• Tidak ada hasil yang ditemukan

KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH

SUSUN DI JAKARTA BARAT

Susanto, Sigit Wijaksono, Albertus Galih Prawata

Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara, Susanto_lim@email.com

ABSTRACT

Increasing housing needs and limited land and market conditions that have been severely damaged. The lack of thermal comfort in the room resulted increasing electrical energy consumption and costs, for fastest step taken is the use of air conditioning. So the purpose of this research is to create thermal comfort on apartment in West Jakarta. The method used in this study is a quantitative study, by using simulations Designbuilder, Ecotect and FlowDesgin of openings and overhang to variable thermal comfort. Udar variables include temperature, wind speed and relative humidity. From the analysis it is evident that the form of architectural elements that are closer to the thermal comfort is the B models on the low zone and mid zone and high zone C models with the addition of overhangs on unit apartment windows. Where thermal comfort according Lippsmeier including air temperature 24oC - 28oC, wind speed 0,2-1,5m / s and 60-70% relative humidity. The results of this study are expected to be input or reference on thermal comfort in apartment.(S)

Keywords : Apartment, Thermal Comfort, Opening, Overhangs

ABSTRAK

Kebutuhan rumah semakin meningkat dan lahan terbatas serta kondisi pasar yang sudah rusak parah. Kurangnya kenyamanan termal pada ruang berakibat bertingkatnya konsumsi energi listrik serta biaya, sebab langkah tercepat yang dilakukan adalah penggunaan AC. Maka itu tujuan penelitian ini adalah menciptakan kenyamanan termal pada rumah susun di Jakarta Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu dengan menggunakan simulasi Designbuilder dan Ecotect dari bukaan dan overhang terhadap variabel kenyamanan termal. Variabel tersebut meliputi suhu udar, kecepatan angin dan kelembaban relatif. Dari hasil analisis terbukti bahwa bentuk elemen arsitektur yang lebih dekat dengan angka kenyamanan termal adalah model B (20% dari luas lantai) pada low zone dan mid zone dan model C (25% dari luas lantai) pada high zone dengan penambahan overhang pada jendela unit rumah susun. Dimana kenyamanan termal menurut Lipsmeier antara lain suhu udara 24oC – 28oC, kecepatan angin 0,2-1,5m/s dan kelembaban 60-70%. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan atau acuan tentang kenyamanan termal pada rumah susun.(S)

(2)

PENDAHULUAN

Pembangunan rumah susun dan pasar pada kelurahan Rawa Buaya kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tepatnya di jalan lingkar luar merupakan program pemerintah untuk menjawab permasalahan dari permintaan akan rumah yang semakin meningkat dengan lahan yang ada terbatas. Serta pasar yang berfungsi sebagai tempat mencari nafkah oleh para pedagang yang akan menghuni di rumah susun tersebut kondisinya sudah rusak parah.

Gambar 1 Kondisi Pasar Rawa Buaya dan Pemukiman

Pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk diaplikasikan di era modern ini khususnya pada penggunaan energi. Dimana Jakarta terletak lebih kurang pada posisi 6°LS dan 107°BT. Posisi geografis tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dan Jakarta terletak sangat dekat (di sekitar) garis khatulistiwa yang beriklim ekternal tropis lembab, dengan temperatur berkisar antara 30-33°C, hampir tidak ada perbedaan temperatur harian dan tahunan. Kelembaban sepanjang tahun yang cukup tinggi, antara 80% - 90%. Curah hujan (sangat) tinggi antara bulan Desember - Januari. Suhu rata-rata di Jakarta 31°C dan mencapai 35°C pada kondisi tertentu. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya sebab produktifitas kerja manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. Suhu nyaman termal untuk orang Indonesia berada pada rentang suhu 22,8°C - 25,8°C dengan kelembaban 70%. Langkah yang paling mudah untuk mengakomodasi kenyamanan tersebut adalah dengan melakukan pengkondisian secara mekanis (penggunaan AC) di dalam bangunan yang berdampak pada bertambahnya penggunaan energi (listrik). Menurut Tri Harso Karyono (2010), bangunan merupakan salah satu sektor dominan yang menghasilkan emisi CO2 terbanyak ke atmosfer. Untuk itu diperlukan suatu gerakan dalam arsitektur untuk membatasi emisi CO2 yang dihasilkan bangunan. Arsitektur hijau merupakan salah satu gerakan yang mencoba ke arah itu, membantu meminimalkan emisi CO2 yang ditimbulkan bangunan. Sebuah desain yang baik bila kenyamanan tersebut dicapai melalui pendekatan desain pasif (passive design) bukan desain aktif (active design).

METODE PENELITIAN

Pada metode penelitian, untuk mendapatkan hasil pembahasan mengenai proyek rumah susun dan pasar dengan pendekatan konsep kenyamanan termal di Jakarta Barat dengan mengumpulkan data primer dan sekunder.

Data primer yang didapatkan berupa :

1. Wawancara dengan pihak dinas perumahan dan gedung Pemda DKI Jakarta untuk mendapatkan rencana peraturan lahan terbaru dan pembangunan rusunawa serta unit-unit pasar.

2. Foto-foto bangunan sekitar tapak dan kondisi tapak di pasar lokbin Rawa Buaya. Data sekunder yang didapatkan berupa :

1) Teori tentang kenyamanan termal dan perancangan pasif.

• Standar kenyamanan termal dari buku bangunan tropis, Georg Lippsmeyer.

• Tindakan arsitektural yang bisa dilakukan untuk mencapai kenyamanan termal dari jurnal penelitian Basaria Talarosha, 2005.

Metode perancangan pasif sebagai penunjang kenyamanan termal dari perancangan skyscraper oleh arsitek ken yeang, 1999.

2) Data rata-rata iklim di Jakarta.

Untuk mengetahui rata-rata iklim di jakarta yaitu rata-rata suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin sebagai pendukung untuk mencapai kenyamanan termal dari Stasiun BMKG Cengkareng, dari http://www.bmkg.go.id/.

(3)

3) Data tapak dan kondisi eksisting.

Yaitu peta tapak untuk menunjukkan bangunan sekitar tapak, luas jalan, posisi tapak dan orientasi matahari dari google earth dan lrk.tatakota-jakartaku.net.

4) Mengetahui arah angin yang dominan, dari program ecotect.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode simulasi untuk mengetahui kenyamanan termal (suhu udara 24oC – 28oC, kecepatan angin 0,2-1,5m/s dan kelembaban 60-70%) pada bangunan. Dimana pada simulasi terdapat 2 jenis variabel yaitu variabel tetap berupa iklim luar dan kondisi bangunan sekitar serta variabel bebas berupa luas bukaan yang dibuat 3 tipe (15%, 20% dan 25% dari luas lantai ruang) dan penambahan overhang sepanjang 1 meter.

HASIL DAN BAHASAN

Untuk mencapai kenyamanan termal pada proyek ini, analisa yang dilakukan mengenai :

1. Analisa Bangunan Sekitar Tapak

Gambar 2 Kondisi Tapak dan Sekitarnya

Dapat disimpulkan bahwa ketinggian bangunan di sekitar tapak paling tinggi 4 lantai, sehingga tidak mengganggu sirkulasi angin yang mengalir ke dalam unit rusun.

2. Analisa Massa Bangunan

Gambar 3 Gubahan Massa Bangunan

Pasar

Rusun

Rusun Pasar

(4)

Massa bangunan mengikuti bentuk tapak dan menggunakan sistem sirkulasi double loaded sehingga bentuk bangunannya memanjang. Untuk pasar terdapat di lantai 1-4 dengan bentuk persegi empat pada sisi timur rusun dengan pertimbangan penyediaan taman sebagai ruang terbuka hijau.

3. Analisa Matahari

Tabel 1 Orientasi Bangunan Terhadap Matahari

Alternatif 1 • Pemanfaatan lahan yang tidak efektif.

• Bangunan terkena sinar matahari dari barat-timur yang bisa menyebabkan suhu di dalam ruangan meningkat.

• Penghijauan lebih banyak. Alternatif 2 • Lebih efektif dalam penggunaan

lahan.

• Bentuk massa bangunan mengikuti bentuk lahan.

• Sisi panjang bangunan menghadap ke arah utara-selatan.

Pada analisa ini orientasi bangunan yang berbentuk memanjang dirancang dengan sisi kecil bangunan yang mengarah langsung ke Timur-Barat, sehingga bisa meminimalkan panas matahari masuk ke dalam bangunan.

4. Analisa Angin

Sebelum menentukan orientasi bangunan terhadap angin, perlu dianalisa arah datangnya angin, untuk analisa arah datangnya angin menggunakan windrose yang ada di ecotect, berikut tampilannya :

Gambar 4 WindRose dan Persentase Arah Angin yang Dominan

Dari hasil persentase arah angin pada windrose terdapat 3 arah angin yang dominan, yaitu Barat (14,6%), Timur (13,65) dan Selatan (15,5%). Dikarenakan ketinggian bangunan di sekitar tapak tidak tinggi yaitu berkisar antara 2 – 4 lantai, maka arah angin tidak mengalami

(5)

perubahan posisi. Untuk perancangan ini arah angin yang digunakan adalah arah angin Selatan, disatu sisi arah Selatan memiliki persentase paling besar, juga karena pada analisa orientasi bangunan terhadap matahari telah dijelaskan untuk menghindari dari panas matahari, maka orientasi bangunan yang baik adalah menghadap ke Utara dan Selatan.

5. Analisa Penataan Unit Rusun

Pada analisa ini, terdapat 3 alternatif perletakan unit rusun yang akan disimulasikan dengan menggunakan program Flow design untuk mengetahui dan menentukan alternatif yang mana yang akan digunakan pada perancangan ini. Berikut hasil simulasinya :

a. Alternatif 1

Gambar 5 Hasil Simulasi Angin Alternatif 1

Pada alternatif 1, unit rusun diletakan bersebelahan dengan unit tetangga tanpa lubang angin, sehingga ada beberapa ruangan yang tidak mendapatkan angin ( pengap ).

b. Alternatif 2

Gambar 6 Hasil Simulasi Angin Alternatif 2

Perletakan unit yang tidak berbeda jauh dengan alternatif 1, namun terdapat lubang angin yang berfungsi memasukan angin ke dalam bangunan. Akan tetapi perletakan lubang angin yang sejajar, mengakibatkan distribusi angin dari massa ke massa kurang maksimal, sehingga terdapat beberapa ruangan yang tidak mendapat angin.

(6)

c. Alternatif 3

Gambar 8 Hasil Simulasi flowDesign Alternatif 3

Pada alternatif 3, lubang angin yang berada di massa 2 dirancang dengan posisi bersingungan serta terdapat perbedaan luas bukaan inlet dan outlet yaitu untuk luas bukaan outlet dibuat lebih kecil dari luas bukaan inlet, dimana dengan itu bisa mempercepat kecepatan angin yang mengalir keluar.

Gambar 9 Dimensi Lubang Angin

6. Analisa Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor utama untuk mencapai kenyamanan termal, yaitu suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Berikut ini rata-rata suhu udara menurut BMKG pada tahun 2011 :

(7)

Gambar 10 Suhu Rata-rata per bulan tahun 2011

Berdasarkan angka kenyamanan termal oleh diagram lippsmeier tentang suhu udara adalah 24oC – 28oC. Berdasarkan gambar 4.28 di atas, suhu udara rata-rata mendekati area kenyamanan termal, sehingga memungkinkan untuk menggunakan penghawaan alami pada tapak ini. Perancangan bukaan sangat cocok untuk mengurangi panas yang masuk ke dalam bangunanan dan juga bisa memasukan aliran angin untuk menyejukan suhu udara di dalam ruangan serta mengurangi kelembaban yang tinggi. Berikut gambar rata-rata kelembaban udara pada tahun 2011 menurut BMKG :.

Gambar 11 Rata-Rata Kelembaban Udara Per Bulan Tahun 2011

Dari tabel di atas, diperoleh rata-rata kelembaban udara di Jakarta sepanjang tahun sebesar 75%. Berdasarkan standar kelembaban udara di diagram lipsmeier berkisar antara 60-70%. Dimana kelembaban udara tinggi bisa dihalau dengan aliran udara. Dengan desain yang menyiasati aliran udara masuk ke dalam ruangan sehingga kelembaban udara bisa berkurang dan tercapai kenyamanan termal. Berikut gambar rata-rata kecepatan angin pada tahun 2011 menurut BMKG, antara lain :

Gambar 12 Rata-Rata Kecepatan Udara Per Bulan Tahun 2011

Rata-rata kecepatan angin adalah berkisar 1,02–1,53 m/s. angka kenyamanan termal tentang kecepatan angin menurut diagram lipsmeier berkisar antara 0,2m/s – 1,5m/s. Sehingga sangat berpeluang untuk melakukan kenyamanan termal pada tapak ini.

(8)

7. Analisa Bukaan dan Penahan Panas Matahari

Dari hasil pengukuran Stasiun BMKG Cengkareng, dapat diketahui bahwa terdapat angka-angka kenyamanan termal yang masih belum memenuhi standar kenyamanan termal. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa rancangan luas bukaan dan penahan panas matahari yang akan diterapkan pada bangunan ini. Luas bukaan yang dirancang ada 3 tipe yaitu model A dengan 15% dari luas lantai, model B dengan 20% dari luas lantai dan model C dengan 25% dari luas lantai.

Tabel 2 Luas bukaan Jendela

Luas Ruang(m²) Luas Jendela

15% 20% 25% unit A 12,3425 1,851375 2,4685 3,085625 Ruang unit B 14,1 2,115 2,82 3,525 Tengah unit C 12,3325 1,849875 2,4665 3,083125 unit D 14,095 2,11425 2,819 3,52375 unit A 4,3475 0,652125 0,8695 1,086875 Kamar unit B 5,2725 0,790875 1,0545 1,318125 Tidur A unit C 4,7175 0,707625 0,9435 1,179375 unit D 5,4 0,81 1,08 1,35 unit A 6,345 0,95175 1,269 1,58625 Kamar unit B 7,695 1,15425 1,539 1,92375 Tidur B unit C 7,2675 1,090125 1,4535 1,816875 unit D 7,695 1,15425 1,539 1,92375 unit A 2,9625 0,444375 0,5925 0,740625 Kamar unit B 3,21 0,4815 0,642 0,8025 Mandi unit C 3,21 0,4815 0,642 0,8025 unit D 3,21 0,4815 0,642 0,8025

Sebelum melakukan simulasi pada unit rusun, perlu menentukan tipe jendela yang digunakan, dikarenakan tipe jendela mempengaruhi banyaknya angin yang masuk ke dalam ruangan.

(9)

Dari tipe jendela di atas, bentuk jendela Casement dengan persentase paling besar yaitu 95% yang akan diterapkan dan dimasukan menjadi variabel simulasi. Sehingga model jendela yang digunakan pada unit rusun adalah sebagai berikut :

Gambar 14 Model Jendela Pada Unit Rusun

Berikut simulasi dengan program flowdesign pada unit rusun, untuk memperlihatkan pergerakan angin dalam unit :

Gambar 15 Hasil Simulasi Pada Unit Rusun

Dari hasil simulasi di atas dapat diketahui penataan bukaan yang sedemikian membuat pergerakan angin dalam unit lebih maksimal, sehingga bisa terwujudnya kenyamanan termal dalam ruangan tersebut.

Dari 3 model bukaan dan dimensi bukaan (Tabel 2 dan Gambar 22), maka dilakukan simulasi dengan Designbuilder dan Ecotect, simulasi ini dilakukan pada tanggal 23 maret/september, 21 juni dan 22 desember jam 14.00 WIB dan level lantai low zone (10 meter), mid zone (30 meter) dan high zone (50 meter). Sebab menurut gerak revolusi yaitu gerakan bumi berputar pada orbitnya dalam mengelilingi matahari. Maka terdapat bulan-bulan tertentu dimana posisi bumi dekat dengan matahari.

Gambar 16 Pergeseran Matahari Dari Khatulistiwa

BMKG melakukan pemantauan suhu minimum harian (mencatat suhu sekitar pukul 03.00 dini hari) dan suhu maksimum harian (mencatat suhu sekitar pukul 14.00) selama beberapa dekade dari http://nationalgeographic.co.id/ diakses pada tanggal 1 Agustus 2014.

(10)

Berikut hasil simulasinya :

a. Model A ( 15% dari luas lantai ruang )

Tabel 3 Hasil Simulasi Kenyamanan Termal Pada Model A

b. Model B ( 20% dari luas lantai ruang )

Tabel 4 Hasil Simulasi Kenyamanan Termal Pada Model B

c. Model C ( 25% dari luas lantai ruang )

Tabel 5 Hasil Simulasi Kenyamanan Termal Pada Model C

Tanggal Level Lantai Kenyamanan Termal

Suhu (oC) kec. Angin (m/s) Kelembaban (%) 23 Mar/ Sep low zone 28,05 0,27 60,30 mid zone 28,15 0,17 60,26 high zone 29,295 0,34 63,07 21 Juni low zone 28,05 0,26 67,82 mid zone 28,15 0,18 68,01 high zone 29,295 0,34 71,82 22 Des low zone 28,05 0,27 58,76 mid zone 28,15 0,16 58,96 high zone 29,29 0,31 61,90

Tanggal Level Lantai Kenyamanan Termal

Suhu (oC) kec. Angin (m/s) Kelembaban (%) 23 Mar/ Sep low zone 28,05 0,30 63,80 mid zone 28,15 0,19 63,99 high zone 29,295 0,36 64,13 21 Juni low zone 28,05 0,34 72,28 mid zone 28,15 0,19 72,43 high zone 29,29 0,36 72,56 22 Des low zone 28,05 0,33 62,92 mid zone 28,15 0,17 63,12 high zone 29,29 0,32 63,27

Tanggal Level Lantai Kenyamanan Termal

Suhu (oC) kec. Angin (m/s) Kelembaban (%) 23 Mar/ Sep low zone 29,15 0,31 62,37 mid zone 29,295 0,21 62,52 high zone 30,15 0,41 62,63 21 Juni low zone 29,15 0,31 70,93 mid zone 29,295 0,20 71,05 high zone 30,15 0,38 71,15 22 Des low zone 29,15 0,21 61,03 mid zone 29,295 0,20 61,17 high zone 30,15 0,38 61,28

(11)

Dari hasil simulasi di atas disimpulkan bahwa pada model B digunakan pada low zone dan mid zone sedangkan untuk high zone menggunakan model C. dimana pertimbangannya adalah angka kenyamanan termal yang lebih mendekati standar kenyamanan termal (suhu = 24-28oC, kec.angin = 0,2-1,5m/s dan kelembaban = 60-70%). Akan tetapi juga terdapat suhu yang masih di atas standar yaitu 29,095 oC. maka itu diberikan penahan panas matahari berupa overhang sepanjang 1 meter pada bukaan jendela unit rusun. Berikut hasil simulasinya :

Tabel 6 Hasil Simulasi Kenyamanan Termal Dengan Overhang Jendela

Dapat disimpulkan penambahan penahan panas matahari pada rumah susun sangat membantu dalam penurunan suhu, akan tetapi masih terdapat kelembaban yang di atas standar. Hal ini bisa disiasati dengan pemberian kipas angin sebagai penunjang untuk menurunkan kelembaban udara. Sebab kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara atau atmosfer.

Pada malam hari, penghuni rumah susun berkumpul bersama melakukan aktivitas, sehingga kenyamanan termal pada malam hari sebagai berikut :

Tabel 7 Hasil Simulasi Pada Rumah Susun Di Malam Hari

Dari simulasi kenyamanan termal pada malam hari, angka-angka yang dihasilkan berada dalam standar kenyamanan termal. Untuk malam hari waktu simulasi diatur pada jam 19.00 WIB dimana pada saat itu semua anggota keluarga berada di dalam rumah, sedangkan bulan simulasi diatur pada bulan September, dikarenakan pada bulan September kecepatan angin dan suhu berada pada kondisi ekstrim serta pada bukaan jendela di tutup dengan kasa nyamuk.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari analisa yang telah dilakukan dengan program Designbuilder dan Ecotect dapat disimpulkan untuk level lantai low zone dan mid zone menggunakan bukaan jendela model B (20% dari luas lantai), sedangkan untuk level lantai high zone menggunakan model C (25% dari luas lantai) lalu ada overhang pada bukaan jendela unit rumah susun yang menghasilkan angka kenyamanan termal yang paling dekat dengan kenyamanan termal menurut diagram Lipsmeier.

Dari hasil pembahasan bisa dilihat analisa yang dilakukan lebih mengarah ke analisa kenyamanan termal ruang, untuk analisa kenyamanan termal pada manusia berupa teori yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti aktivitas dan pakaian dan cara menyiasatinya, akan tetapi

Tanggal Level Lantai Kenyamanan Termal

Suhu (oC) kec. Angin (m/s) Kelembaban (%) 23 Mar/ Sep low zone 27,05 0,27 63,02 mid zone 27,35 0,21 63,15 high zone 28,075 0,28 63,24 21 Juni low zone 26,995 0,27 72,21 mid zone 27,35 0,20 72,31 high zone 28,08 0,28 72,39 22 Des low zone 26,995 0,27 62,60 mid zone 27,35 0,20 62,72 high zone 28,08 0,30 62,80

Tanggal Level Lantai

Kenyamanan Termal

Suhu (oC) Kec. Angin (m/s) Kelembaban (%) September

Low Zone 27,64 0,20 70,29

Mid Zone 26,60 0,21 67,82

(12)

manusia mempunyai peran penting dalam hal kenyamanan termal. Dimana dari manusia itu sendiri yang menerima hasil dari penerapan konsep tersebut yaitu merasakan nyaman dan tidaknya.

Saran : Sudah waktunya arsitek memikirkan rancangan rumah susun yang hemat energi, tidak hanya dari aspek jendela dengan desain pasif, tapi juga dari desain model jendela aktif dan dari aspek bangunan lainnya.Teknis pemecahan rancangan bangunan hemat energi di Indonesia berbeda dengan dengan kawasan subtropis. Hal ini penting untuk disadari oleh para arsitek agar dalam mengadopsi bentuk dari konsep rancangan arsitektur dari negeri barat (yang umumnya beriklim subtropis) tidak terjebak pada kekliruan yang mendasar.

Hal ini dapat dilihat dari ukuran dan bentuk yang seragam pada semua sisi bangunan, sedangkan pada setiap sisi bangunan menerima intensitas dan radiasi sinar matahari yang berbeda-beda. Melalui kajian pada jendela pada rumah susun yang ada dan simulasi model jendela, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model jendela yang hemat energi, dalam hal ini akan dihasilkan bentuk dan ukuran terbaik secara spesifik pada sisi bangunan dan posisinya dalam ketinggian bangunan. Model yang dihasilkan dari penelitian ini kemudian dapat digunakan sebagai acuan bagi banyak pihak dalam merancang jendela dan tabir matahari pada rumah susun di Indonesia.

REFERENSI

BUKU

ASHRAE. (1989). Handbook of Fundamental Chapter 8: Physiological Principles, Comfort, and Health, ASHRAE, USA

Jimmy S. Juwana. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta : Erlangga. Lippsmeyer, Georg. (1994). Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga.

JURNAL

Indrani, Hedy C. (2008). Kinerja Ventilasi Pada Hunian Rumah Susun Dupak Bangunrejo Surabaya. Dimensi Interior, Vol. 6, No.1, Juni 2008: 9-23.

Mediastika, C.E. (2002). Desain Jendela Bangunan Domestik Untuk Mencapai “Cooling Ventilation”. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 30 No.1. 77-84.

Karyono, Tri Harso, a.l.(2012). Faktor-Faktor Desain Rumah Susun Berpengaruh Terhadap Kenyamanan Termal. Jurnal Permukiman Vol. 7 No. 2 Agustus 2012 : 76-87.

INTERNET DAN TESIS

Ruqoyah, Siti & Rohimat Nurbaya. (2014). Tahun ini, DKI Bangun Rusun di Rawa Buaya. Diakses tanggal 12 April 2014 dari http://us.metro.news.viva.co.id/

Sadewo, Joko. (2014). Rusun Rawa Buaya Disiapkan Tampung Seribu Keluarga. Diakses tanggal 11 April 2014 dari http://www.republika.co.id

RIWAYAT HIDUP

Susanto lahir di kota Bagansiapiapi, Riau pada Tanggal 23 Juli 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Arsitektur pada tahun 2015.

Gambar

Gambar 1 Kondisi Pasar Rawa Buaya dan Pemukiman
Gambar 3 Gubahan Massa Bangunan
Gambar 4 WindRose dan Persentase Arah Angin yang Dominan
Gambar 7 Dimensi Lubang Angin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengarah bukaan pada ruang Unit Kemahasiswaan bangunan Student Center Itenas Bandung tidak bekerja optimal dalam menciptakan kenyamanan termal, karena aliran udara

Pengarah bukaan pada ruang Unit Kemahasiswaan bangunan Student Center Itenas Bandung tidak bekerja optimal dalam menciptakan kenyamanan termal, karena aliran udara

Penelitian kenyamanan termal ini mengambil obyek rumah tinggal vernakular di dua tempat yang berbeda dari iklim nya yaitu daerah tropis pegunungan dengan suhu udara rendah dan

Tingkat kenyamanan termal pada bangunan perpustakaan Universitas Bandar Lampung dapat disimpulkan nyaman. Berdasarkan hasil pengukuran suhu, kelembaban, dan kecepatan

Hasil estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu yang paling tinggi

Penelitian ini bertujuan untuk membangun konsep desain yang membantu memecahkan permasalahan kenyamanan termal pada rumah tinggal di perkotaan yang padat dengan cara

Aspek-aspek yang mempengaruhi kenyamanan termal pada bangunan perpustakaan Universitas Bandar Lampung berdasarkan hasil pengukuran menggunakan alat ukur dan nilai persepsi menggunakan

Hasil penelitian Masjid Gedhe Mataram tidak memenuhi standar kenyamanan termal dari temperatur efektif SNI T-14-1993-037, namun jika ditinjau dari bahan material dalam bangunan