asymp. Sig. (2-tailed) .131

3. Deskripsi Data Penelitian Secara Umum

Gambar

Tabel 1. Blue print kuesioner
Tabel 2. Distribusi Aitem-aitem baru Skala Compulsive Buying
Tabel 3. Deskripsi Usia Subjek
Tabel 4. Deskripsi Pendidikan Subjek
+7

Referensi

Dokumen terkait