• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dan Konsep Terkait 1. Mahasiswa - DIAH PERMATA SARI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dan Konsep Terkait 1. Mahasiswa - DIAH PERMATA SARI BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Dan Konsep Terkait 1. Mahasiswa

Pengertian Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30

tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan

tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978), mahasiswa adalah

setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di

perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa

merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya

karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon

intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang

sering kali syarat dengan berbagai predikat.

Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata

paling tinggi dalam dunia pendidikan di Indonesia bahkan di dunia. Maka,

tidak heran ketika mahasiswa menjadi pioneer pergerakan perubahan di Indonesia. Dalam konteks yang berbeda mahasiswa juga dituntut untuk

menjadi teladan dalam hal apapun di masyarakat, lebih-lebih dalam

pendidikan (Setyaningsih , 2008).

2. Permasalahan Pada Mahasiswa

Terlepas dari peran mahasiswa, mahasiswa juga seorang manusia

biasa yang tidak mungkin terlepas dari permasalahan. Mulai dari masalah

(2)

dengan teman sebaya, dan masalah dengan lingkungannya yang lain,

mereka dituntut mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan tepat dan

efektif (Setyaningsih, 2008).

Menurut Abu Ahmadi dan Munawar (2005), terutama sejak lahir

sampai masa remaja yang selalu berada di lingkungan keluarga, diasuh

oleh orang tua, dan bergaul dengan anggota keluarga lainnya. Setiap hari

berada di rumah dan hanya beberapa jam saja berada di sekolah atau

tempat lainnya di luar rumah. Karena itu, dapat di pahami cukup besar

pengaruh dan peranan keluarga serta orang tua dalam membentuk atau

menempa pribadi seorang anak.

Pada fase remaja terjadi perubahan pola sosialisasi antara orang tua

dengan remaja, karena di pengaruhi oleh pola pikir pubertas, meningkatnya

pola pikir idealis dan harapan serta terjadi pula perubahan pola pertemanan.

Proses sosialisasi dalam keluarga seringkali mendatangkan masalah

sehingga dapat mendatangkan konflik. Konflik tersebut disebabkan oleh

karena tuntutan yang tinggi pada remaja yaitu belajar untuk mandiri. Di sisi

lain kemandirian kadang di pandang orang tua sebagai tindakan melawan

atau memberontak, sehingga di perlukan kerja sama yang baik antara orang

tua dan remaja Santrock (Siti, 2006).

Stress pada remaja juga disebabkan karena tuntutan dari orang tua dan

masyarakat. Orang tua biasanya menuntut anaknya untuk mempunyai nilai

yang bagus, tanpa melihat kemampuan si anak. Beban berat yang dialami

remaja ini dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti sakit kepala,

(3)

Kondisi ekonomi keluarga yang rendah juga menimbulkan masalah bagi

remaja. Usia remaja adalah usia dimana seseorang mempunyai banyak

sekali keinginan, tidak mau kalah dengan teman-temannya. Mereka tidak

mau kelihatan miskin di depan teman-temanya apalagi di depan pacarnya.

Hal ini yang membuat tidak percaya diri, minder dan akhirnya mengalami

stress. Hubungan antar remaja dan teman sebaya adalah hal yang utama

dalam perkembangan remaja, para remaja diharap biasa mandiri, tidak

dihubungkan lagi dengan orang tua. Remaja lebih membutuhkan dukungan

dari teman-temannya dibandingkan dengan orang tua.

Pada 120 remaja highscool di Amerika mengatakan bahwa

perbedaan pendapat dengan orang tua sering terjadi, tuntutan orang tua

dianggap sangat mengganggu, remaja takut tidak bisa memenuhi harapan

orang tua. Sering terjadi ketegangan antara orang tua dan anak,

larangan-larangan dari orang tua sering dilanggar oleh remaja. Remaja menganggap

yang paling mengerti dirinya adalah teman-temannya (Nasution, 2007).

Orang tua mempunyai fungsi dan peran yang amat penting bagi

tahap-tahap perkembangan anak. Orang tua adalah pusat kehidupan rohani

si anak dan sebagai Pembina pribadi yang pertama. Setiap reaksi

emosi/sikap mental, kepribadian dan pemikiran di kemudian hari sangat

dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh dari orang tuanya. Kerapkali

orang tua kurang memperhatikan hal-hal diatas, sehingga dalam kehidupan

sehari-hari banyak ditemukan adanya hubungan yang kurang mesra antara

(4)

membuat anak sulit untuk berkomunikasi. Kurangnya komunikasi antara

orang tua dan anak menyebabkan anak tidak mempunyai tempat untuk

mengadu dan memberi rasa tenang bila mereka dihadapkan pada suatu

masalah, sehingga anak akan memendam masalah yang dihadapinya dan

hal ini akan menekan jiwa dan perasaan anak, sehingga anak menjadi

tertekan dan bila berlangsung khronis akan menyebabkan anak depresif.

Setiawan (dalam Oktapriadi, 1998).

Menurut Paryati (dalam Dien Anson 2009), Problematika yang

sering di hadapi mahasiswa ketika belajar di perguruan tinggi adalah:

1) Kejenuhan dan Kemalasan

Belajar di perguruan tinggi memakan waktu yang tidak sebentar. Hal

ini sering kali mendatangkan rasa jenuh dan malas belajar. Belum lagi

tuntunan kemandirian yang lain yang akan membawa pengaruh terhadap

kehidupan psikis.

2) Ketidakmampuan mengelola waktu

Waktu tak pernah kembali. itulah falsafah waktu. Efektifitas belajar

di perguruan tinggi sangat bergantung pada bagaimana mahasiswa

mengelola waktu tersebut. Dengan keterbatasan waktu tersebut

mahasiswa dituntut untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

3) Kurang berminat pada mata kuliah atau dosen tertentu.

Kurangnya minat pada matakuliah atau dosen tertentu dapat menjadi

penghambat mahasiswa dalam belajar di perguruan tinggi. Demikian

(5)

tersebut usahakan untuk tetap mengikuti perkuliahannya. Karena

mahasiswa tidak mungkin menghindar dari dosen yang bersangkutan.

Hilangkan perasaan tidak suka pada dosen tersebut.

4) Keuangan

Kekurangan dan kelebihan uang akan menjadi problematik selama

belajar di perguruan tinggi. Kekurangan uang akan menghambat

mahasiswa dalam belajar karena tugas-tugas dan masalah yang

berhubungan dengan finansial solusinya kurang dapat diatasi tanpa

keuangan yang cukup. Sebaliknya kelebihan uang pun bisa menjadi

masalah bagi mahasiswa. Mahasiswa yang mempunyai banyak uang

biasanya cenderung menghambur-hamburkan uang untuk keperluan

yang tidak penting (konsumtif). Fasillitas yang tersedia di kota besar

sangat banyak, sehingga akan menjadikanya terlena dan lupa akan

tugasnya sebagai mahasiswa.

5) Lingkungan pergaulan

Keberhasilan belajar di perguruan tinggi juga dipengaruhi oleh

lingkungan pergaulan mahasiswa, jika mahasiswa bergaul pada

lingkungan yang kondusif, tidak akan mengalami hambatan dalam

belajar. Tetapi jika berada dalam pergaulan yang tidak kondusif,

mahasiswa akan mengalami hambatan dalam belajar. Tidak sedikit

mahasiswa yang mengalami drop out karena pengaruh lingkungan

(6)

6) Tempat kost

Bagi yang berasal dari daerah lain atau kota lain, tempat kost adalah

tempat yang sangat menentukan. Ditempat kost itulah mahasiswa akan

belajar, istirahat dan bahkan bersosialisasi dengan lingkunganya.

7) Cinta dan pergaulan bebas

Problematik yang paling banyak dialami oleh mahasiswa adalah

masalah cinta. Jatuh cinta, pacaran, patah hati adalah siklus klasik,

yamg hampir semua orang mengalaminya, termasuk mahasiswa. Namun

dalam kenyataanya banyak pula mahasiswa yang mengalami hambatan

belajar di perguruan tinggi hanya karena cinta.

3. Depresi

a. Pengertian

Depresi istilah yang makin akrab, yang barangkali juga makin

sering dijumpai di masyarakat – merupakan gangguan emosional

yang mengganggu produktivitas penderitanya (Tapan, 2007).

Davison, dkk (2006) mengatakan bahwa depresi merupakan kondisi

emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat

sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang

lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan

minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan.

Depresi adalah suatu gangguan kedaan tonus perasaan yang

secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan

(7)

(sadness), murung (blue), dan kesengsaraan. Depresi mayor (major depression) adalah suatu gangguan suasana hati (a mood disorder) dimana individu merasa sangat tidak bahagia, kehilangan semangat

(demoralized), merasa terhina (self-derogatory) dan bosan. Individu dengan depresi mayor tidak merasa sehat, mudah kehilangan stamina,

nafsu makan berkurang, lesu serta kurang gairah (Sadid, 2007).

Depresi adalah kondisi mental yang ditandai oleh hati yang

murung, sedih berkepanjangan, tidak nyaman, merasa bersalah, dan

sering mengeluarkan air mata tanpa sebab yang jelas pula. Hal yang

menambah kesulitan para penderita depresi adalah saat terserang

depresi mereka juga sering mengalami gejala fisik, seperti lelah,

sering sulit tidur, tidak bergairah, malas, dan enggan beraktivitas.

Mereka terdiam, senang menyendiri, dan melamun tidak keruan. Bila

ditanya sedang memikirkan apa, mereka tidak dapat menjelaskan apa

yang dipikirkan, melainkan merasa seolah di hati ada yang

mengganjal tanpa sebab jelas pula (Kompas, 2011).

Menurut American Psychiatric Association, depresi merupakan suatu gangguan mental yang spesifik yang ditandai

dengan adanya perasaan sedih, putus asa, kehilangan semangat,

merasa bersalah, lambat dalam berpikir, menurunnya motivasi untuk

melakukan aktivitas, dan lain-lain (Puji, 2008). Menurut Carella

(2011), mahasiswa yang mengalami depresi biasanya tidak

(8)

peristiwa yang menumpuk di mahasiswa, khususnya anak-anak.

Sering kali, perasaan depresi terjadi jika mahasiswa merasa seperti

dia tidak memiliki tempat di mana dia bisa mengungkapkan perasaan

frustrasi atau marah. Diperkirakan bahwa sekitar 1 dari 33 siswa

mungkin mengalami gejala depresi, dan di antara remaja, angka itu

bisa setinggi 1 di setiap 8 siswa. Dan siswa yang mengalami depresi

mungkin memiliki riwayat keluarga depresi.

Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang

menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran

klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan

depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar.

Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut

kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam

beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan

mengganggu fungsi keseharian seseorang. Gangguan depresif masuk

dalam kategori gangguan mood, merupakan periode terganggunya

aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung

dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan,

perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan

minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran

bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang

panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai

pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan

(9)

b. Etiologi

Depresi hampir selalu dipicu oleh sejumlah pengalaman

eksternal yang cocok dengan apa yang ada dalam jiwa, dan menjadi

tidak normal ketika kondisi psikologis individu tak menampik

peristiwa tersebut, baik secara sadar maupun tidak (Maurus, 2009).

Depresi merupakan sekelompok penyakit gangguan alam perasaan

dengan dasar penyebab yang sama. Beberapa faktor yang diduga

berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan

remaja menurut Stuart dan Sundeen (2006), disebabkan oleh faktor

predisposisi dan faktor presipitasi. Adapun faktor predisposisi yaitu:

1) Teori Genetik

Anak-anak yang memiliki orangtua depresi maka akan

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi pada

usia remaja. Dengan demikian, faktor gentik akan meningkatkan

risiko seseorang untuk mengalami depresi.

Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara

derajat pertama dari penderita gangguan depresi berat

berkemungkinan menderita gangguan daripada sanak saudara

dari derajat kedua. Sedangkan penelitian adopsi menemukan

bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita tetap berada

dalam resiko menderita suatu gangguan alam perasaan walaupun

mereka dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita

(10)

2) Pengalaman masa anak-anak

Jika seorang anak mengalami perlakuan yang tidak adil

dari orangtuanya, hidup dalam keluarga yang tidak harmonis

maka akan menyebabkan goncangan emosi yang memicu respon

fisiologis dan psikologis yang mengakibatkan depresi.

3) Faktor Kehilangan

Berhubungan dengan faktor perkembangan, misalnya

kehilangan orang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat

traumatis dengan orang yang sangat dicintai. Individu tidak

berdaya mengatasi kehilangan.

4) Faktor Kepribadian

Teori kepribadian mengemukakan bahwa tipe

kepribadian tertentu menyebabkan seseorang mengalami depresi

atau mania.

5) Faktor Kognitif

Teori-teori kognitif mementigkan pikiran-pikiran sadar

remaja. Dua teori kognitif yang penting adalah teori

perkembangan kognitif dari Piaget dan teori pemrosesan

informasi. Psikolog Swiss tekenal, Jean Piaget (1896-1980),

menekankan bahwa remaja secara aktif mengkonstruksikan

dunia kognitif mereka sendiri; informasi tidak hanya dicurahkan

ke dalam pikiran mereka dari lingkungan. Piaget menekankan

(11)

gagasan-gagasan baru, karena tambahan informasi akan

mengembangkan pemahaman.

Sedangkan faktor presipitasi yang dapat menyebabkan depresi

meliputi faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya :

1) Biologis

Faktor biologis meliputi perubahan fisiologis yang

disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit. Pendekatan

biologis menemukan bahwa faktor genetis, sistem endokrin, dan

neurotransmiter berperan dalam kemunculan depresi.

Kemunculan depresi dalam prespektif biologi dapat dipahami

bahwa kehidupan yang penuh stres mengaktifkan hormon stres,

berefek luas pada sistem neurotransmitter khususnya serotonin, norepinephrine, dan circadian rhythms function (CRF). Pengaktifan hormon stres dalam jangka waktu lama akan

mempengaruhi gen, menghasilkan perubahan jangka panjang

pada struktur dan kimia di otak (Durand & Barlow, 2003).

Pendapat lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat

hubungannya dengan perubahan keseimbangan

adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya kolinergik,

sementara dopamin secara fungsional menurun.

2) Psikologis

Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang

secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi.

(12)

keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian dependen-oral,

obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih

besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian

antisosial, paranoid, dan lainnya dengan menggunakan proyeksi

dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan yang lainnya.

Tidak ada bukti hubungan gangguan kepribadian tertentu dengan

gangguan bipoler I pada kemudian hari. Tetapi gangguan distimik

dan gangguan siklotimikberhubungan dengan perkembangan

gangguan bipoler I di kemudian harinya.

Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang,

termasuk kehilangan cinta seseorang dan kehilangan harga diri.

Salah satu pendekatan faktor psikologis adalah pendekatan

psikodinamika. Pendekatan ini menekankan penyebab depresi

sebagai rasa kehilangan dari suatu objek atau status. Proses

hubungan antara orangtua dan anaknya merupakan sumber

kehilangan, seperti :

a). Perpisahan yang terjadi secara beruntun, missal dengan

pengasuh, nenek, teman-teman dekat disamping orang tua dan

saudara kandung.

b). Kehilangan tiba-tiba, missal kematian orang dekat, dan

dicintai seperti ayah, ibu, dan saudara kandung.

c). Penolakan, missal pada anak yang lahir di luar perkawinan,

kegagalan kontrasepsi, jenis kelamin anak yang tidak sesuai

(13)

d). Berkurangnya perhatian lingkungan, misalnya karena

kelahiran adik atau datangnya orang baru.

e). Depresi pada orang tua.

Menurut Stuart (2006) menyebutkan bahwa gejala-gejala

depresi dapat dilihat dari segi psikis adalah :

a). Kehilangan rasa percaya diri. Orang yang mengalami depresi

cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif,

termasuk menilai diri sendiri.

b). Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali

mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya

sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi

dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka,

bahkan disalah artikan. Akibatnya mereka mudah tersinggung,

mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain, mudah

sedih, murung dan suka menyendiri.

c). Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul

karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di

bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka sukai.

d). Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam

pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka

memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai

suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka

(14)

e). Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang

lain atas kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa tebeban

berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang

berat

3) Sosial Budaya

Depresi yang berawal adalah masalah diri sendiri pada

akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas

rutin lainnya). Lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku

orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah

marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah

sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah

interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini

tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga

seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara

kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara

normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan

secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada

kesempatan.

Faktor sosial budaya meliputi kehilangan peran, perceraian,

dan kehilangan pekerjaan. Memahami depresi yang terjadi pada

remaja memerlukan informasi mengenai pengalamannya pada

masa remaja dan anak-anak. Ikatan antara ibu dan anak yang tidak

(15)

pengasuhan anak, atau kehilangan salah satu orangtua pada masa

anak-anak akan menciptakan set kognitif yang negatif. Skema

kognitif yang negatif tersebut akan dibawa terus hingga

mempengaruhi pengalamannya pada masa kehidupan selanjutnya.

Pengalaman-pengalaman baru remaja putri yang berkaitan dengan

kehilangan akan memicu munculnya depresi. Hubungan dengan

keluarga atau teman sebaya berpengaruh pada munculnya depresi

pada remaja. Orang tua yang mengalami depresi atau orang yang

tidak hadir secara emosional, terlibat dalam konflik perkawinan,

dan memiliki masalah ekonomi memunculkan depresi pada anak

remaja mereka. Ketidakadaan hubungan yang dekat dengan

sahabat, sedikitnya teman, dan penolakan dari teman sebaya dapat

meningkatkan munculnya depresi pada remaja (Santrock, 2003).

Berdasarkan penelitian Widosari (2010), depresi dapat

membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terkena depresi

suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan.

Faktor lainnya yang menyebabkan depresi menurut Santrock

(2003) adalah:

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan seperti kehilangan sesuatu, stress, mungkin

bisa jadi variabel penyebab yang terpenting. Karena depresi dapat

timbul pada keluarga, anak-anak yang depresi lebih sering

(16)

(lebih sering pada ibu). Interaksi ibu-ibu yang depresi pada

anak-anaknya bisa berakibat negatif. Pengalaman awal (hilangnya

kasih sayang orang tua atau ketidakmampuan mendapatkan

kepuasan melalui hasil keringat sendiri) mungkin juga

menjadikan seseorang rentan terhadap depresi dikemudian hari.

Dilaporkan bahwa orang tua dengan gangguan afektif

cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya

dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga

tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa status perkawinan orang tua, jumlah sanak

saudara, status sosial keluarga, perpisahan orang tua, perceraian,

fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam

terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita

depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan

psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi.

Ada hubungan yang siginifikan antara riwayat penganiayaan fisik

atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum

diketahui secara pasti.

Depresi juga bisa muncul karena salah asuh di rumah. Anak

yang mendapat perlakukan tidak mengenakan dari orangtua

cendrung mudah marah dan tidak puas. Tapi anak tidak tahu cara

pelampiasannya sehingga mereka melampiaskan ke dirinya

(17)

Contoh perlakuan orang tua yang tidak mengenakan adalah

terlalu menuntut, selalu menyalahkan, tidak menghargai, atau

sering berkata/berlaku kasar. Jika perlakuan seperti ini terus

menerus diterima anak sementara lingkungan sosial maupun

sekolah juga menyudutkannya maka anak bisa mengalami

depresi.

Di sekolah maupun lingkungan pergaulan lainnya anak-anak

juga bisa mengalami berbagai kekecewaan misalnya anak sebaya

umumnya sudah bisa melakukan sesuatu. Kalau ternyata anak

tidak bisa, maka ia akan diejek oleh teman-temannya. Hal ini

akan membuat dia kesal dengan dirinya sendiri. Dia akan

bertanya-tanya kenapa dia bisa melakukan seperti yang orang lain

lakukan. Akibatnya si anak menjadi tidak percaya diri dan

akhirnya depresi.

Penelitian pada mahasiswa fakultas kedokteran telah

melaporkan hubungan frustrasi mahasiswa dengan kurangnya

dukungan sosial sekolah mereka dan jumlah waktu untuk istirahat

dan relaksasi tidak memadai.(Morrison, 2001., Aktekin, 2001.,

Ball, 2002., dan Stewart 1999). Tanggung jawab dan masalah

keuangan juga ditemukan sebagaisumber stres yang signifikan

untuk mahasiswa kedokteran. (Morrison, 2001). Stewart(1999)

mengemukakan bahwa hilangnya kesempatan untuk bersosialisasi

(18)

lebih tinggi,prestasi akademik yang kurang baik dan

menunjukkan gejala depresi yang lebihbanyak pada mahasiswa

kedokteran di tahun terakhir kuliah.

2) Penelitian kembar

Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan bahwa angka

kesesuaian untuk gangguan bipolar pada anak kembar

monozigotik 33-90 persen; untuk gangguan depresi berat angka

kesesuaiannya 50 persen. Sebaliknya, angka kesesuaian pada

kembar dizigotik adalah kira-kira 5-25 persen untuk gangguan

bipoler I dan 10-25 persen untuk gangguan depresi berat

(Widosari, 2010).

c. Gejala

Gejala psikologis yang menyertai depresi klinis sangat luas. Hal

ini dipengaruhi suasana hati, perilaku, serta pola pikir. Namun,

banyak yang tidak menyadari bahwa depresi dapat menimbulkan

gejala fisik seperti rasa sakit dan nyeri yang tidak jelas penyebanya.

Gejala depresi tersebut adalah:

1) Dipenuhi oleh pikiran negative

2) Merasa memiliki masa depan suram

3) Merasa tidak tenang dan mudah tersinggung

4) Cepat merasa lelah, tidur tidak tenang

5) Pola makan tidak normal yang mengarah bertambah atau

(19)

6) Menjadi sangat perasa dan sering menangis

7) Sulit berkonsentrasi, mengambil keputusan, dan mengingat

sesuatu

8) Motivasi yang rendah, kehilangan minat melakukan hal yang

biasanya di sukai

9) Rasa bersalah dan tidak berharga

10)Gelisah (gejala jiwa dan fisik sebagai antisipasi terhadap bahaya

nyata atau hanya dalam bayangan)

11)Merasa tidak mampu atau tidak berdaya

12)Merasa suasana hati tidak akan pulih kembali

13)Rasa sakit dan nyeri fisik tanpa penyebab yang jelas rasa ingin

mencelakakan diri sendiri, rasa ingin atau berusaha bunuh diri

(Spencer dan Allan Young, 2010).

d. Instrumen Pengukuran Tingkat Depresi

Dalam mengukur tingkat depresi menggunakan Instrumen Beck Depresi Inventory (BDI) yang dirancang oleh Beck (1996), merupakan skala pengukuran tingkat depresi yang dapat digunakan

sebagai instrument penyaringan di komunitas dan klinik. Instrumen

ini terdiri dari 21 item gejala depresi, 15 diantaranya menggambarkan

emosi, perubahan sikap, 6 gejala somatik. Setiap gejala diranking

dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan untuk

memberi total nilai dari 0-63, nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat

(20)

pesimisme, perasaan gagal, perasaan tidak puas, perasaan bersalah

atau berdosa, perasaan dihukum, rasa benci pada diri sendiri, mudah

tersinggung, menarik diri dari lingkungan social, tidak mampu

mengambil keputusan, penyimpangan citra tubuh, kelambanan dalam

bekerja, menangis, gangguan tidur, kelelahan, hilangnya nafsu

makan, penurunan berat badan, kecemasan fisik dan penurunan

libido.

Klasifikasi nilainya menurut beck, et.al (1996) adalah sebagai

berikut:

a. Nilai 0-13 menunjukkan tidak ada gejala depresi.

b. Nilai 14-19 menunjukkan adanya depresi ringan.

c. Nilai 20-28 menunjukkan adanya depresi sedang.

d. Nilai 29-63 menunjukkan adanya depresi berat.

Dalam penelitian ini tingkat depresi dikelompokkan menjadi 2

yaitu nilai 0-13 menunjukkan tidak depresi dan 14-63 menunjukkan

(21)

B.Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber : From Roy, C.,dan Andrew, H. A. 1991. The Roy Adaptation Model .

Faktor-faktor penyebab depresi :

1.Genetik 2.Biokimia 3.Lingkungan 4.Biologis 5.Psikologis 6.Sosial budaya

Gejala-gejala depresi :

a. Dipenuhi oleh pikiran negative b. Merasa memiliki masa depan suram c. Merasa tidak tenang dan mudah tersinggung d. Cepat merasa lelah, tidur tidak tenang

e. Pola makan tidak normal yang mengarah bertambah atau berkurangnya berat badan

f. Menjadi sangat perasa dan sering menangis

g. Sulit berkonsentrasi, mengambil keputusan, dan mengingat sesuatu

h. Motivasi yang rendah, kehilangan minat melakukan hal yang biasanya di sukai i. Rasa bersalah dan tidak berharga

j. Gelisah (gejala jiwa dan fisik sebagai antisipasi terhadap bahaya nyata atau hanya dalam bayangan)

k. Merasa tidak mampu atau tidak berdaya l. Merasa suasana hati tidak akan pulih kembali

m.Rasa sakit dan nyeri fisik tanpa penyebab yang jelas rasa ingin mencelakakan diri sendiri, rasa ingin atau berusaha bunuh diri

Mahasiswa

(22)

C.Kerangka Konsep

Variabel independent Variable dependent

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

D.Hipotesis

H1 : Ada pengaruh faktor lingkungan terhadap tingkat depresi pada

mahasiswa semester VI di Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

H2 : Ada pengaruh faktor psikologi terhadap tingkat depresi pada mahasiswa

semester VI di Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

H3 : Ada pengaruh faktor sosial budaya terhadap tingkat depresi pada

mahasiswa semester VI di Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Depresi pada mahasiswa semester VI:

a. Depresi

b. Tidak depresi

Faktor Penyebab Depresi:

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Alih kode (code-switching) adalah penggunaan bahasa lain atau ragam bahasa lain pada satu percakapan untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain.. Alih

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Situs 1 Manajemen Implementasi Kurikulum 2013 di SMPN 1 TA dalam Meningkatkan Mutu Situs 2 Manajemen Implementasi Kurikulum 2013 di SMPN 1 Bandung dalam Meningkatkan Mutu

RAPI Wilayah Bogor di Puncak, JABAR (PACUL 1).. RAPI Wilayah Kotif

Dengan demikian, hipotesis alternatif diterima, secara bersama-sama antara Pengetahuan dan Pendapatan mempunyai hubungan yang positif dengan Perilaku Pedagang sayuran

Namun, kenyataannya secara menyeluruh bahwa tidak adanya dicantumkan atau tidak secara rinci menjelaskan ketentuan mengenai pengunduran diri dari organisasi internasional dimana

(1) Apabila atas pajak yang terutang menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat