• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, bisa juga didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, 2003)

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(2)

3. Aplikasi (Aplication)

Apikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintensis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bart (1994) dapat dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku masyarakat dapat lebih mudah untuk diubah kearah yang lebih baik.

2.2. Sikap

Menurut L.L Thurston, sikap sebagai tindakan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologis. Objek psikilogis

(3)

memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologis bila ia tidak suka (Ahmadi, 1999).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan diri kepada sesuatu atau menyebabkan kita menolaknya. Sikap berfungsi menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, mengatur tingkah laku seseorang, mengatur perlakuan dan pernyataan kepribadian seseorang.

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap dibedakan atas beberapa tingkatan : 1. Menerima (Receiving )

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang tinggi.

Menurut Allport (1954) bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu : 1. Keyakinan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

(4)

2. Kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu konsep. 3. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosional memegang peranan yang sangat penting.

Teori menyatakan tindakan seseorang dipengaruhi oleh sikapnya. Kalau kita berhasil merubah sikap seseorang, maka ia akan merubah perilakunya. Tetapi dalam praktek hal ini tidak selamanya benar. Memang hubungan antara sikap dan tindakan sangat kompleks dan kabur. Orang bisa berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya. Jadi tidak mutlak harus ada perubahan sikap dulu, baru ada perubahan perilaku. Namun demikian secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1. Ciri-ciri Sikap

a. Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek.

b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap. d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan

banyak objek.

(5)

f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan

dengan pengetahuan (Sunaryo, 2004).

2.2.2. Fungsi Sikap

Menurut Attkinson, R.L, dkk, dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki lima fungsi yaitu :

1. Fungsi instrumental, fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan menggambarkan keadaan keinginan.

2. Fungsi pertahanan ego, fungsi sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.

3. Fungsi nilai ekspresi, fungsi sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu. 4. Fungsi pengetahuan, fungsi sikap ini membantu individu untuk memahami

dunia, yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, dan ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.

5. Fungsi penyesuaian sosial, fungsi sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini sikap yang diambil individu tersebut akan dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.

2.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Sikap

1. Faktor internal berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Hal-hal

(6)

yang diterima atau tidak berkaitan erat dengan apa yang ada dalam diri individu. Oleh karena itu, faktor individu merupakan faktor penentu pembentukan sikap. Faktor internal ini menyangkut motif dan sikap yang bekerja dalam diri individu pada saat itu, serta yang mengarahkan minat dan perhatian (faktor psikologis), juga perasaan sakit, lapar, dan haus (faktor fisiologis).

2. Faktor eksternal berasal dari luar diri individu, berupa stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung, misalnya individu dengan individu, individu dengan kelompok. Dapat juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui perantara, seperti : alat komunikasi dan media masa baik elektronik maupun non elektronik (Sunaryo, 2004).

2.3. Remaja 2.3.1. Pengertian

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari kertergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007).

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007).

(7)

Masa remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Remaja secara umum dianggap mencakup individu berusia 10 sampai 19 tahun, sehingga kesehatan reproduksi remaja memperhatikan kebutuhan fisik, sosial, dan emosional kaum muda (Glasier dan Gebbie, 2005).

2.3.2. Pembagian dan Batasan Usia Remaja

Menurut Konopka dan Ingersoll yang dikutip oleh Agustiani (2006) bahwa masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Masa remaja awal (12 -15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya memiliki peran yang penting. Dimasa ini remaja juga mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar membuat keputusan sendiri dan selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3. Masa remaja akhir (19-21 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan diterima orang dewasa.

(8)

Menurut Hurlock (2006) secara umum masa remaja dibagi dua bagian yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun hingga 16 tahun atau 17 tahun, sedangkan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun atau 17 tahun hingga usia 18 tahun yaitu usia matang secara hukum.

2.3.3. Karakteristik Masa Remaja

Hurlock (2007) menyatakan bahwa masa remaja mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut meliput i:

1. Masa remaja sebagai periode penting

Ada periode yang penting karena akibat fisik dan psikologis. Sebagian remaja mengalami kejadian pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perkembangan mental yang cepat. Semua kejadian perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada periode ini status remaja menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa remaja, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Disisi lain, status remaja yang tidak jelas tersebut memberikan keuntungan karena status tersebut memberi ruang dan waktu mereka untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sikap yang paling sesuai bagi dirinya.

(9)

Saat perubahan fisik berlangsung dengan cepat maka akan terjadi juga perubahan sikap dan perilaku dengan cepat dan sebaliknya.

4. Masa remaja sebagai masa bermasalah

Berbagai masalah yang terjadi dimasa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ada dua alasan penyebabnya yaitu remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah yang dihadapinya karena pada masa kanak-kanak segala masalah diselesaikan oleh orang tua ataupun guru. Alasan kedua para remaja merasa telah mandiri sehingga menolak bantuan orang tua atau guru dengan alasan ingin mengatasi masalahnya sendiri. Karena tidak mampu maka banyak kegagalan yang seringkali disertai dengan akibat yang tragis.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah suatu upaya untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di masyarakat. Salah satu cara memunculkan identitas adalah dengan menggunkan simbol status yang modah terlihat seperti model pakaian, gaya hidup dan pergaulan, jenis kendaraan dan lain-lain.

6. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan

Ada anggapan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat bernilai tetapi sangat disayangkan banyak yang menjadikannya sebagai sesuatu yang bernilai negatif. Anggapan yang menyatakan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak menyebabkan banyak kalangan dewasa takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja walaupun dilakukan dengan normal.

(10)

Remaja memandang dirinya dan orang lain seperti yang diinginkannya dan bukan sebagaimana adanya, terutama dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini bukan hanya kepada dirinya semata tetapi juga terhadap teman-teman dan keluarganya. Kondisi ini menyebabkan meningginya emosi terutama di awal masa remaja. Semakin cita-citanya tidak realistis maka individu tersebut semakin menjadi pemarah.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja mulai lebih memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

2.3.4. Permasalahan Dalam Masa Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, psikologik dan sosial. Ada dua aspek pokok dalam perubahan remaja yaitu (Hurlock, 2007):

1. Perubahan fisik atau biologis

Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan fisik dan kematangan seksual sebagai hasil dari perubahan hormonal. Antara remaja perempuan dengan laki-laki kematangan seksual terjadi dalam usia yang agak berbeda.

(11)

2. Perubahan psikologis

Masa peralihan ini seringkali menghadapkan remaja tersebut pada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak dan di lain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik itu sering menyebabkan banyak perilaku remaja yang aneh atau canggung dan kalau tidak dikontrol bisa mengakibatkan kenakalan remaja.

Pada masa remaja labilnya emosi erat kaitannya dengan perubahan hormon dalam tubuh. Ketidakstabilan emosi menyebabkan mereka mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Pertumbuhan kemampuan intelektual mereka cenderung membuat mereka berpikir kritis, tersalur melalui perbuatan yang bersifat eksperimen dan eksploratif. Tindakan dan sikap remaja ini dapat berakibat konstruktif dan berguna, tetapi sering kali ada faktor dari luar diri remaja yang mempengaruhi potensi yang ada pada remaja tersebut dimanfaatkan kearah perbuatan yang negatif.

Determinan dalam proses perkembangan remaja dapat dibedakan atas dua faktor yaitu mempengaruhi kehidupan remaja secara langsung seperti faktor dari keluarga, sekolah dan tetangga. Sementara faktor secara tidak langsung berupa struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya lingkungan.

Menurut Dalyono (2005), lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan remaja, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat remaja bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan faunanya. Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangannya bergantung kepada keadaan lingkungan remaja itu sendiri serta jasmani dan rohaninya.

(12)

Secara garis besar ada dua tekanan pokok yang berhubungan dengan kehidupan remaja yaitu: tekanan dari dalam diri remaja meliputi tekanan psikologis dan emosional. Sedangkan tekanan dari luar diri remaja meliputi teman sebaya, orang tua, guru dan masyarakat.

Permasalahan yang dihadapi remaja dari segi seksualitas atau perilaku seksualnya sebagian besar diakibatkan adanya perubahan fisik dan psikologis. Para remaja yang melakukan hubungan seksual akan dihadapkan pada hal-hal yang bersifat negatif seperti; kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi dan penularan penyakit seksual. Selain itu akibat dari seorang gadis yang tiba-tiba hamil akan mengalami ketegangan mental, kebingungan dan juga cemohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Menurut Sarwono yang dikutip oleh Widiastuti (2008) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain :

1. Pengalaman Seksual

Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan mengalami hubungan seksual, maka makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual. Misalnya, media massa (film, internet, gambar atau majalah porno), obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seks, melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan seksual.

2. Faktor kepribadian

Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat keputusan dan nilai-nilai yang dimiliki.

3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan

(13)

selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.

4. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol, penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi. Remaja rentan dalam melakukan perilaku seks yang menyimpang salah satunya faktor ketidaktahuan orang tua dalam memberikan pendidikan seks secara dini serta adanya sikap mereka menabukan pembicaraan seks pada anak-anaknya, sikap yang cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seks.

5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.

Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab.

Beberapa ahli berpendapat bahwa remaja semata-mata bersikap lebih terbuka dalam membicarakan seks dibandingkan oleh para pendahulunya dengan cara sembunyi-sembunyi. Data tersebut menunjukkan perubahan yang pasti dalam hal perilaku seksual. Menurut Sorensen, dikut ip oleh Atkinson (2002) dalam suatu survei nasional terhadap remaja usia 13-19 tahun pada tahun 1973 menemukan bahwa 59% remaja pria dan 45% remaja wanita sudah mendapat pengalaman seks yang sebagian besar dari mereka belum mencapai usia 16 tahun. Dan menurut Zelnik dan Katner yang dikutip oleh Atkinson (2002) survei tahun 1976 menemukan bahwa 55% dari remaja wanita berusia 19 tahun yang di wawancarai sedah mendapat pengalman seks.

Perubahan standar seks nampaknya tidak mengarah kearah promiskuitas yang lebih besar. Meskipun menurut sebagian besar anak laki-laki mengalami hubungan

(14)

seks dengan beberapa pasangan, dan sebagian besar anak perempuan mengatakan bahwa mereka membatasi hubungan seks mereka dengan seorang laki-laki saja yang pada waktu itu mereka cintai. Mereka mengira bahwa seks adalah bagian dari cinta dan bagian dari hubungan intim serta tidak perlu selalu dibatasi oleh ikatan perkawinan.

Seks yang ternyata menjadi bahan pembicaraan menarik di kalangan remaja sekarang, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Hal ini dikarenakan mereka sedang mengalami gejolak yang dahsyat. Dorongan seks yang kuat adalah salah satu masalah terberat yang selalu di alami oleh setiap remaja. Meningkatnya minat terhadap seks, ketertarikan terhadap lawan jenis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan masa remaja. Perasaan ini terus mendorong remaja melakukan komunikasi, menjalin pertemanan, atau berkencan dengan lawan jenis. Kadang-kadang implus seks yang kuat mendorong mereka berkhayal atau bermimpi tentang seks dan lawan jenisnya. Bahkan tidak jarang remaja puteri melepaskan keperawananya hanya untuk kesenangan semata. (Surbakti, 2008)

Pada umumnya, banyak dari responden pria yang telah melakukan seks pranikah, namun mereka tetap menginginkan wanita yang masih perawan hingga saat menikah. (Setiawan, 2009)

2.4 Seks Pranikah

Menurut Sarwono (2003), seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja tanpa adanya ikatan pernikahan. Menurut Stuart dan Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan

(15)

perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002).

Menurut Irawati (2002) remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

Dalam beberapa tahun terakhir ini telah disaksikan adanya perubahan yang sangat besar dalam sikap terhadap kegiatan seksual. Pandangan mengenai hubungan seksual pranikah sekarang lebih terbuka dan bebas dibandingkan dengan pandangan masa lalu. Para remaja mendapatkan tontonan seks yang merangsang dalam majalah, televisi, dan bioskop, tanpa ada batasnya. Metode pencegahan kelahiran yang berhasil dan adanya sarana menggugurkan mengurangi perasaan takut hamil. Semua perubahan ini sekarang memberi lebih banyak kebebasan kepada individu yang baru matang. (Atkinson, 2002)

2.4.1 Risiko Hubungan seks masa remaja

Banyak remaja telah melakukan hubungan seks pranikah sehingga mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut Surbakti (2008), jika seorang remaja hamil, ia memikul tiga kesulitan sekaligus yang datang pada saat bersamaan, yakni :

1. Menyangkut keremajaan mereka sendiri

Sebagai remaja mereka sedang mencari identitas. Mungkin sekali mereka sedang gelisah, cemas dan bingung dalam pencarian identitas tersebut. Pada saat

(16)

pergumulan keremajaan mereka belum tuntas, kehamilan akan menambah persoalan baru dan menambah kebingungan mereka.

2. Menjadi orang tua pada masa remaja

Dapat dibayangkan betapa sulitnya seorang remaja harus berperan menjadi orang tua bagi bayinya, sementara sebagai remaja, mereka sendiri masih labil dan sangat membutuhkan bimbingan dari orang tuanya perihal keremajaannyaa. Melahirakan usia remaja memiliki risiko bagi dirinya dan bayi yang dilahirkannya. Karena ia akan sulit untuk merawat bayinya, bahkan kemungkian besar bayinya akan terlantar dan sulit mengharapkan ia mampu memberikan pola asuh yang baik terhadap bayinya.

3. Terpaksa menikah dini

Hamil muda menyebabkan remaja perempuan harus meninggalkan bangku sekolah. Kalau ia menikah dengan remaja laki-laki yang menghamilinya, pasangannya juga harus berhenti sekolah. Bagaimana mereka harus membiayai rumah tangga mereka sedangkan mereka tidak bekerja. Situasi ini akan membuat mereka stress sehingga memicu persoalan berikutnya.

Menurut Sarwono(2003), perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :

1. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

2. Dampak Fisiologis

(17)

3. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut

4. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

2.4.2. Masalah Kesehatan Reproduksi

Kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu mereka juga tidak memiliki akses terhadap pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi. Informasi biasanya hanya dari teman dan/atau media, yang biasanya sering tidak akurat. Hal inilah yang menyababkan remaja perempuan rentan terhadap kematian maternal, kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, kekerasan/pelecehan seksual, dan lain-lain (Widyastuti,dkk, 2009).

Menurut Widyastuti (2009), ada beberapa masalah seksualitas yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi bagi wanita, yaitu:

(18)

1. Ketidakmatangan secara psikologis dan biologis.

Secara psikologis usia yang belum matang tentu belum siap menghadapi permasalahan yang akan dihadapi dalam sebuah perkawinan, sementara secara biologis pada usia remaja organ-organ reproduksi belum siap karena masih berkembang sehingga ketika seorang remaja hamil akan mengalami risiko lebih tinggi dalam persalinan akibat belum sempurnanya perkembangan panngulnya, selain itu beberapa hasil penelitian menunjukan melakukan hubungan seks diusia dini dapat meningkatkan risiko kanker serviks.

2. Risiko komplikasi dan kematian ibu dan janin lebih besar.

Kehamilan pada usia dini biasa menimbulkan kesulitan dalam persalinan seperti perdarahan, bahkan bias sampai pada kematian.

3. Kehilangan kesempatan untuk pengembangan diri.

Sebagai remaja mereka sedang mencari identitas. Mungkin mereka sedang menikmati pergaulan dengan kelompoknya. Mungkin sekali mereka sering gelisah, cemas, dan bingung dalam pencarian identitas tersebut. Dapat dipastikan tidak ada remaja yang siap menerima kehamilan dan siap menjadi orang tua, status yang sama sekali tidak mereka pahami. Pada saat pergumulan keremajaan mereka belum tuntas,hilangnya keperawanan yang mengakibatkan kehamilan akan menambah persoalan baru dan menambah kebingungan mereka, serta merenggut dengan paksa masa remaja yang seharusnya diisi dengan berbagai aktivitas untuk persiapan masa depan.

4. Risiko bertambah untuk melakukan aborsi.

(19)

berpengalaman. Di negara kita lebih sering dilakukan dengan cara yang tidak aman bahkan tidak lazim dan oleh dukun aborsi biasa mengakibatkan dampak negative secara fisik, psikis, dan sosial bila dilakukan secara tidak aman.

2.5. Variabel yang diteliti

Gambar 2.5 Varibel yang diteliti.

Dari variabel diatas, dapat dijelaskan bahwa perkembangan pengetahuan dan sikap yang dimiliki remaja putri mempengaruhi baik buruknya mengenai suatu objek permasalahan yaitu tentang seks pranikah.

1. Pengetahuan tentang seks pranikah. 2. Sikap tentang seks pranikah

Referensi

Dokumen terkait

Pada kenyataannya Termohon Kasasi selaku pihak yang berwenang menentukan ada tidaknya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya telah memutuskan bahwa antara merek Intel dan INTEL

Tabel 4.16 Proses Triangulasi dalam Perumusan Arahan Pengendalian Penggunaan Lahan Daerah Sekitar Sempadan Kali Surabaya Segmen 1

pengguna kendaraan bermotor yang beralih ke LGV akan memperoleh biaya penghematan karena harga bahan bakar LGV jauh lebih hemat dan ekonomis dari pada bahan

Semenjak prestasi sektor korporat tergugat oleh kegawatan ekonomi yang melanda, banyak syarikat yang bermasalah telah memohon perlindungan di bawah seksyen 176 Akta

Poster halaman sangat berguna untuk menginformasikan berbagai hal mengenai komik terkait pada pembaca, seperti volume komik yang akan hadir, volume komik yang

Konversi ransum itik Alabio petelur tidak nyata dipengaruhi oleh interaksi antara faktor serat ransum (S) dengan faktor substitusi minyak (M), akan tetapi masing- masing

HAZID (Hazard Identification) merupakan suatu proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam aktifitas rutin atau non rutin di lingkup kerja, kemudian melakukan

Hasil dari analisis univariat diperoleh bahwa sebagian besar jenis kelamin balita adalah perempuan, tingkat pengetahuan ibu adalah dalam kategori tidak baik, perilaku mencuci