• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran pendampingan orang tua dalam sekolah minggu terhadap perilaku iman anak di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peran pendampingan orang tua dalam sekolah minggu terhadap perilaku iman anak di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi - USD Repository"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PENDAMPINGAN ORANG TUA

DALAM SEKOLAH MINGGU

TERHADAP PERILAKU IMAN ANAK

DI PAROKI St FRANSISKUS ASSISI BERASTAGI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Elsa Levi Br Perangin-Angin NIM: 061124042

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Rohandi, Ph.D.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Ayahku tercinta (Alektara Perangin-Angin),

Ibuku tersayang (Tiharum Br Sitepu)

Adik-adikku tercinta, seluruh keluargaku,

khususnya keluargaku di Suka Julu yang aku cintai,

teman-teman angkatan 2006

dan umat di Stasi Suka Julu-Tiga Jumpa

serta

(5)

v MOTTO

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara

kamu”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Judul skripsi PERAN PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM SEKOLAH MINGGU TERHADAP PERILAKU IMAN ANAK DI PAROKI St FRANSISKUS ASISI BERASTAGI ini dipilih bertitik tolak dari keprihatinan penulis akan kurangnya perhatian dan tanggungjawab orang tua dalam mengembangkan perilaku iman anak di paroki St Fansiskus Asisi Berastagi. Masih banyak orang tua yang sibuk dengan pekerjaan mereka ketimbang mendidik anak dan mengembangkan perilaku iman anak.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana membantu orang tua untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam mengembangkan iman anak, sehingga anak-anak memperoleh pendidikan dan kasih sayang dari orang tua. Penulis mengkaji masalah ini dengan menyebarkan kuisioner, wawancara dan menganalisa data permasalahan sehingga ditemukan jalan keluarnya. Disamping itu, penulis juga melakukan studi pustaka untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang diharapkan dapat dipakai membantu para orang tua dalam mengembangkan perilaku iman anak.

Dalam dokumen Gravissimum Educationis (GE) art 3 menjelaskan bahwa orang tua sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak. Orang tua Kristiani yang telah diperkaya dengan rahmat Sakramen Perkawinan mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya sejak dini secara katolik. Orang tua seharusnya mengerti akan tugas dan tanggung jawab meraka dalam mengembangkan perilaku iman anak serta membantu pendamping sekolah minggu dalam menyediakan fasilitas yang dibutuhkan anak selama mengikuti kegiatan sekolah minggu. Sekolah minggu merupakan salah satu wadah dalam mengembangkan perilaku iman anak.

(9)

ix

ABSTRACT

Title thesis mentoring PARENTS ROLE IN THE CONDUCT OF FAITH SUNDAY SCHOOL CHILDREN IN BERASTAGI parish of St. Francis of Assisi was chosen author starts from concerns about the lack of attention and responsibility of parents in developing the faith of a child's behavior in the parish of St. Assisi Fansiskus Berastagi. There are still many parents are busy with their jobs than educating children and developing the faith of a child's behavior.

The main issue in this thesis is how to help parents to raise awareness and responsibility in developing a child's faith, so that children get an education and affection from parents. The author examines this problem by spreading questionnaire, interview and analyze data so that problems found a way out. In addition, the authors also conducted a study library to obtain the thoughts that are expected to be used to help the parents in developing the faith of a child's behavior.

In the document Gravissimum Educationis (GE) art 3 explains that parents as a channel of God's life have an obligation to educate children. Christian parents who have been enriched by the grace of the sacrament of marriage have an obligation to educate their children in Catholic early on. Parents should understand the duties and responsibilities meraka in developing the faith of a child's behavior and help chaperone the school week in providing the facilities needed to follow the activities of children during the school week. Sunday School is one of the containers in developing the faith of a child's behavior.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang

Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Banyak pengalaman yang penulis alami selama penulisan skripsi ini, pengalaman

bahagia, gembira, kecewa, sedih dan cemas. Meski demikian berkat doa dan

dukungan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PERAN

PENDAMPINGAN ORANGTUA DALAM SEKOLAH MINGGU TERHADAP PERILAKU IMAN ANAK DI PAROKI St FRANSISKUS

ASISI. Penulisan skripsi ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis akan perhatian

dari orang tua dalam mengembangkan perilaku iman anak di tengah-tengah

keluarga. Dengan demikian, harapan penulis bahwa penulisan skripsi ini dapat

membantu para orang tua dalam mengembangkan perilaku iman anak, mampu

menjadi saksi bagi anak, menyadari akan peran dan tanggung jawab sebagi

orangtua khususnya dalam mengembangkan perilaku iman anak.

Atas kerjasama yang baik penulis menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang berperan serta dalam menyelesaikan skripsi ini. Dari hati yang

paling dalam penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rm. Dr. C.B Putranta, SJ selaku dosen pembimbing utama penulis yang telah

dengan sabar, setia, penuh perhatian, penuh semangat dan selalu berusaha

menyediakan waktu dalam membimbing penulis. Beliau juga dengan sepenuh

(11)

xi

pada penulis. Dengan kondisi beliau yang masih sakit tetapi semangat dan

dukungan beliau sangat besar. Semangat beliau menjadi inspirasi bagi penulis

agar mau berusaha untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik. Banyak

saran dan kritikan yang menjadikan penulis berkembang baik segi

pengetahuan maupun kematangan pribadi sebagai calon guru.

2. Rm Drs. H.J.Suhardiyanto, SJ selaku anggota penguji II sekaligus dosen

pembimbing akademik yang senantiasa menjadi ayah bagi penulis selama

masa studi di IPPAK ini.

3. Bpk. Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M. Hum selaku anggota penguji III yang

juga senantiasa memberi motivasi, dukungan, saran dan kritikan yang

membangun bagi penulis baik dalam proses penulisan skripsi ini maupun

selama menjalani kuliah di IPPAK. Beliau yang senantiasa memberikan

masukan, perhatian, cinta kasih, dan semangat bagi penulis. Beliau juga

menjadi teman bagi penulis terlebih saat menghadapi masalah, sehingga

menjadi teman curhat yang mau mendengarkan dan memberi masukan, saran

dan motivasi bagi penulis.

4. Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan mengajarkan banyak

hal demi perkembangan iman dan juga kepribadian penulis.

5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh

karyawan bagian lain yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam

(12)

xii

6. Pastor Ignatius Simbolon, Ofm Cap, selaku pastor paroki Santo Fansiskus

Assisi Berastagi keuskupan Agung Medan yang telah memberikan tempat

dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian, memberi

manfaat serta dukungan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Segenap dewan pengurus, staf sekretariat dan seluruh umat di Stasi Suka

Julu-Tiga Jumpa khususnya yang telah bersedia menjadi responden dan

menyediakan waktu bagi penulis dengan memberikan data-data yang penulis

butuhkan demi terselesainya penulisan skripsi ini.

8. Bapakku tercinta (Alektra Peragin-Angin), mamakku tersayang (Tiharum Br

Sitepu) dan adik-adikku tercinta (Ervita, Melisandi, Estorina, Yance,

Alepesiusta, Persita Basmuli, Deslita, Daniel dan Yosua) yang senantiasa

memberi dukungan yang besar melalui doa, cinta dan perhatian pada penulis

dalam menyelesaikan studi ini.

9. Keluargaku tercinta di Suka Julu-Tiga Jumpa yang senantiasa mendukung,

memotivasi, mengarahkan dan menyemangati penulis dalam masa studi ini,

juga dalam penyelesai skripsi ini.

10. Kekasih Lio yang selalu mendukung, selalu ada saat aku butuh seseorang

untuk berbagi, baik suka maupun duka. Terima kasih atas kasih sayang, cinta

serta doa yang telah diberikan skripsi ini. Terima kasih untuk segala cintanya.

11. Keluarga Besar Karo Katolik Yogyakarta yang selalu memberi doa,

dukungan dan semangat agar penulis tidak pantang menyerah.

12. Sahabat-sahabatku Mudika Karo Katolik Yogyakarta (Mila, Ervita, Imalia,

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II: PERAN ORANG TUA TERHADAP PERILAKU IMAN ANAK ... 11

A. Pendidikan Iman ... 11

1. Pengertian Pendidikan Iman ... 12

a. Pengertian Pendidikan ... 12

b. Perilaku Iman ... 13

c. Pendidikan Anak ... 14

d. Iman ... 16

(15)

xv

f. Pengertian Pendidikan Iman Anak ... 20

2. Pentingnya Pendidikan Iman Anak ... 22

3. Tujuan Pendidikan Iman ... 25

4. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman ... 27

B.Keluarga dan JemaatSebagai Kancah Pendidikan Iman Anak ... 28

1.Pendidikan Iman Anak Dalam keluarg……… 28

2.Peran Jemaat Dalam Pendidikan Iman Anak ... 29

C.Sekolah Minggu Sebagai Wadah Mengembangkan Perilaku Iman Anak 30 1. Pengertian Sekolah Minggu ... 30

2. Latar Belakang Sekolah Minggu ... 32

3. Dasar Sekolah Minggu ... 33

4. Tujuan Sekolah Minggu ... 35

D.Peran Orang tua Terhadap Perkembangan Iman Anak Di Era Modernisasi 36 1. Peran Orang tua Dalam Perkembangan Iman Anak... 36

2. Orang tua dan Kegiatan Sekolah Minggu ... 44

E.Konsekuensi Peran Orang tua ... 45

1. Orang tua perlu sadar akan peran utamanya ... 45

2. Pengetahuan tentang cara mendampingi ... 47

F. Kerangka Pikir ... 49

(16)

xvi

B. Laporan Hasil Penelitian ... 59

1. Hasil Penelitian Melalui Kuesioner ... 59

2. Hasil Wawancara ... 74

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

D.Kesimpulan Hasil Penelitian ... 95

BAB IV: USULAN PROGRAM KATEKESE UMAT SEBAGAI USAHA MENINGKATKAN PERAN PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM SEKOLAH MINGGU TERHADAP PENGEMBANGAN PERILAKU IMAN ANAK DI PAROKI St FRANSISKUS ASISI BERASTAGI ... 101

A. Katekese Umat Bagi Orang tua Dengan Model SCP ... 103

1. Pengertian Katekese Umat ... 103

2. Tujuan katekese umat bagi orang tua ... 107

3. Isi katekese umat bagi orang tua ... 109

4. Kekhasan katekese umat bagi orang tua ... 112

5. Proses katekese umat bagi orang tua dengan model SCP ... 115

B. Program Katekese Umat bagi orang tua di Berastagi dengan model SCP (Shared Christian Praxis) ... 119

1.Latar Belakang Program ... 119

2.Tujuan Program ... 120

3.Contoh program katekese umat bagi orang tua di Paroki St Fransikus Assisi Berastagi ... 121

a. Tema-tema katekese umat bagi orang tua di paroki St Fransiskus Asisi Berastagi ... 121

b. Usukan Program ... 124

c. Petunjuk Pelaksanan Program ... 129

C. Salah satu Contoh Satuan Persiapan Katekese Umat Dengan Model SCP (Shared Christian Praxis) Bagi Orang tua ... 131

BAB V. KESIMPULAN ... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 149

(17)

xvii LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian di Paroki ... (1)

Lampiran 2: Surat Ijin Penelitian di Stasi ... (2)

Lampiran 3: Surat Pernyataan dari Paroki ... (3)

Lampiran 4: Kuesioner Penelitian ... (4)

Lampiran 5: Teks Kitab Suci ... (10)

Lampiran 6: Cerpen ... (11)

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

KS : Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti

singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab

Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Chatechesi Tradendae, Ajaran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada Para Uskup, klerus dan segenap umat beriman katekese

masa kini, 16 Oktober 1979

EN : Evangelii Nuntiandi (Imbauan Apostolik Paulus VI tentang Karya

Pewartaan Injil dalam Zaman Modern, 8 Desember 1975).

FC : Familiaris Consortio (Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

tentang Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern,

(19)

xix

GE : Gravissimum Education, pernyataan konsili vatikan II tentang

Pendidikan Kristiani.

GS : Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang

Gereja dalam Dunia Modern, 7 Desember 1965).

C. Singkatan lainnya

Art : Artikel

Kan : Kanon

KK : Kepala Keluarga

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Lih : Lihat

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

SCP : Shared Christian Praxis

SP : Satuan Persiapan

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Orang tua adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan anak, baik

pendidikan intelektual amak. Tugas dan kewajiban ini tak tergantikan oleh siapa

pun, baik itu guru disekolah, sesama masyarakat maupun para pelayanan di

dalam gereja. Sehingga orang tua benar-benar menjadi yang pertama dan utama

dalam mendidik dan mendewasakan anak-anaknya. Keluarga menjadi sekolah

iman yang pertama. Keluarga merupakan sekolah pertama yang mengajarkan

keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan setiap masyarakat di mana

anak-anak hidup dan berkembang. Orang tua mengenalkan berbagai kebiasaan hidup

rohani baik mulai dari doa-doa harian, cerita kitab suci serta kebiasaan upacara

Gereja.

Konsili Vatikan II, dalam Gravissimum Educationis (Pernyataan tentang

Pendidikan Kristiani = GE) artikel 3 menuliskan “Kerena mereka meneruskan

kehidupan kepada anak-anaknya, maka orang tua mengembang tugas maha

berat, yakni mendidik putera-puteri dan sebab itu mereka harus diakui sebagai

(21)

Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya seperti Kristus

menjadi teladan bagi umat. Dalam agama Katolik, Kristuslah yang menjadi

teladan yang paling hakiki. Kristus menjadi teladan karena kemuliaan dan

keberhasilannya dalam mewujudkan keselamatan manusia. Kristus juga

mengakui bahwa manusia adalah anak-anak-Nya yang mempunyai relasi pribadi

yang dekat, dengan harapan agar manusia dapat menyatu dengan Kristus sendiri.

Begitu juga hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai teladan

anak hendaknya membangun relasi yang dekat dengan anak, dengan mengakui

keberadaan anak terciptalah relasi yang baik diantara anak dan orang tua.

Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami istri untuk berperan

serta dalam karya penciptaan Allah. Bila orang tua dalam kasih dan karena kasih

melahirkan pribadi baru yang dipanggil. Bila orang tua dalam kasih dan karena

melahirkan pribadi baru yang dipanggil untuk tumbuh dan berkembang, maka

orang tua bertanggung jawab mengemban tugas membantunya menjadi manusia

utuh, karena mereka memberikan kehidupan kepada anak-anak, maka para

orang tua mengemban tugas mahaberat mendidik anak dan sebab itu mereka

harus diakui sebagai pendidik pertama dan utama. Tugas mendidik itu begitu

penting sehingga bila tidak ditunaikan sulit dapat dilengkapi. Para orang tua

wajib untuk menciptakan lingkungan keluarga, yang dijiwai cinta kasih terhadap

Allah dan manusia, sehingga membantu pendidikan pribadi dan sosial

anak-anak yang utuh. Sebab itu keluarga adalah sekolah pertama

keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan setiap masyarakat. Terutama di dalam

(22)

anak-anak sejak dini harus diajari memandang dan menyembah Allah serta mencintai

sesama sesuai dengan iman yang diterima dalam permandian. Dalam keluarga

anak-anak mendapatkan pengalaman pertama baik sekitar masyarakat manusia

yang sehat, maupun sekitar gereja. Akhirnya melalui keluarga, anak-anak mulai

perlahan-lahan dihantar masuk ke dalam pergaulan para warga dan ke dalam

umat Allah. Oleh karena itu para orang tua harus sadar betapa pentingnya

keluarga yang benar-benar katolik untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah

sendiri. Maka mereka harus diakui pendidik pertama dan utama anak-anaknya.

Tugas pendidik ini begitu menentukan sehingga hampir tak tergantikan bila

tidak ada (GE art.3)

Orang tua menjadi sebuah janji, janji itu berupa kebebasan dan dukungan

terhadap anak. Janji merupakan hasil pertemuan antara hukum dan teladan,

melalui hukum dan teladan membuka masa depan bagi anak. Orang tua menjadi

sebuah janji melalui kebebasan, dukungan untuk keberhasilan masa depan anak.

Kristus sendiri menjanjikan sebuah keselamatan bagi anak dan Dia sendiri

keselamatan itu yang diberikan melalui penebusan dosa manusia dengan wafat

di salib. Begitulah hendaknya orang tua menjadikan dirinya sebuah janji melalui

kebebasan, dukungan untuk keberhasilan masa depan anak sehingga anak akan

mencapai keberhasilan melalui orang tua.

Orang tua mempunyai tugas atau tanggung jawab mendidik anak, sebab

tugas orang tua menjadi pendidik iman anak yang pertama dan utama.

(23)

dengan senang hati, terus menerus, tanpa pamrih dan pengorbanan diri. Dengan

kepercayaan dan keyakinan hendaknya orang tua terus mendampingi

anak-anaknya mengenai nilai-nilai yang pokok dalam hidupnya. Dan orang tua perlu

sadar bahwa Tuhan telah memilih dan memberi kepercayaan kepada mereka

untuk mendidik dan membesarkan anak-anak mereka agar berkembang sebagai

anak Allah sebagai sahabat Yesus, Bait Allah, Roh Kudus dan sebagai anggota

gereja.

Dalam mendidik anak, orang tua mempunyai dua fakta kodrati yang jelas,

yaitu yang pertama adalah bahwa orang tua mempunyai hak atas anaknya. Hak

orang tua atas anaknya adalah membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Orang

tua adalah sumber kehidupan anak, orang tua bersama Tuhan menciptakan

manusia baru. Kelahiran anak bukan hanya peristiwa jasmaniah saja, tetapi

merupakan buah cinta yang terindah sehingga orang tua memeliharanya dengan

sebaik-baiknya. Dan ketika anak beranjak dewasa anak diharapkan untuk dapat

memutuskan sendiri hal-hal yang menyangkut pribadinya dan orang tua hanya

memberi dorongan dan nasehat. Fakta yang kedua, anak berhak atas pendidikan.

Sebagai manusia yang mempunyai derajat dan martabat yang sama, anak

mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tua. Baik

anak, pendidikan merupakan suatu kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi, karena

pendidikan yang baik dari orang tua dapat membantu anak membangun dasar

yang kuat untuk kehidupan yang akan datang. Maka orang tua perlu

(24)

Namun dalam kenyataannya sering dijumpai banyak orang tua yang belum

menyadari sepenuhnya tentang pelaksanaan tugasnya, khususnya dalam

mendidik iman anak. Hal ini mungkin disebabkan oleh terpancarnya orang tua

terhadap tugas pada umumnya, misalnya seorang bapak yang mempunyai tugas

mencari nafkah untuk keluarga dan sedangkan ibu hanya mengurus dan merawat

anak. Ada juga anggapan dari orang tua bahwa mereka sudah mendidik jika

mereka sudah memenuhi kebutuhan dan memberi aturan-aturan dalam keluarga.

Berdasarkan pengalaman, penelitian dan informasi awal melalui

wawancara dengan beberapa orang tentang pendampingan orang tua dalam

sekolah minggu, yang terjadi di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi pada

sekarang ini banyak mengalami kemunduran. Di Paroki St Fransikus Assisi

Berastagi banyak orang tua yang lebih mementingkan pekerjaan daripada

mengembangkan perilaku iman anak. Selain itu banyak juga anak yang sudah

malas mengikuti kegiatan sekolah minggu karena pengaruh dari perkembangan

teknologi baik itu internet maupun TV, dan orang tua hanya diam saja. Orang

tua kurang menyadari bahwa kegiatan sekolah minggu sangat membantu

mengembangkan perilaku iman anak. Bimbingan orang tua tidak cukup hanya

sebatas ilmu saja. Mereka perlu menyadari bahwa mengembangkan perilaku

iman anak sangat penting dan juga membutuhkan peran orang tua serta

bimbingan agar anak senantiasa berkembang dalam hal imannya.

Melihat permasalahan di atas ini, maka penulis tergerak hatinya untuk

(25)

DALAM SEKOLAH MINGGU TERHADAP PERILAKU IMAN ANAK

DI PAROKI St FRANSISKUS ASSISI BERASTAGI”. Melalui judul ini,

penulis mengajak para orang tua di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi untuk

lebih memperhatikan perilaku iman anak dalam keluarga, tertutama dalam

keterlibatan anak dalam setiap kegiatan sekolah minggu maupun lingkungan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan peran pendampingan orang tua terhadap

perkembangan perilaku iman anak?

2. Sejauh mana peran pendampingan orang tua dalam meningkatkan perilaku

iman anak melalui kegiatan sekolah minggu ?

3. Sejauh mana orang tua memahami tugas dan tanggung jawab mereka dalam

mengembangkan perilaku iman anak?

4. Apakah orang tua di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi sudah

mengembangkan perilaku iman anak melalui kegiatan sekolah minggu?

5. Apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendampingan orang tua

dalam mengembangkan perilaku iman anak melalui sekolah minggu?

C. Tujuan Penulisan

1. Memberikan pengertian pada orang tua bahwa melalui kegiatan sekolah

(26)

2. Menjelaskan sejarah singkat sekolah minggu dan tujuan pelaksanaan sekolah

minggu.

3. Mendeskripsikan situasi kongkrit pendidikan iman anak di Paroki St.

Fransiskus Assisi Berastagi.

4. Membantu orang tua untuk memahami akan tugas dan tanggung jawab

dalam mengembangkan perilaku iman anak melalui kegiatan sekolah

minggu.

5. Mengetahui sejauh mana orang tua menyadari tugas dan tanggung jawab

sebagai pendidik iman anak yang utama dalam keluarga.

D. Manfaat Penulisan

1. Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap pentingnya mengembangkan

perilaku iman anak melalui kegiatan sekolah minggu.

2. Orang tua mendapatkan pemahaman yang cukup sebagai pendamping dalam

perkembangan iman anak serta menyadari perannya dalam pendampingan

iman anak dalam keluarga.

3. Memberikan masuk kepada orang tua agar mereka semakin menyadari dan

bertanggung jawab sebagai pendidik utama dan pertama dalam

mengembangkan perilaku iman

4. Memberikan masuk pada orang tua di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi

(27)

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif

analisis yakni memaparkan, menguraikan serta menganalisa permasalahan yang

ada, sehingga ditemukan jalan pemecahan yang tepat. Data diperoleh

berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada orang tua sebagi responden.

Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penulisan, dilakukan analisa terhadap

permasalahan yang ada. Penelitian ini dilaksanakan di Paroki St. Fransisikus

Assisi Berastagi Kabupaten Karo Sumatera Utara.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis

menyampaikan pokok-pokok gagasan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II: PERAN ORANGTUA TERHADAP PERKEMBANGAN

PERILAKU IMAN ANAK DALAM SEKOLAH MINGGU

Bab ini membahas tentang pengertian pendidikan iman; pengertian

pendidikan, perilaku iman, pendidikan anak, iman, pertumbuhan

dan perkembangan anak, pengertian pendidikan iman anak;

(28)

bentuk-bentuk pendidikan iman anak. Keluarga dan jemaat sebagai

kancah pendidikan iman anak; pendidikan iman anak dalam

keluarga, peran jemaat dalam pendidikan iman anak. Sekolah

minggu sebagai wadah mengembangkan perilaku iman anak;

pengertian sekolah minggu,latar belakang sekolah minggu,dasar

sekolah minggutujuan sekolah minggu. Peran orang tua terhadap

perkembangan iman anak di era modernisasi; peran orang tua

dalam perkembangan iman anak, orang tua dan kegiatan sekolah

minggu, konsekuensi peran orang tua; orang tua perlu sadar akan

peran utamanya, pengetahuan tentang cara mendampingi,

kemudian diterangkan dalam kerangka pikir.

BAB III: PENELITIAN TENTANG PENDAMPINGAN ORANG TUA

DALAM SEKOLAH MINGGU TERHADAP PERILAKU IMAN

ANAK DI PAROKI ST FRANSISKUS ASSISI BERASTAGI.

Pada bab ini dijelaskan metode penelitian; tujuan penelitian, jenis

penelitian, tempat dan waktu, populasi dan sampel, teknik

pengumpulan data, insterumen penelitian. Laporan penelitian

melalui kuesioner, hasil wawancara. Pembahasan hasil penelitian

dan kesimpulan hasil penelitian.

BAB IV USULAN PROGRAM KATEKESE UMAT SEBAGAI USAHA

MENINGKATKAN PERAN PENDAMPINGAN ORANG TUA

(29)

PENGEMBANGAN PERILAKU IMAN ANAK DI PAROKI ST

FRANSISKUS ASSISI BERASTAGI.

Membahas tentang katekese umat bagi orang tua dengan model

SCP; pengertian katekese umat, tujuan katekese umat bagi orang

tua, isi katekese umat bagi orang tua, kekhasan katekese bagi orang

tua, proses katekese umat bagi orang tua dengan model SCP.

Program katekese umat bagi orang tua di Berastagi dengan model

SCP; latar belakang program, tujuan program, contoh program

katekese umat bagi orang tua di paroki St Fransiskus Assisi

Berastagi.

BAB V: PENUTUP

(30)

BAB II

PERAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PERILAKU

IMAN ANAK DALAM SEKOLAH MINGGU

Dalam bab II skripsi ini penulis menguraikan tentang pendidikan iman

yang meliputi; Pengertian pendidikan, pengertian pendidikan iman anak.

Keluarga dan jemaat sebagai kancah pendidikan iman anak; pendidikan iman

anak dalam keluarga, peran jemaat dalam pendidikan iman anak. Sekolah

minggu sebagai wadah mengembangkan perilaku iman anak; pengertian sekolah

minggu, latar belakang sekolah minggu, dasar sekolah minggu tujuan sekolah

minggu. Peran orang tua terhadap perkembangan iman anak di era modernisasi;

peran orang tua dalam perkembangan iman anak, orang tua dan kegiatan sekolah

minggu, konsekuensi peran orang tua; orang tua perlu sadar akan peran

utamanya, pengetahuan tentang cara mendampingi, kemudian diterangkan

dalam kerangka pikir.

A. Pendidikan Iman

1. Pengertian Pendidikan Iman

a. Pengertian pendidikan

Pendidikan telah menjadi bagian dalam kehidupan di masyarakat. Jika

ditinjau dari lingkungan di mana pendidikan dilaksanakan, pendidikan

dibedakan menjadi pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan

(31)

menjadi pendidikan jasmani, pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan

lain-lain. Meskipun istilah pendidikan sering digunakan namun kadang arti

pendidikan sering kurang dipahami.

Bapak pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara, memberikan

rumusan tentang pendidikan sebagai berikut:

“Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksud dari pendidikan yaitu menuntut segala kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaanya yang setingginya” (Suwarno, 1992:2-3).

Menurut Driyarkara (Driyarkara, 1980:87), pada hakekatnya pendidikan adalah

“pemanusian manusia muda”. Proses pemanusiaan manusia muda tersebut

dalam arti humanisasi. Anak didik sebagai manusia muda kendati sejak lahir

sudah seorang pribadi manusia, tetapi masih perlu bertumbuh menjadi manusia

yang paripurna. Proses humanisasi berarti proses pemanusiaan dalam arti

pembudayaan.

Berkaitan dengan pendidikan, Gereja juga mempunyai suatu pandangan

tersendiri. Konsili Vatikan II dalam Deklarasi tentang Pendidikan Kristen

memberi petunjuk yang jelas yakni: “Pendidikan yang benar mengikhtiarkan

pembinaan pribadi manusia untuk tujuan akhirnya dan serentak untuk

kepentingan masyarakat. Manusia adalah anggota masyarakat dan setelah

dewasa ia berperan serta dalam tugas-tugas masyarakat” (GE art 1). Konsili

Vatikan II menyatakan bahwa pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang

menuju ke pembentukan pribadi manusia dalam kaitannya dengan arah tujuan

(32)

masyarakat tempat peserta didik menjadi anggota dimana ia harus bertanggung

jawab sebagai warga yang dewasa. Dari pengertian pendidikan di atas maka

dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha membantu seseorang.

b. Perilaku Iman

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak bisa diamati pihak luar. Aktifitas manusia

yang dapat diamati langsung itu seperti orang berjalan, naik sepeda,

mengendarai motor atau mobil. Sedangkan aktifitas yang tidak dapat diamati

pihak luar seperti seorang yang duduk diam dengan buku di tangan. Kita tidak

dapat mengetahui kegiatan apa yang sedang dilakukan orang tersebut sekalipun

kita mengetahui bahwa orang sedang membaca. Kegiatan membaca tersebut

sebenarnya merupakan perkiraan saja dari orang yang melihatnya.

Melalui pengertian ini dapat dilihat bahwa perilaku itu dapat dilihat

melalui indera karena perilaku itu adalah tindakan dari subyek itu sendiri

dimana ia mendapat rangsangan dari luar untuk melalukan suatu tindakan.

Misalnya seorang anak melihat temannya menaiki sepeda kemudian untuk sama

seperti temannya yang bisa naik sepeda iapun juga harus belajar untuk naik

sepeda. Dalam konteks perilaku iman, penulis mengambil contoh dari

pengalaman anak seperti bersikap sopan terhadap orang tua, jujur, adil,

(33)

c. Pendidikan Anak

Pelaksanaan pendidikan itu tidak hanya berlangsung di dalam keluarga

saja, melainkan pendidikan itu dapat berlangsung di berbagai tempat antara lain:

keluarga, sekolah dan masyarakat atau lingkungan dimana anak hidup. Ketiga

lingkup pendidikan itu memiliki perbedaan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu

dengan yang lain, sebab pendidikan merupakan satu kegiatan yang diterima

anak dalam keluarga dan masyarakat yang merupakan rangkuman dari proses

yang berlangsung seumur hidup.

Dari semua tempat tersebut yang menjadi pendidikan yang pertama dan

terutama adalah keluarga. Dalam keluarga seorang anak mendapat pendidikan

yang pertama dari orang tuanya seperti perhatian, kasih sayang, teguran dan

nasehat semenjak ia kecil. Dalam hal ini orang tua berperan sebagai pendidik

yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Keluarga merupakan pendidikan

dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak di sekolah dan

masyarakat, sebab itu orang tua sebagai penanggungjawab iman anak dalam

keluarga, bertanggung jawab dan berkewajiban untuk menanamkan nilai-nilai

kehidupan yang berguna bagi pembentukan mental dan kepribadian anak-anak

itu sendiri.

Pendidikan anak sejak dini harus ditanamkan dalam keluarga sehingga

anak dapat berkembang menjadi seorang yang beriman. Pentingnya pendidikan

iman dalam keluarga memperlihatkan bahwa orang tidak boleh hanya

mementingkan pendidikan secara umum yakni yang berkaitan dengan prestasi

(34)

hanya mencakup mengajar agama, melainkan juga perlu memperkenalkan

sikap-sikap dasar hidup kristiani, diantaranya kasih, jujur, adil terhadap orang

tua dan sesama yang dijumpainya setiap hari.

Selain pendidikan agama yang peroleh dari keluarga, anak juga mengenal

pendidikan dari pengenalannya akan dunia luar yakni sekolah, lingkungan,

masyarakat dan umat atau gereja. Anak belajar dari pengalaman hidupnya

sehari-hari. Pengenalan pendidikan iman anak dalam keluarga, sekolah,

lingkungan, masyarakat, umat atau gereja bertujuan agar anak seusia dini

mungkin dapat menyadari dan mengenali imannnya yang sedang tumbuh,

sehingga anak semakin tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dewasa.

Anak diajar untuk memberi sesuatu kepada yang membutuhkan

pertolongan, berbicara terbuka terhadap kesalahan yang dilakukannya,

memaafkan teman yang bersalah padanya, tidak membenci teman yang berbuat

salah padanya. Anak juga diajari untuk bersikap sopan terhadap orang yang

lebih tua, tidak membeda-bedakan teman atau memilih-milih teman dalam

bergaul, bertanggung jawab atas tugas yang diberikan kepadanya, bekerja

dengan tekun dalam menyelesaikan tugas. Anak diajar untuk melihat,

merasakan dan melakukan suatu tindakan yang baik yang didasarkan pada

ketulusan hati untuk mencintai sesamanya yang berkekurangan. Anak diajak

untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang baik yang didasari oleh

kehendaknya yang baik sehingga mendorong serta memotivasi anak untuk

(35)

Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II menyatakan

demikian:

Tugas mendidik berakar dalam penggilan suami-istri untuk berperan serta dalam karya penciptaan Allah, karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan terutama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dilengkapi, sebab merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkup keluarga yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang tehadap sesama sedemikian rupa sehingga menunjang kebutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkup pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan masyarakat (FC art 36)

Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik anak bersifat hakiki karena

berkaitan dengan penyaluran hidup. Selain itu bersifat asli dan utama terhadap

peran serta orang lain dalam pendidikan, karena keistimewaan cinta kasih antara

orang tua dan anak-anak. Lagi pula tidak dapat digantikan atau diambil alih oleh

siapapun, karena itu tidak dapat diserahkan kepada orang lain atau direbut oleh

orang lain.

d. Iman

Iman adalah jawaban pribadi atas prakarsa Allah yang dikenal dalam

Firman-Nya dan dalam campur tangan Allah demi keselamatan. Iman bukan

hanya hasil refleksi manusia tetapi merupakan buah cuma-cuma yang dihasilkan

oleh kuasa Allah, Roh Kudus dalam diri kita (Xavier Leon Dufour, 1990:282).

Iman merupakan jawaban terhadap Allah akan wahyu yang dianugrahkan pada

manusia. Iman bukan semata-mata tindakan manusia namun lebih pada karya

(36)

meninggalkan cinta diri menuju cinta hukum kasih Allah dan mengikat diri pada

Kristus (Goretti, 1999:3). Manusia disertai rahmat Allah untuk menjawab

wahyu Allah. Iman juga merupakan hubungan pribadi dengan Allah, yang hanya

mungkin karena rahmat Allah. Akan tetapi iman tidaklah buta. Orang beriman

mengetahui kepada siapa ia percaya (2Tim 1:12).

Melihat bahwa iman merupakan jawaban pribadi manusia atas prakarsa

yang dikenal dalam firman-Nya maka dalam pengalaman konkret setiap hari

manusia perlu menanggapi setiap sapaan Tuhan dalam hidupnya sehari-hari,

sehingga dalam situasi apapun manusia tetap setia dan beriman pada Allah.

Beriman kepada Allah berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada kuasa

Allah.

Dalam buku ilmu kateketik dikatakan bahwa seorang beriman adalah:

“Orang yang menerima dan mau tunduk serta berserah kepada Allah, mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah kebenaran, menaruh kesadaran kepada-Nya dan bukan dirinya sendiri, dan dengan demikian menjadi teguh dan benar oleh karena kebutuhan dan kebenaran Allah” (Telaumbanua, 1999:44).

Dengan demikian seorang dapat dikatakan beriman bila percaya dan

menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah. Beriman berarti menyerahkan

diri sepenuhnya kepada kehendak dan kuasa Tuhan. Untuk sampai pada iman

yang mendalam dan penyerahan diri seutuhnya pada Tuhan, maka manusia

perlu membiasakan diri terus-menerus menghadirkan bimbingan Roh Kudus

dalam seluruh peristiwa hidupnya, dan membiarkan hidupnya dipimpin

(37)

memampukan kita untuk semakin percaya dan berharap pada Tuhan adalah

kebenaran.

Boleh dikatakan orang yang beriman kepada Tuhan berarti menyerahkan

seluruh hidupnya hanya untuk Tuhan, dan tanpa ada suatu paksaan melainkan

suatu keyakinan penuh dan suka rela. Oleh karena itu iman sesungguhnya

adalah penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena

terpaksa melainkan dengan sukarela (KWI, 1996:128).

e. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Semenjak bayi dilahirkan ke dunia, ia sudah secara tidak langsung

berkenalan dengan iman. Iman yang dimaksud disini adalah tindakan dari ibu

atau bapak dalam memberikan kasih sayang, menyusui dan menjaganya hingga

ia bertumbuh menjadi seorang anak. Sikap, cinta kasih dan perhatian dari orang

tua akan berdampak positif bagi perkembangan iman bayi menuju tahap

selanjutnya pada tahap anak.

Anak adalah seseorang yang berusia 2-12 tahun dan mereka memiliki

potensi untuk menjadi dewasa (Soemanto, 1990:166). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil yang dapat kita

perlakukan sebagaimana memperlakukan orang dewasa dan bukan seseorang

mahluk yang dapat kita buat sebagai kelinci percobaan bila kita menginginkan

sesuatu yang baru, tetapi anak adalah seorang individu yang mempunyai hak

(38)

Pada tahap anak, orang tua mengajarnya untuk bersikap baik itu kepada

orang tua maupun dengan orang lain dalam hal ini dengan teman-temannya.

Karena setelah anak bertumbuh menjadi seorang remaja dan dewasa, ia akan

masuk ke dalam kehidupan sosial yang lebih besar tidak terbatas pada

keluarganya saja melainkan ia masuk kedalam kelompok orang dalam

lingkungannya baik itu lingkungan sekolah maupun masyarakat. Dalam, proses

pergaulannya seorang anak yang dididik untuk bersikap baik terhadap orang lain

secara tidak langsung akan memberi pengaruh dan contoh yang baik pada

teman-temannya maupun masyarakat dimana ia bergaul. Orang tua memberikan

pendidikan sosial berupa sikap melayani dengan cinta, bergaul dengan semua

orang, menghargai dan sikap berempati atau tenggang rasa kepada orang lain

yang menderita. Selain pendidikan sosial, orang tua juga memberikan

pendidikan kedisiplinan misalnya disiplin dalam bermain belajar, makan,

bekerja, berdoa. Pendidikan keterampilan juga diberikan orang tua misalnya,

membersihkan rumah, menata ruangan, melukis, dan lain-lain.

Seorang anak yang telah dibaptis berarti masuk dalam persekutuan hidup

dengan jemaat beriman lainnya. Setelah menerima sakramen Krisma anak

menjadi dewasa dalam iman dan tindakan. Ketika anak menjadi dewasa

imannya menjadi lebih kritis dengan menanggapi pengalaman-pengalaman

hidup terkhusus pengalaman religius yang dialaminya. Pengalaman religius itu

misalnya mengalami perjumpaan dengan Allah dalam doa atau dalam

keheningan. Merasa bahwa Allah hadir dan menyapanya. Pengalaman hidup itu

(39)

Memberi sedekah kepada yang berkekurangan merupakan sikap hidup orang

beriman.

Setelah dewasa anak diajar pengetahuan tentang imannya. Pada waktu

dewasa ia lebih berpikir kritis dalam mengaitkan antara pengalaman hidup,

pengalaman religius dan pengetahuannya. Pengalaman hidup, religius dan

pengetahuan merupakan aspek-aspek dalam hidup ketika seorang anak menjadi

dewasa. Orang beriman tahu lebih mendalam mengenai Allah justru dalam

penyerahan iman. Tidak mungkin mengenal seseorang tanpa mengetahui

apa-apa mengenai dirinya. Begitu juga anak tidak dapa-apat menyerahkan diri pada

Allah, kalau ia tidak tahu siapakah Allah itu. Supaya dapat beriman dengan

sungguh-sungguh, seorang anak harus mengetahui kepada siapa ia menyerahkan

diri. Selanjutnya dalam penyerahan itu anak dapat memasuki pengetahuan yang

lebih mendalam tentang imannya.

f. Pengertian Pendidikan Iman Anak

Dari uraian di atas maka dapat diterangkan bahwa pendidikan iman adalah

suatu usaha untuk membantu anak agar sampai pada kedewasaan iman dengan

selalu tetap memperhatikan kodrat dan kemampuan dalam diri anak di mana

usaha itu adalah sebuah proses yang terus-menerus. Pendidikan iman diberikan

secara khusus kepada anak yang telah dipermandikan dengan sebuah tujuan agar

anak semakin memperdalam imannya dan membantu menjawab kebutuhan

(40)

Pendidikan iman anak adalah tanggung jawab utama dari orang tua. Orang

tua dapat memulai dengan menanamkan pengertian bahwa hidup beriman

merupakan kunci dasar hidup. Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes

Paulus II menyatakan demikian:

Pendidikan iman mempunyai tujuan utama agar sebagai orang yang sudah dibaptis mereka secara bertahap dibimbing ke dalam pemahaman tentang misteri keselamatan, agar mereka khususnya anak belajar menyembah Allah dalam Roh dan dalam kebenaran terutama melalui ibadat liturgis dan agar mereka terdidik untuk menghayati hidup pribadi yang benar dan Kudus, menurut kodrat mereka yang baru (FC art 39).

Secara tidak langsung sikap orang tua menunjukkan bahwa iman benar

dihayati dalam keluarga, misalnya ketika pergi dan pulang kantor bapak

menyalami isteri dan anak-anaknya, ketika makan bersama bapak atau ibu

memberikan kesempatan pada salah seorang anak untuk memimpin doa, jika

ada masalah orang tua tidak memperlihatkan di depan anak tetapi dengan dialog

dan saling pengertian dalam menyelesaikan masalah rumah tangga dan lain-lain.

Pendidikan iman anak yang diberikan orang tua kepada anak-anak hendaknya

memberikan semua topik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan pribadi

anak-anak menuju pada kematangan dan kedewasaan dari sudut pandang

Kristus dan gerejani, dengan berusaha menunjukkan kepada anak-anak mereka

betapa dalamnya makna yang diselami berkat iman dan cinta akan Yesus

Kristus. Topik itu misalnya pelajaran tentang kasih bahwa anak diajarkan untuk

saling membantu khususnya terhadap orang berkekurangan, tidak dendam atau

(41)

memperkenalkan pada anak kebaikan yang ada pada diri Allah yang perlu

dicontohi dalam hidupnya.

2. Pentingnya Pendidikan Iman Anak

Gravissimum Educationis (GE) art 3 menjelaskan bahwa orang tua sebagai

penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik

anak-anak. Orang tua katolik yang telah diperkaya dengan rahmat Sakramen

Perkawinan mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya sejak dini secara

katolik. Mendidik secara katolik berarti orang tua harus berusaha

memperkenalkan Allah kepada anak-anak, baik tentang pribadi Allah maupun

bagaimana seharusnya anak berbakti pada Allah seperti yang telah orang tua

terima dalam pembaptisan. Pendidikan iman kepada anak bukan untuk

membentuk pribadi anak namun semata-mata merupakan usaha untuk

membantu anak menemukan kedewasanan imannya dengan menggunakan

potensi dan benih iman yang ada dalam diri anak. Benih iman ini diharapkan

dapat tumbuh dan berkembang dengan subur dan akhirnya berbuah.

Pertumbuhan yang diharapakan sangat dipengaruhi oleh cara orang tua

membantu merawat dan menjaganya.

Hubungan antara anak dengan Allah, yaitu anak mempunyai anggapan

bahwa Allah seperti orang tuanya. Di sinilah kiranya orang tua harus dapat

memberikan pengertian tentang gambaran Allah yang benar melalui teladan

(42)

bukan sosok yang selalu mengatur melainkan Allah yang selalu penuh ikhlas

dan ketulusan sehingga peran orang tua sebagai citra Allah sungguh nyata

melalui sikap keteladanan ini (Ul 6:7). Dari usaha pembenaran tentang

gambaran Allah kepada anak diharapkan anak dapat memulai relasi yang dekat

dan mendasar dengan Allah hingga akhirnya anak merasa sangat bersahabat

dengan Allah.

Pendidikan iman bukan hanya semata-mata menunjukkan jati diri Allah

yang sebenarnya perlu diingat bahwa iman memerlukan perayaan dan

penghayatan. Pendidikan iman yang menyangkut perayaan iman diupayakan

melalui kesetiaan dalam hal berdoa dan beribadah yang dilalukan bersama

dengan anggota keluarga dapat menjadi kebiasaan anak dalam beribadah dan

akhirnya menjadi sebuah kerinduan untuk berjumpa dengan Allah melalui

perayaan iman. “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian juga iman

tanpa perbuatan adalah mati” (Yak 2:26). Iman memerlukan penghayatan dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga iman juga dapat membawa kedamaian bagi

orang lain. Oleh karena itu anak sangat membutuhkan bantuan dan bimbingan

dari orang-orang dewasa khususnya dari orang tua yang merupakan figur yang

dihormati oleh anak-anak.

Awal kehidupan dan lingkungan utama anak adalah keluarga. Dalam

keluarga anak belajar dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku yang akan

dipergunakan untuk berhubungan dengan orang lain di luar keluarga (Adiyanti

(43)

dan perilaku anak dalam keluarga dengan memberi kasih sayang dan perhatian

penuh, maka iman anak bertambah dan berkembang ke arah yang lebih baik dan

terutama ketika anak berada di luar keluarga.

Namun dalam kehidupan setiap hari seringkali orang tua salah mengerti

peran mereka sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam

keluarga. Mereka berpikir bahwa tugas yang paling pertama dan utama adalah

mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan memberi uang dan

materi tugas mereka dianggap sudah selesai tanpa ada waktu sedikit pun untuk

berdialog dan bersahabat dengan anak-anak untuk mengetahui situasi hidup

mereka, jadi tidak mengherankan bila anak-anak mereka lebih mengasihi

pembantu dari pada orang tuanya sendiri.

Memang kebutuhan yang lain sangatlah menunjang tetapi yang paling

penting dan mendasar dalam hidup anak yang masih kecil dalam keluarga

adalah perhatian dan kasih sayang. Karena sikap inilah yang akan

mempengaruhi hidup hidupnya dimasa yang akan datang. Sebagai orang tua

yang bijaksana perlu memperhatikan bagaimana cara terbaik dalam menciptakan

suasana yang kondusif terutama membantu pertumbuhan dan perkembangan

iman anak dalam keluarga. Anak akan melihat dan belajar banyak dari

kehidupan di mana mereka tinggal.

Orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga perlu

memperhatikan pendidikan iman anak dalam keluarga secara lebih bijaksana

(44)

kesaksian hidup yang baik dalam keluarga. Seorang anak bagaikan sebuah

lembaran putih. Apa yang tertulis pada lembaran itu, hal itu pula yang akan

memberi warna pada diri anak. Dengan demikian bahwa kesaksian hidup orang

tua dalam keluarga sangatlah besar pengaruhnya bagi kehidupan anak dalam

keluarga. Karena anak lebih banyak melihat dan merekam apa yang dilakukan

orang tua terhadap mereka didalam keluarga.

3. Tujuan Pendidikan Iman Anak

Orang tua yang pertama mengajari dan membimbing anak-anaknya

menjadi orang yang berguna bagi Negara dan Gereja. Awal kehidupan dan

lingkungan utama bagi anak adalah keluarga. Keluarga akan memberikan

dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku yang akan dipergunakan untuk

berhubungan dengan orang lain.

Pendidikan iman anak dalam keluarga bertujuan untuk membantu anak

agar semakin berkembang dan bertumbuh menjadi seorang pribadi yang lebih

dewasa dan bertanggung jawab serta mampu mewujudkan iman dalam

pengalaman konkret sehari-hari melalui kedekatan mereka secara pribadi akan

Yesus yang telah mereka hidupi dalam keluarga. Oleh sebab itu tahap demi

tahap anak perlu dibantu dan dibina terus-menerus, sehingga pengalaman iman

akan Yesua yang mereka peroleh dalam keluaraga tetap mewarnai seluruh hidup

mereka. Betapa pentingnya tujuan pendidikan iman anak dalam keluarga.

(45)

adalah orang tua. Melalui kesaksian hidup orang tua dalam doa bersama,

membaca sabda Tuhan bersama, ke gereja bersama, maka dengan sendirinya

orang telah mengantar anaknya untuk sampai pada kepenuhan iman yang

mendalam akan Yesus Kristus yang sengsara, wafat dan bangkit, akhirnya

dalam diri anak tumbuh suatu kerinduan besar untuk semakin mencintai Yesus

dalam hidup mereka setiap hari.

4. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak

Pendidikan iman anak dimulai sedini mungkin, sejak lahir dan

terus-menerus sampai anak menjadi dewasa. Orang tua wajib menjamin pendidikan

katolik, tidak hanya sebagai kewajiban tetapi anak perlu mendapat bimbingan

agar iman yang tertanam seharusnya menjadi milik pribadi. Orang tua harus

menjamin dan memelihara iman anak, menciptakan suasana katolik dalam hidup

mereka. Karena iman merupakan anugerah atau panggilan dari Tuhan yang

bertumbuh sesuai dengan dinamika perkembangan anak, usia, psikologi

inteletual dan lingkungan. Orang tua dituntut kemampuannya memberi

pendidikan iman menuju pada kedewasaan iman. Selain nilai-nilai iman yang

ditanamkan dalam keluarga, orang tua juga perlu menanamkan bentuk

pendidikan iman lainnya yang bisa membantu perkembangan dan pertumbuhan

iman anak melalui setiap cara yang nantinya dapat membantu pribadi anak

(46)

Bentuk-bentuk pendidikan iman anak adalah pendidikan sosial,

pendidikan keterampilan dan pendidikan kedisiplinan. Pendidikan sosial

bagaimana orang tua mempelajari anak-anak mereka bersikap seperti sikap

melayani dengan penuh cinta, sikap untuk bergaul dengan semua orang, sikap

menerima orang apa adanya, sikap menghargai dan sikap berempati atau

tenggang rasa kepada orang lain yang menderita dan yang mengalami

kesusahan. Pendidikan ketrampilan, bagaimana orang tua mengajari

anak-anaknya untuk terampil dalam memasak, menjahit menata bunga, menata

rumah, terampil dalam melukis dan lain-lain. Pendidikan kedisiplinan,

bagaimana orang tua mengajar anak-anaknya untuk disiplin dalam waktu

belajar, makan, bermain, bekerja, berdoa dengan baik dalam keluarga,

lingkungan dan gereja. Apabila dalam keluarga orang tua sudah menanamkan

pendidikan ini dan memberi kepercayaan penuh kepada anak-anaknya sejak

masih kecil dalam keluarga, maka anak akan semakin bertanggungjawab dengan

sikap hidupnya baik di dalam keluarga, sekolah, gereja maupun masyarakat

yang lebih luas.

B. Keluarga dan Jemaat Sebagai Kancah Pendidikan Iman Anak

1. Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan iman anak.

Dari orang tua anak mulai dan mendapat pendidikan iman yang pertama dan

utama, dan mulai mengalami perhatian dan kasih sayang. Perhatian dan kasih

(47)

Anak adalah milik Tuhan, diserahkan sepenuhnya kepada orang tua untuk

mengasuh dan mendidik mereka, orang tua dipanggil pada suatu tanggung jawa

baru. Tanggung jawab ini harus diterima sebagai suatu anugrah dari Allah.

Dalam dokumen Gravissimum Educations, khususnya pada ayat art 3

digaris bawahi pentingnya peranan dan tanggung jawab orang tua sebagai

pendidik iman yang pertama dan utama dalam keluarga yang dapat menciptakan

dan hidup dalam nilai-nilai kristiani pada diri anak-anaknya. Orang tua telah

menerima tugas dan tanggungjawab dari Tuhan menjaga dan memelihara serta

mendidik anak-anak sesuai jalan Tuhan. Oleh karena itu, para orang tua wajib

menciptakan lingkungan keluarga yang selalu dijiwai oleh semangat cinta kasih

terhadap Allah dan manusia. Keluarga akan selalu menciptakan pendidikan

iman anak secara menyeluruh dan utuh, terutama dalam hal perkembangan iman

anak maupun perkembangan pribadi anak. Orang tua memberikan nilai iman

dalam hidup anak sehari-hari, terutama kebajikan-kebajikan yang telah diterima

dalam keluarga.

Apostolik Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio menekankan

bahwa peranan keluarga Kristen dalam dunia modern. Dalam dunia modern

yang mengalami perkembangan sangat pesat dimana masyarakat dan budaya

mengalami perubahan yang mendalam, keluarga-keluarga katolik sebagai

Gereja kecil dalam masyarakat perlu memberikan perhatian penuh pada

perkembangan iman anak-anaknya, pernikahan dan keluarga Kristen bertujuan

untuk membangun Gereja. Dalam keluarga manusia tidak hanya menerima

(48)

memasuki pesekutuan manusiawi serta melalui kelahiran baptis dan pendidikan

iman anak juga diajak memasuki keluarga Allah yakni Gereka (FC art 15).

2. Peran Jemaat Dalam Pendidikan Iman Anak

Dalam jemaat setempat, umat dapat memberi bantuan lebih besar dalam

pendidikan iman anak, terutama kepada anak-anak atau keluarga-keluarga yang

kurang memperhatikan pendidikan katolik anak-anaknya. Memang peran liturgi

selalu mempunyai unsur dan fungsi pendidikan juga terhadap anak-anak

meskipun demikian, amat penting bahwa dalam pelajaran agama, baik di

sekolah maupun di Paroki, pendidikan iman anak diberi perhatian yang wajar,

supaya perkembangan iman anak dapat diperhatikan secara bertahap.

Pendidikan iman anak yang harus diselaraskan dengan alam pikiran dan daya

tangkap anak-anak. Sehubungan dengan ini terutama pendidikan iman anak,

maka bukan hanya orang tua saja yang perlu memperhatikan perkembangan

iman anak tetapi para jemaat di sekitar maupun guru.

Dalam pendidikan iman anak orang tua tidak hanya bekerja sendiri tetapi

harus bekerja sama dengan jemaat atau guru, supaya anak-anak dapat

berkembang sesuai dengan umur dan taraf pertumbuhannya, bukan hanya dalam

menghayati hal-hal Ilahi pada umumnya, melainkan juga dalam mengalami

nilai-nilai manusiawi yang terdapat dalam pelajaran sekolah minggu atau

perayan Ekaristi anak. Nilai-nilai manusiawi misalnya; kebersaman, pemberian

salam, kemampuan untuk minta ampun dan memberi ampun ungkap rasa terima

(49)

anak banyak dapat pelajaran yang diterima diantaranya adalah: memperkenalkan

nilai-nilai manusiawi kepada anak-anak, sehingga tahap demi tahap jiwa anak

terbuka menangkap nilai-nilai kristiani dan untuk merayakan misteri Kristus

sesuai umur mereka.

Maka pengalaman dalam hidup bersama merupakan kesatuan dalam

keluarga maupun dalam hidup bersama dengan orang lain juga hidup

bermasyarakat. Kesadaran dalam hidup bersama keluarga dan bersama orang

lain sungguh menyenangkan sebab dalam kebersamaan semua orang atau semua

anggota keluarga sungguh merasakan kehangatan di dalam keluarga juga

membina kesadaran hidup dengan orang lain atau dengan Jemaat sebagai satu

keluarga dalam Kristus. Orang harus menciptakan suasana kebersamaan di

dalam keluarga, masyarakat, maupun jemaat setempat, karena kebersamaan

merupakan tanda persatuan dan kesatuan hidup yang akrab dengan anggota

jemaat lainnya.

C. Sekolah Minggu Sebagai Wadah Mengembangkan Perilaku Iman

Anak.

1. Pengertian Sekolah Minggu

PIA adalah singkatan dari Pendampingan Iman Anak yang sebelumnya

biasa disebut dengan ‘Sekolah Minggu”. Istilah sekolah minggu ini memang

cukup dikenal. Sekolah minggu adalah suatu kegiatan di gereja yang diikuti oleh

anak-anak untuk memperdalam iman mereka. Sekolah minggu merupakan salah

(50)

Sekolah minggu tidak hanya mengembangkan iman anak, tetapi juga wadah

perkembangan kepribadian anak-anak.

Kegiatan sekolah minggu adalah salah satu kegiatan yang penting karena

bertujuan untuk membimbing, membina, dan mendampingi anak agar semakin

mengenal dan mampu menjalin persahabatan dengan Yesus secara lebih dekat,

seperti apa yang telah difirmankan Yesus sendiri dalam Injil Luk 18:15-17

yakni: “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku dan jangan kamu

menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang

empunya Kerajaan Allah”.

Anak-anak adalah individu yang mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda

dengan yang lainnya. Anak-anak juga merupakan umat Allah yang diselamatkan

oleh-Nya. Anak juga menerima rahmat Allah yang diterimanya dari sakremen

pembaptisan. Oleh karena itu, anak-anak mempunyai hak yang sama dengan

kaum beriman lainya untuk berkembang dalam iman. Untuk dapat

mengembangkan iman anak-anak, diperlukan suatu aktivitas yang sesuai dengan

psikologi anak. Oleh karena itu, Gereja mengadakan kegiatan khusus untuk

anak-anak yang disebut dengan Sekolah Minggu atau PIA (Pendampingan Iman

Anak).

Berdasarkan pemahaman tentang sekolah minggu, maka menurut penulis

sekolah minggu adalah suatu proses pendampingan yang dilakukan oleh orang

beriman dewasa kepada anak-anak untuk mengembangkan iman mereka kepada

Yesus Kristus. Yang bertujuan untuk membantu mengembangkan imannya

(51)

terlibat aktif dalam kehidupan menggereja. Kegiatan Sekolah minggu tidak akan

berjalan dengan baik dan lancar jika tidak ada dukungan dan kerjasama yang

baik antara pastor paroki, para pendamping, orang tua dan dari semua umat.

2. Latar Belakang Sekolah Minggu.

Sekolah minggu adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Gereja

supaya tercapai pendidikan iman bagi anak-anak. Oleh sebab itu, kita semua

hendaknya mengetahui seluk beluk pendampingan iman bagi anak-anak. Hal ini

diperlukan agar dalam mendampingi anak-anak, pendamping dapat memberikan

materi yang sungguh sesuai dengan maksud dari kegiatan sekolah minggu.

Untuk mengetahui seluk-beluk sekolah minggu, Didik Bagiyowinadi

(2009:43-46) mengatakan tentang asal mula Pendampingan Iman Anak yang

pada awal mula namanya adalah Sekolah Minggu. Awal mula Sekolah minggu

berasal dari tradisi Gereja Protestan. Sejak reformasi Gereja oleh Martin Luther,

beberapa Gereja dan negara memang kemudian menerima Protestantisme dan

melepaskan diri dari negara-kepausan di Roma, salah satunya adalah Inggris.

Pada abad 18 Inggris mengalami krisis ekonomi yang sangat parah,

sehingga setiap orang berusaha bekerja mencukupi kebutuhan hidupnya, dan

memberikan makan kepada anak-anaknya. Karena situasi yang seperti itu, maka

banyaklah anak gelandangan yang sangat kurang perhatian, mereka pun harus

bekerja setiap hari dan hanya libur pada hari Minggu. Dengan situasi yang

seperti ini, maka anak-anak akhirnya menjadi liar dan nakal. Ada seorang

(52)

merasa prihatian dan mengajak teman-temannya untuk mencoba mengubah

keadaan dengan mendampingi mereka. Setiap minggu anak-anak di kumpulkan

di dapur milik ibu Meredith. Di dapur itulah anak-anak mendapatkan makanan,

pelajaran tentang sopan santun, membaca, menulis dan mengajarkan tentang

Kitab Suci. Dibutuhkan waktu yang sangat lama serta perjuangan, kesabaran,

dan keuletan dalam mendampingi anak-anak apa lagi nereka anak-anak liar dan

nakal. Sekolah minggu juga berkembang di kota-kota lain, sehingga pada tahun

1785 di seluruh Inggeris anak-anak yang terkumpul menjadi 250.000.

Gereja Katolik melihat bahwa pewartaan bagi anak-anak yang dilakukan

oleh Gereja Protestan cukup berhasil, maka gereja Katolik juga mengadakan

kegiatan sekolah minggu. Tetapi karena tujuan dan kegiatan itu untuk

membantu anak-anak katolik dalam mengembangkan imannya, serta setiap

paroki tidak semua melakukannya pada hari minggu, maka nama Sekolah

Minggu dirasa kurang sesuai. Sehingga nama kegiatan ini disetiap Paroki

berbeda-beda misalnya: Bina Iman Anak, Pendampingan Iman Anak, ASMIKA

(Anak Sekolah Minggu Katolik), atau menggunakan nama santo-santa. Maria

Gorreti Sugiarti (1999:2-3) menjelaskan bahwa kegiatan sekolah minggu yang

terjadi di paroki-paroki, mula-mula bertujuan agar orang tua tidak terganggu

dalam mengikuti perayaan Ekaristi.

3. Dasar Sekolah Minggu.

Sekolah minggu memiliki landasan edukatif dan teologis. Dasar

(53)

adalah iman anak akan bertumbuh dan berkembang melalui rahmat Allah sendiri

yang berkarya pada diri anak-anak dan orang tua pun bertanggungjawab atas

tumbuh dan berkembangnya iman anak. Dasar edukatif munculnya sekolah

minggu berkaitan dengan pentingnya pendidikan usia dini bagi anak-anak

sebagai usaha untuk menyiapkan anak-anak menjadi genarasi penerus Gereja.

Jika, sejak masa anak-anak tidak diperhatikan maka akan menjadi lebih susah

diarahkan ketika mereka menginjak masa dewasa. Maria Goretti Sugiarti

(1999:17) menjelaskan bahwa:

Orang Kristiani yang telah dilahirkan kembali dari air dan Roh adalah putra-putri Allah, dan karena itu mereka berhak menerima pendidikan Kristiani bertujuan mematangkan pribadi manusia, yaitu menjadi manusia sempurna sesuai dengan kepenuhan Kristus (bdk. Ef 4:13). Konsili Vatikan II dalam hal ini mengingatkan, agar semua orang beriman menikmati pendidikan Kristiani, terutama angkatan muda yang merupakan harapan Gereja.

Keluarga katolik perlu menciptakan keluarga yang penuh kasih, beriman

kepada Allah dan mencitai sesama sesuai dengan ajaran kristiani yang

diimaninya. Konsili Vatikan II menyatakan, bahwa orang tua mempunyai tugas

mendidik anak-anaknya, termasuk pendidikan iman, tetapi juga membutuhkan

bantuan masyarakat dan orang beriman. Maka, pendidikan iman juga menjadi

tugas Gereja untuk membantu orang tua mendidik anak-anak dalam

mengembangkan iman mereka, karena anak-anaklah yang nantinya akan

menjadi generasi penerus Gereja. Dalam Dekrit tentang Pendidikan Kritiani art

3 dikatakan:

(54)

mendidik, masyarakat pun mempunyai kewajiban-kewajiban serta hak-hak tertentu, sejauh merupakan tugas wewenangnya untuk mengatur segala sesuatu yang diperlkukan bagi kesejahteraan umum di dunia ini. Akhirnya pun harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan terutama karena Gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang (GE 3).

4. Tujuan Sekolah Minggu

Tujuan sekolah minggu adalah menolong orang tua katolik dalam usaha

untuk menyiapkan lingkungan yang baik bagi anak, dan membantu

anak-anak dalam menumbuhkan imannya terutama dalam hal iman dan

kepribadiannya. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan suatu proses

pendampingan yang berupa aktivitas, refleksi bersama, permainan yang

bertujuan untuk menjaga tercapainya tujuan sekolah minggu. Sedangkan tujuan

utama sekolah minggu Anak-anak peserta sekolah minggu memiliki sikap dan

wawasan iman katolik serta bangga atasnya, serta mampu pula mengungkapkan

dan mewujudkan imannya sesuai usia mereka. Adapun maksud pelaksanaan

sekolah minggu dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi dan iman

anak.

b. Mengembangkan kesadaran akan nilai-nilai moral.

c. Mengembangkan pemahaman dan penghayatan liturgi.

d. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar.

(55)

f. Mengembangkan sifat sportif pada anak

D. Peran Orang tua Terhadap Perkembangan Iman Anak di Era

Modernisasi.

1. Peran orang tua dalam perkembangan Iman anak

Anak adalah anugerah dari Sang pencipta. Orang tua yang melahirkan

anak harus bertanggung jawab terutama dalam soal mendidiknya, baik ayah.

Keikutsertaan orang tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan

orang tua dalam keluarganya apabila sang anak menuruti perintah orang tuanya

terlebih lagi sang anak menjalani didikan sesuai dengan perintah agama.

Orang tua bertanggung jawab atas perkembangan iman anak dalam

keluarga, dalam mendampingi iman anak untuk tumbuh dan berkembang

menjadi beriman yang matang dan dewasa. Peran orang tua merupakan

konsekwensi sebuah keluarga dari suami dan istri melalui sakramen perkawinan

dengan menjalankan peranannya.

Dalam era modernisasi sekarang ini, peran penting orang tua sangat

dibutuhkan. Sesuatu yang tidak dapat dihindari bahwa teknologi berkembang

dengan pesat sehingga penggunaannya banyak digunakan tidak semestinya.

Teknologi yang paling sering digunakan para anak muda sekarang adalah akses

internet yang mudah ditemui, padahal pemerintah sudah mengeluarkan

undang-undang anti pornoaksi dan pornografi tapi masih saja mereka kerap mengakses

(56)

Teknologi canggih yang semestinya diciptakan untuk menambah wawasan

malah berakibat pada moral yang jelek.

(http://imankeluarga.blogspot.com/2007/03/kk04-pendidikan-anak-dalam-keluarga.html)

Peran oang tua menurut Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang

keluarga dalam Dokumen Familaris Consortio:

Orang tua mempunyai tugas bertanggung jawab yang pertama dalam mendidik anak, sebagai keluarga juga punya tanggungjawab salam mendidik anak-anak baik secara moral maupun spiritual seperti keluarga kudus Nazareth, memberi teladan kepada kita dalam mendidik Yesus sesuai dengan Yahudi. Orang tua dipanggil untuk terlibat dalam kegiatan kemanusiaan terlebih ikut mengakat keluarga yang masih menderita. Karena kehadiran orang tua di tengah masyarakat sangtlah penting untuk menciptakan kehidupan yang nyaman dan menjadi terang bagi orang lain. Dengan demikian setiap keluarga kristiani terpanggil untuk melaksanakan tugas kerasulan dan disamping itu juga membangun Kerajaan Allah sendiri serta bertanggun jawab terhadap kebahagiaan orang lain di tengah masyarakat(FC art 36).

Pergaulan merupakan interaksi antara beberapa orang baik berupa

kekeluargaan, organisasi ataupun masyarakat. Melalui pergaulan kita akan

berkembang karena jadi tahu tentang tata cara bergaul. Menjadikan individu

yang bersosial karena pada dasarnya manusia memang mahluk sosial. Namun

pergaulan di era modernisasi ini telah banyak disalah artikan terutama

dikalangan anak muda. Sekarang kata-kata pergaulan bebas sudah tidak asing

lagi didengar oleh siapapun dan jelas termasuk dalam kategori pergaulan yang

negatif.

Pergaulan yang negatif adalah salah satu dari sekian banyak penyebab

(57)

kawula muda yang mengadopsi gaya ala barat dimana etika pergaulan ketimuran

telah pupus, mungkin pernah atau bahkan sering mendengar kata-kata MBA

(married by accident). Anak-anak muda sudah menganggap tradisi ini hal yang

biasa dilakukan pada saat pacaran bahkan ada yang tidak segan-segan untuk

merekam adegan mesum tersebut untuk disebarkan dan ditonton dikhalayak

ramai. Dalam dokumen pedoman Gereja Katolik Indonesia dikatakan bahwa:

“Arus besar di dalam masyarakat sering menciptakan gambaran seakan-akan yang terpenting dalam hidup adalah mengumpulkan uang dan materi, kedududkan dan kekuasaan. Lalu tidak sedikit orang tua yang mengira bahwa dengan menyediakan materi bagi keluarga tugasnya selesai. Padahal anak pertama-tama memerlukan perhatian, kehangatan dan kemesraan hubungan dengan orang tua dan saudara-saudara mereka. Anak-anak memerlukan kekeluasaan isi hati, emosi dan pengalaman kepada orang tua. Oleh karena itu orang tua harus menyadiakan diri dan harus juga dapat bertindak sebagai sahabat bagi anak-anaknya. Orang tua perlu menggunakan cara yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan kedewasaan anak. Mereka perlu dilatih supaya bersikap dan bertindak secara bertanggungjawab. Apabila anak tidak menemukan suasana kerasan tersebut di dalam keluarga, mereka akan lari ke tempat yang lain atau kepergaulan di luar rumah yang mungkin membahayakan perkembangan jasmani dan rohaninya” (Pedoman Gereja Katolik, 1995:23).

Dokumen ini memberikan pentingnya peran serta orang tua dalam

perkembangan perilaku iman anak nantinya. Selain itu juga peran dan

tanggungjawab mereka sebagai orang tua dalam keluarga diharapkan dapat

menciptakan suasana yang harmonis bersama anak-anaknya, bukan

pertama-tama uang dan materi saja yang dibutuhkan oleh anak tetapi kasih sayang dan

bentuk perhatian dari orang tua yang sangat diinginkan oleh setiap anak.

Satu lagi permasalahan yang sering ditakuti oleh orang tua yaitu narkoba.

Gambar

Tabel 1: Variabel penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 2: Identitas responden (N = 60 )
Tabel 3: Pemahaman orang tua tentang arti dan tujuan mengembangkan perilaku
Tabel 4.  Sekolah minggu merupakan salah satu wadah mengembangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Terciptanya tataruang yg mampu melayani kebutuhan ruang parkir shg tercipta transportasi /lalulintas yg lancar, aman, tertib, nyaman dan sehat shg mampu mendukungfungsi

selama 5 tahun pertama kehidupan, maka menyebabkan anak menjadi individu yang dingin, kurang menyayangi, tidak berperasaan dan cenderung menjadi remaja delinkuen

Pada perancangan ini akan dibangun sebuah sistem yang dapat mengamankan data video dari kamera webcam secara real-time dengan cara enkripsi data videonya, serta memberi hak

SIM-8: Simulasi 8 adalah kombinasi kenaikan harga dunia minyak mentah 5 persen, peningkatan penerimaan dalam negeri pemerintah 10 persen, kenaikan indek harga konsumen 5

---Menimbang, bahwa putusan aquo dijatuhkan pada tanggal 11 Oktober 2010 dihadapan Penggugat dan Tergugat dan kemudian permohonan banding Pembanding diajukan

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan MANDIRI INVESTA DANA SYARIAH yang telah dipenuhi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kelima sampel yang digunakan yang terdiri dari satu merek dagang dan empat merek generik dapat disimpulkan ke

Prakiraan penjalaran asap pada level ketinggian 50 meter sampai dengan tanggal 19 Agustus 2009 pukul 07.00 WIB, di wilayah Sumut arahnya menuju Utara sampai ke Selat Malaka,