• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) PADA PASIEN INFARK

MIOKARD AKUT DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUP

Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Putu Martana, Abdul Rakhmat, H.Ismail

Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar Dosen Tidak Tetap STIKES Nani Hasanuddin Makassar Dosen Tidak Tetap STIKES Nani Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Putu Martana, Karakteristik Elektrokardiogram (EKG) pada Pasien Infark Miokard Akut di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2012 (Dibimbing oleh Abdul Rakhmat dan H. Ismail)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. EKG membantu menegakkan diagnosis sebelum peningkatan enzim jantung terdeteksi pada pasien IMA. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Karakteristik Elektrokardiogram (EKG) pada Pasien Infark Miokard Akut di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif non analiti, populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan penyakit Infark Miokard Akut yang dirawat inap di Instalasi Gawat darurat (IGD) RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan tehnik sampling jenuh, didapatkan 12 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer microsoft excel dan program statistik (SPSS) versi 16,0. Analisis data mencakup analisis data umum dengan mencari distribusi frekuensi dan data khusus dimana diperoleh yang mengalami elevasi segmen ST pada beberapa lead, 4 orang diantaranya STEMI anterior, 4 orang selanjutnya STEMI anteroseptal, 3 orang lainnya STEMI inferior dan 1 orang STEMI septal. Tidak terjadi perubahan karakteristik gelombang P pada hasil perekaman EKG pasien IMA. Terjadi perubahan karakteristik segmen ST dan gelombang T pada beberapa lead dari hasil perekaman EKG pasien IMA, akan tetapi perubahan gelombang T mengikuti elevasi segmen ST.

Kata kunci : Pasien IMA, gelombang P, segmen ST dan gelombang T.

PENDAHULUAN

Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang utama. Banyak pasien yang mangalami kematian akibat penyakit jantung. Penanganan yang salah dan kurang cepat serta cermat adalah salah satu penyebab kematian. Infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama bagi laki-laki dan perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita infark miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini. Masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang rendah membuat mereka salah untuk pengambilan keputusan penangan utama. Sehingga menyebabkan keterlambatan untuk ditangani. Hal ini yang sering menyebabkan kematian. (Nuzul Zulkarnain, 2011).

Menurut WHO (2008), penyakit infark miokard akut, merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000

(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit infark miokard akut di seluruh dunia dua tahun terakhir ini. Penyakit infark miokard akut adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua di negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2008 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Ardyan Pradana, 2011).

Depkes (2009), Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik, yaitu 110,183 kasus. Care fatelity rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya

(2)

(13,37%). Kematian yang disebabkan oleh infark miokardium, keadaan yang sama juga bisa dialami di Indonesia khususnya diperkotaan dimana pola penyakit infark miokardium sudah sama dengan pola penyakit negara-negara maju. Setiap dua detik satu orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler (Ardyan Pradana, 2011).

Nigam (2007), Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya elevasi segmen ST dan inversi gelombang T (Ardyan Pradana, 2011).

Ramrakha (2006), Elektrokardiogram (EKG) merupakan metode pemeriksaan noninvasif yang mudah didapatkan untuk menegakkan diagnosis infark miokard akut (Chung, 2007). EKG membantu menegakkan diagnosis sebelum peningkatan enzim kerusakan jantung terdeteksi. Lokasi dan luas infark dapat ditentukan dari rekaman EKG berupa elevasi segmen ST, gelombang T pada standar precordial lead. Dengan metode EKG, infark miokard akut terbagi menjadi 2 grup mayor, yaitu infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI). ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah sindoma koroner akut dimana pasien mengalami ketidaknyamanan pada dada dengan gambaran elevasi segmen ST pada EKG. Non STEMI adalah sindroma koroner akut dimana pasien mengalami ketidaknyamanan dada yang berhubungan dengan non elevasi segmen ST iskemik yang transien atau permanen pada EKG (Ardyan Pradana, 2011).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari rekam medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mendapati pasien Infark Miokard Akut (IMA) rawat jalan dan inap pada tahun 2009 sebanyak 109 orang, tahun 2010 sebanyak 44 orang, dan ditahun 2011 sebanyak 20 penderita. Dalam hal ini mengalami penurunan yang sangat signifikan, dikarenakan pada pertengahan tahun 2010 di RSWS sudah diberlakukan sistem rujukan.

Dengan melihat fenomena diatas dan mengingat pentingnya EKG dalam menegakan diagnosis awal pada pasien infark miokard akut, maka peneliti tertarik untu kmeneliti Karakteristik Elektrokardiogram (EKG) pada Pasien Infark Miokard Akut di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Dengan melihat uraian diatas pada latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana Karakteristik Elektrokardiogram (EKG) pada Pasien Infark Miokard Akut di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

.

BAHAN DAN METODE

Lokasi, populasi, dan sampel penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif non analitik, dimana pada rancangan penelitian ini menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan karakteristik dan penelitian yang didalamnya tidak ada analisis hubungan antar variabel (A.Aziz Alimul Hidayat, 2009). Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Pada tanggal 26 Juli sampai 16 Agustus 2012.

Dimana populasi dalam penelitian ini adalah Semua pasien dengan penyakit Infark Miokard Akut yang dirawat inap di Instalasi Gawat darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. sebanyak 12 responden.

Besar sampel adalah semua pasien yang menderita penyakit Infark Miokard Akut yang memenuhi kriteria yakni 12 responden.

1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bersedia menjadi responden

b. Pasien yang didiagnosa IMA oleh dokter

c. Pasien IMA dengan perekaman EKG yang pertama kali

d. Pasien IMA yang dirawat inap di ruang Instalasi Gawat darurat (IGD) RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Tidak bersedia menjadi responden b. Pasien rawat inap di ruang Instalasi

Gawat darurat (IGD) RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar yang bukan merupakan pasien IMA.

c. Pasien IMA yang dirawat jalan di poliklinik jantung RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar.

d. Pasien IMA yang sudah diberi obat digitalis

Pengumpulan data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan alat ukur dokumentasi yaitu dengan cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli dimana dokumen asli yang dimaksud adalah daftar periksa. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan peneliti

(3)

menggunakan hasil rekaman EKG untuk mengetahui gambaran gelombang P, segmen ST, dan gelombang T dengan pengumpulan data yang telah diperoleh melalukai data

primer. Data primer yang dimaksud data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari yang sebelumnya tidak ada, dan tujuannya disesuaikan dengan keperluan peneliti.

Langkah Pengolahan Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi sebagai berikut :

1. Editing

Yaitu dilakukan penyuntingan data yang telah terkumpul dengan cara memeriksakan kelengkapan pengisian, kejelasan pengisian dan adanya kesalahan.

2. Codding

Adalah proses pemberian kode pada tiap variable dengan tujuan untuk memudahkan dalam mengolah data.

3. Tabulasi

Memasukan data dalam tabel tabulasi untuk memudahkan dalam mengolah data.

4. Analisa Data

Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian data dianalisis menggunakan uji statistik dengan mencari frekuensi pada program SPSS windows versi 16,0.

HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Responden :

Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada Pasien Infark Miokar Akut di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Umur Responden Jumlah (n) Persentase (%) ≤ 50 tahun 3 25,0 > 50 tahun 9 75,0 Total 12 100

Sumber : Data Primer Juli – Agustus 2012. Tabel 5.1. menunjukkan jumlah responden terbanyak berdasarkan umur dalam penelitian ini adalah responden yang berumur > 50 tahun sebanyak 9 orang (75%), sedangkan responden yang berumur ≤ 50 tahun tahun sebanyak 3

orang (25%).

Tabel 5.2 :Data Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien Infark Miokar Akut di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%) Laki-Laki 8 66,7 Perempuan 6 33,3 Total 12 100

Sumber : Data Primer Juli – Agustus 2012

Tabel 5.2 menunjukkan jumlah responden terbanyak berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini adalah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (66,7%), dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (33,3%).

Tabel 5.3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan pasien Infark Miokard Akut di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%) PNS 3 25,0 Wiraswasta 5 41,7 Lain-lain 4 33,3 Total 12 100

Sumber : Data Primer Juli – Agustus 2012. Tabel 5.3 menunjukkan jumlah responden terbanyak berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini adalah responden yang berwiraswasta yaitu sebanyak 5 orang (41,7%), responden yang lain-lain (ibu rumah tangga, Pensiunan guru) sebanyak 4 orang (33,3%), responden yang PNS sebanyak 3 orang (25,0%).

1. Analisis Univariat : a. Gelombang P

Tabel 5.4 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Karakteristik Elektrokardiogram Gelombang P pasien Infark Miokard Akut di

Instalasi Gawat

Darurat (IGD) RSUP

Dr. Wahidin

Sudirihusodo Makassar

(4)

Sumber : Data Primer Juli – Agustus 2012.

Pada table 5.4 berdasarkan karakteristik Elektrokardiogram gelombang P, dari 12 responden yang diteliti dalam penelitian ini menunjukkan seluruh responden memiliki gelombang P normal pada lead – lead yang diteliti yaitu pada lead I, II, avF, V2, V3, V4, V5, dan V6. Dalam hal ini keseluruhan responden tidak mengalami gangguan atau menunjukkan gelombang P yang tidak normal.

b. Segmen ST

Tabel 5.5 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Elektrokardiogram Segmen ST pasien Infark Miokar Akut di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Sumber : Data Primer Juli – Agustus 2012.

Pada tabel 5.5 menunjukkan distribusi responden berdasarkan karakteristik Elektrokardiogram segmen ST, dari 12 responden yang diteliti dalam penelitian ini pada lead I dengan segmen ST normal sebanyak 12 (100,0%) dari 12 responden, pada lead II dengan segmen ST normal sebanyak 9 (75,0%) dari 12 responden dan yang tidak normal 3 responden (25,0%), pada lead III dengan segmen ST normal sebanyak 9 (75,0%) dari 12 responden dan yang tidak normal 3 responden (25,0%), pada lead aVF dengan segmen ST normal sebanyak 9 (75,0%) dari 12 responden dan yang tidak normal 3 responden (25,0%), pada lead aVL dengan segmen ST normal sebanyak 12 (100,0%) dari 12 responden, pada lead V1 dengan segmen ST normal sebanyak 7 (58,3%) dari 12 responden dan yang tidak normal 5 responden (41,7%), pada lead V2 dengan dengan segmen ST normal sebanyak 7 (58,3%) dari 12 responden dan yang tidak normal 5 responden (41,7%), pada lead V3 dengan segmen ST normal sebanyak 4 (33,3%) dari 12 responden dan yang tidak normal 8 responden (66,7%), lead V4 dengan

DEFLEKSI LEAD Ketentuan (n) (%) Total (n) % Gelombang P I Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 II Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 aVF Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V2 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V3 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V4 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V5 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V6 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0

DEFLEKSI LEAD Ketentuan (n) (%) Total

(n) % Segmen ST I Normal 12 100,0 12 100 Tidak normal 0 0 II Normal 9 75,0 12 100 Tidak normal 3 25,0 III Normal 9 75,0 12 100 Tidak normal 3 25,0 aVF Normal 9 75,0 12 100 Tidak normal 3 25,0 aVL Normal 12 100,0 12 100 Tidak normal 0 0 V1 Normal 7 58,3 12 100 Tidak normal 5 41,7 V2 Normal 7 58,3 12 100 Tidak normal 5 41,7 V3 Normal 4 33,3 12 100 Tidak normal 8 66,7 V4 Normal 4 33,3 12 100 Tidak normal 8 66,7 V5 Normal 12 100,0 12 100 Tidak normal 0 0 V6 Normal 12 100,0 12 100 Tidak normal 0 0

(5)

segmen ST normal sebanyak 4 (33,3%) dari 12 responden dan yang tidak normal 8 responden (66,7%), pada lead V5 dengan segmen ST normal sebanyak 12 (100%) dari 12 responden dan pada lead V6 dengan segmen ST normal sebanyak 12 (100%) dari 12 responden. Sedangkan dari 12 responden tersebut dengan segmen ST normal secara keseluruhan tidak ada.

c. Gelombang T

Tabel 5.6 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Elektrokardiogram Gelombang T Pasien Infark Miokar Akut di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Sumber : Data Primer Juli – Agustus 2012.

Pada table 5.6 berdasarkan karakteristik Elektrokardiogram gelombang T, dari 12 responden yang diteliti dalam penelitian ini pada lead I dengan gelombang T sebanyak 12 responden (100%) memiliki gambaran EKG dengan gelombang T normal dan tidak ditemukan adanya gelombang T yang tidak normal. Demikian pula pada lead II, aVF, V2, V3, V4, V5, dan V6) dimana dari 12 responden menunjukan gelombang T dalam keadaan normal.

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Elektrokardiogram Gelombang P pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA)

Berdasarkan tabel 5.4 karakteristik Elektrokardiogram gelombang P, dari 12 responden yang diteliti dalam penelitian ini bahwa pada lead I, lead II, aVF, V2, V3, V4, V5 dan V6 menunjukkan seluruh

responden dengan gelombang P normal pada lead – lead yang diteliti. Jadi jelas bahwa 12 responden yang diperoleh dari hasil penelitian gambaran EKG gelombang P pada lead tersebut diatas, semua lead terlihat melengkung keatas (berdefleksi positif) kecuali aVR dan tiap kompleks QRS selalu diawali gelombang P. Kriteria interpretasi EKG gelombang P rata-rata pasien < 0,12 detik (< 3 kotak kecil) dan tinggi rata-rata: < 0,3 mv (< 3 kotak kecil). Ini sesui dengan pendapat Mahmuddin Asry (2009) dalam buku EKG praktis sehari-hari, yang mana kriteria interpretasi EKG dan nilai normal gelombang P : gelombang P yaitu depolarisasi atrium. Nilai normal (lebar : < 0,12 detik (< 3 kotak kecil), tinggi : < 0,3 mv (< 3 kotak kecil), bentuk : (+) di lead I, II, aVF, V2-V6, bentuk (-) di lead aVR, bentuk ± di lead III, aVL, V1.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Sylvia Anderson Price & Lorraine McCarty Wilson (2006), menyatakan sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus sinus. Namun , besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya keatas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran atrium dapat meningkatkan amplitude atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang berasal dari dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inverse gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik.

Menurut John R. Hampton (2006), Pada irama sinus gelombang P dalam keadaan normal tegak ke atas pada semua sadapan (lead) kecuali pada VR. Bila kompleks QRS dominan ke bawah, pada aVL, gelombang P mungkin pula menunjukan inverse (inverted).

Sedangkan 12 responden dari hasil penelitian dengan gelombang P tidak normal (berdefleksi negatif) secara keseluruhan tidak ada. Dalam artian tidak menunjukan tanda-tanda pembesaran atrium atau menandakan adanya peningkatan aktivitas atrium pada pasien IMA. Yang mana dapat menggambarkan gelombang P dari 12 responden hasil penelitian menandakan normal (berdefleksi positif).

DEFLEKSI LEAD Ketentuan (n) (%) Total (n) % Gelombang T I Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 II Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 aVF Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V2 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V3 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V4 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V5 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0 V6 Normal 12 100 12 100 Tidak normal 0 0

(6)

Hal ini sesuai dengan teori Abu Nazmah (2011), Gelombang P adalah gelombang EKG yang menggambarkan adanya aktifitas listrik yang terjadi di atrium, dimana otot atrium (kanan dan kiri) mengadakan depolarisasi sehingga kedua otot atrium melakukan kontraksi. Oleh sebab itu, gelombang P merupakan depolarisasi kedua otot atrium atau kontraksi dari kedua otot atrium.

Asumsi peneliti yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan pada pasien infark miokard akut di instalasi gawat darurat (IGD) RSUP Dr. Wahiddin Sudirohusodo Makassar, bahwa hasil rekaman EKG gelombang P yang didapatkan dari 12 responden tidak terjadi perubahan. Dalam hal ini gelombang P nampak normal (tidak terjadi pelebaran, peninggian dan inversi). Hal ini menunjukan bahwa gelombang P tidak berpengaruh besar dalam menentukan diagnosa pada pasien infark miokard akut. Akan tetapi, gelombang P mememiliki peranan dalam menentukan komplikasi lain dari jantung pada pasien IMA. Misalnya dengan melihat gambaran gelombang P dapat menunjukan adanya tanda-tanda pembesaran atrium. Dengan demikian, tiap saat perlu dilakukan pemantauan gambaran EKG untuk tetap menjaga perubahan yang mungkin terjadi pada rekaman EKG gelombang P. Sehingga apabila terjadi perubahan dapat ditangani secara cepat.

2. Karakteristik Elektrokardiogram Segmen ST pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA)

Berdasarkan tabel 5.5 karakteristik Elektrokardiogram segmen ST pada pasien IMA, menunjukkan bahwa dari 12 responden yang diteliti dalam penelitian ini pada lead I dengan segmen ST menunjukkan bahwa dari 12 responden yang diteliti dalam kategori normal, pada lead II dengan segmen ST norma terdapat sebanyak 9 responden dan yang tidak normal sebanyak 3 responden, untuk lead III dengan segmen ST normal terdapat sebanyak 9 responden dan 3 responden lainnya tidak normal. Pada lead aVF dengan segmen ST normal sebanyak 9 responden sedangkan yang tidak normal sebanyak 3 responden, untuk lead aVL dengan segmen ST menunjukkan bahwa dari 12 responden yang diteliti dalam kategori normal. Selanjutnya pada lead V1 sebanyak 7 responden dengan segmen ST normal dan 5 responden dengan segmen ST tidak normal, pada lead V2 sebanyak 7 responden menunjukkan segmen ST

normal dan 5 responden lainnya tidak normal, kemudia pada lead V3 menunjukkan sebanyak 4 responden dengan segmen ST normal dan 8 responden lainnya tidak normal, berikut pada lead V4 dengan segmen ST normal terdapat sebanyak 4 responden dan yang tidak normal sebanyak 8 responden, untuk lead V5 dan V6 dengan segmen ST dari 12 responden seluruhnya dalam keadaan normal pada lead ini.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat dipahami bahwa dari 12 responden yang diteliti diperoleh hasil gambaran EKG segmen ST tiap lead (I,II, III, aVF, aVL, V1, V2, V3, V4, V5 dan V6) terlihat isoelektris (normal) dan beberapa diantaranya mengalami elevasi (melengkung keatas yang tidak semestinya dan dikatakan tidak normal). Meskipun terjadi elevasi segmen ST di beberapa lead saja pada pasien ini sudah cukup membantu menunjukan adanya infark. Hal ini dikarenakan pada infark miokard akut (IMA) hanya terjadi elevasi segmen ST pada beberapa lead saja tergantung dimana lokasi infark itu terjadi, tidak pada semua lead. Jika terjadi pada semua lead disebut perikarditis bukan infark.

Hal Ini sesuai dengan teori Buku Acuan Pemeriksaan EKG dalam blog Rica Federica (2011) yang menyatakan bahwa adanya elevasi segmen ST merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis, akan tetapi pada infark miokard akut hanya terjadi elevasi pada beberapa lead saja. Misalnya terjadi infark pada dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen ST pada sendapan atau lead II, III dan aVF. Sedangkan pada perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi dihampir semua sandapan atau lead. Dengan demikian, jelaslah bahwa infak miokar akut hanya terjadi elevasi segmen ST pada beberapa lead saja bukan keseluruhan lead.

Dari lead-lead yang diteliti terdapat empat lead yang tidak mengalami elevasi segmen ST pada 12 responden secara keseluruhan yakni pada lead I, aVL, V5, dan V6 seluruh responden (12 reponden (100%)) menunjukkan segmen ST norma dan tidak ada responden yang segmen ST tidak normal untuk keempat lead ini. Hal ini disebabkan karena pada penelitian tidak ditemukan infark lateral atau disebut juga infark miokard anterolateral ekstensif.

(7)

Hal Ini sesuai teori Wajan Juni Udjianti (2011) yang menyatakan bahwa pada pasien infark apa bila terjadi elevasi segmen ST pada lead I, aVL, V5 dan V6 ini menunjukan terjadinya infark miokard anterolateral ekstensif dan menurut M.Sjaifoellah Noer dkk (2006), jika infark lateral : menandakan oklusi pada arteri sirkumfleksi kiri dapat merupakan bagian dari berbagi sisi infark ini terjadi elevasi ST pada lead I, aVL, V5 dan V6. Demikian menurut Malcolm S. Thaler (2009), Infark lateral melibatkan dinding lateral kiri jantung. Infark ini sering disebabkan oleh penyumbatan ramus sirkumfleksus arteri koronaria sinistra. Peruabahan akan terjadi pada sadapan lateral (I, aVL, V5 dan V6).

Kriteria interpretasi EKG segmen ST rata-rata yang terlihat isoelektris pada 12 responden (- 0,5 mm sampai + 2,5 mm). Ini sesui dengan paendapat Mahmuddin Asry (2009) dalam buku EKG praktis sehari-hari, yang mana kriteria interpretasi EKG dan nilai normal segmen S-T (ST segmen) : sejajar garis sebelum dan sesudah QRS (isoelektrik) atau diukur dari akhir gelombang QRS (J Point) sampai awal gelombang T. Nilai normal isoelektris (- 0,5 mm sampai + 2,5 mm).

Demikian pula pendapat Abu Nazmah (2011), segmen ST merupakan garis horizontal yang diukur setelah akhir gelombang S sampai awal gelombang T. Dimana pada segmen ST ada yang dinamakan titik J point = junctional point dengan nilai normal isoelektris (- 0,5 mm sampai + 2,5 mm).

Sedangkan selain keempat lead diatas (lead I, aVL, V5 dan V6) yang tidak mengalami elevasi segmen ST, ada tujuh lead lainnya (lead II, III, aVF, V1, V2, V3, dan V4) yang mengalami elevasi segmen ST terlihat amat jelas dari 12 responden yang diteliti, hal ini lah yang membuktikan bahwa 12 responden hasil penelitian mengalami gangguan pada otot jantungnya yang disebut dengan infark miokard akut.

Sesuai teori John R. Hampton (2006), yang menyatakan segmen ST (bagian dari EKG diantara gelombang S dan gelombang T) horizontal dan isoelektrik, yang berarti ia harus berada pada tinggi yang sama pada kertas sebagai garis dasar rekaman diantara ujung gelombang T dan gelombang P berikutnya. Pada semua leed segmen ST isoelektrik. Akan tetapi jika terjadi elevasi segmen ST merupakan tanda dari infark miokard akut.

Dengan terjadinya elevasi beberapa lead dari hasil rekaman EKG dapat pula menggambarkan dimana lokasi infark itu terjadi. Demikian pada hasil diatas menunjukan bahwa 12 responden yang diteliti mengalami infark dengan lokasi yang berbeda, dimana 4 orang diantaranya mengalami STEMI anterior (elevasi segman ST pada lead V3 dan V4), 4 orang selanjutnya mengalami STEMI anteroseptal (elevasi segman ST pada lead V1, V2, V3 dan V4), 3 orang lainnya mengalami STEMI inferior (elevasi segman ST pada lead II, III dan aVF) dan 1 orang mengalami STEMI septal (elevasi segman ST pada lead V1 dan V2). Sesuai pada table 5.5 diamati terjadinya elevasi segmen ST pada beberapa lead diatas.

Hal ini sesuai dengan teori M.Sjaifoellah Noer dkk (2006), yang menunjukkan bahwa lokasi infark miokard dan sadapan EKG yang biasanya terjadi

infark anterior : elevasi ST pada v3-v4 menandakan oklusi pada arteri desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior : elevasi ST pada II,III,aVF, menandakan oklusi pada arteri koronaria kanan, infark ventrikel kanan : elevasi ST pada II, III, aVF, V4R, menandakan oklusi pada arteri koronaria kanan, jika infark lateral : elevasi ST pada I,aVL,V5,V6, menandakan oklusi pada arteri sirkumfleksi kiri dapat merupakan bagian dari berbagi sisi infark, apabila Infark anteroseptal : bila kelainan ditemukan yakni elevasi ST pada lead V1-V4, jika Infark anterolateral : bila kelainan yakni elevasi ST ditemukan pada hantaran I, aVL, V5, V6, dan jika Infark septal : bila kelainan klasik yakni elevasi ST ditemukan pada hantaran V1-V2.

Asumsi peneliti yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan pada pasien infark miokard akut di instalasi gawat darurat (IGD) RSUP Dr. Wahiddin Sudirohusodo Makassar, dapat disimpulkan bahwa hasil rekaman EKG segmen ST yang didapatkan dari 12 responden terjadi perubahan. Dengan demikian segmen ST dikatakan tidak normal (tinggi segmen ST diatas 3 mm bahkan hingga 1 mv atau 2 kotak besar). Terjadinya elevasi segmen ST disebabkan oleh nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Untuk itu, intervensi awal yang perlu dilakukan adalah mengembalikan pasokan darah jantung secara adekuat agar aliran darah ke otot- otot jantung berjalan dengan normal dan dapat menghindari nekrosis yang dapat

(8)

menyebabkan infark. Dengan demikian apabila kebutuhan darah terpenuhi maka otot – otot jantung bisa kembali dengan normal. Hal ini bisa diketahui dari rekaman EKG melalui sandapan yang terpasang pada dada pasien yang dapat menunjukan tidak adanya elevasi segmen ST tersebut, tetapi apabila kebutuhan darah tidak adekuat maka rekaman EKG akan menunjukkan adanya elevasi segmen ST yang artinya terjadi infark.

3. Karakteristik Elektrokardiogram Gelombang T pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA)

Berdasarkan tabel 5.6 karakteristik Elektrokardiogram gelombang T, dari 12 responden yang diteliti dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada lead I, II, aVF, V2, V3, V4, V5 dan V6 dengan gelombang T seluruh responden atau 12 responden (100%) dikatakan normal. Akan tetapi gelombang T nampak meninggi pada beberapa lead yang terjadi elevasi segmen ST, namun tidak melewati 1 mv atau dua kotak besar. Jadi jelas bahwa 12 responden yang diperoleh dari hasil penelitian, gambaran EKG gelombang T pada lead yang diteliti, semua lead terlihat melengkung keatas (berdefleksi positif) kecuali aVR dan tiap kompleks QRS selalu diakhiri dengan gelombang T. Kriteria interpretasi EKG gelombang T rata-rata responden : antara 0,1 mv (1 kotak kecil) hingga 0,5 mv (1 kotak besar), pada beberapa prekardial lead (V1-V6) tinggi gelombang T hingga 1 mv.

Hasil penelitian ini sesui dengan pendapat Mahmuddin Asry (2009) dalam buku EKG praktis sehari-hari, menyatakan bahwa kriteria interpretasi EKG dan nilai normal gelombang T (minimal : 0,1 mv, maksimal : 0,5 mv pada extremitas lead (I-aVF) 1 mv pada prekardial lead (V1-V6), bentuk : (+) di lead I, II, aVF,V2-V6, bentuk (-) di lead aVR, bentuk (±) / bi fasik di lead III, aVL, VI : dominant positif (+).

Menurut teori John R. Hampton (2006), pada EKG normal gelombang T selalu mengalami inverse pada VR, tetapi biasanya ke arah atas (tegak) pada semua leed yang lain. Pada EKG normal gelombang T sering mengalami inverse pada leed III, tetapi menjadi lebih tegak pada inspirasi (lihat atas). gelombang T sering pula mengalami inverse pada V1.

Hasil diatas sesuai dengan teori Abu Nazmah (2011), yang menyatakan bahwa gelombang T adalah gambaran gelombang EKG yang terjadi pada saat otot ventrikel mengalami repolarisasi. Gelombang T

adalah gelombang positif setelah gelombang S dan akhir dari kompleks QRS.

Sedangkan dari 12 responden hasil penelitian dengan gelombang T tidak normal (berdefleksi negatif) secara keseluruhan tidak ada. Dalam artian tidak menandakan adanya iskemia atau menandakan adanya kelainan elektrolit, namun gelomban T menjadi tinggi pada lead perikardial mengikuti segmen ST di beberapa lead, hal ini dapat menunjukan terjadinya Infark, ini terlihat pada pasien IMA. Akan tetapi ini dapat menggambarkan gelombang T dari 12 responden hasil penelitian menandakan berdefleksi positif dan masih dalam kategori normal.

Hasil Ini sesuai dengan teori Sylvia Anderson Price & Lorraine McCarty Wilson (2006), menyatakan repolarisasi ventrikel akan menghasilkan gelombang T. dalam keadaan normal gelombang T ini agak asimetris, melengkung dan ke atas pada kebanyakan sandapan, akan tetapi jika peninggian gelombang T mengikuti tinggi terjadinya elevasi segmen ST tanpa batas yang jelas ini menunjuka terjadinya infark. Inverse gelombang T berkaitan dengan iskemia miokardium. Hiperkalemia (atau peningkatan kadar kalium serum) akan mempertinggi atau mempertajam puncak gelombang T.

Asumsi peneliti yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan pada pasien infark miokard akut di instalasi gawat darurat (IGD) RSUP Dr. Wahiddin Sudirohusodo Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil rekaman EKG gelombang T yang didapatkan dari 12 responden terjadi perubahan. Akan tetapi perubahan tersebut hanya sebatas peninggian gelombang T mengikuti elevasi segmen ST. Dalam hal ini gelombang T masih dikatakan normal (tinggi gelombang T hingga 1 mv atau 2 kotak besar, tidak terjadi pelebaran). Terjadinya peninggian gelombang T yang mengikuti elevasi segmen ST dapat menandakan adanya infark. Untuk menghindari terjadinya peninggian gelombang T dibutuhkan ketepatan waktu dalam mengintervensi gambaran EKG yang muncul tiap saat demi menjaga kemungkinan terjadinya infark miokard. Dalam hal ini suplai darah, oksigen serta nutrisi perlu mendapat perhatian khusus untuk menghindari perubahan – perubahan yang terjadi pada gambaran EKG terutama gelombang T. Dengan demikian gelombang T juga

(9)

memiliki pengaruh dalam menentukan diagnosa pada pasien infark miokard akut. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Karakteristik Elektrokardiogram (EKG) Pada Pasien Infark Miokard Akut Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Tidak terjadi perubahan karakteristik

gelombang P pada hasil perekaman EKG pasien infark miokard akut. dari 12 responden yang diperoleh dari hasil penelitian, gambaran EKG gelombang P tiap lead terlihat melengkung keatas kecuali aVR, dan tiap kompleks QRS selalu diawali gelombang P. Kriteria interpretasi EKG gelombang P rata-rata pasien < 0,12 detik (< 3 kotak kecil) dan tinggi rata-rata : < 0,3 mv (< 3 kotak kecil). Gelombang P berdefleksi positif.

2. Terjadi perubahan karakteristik segmen ST pada beberapa lead dari hasil perekaman EKG pasien infark miokard akut. Perubahan ini terlihat amat jelas terjadi elevasi segmen ST, hal ini lah yang membuktikan bahwa dari 12 responden hasil penelitian mengalami kelainan pada otot jantungnya yang disebut dengan infark miokard akut.

3. Terjadi perubahan karakteristik gelombang T pada beberapa lead mengikuti elevasi segmen ST dari hasil perekaman EKG pasien infark miokard akut. Dari 12 responden yang diperoleh hasil penelitian, gamabaran EKG gelombang T tiap lead terlihat melengkung keatas kecuali aVR, dan tiap kompleks QRS selalu diakhiri dengan gelombang T. Kriteria interpretasi EKG gelombang T rata-rata pasien : antara 0,1 mv (1 kotak kecil) hingga 0,5 mv (1 kotak besar), pada beberapa prekardial lead (V1-V6) gelombang T nampak terlihat lebih tinggi hingga 1 mv, hal ini dapat menunjukan terjadinya Infark seiring terjadinya elevasi pada segmen ST. Akan tetapi gelombang T masih dikatakn normal karna semua lead berdefleksi positif dan 1 mv pada prekardial lead (V1-V6) masih merupaka nilai normal maksimal.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang perlu

direkomendasikan untuk penelitian. Yang terkait dengan topic penelitian yaitu :

1. Untuk gelombang P, diharapkan agar perawat selalu memantau gambaran EKG agar dapat mengetahui aktivitas atrium dan dapat melakukan intervensi terhadap perubahan gelombang P apabila terjadi perubahan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pembesaran atrium.

2. Untuk segmen ST, Diharapkan dengan adanya segmen ST elevasi perawat dapat dengan segera mengambil langkah penanganan agar suplai darah dan oksigen ke jantung bisa berjalan dengan normal agar dapat mengantisispasi penurunan curah jantung yang diakibatkan oleh perubahan faktor – faktor listrik/penurunan karakteristik miokard serta dapat menghindari kerusakan otot – otot jantung akibat gangguan perfusi jaringan. Peranan perawat dalam membantu meminimalkan infark miokard akut sangat diperlukan dan apapun intervensi yang dilakukan, kunci keberhasilan dalam penanganan infark miokard akut adalah ketepatan waktu. Oleh karena itu, pengenalan terhadap perubahan infark miokard akut pada EKG merupakan salah satu diantara beberapa kemampuan diagnostik yang dapat segera menyelamatkan hidup pasien.

3. Untuk gelombang T, diharapkan perawat sesegera mungkin melakukan intervensi terhadap perubahan yang terjadi terutama pada otot – otot jantung agar tidak terjadi gangguan perfusi jaringan yang dapat mengakibatkan disfungsi pada otot jantung. Perawat diharapkan selalu melakukan evaluasi terhadap gambaran EKG pada pasien agar kondisi pasien dapat lebih baik dan dapat menghindari dampak yang lebih buruk yaitu kematian sel miokardium. Untuk itu langkah yang harus ditempuh perawat adalah melakukan tindakan agar suplai aliran darah dapat adekuat menuju miokardium atau kebutuhan oksigen jantung dipenuhi agar gelombang T kembali normal. 4. Sebagai peneliti baru dan merupakan

pengalaman pertama tetap mengharapkan masukan dan motivasi dari para pembimbing dan penguji demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Aaronsom, Philip I. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Edisi 3. Erlangga : Jakarta.

Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jakarta : FKUI,(online), ( http://nerszain08.blogspot.com/ di akses tgl 21 Maret 2012).

Asry. Mahmuddin. 2009. EKG Praktis Sehari-hari. UNHAS : Makassar.

Federica, Rica. 2011. Buku Acuan Pemeriksaan EKG Skill Lab. Sistem Kardiovaskuler,Makassar:FKUH,(online),(http://ml.scribd.com/doc/50207312/cara-membaca-EKG/ diakses tgl 03 Juli 2011).

Greenberg, Michael I. 2008. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jilid 1. Erlangga : Jakarta. Hampton, John R. 2006. Dasar- dasar EKG. EGC : Jakarta.

Hampton, John R. 2006. EKG dalam praktek sehari-hari. Binarupa Aksara : Jakarta.

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika : Jakarta.

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Health Books Publishing : Jakarta.

Krisanty, Paula. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. CV. Trans Info Media : Jakarta Timur. Murwani, Arita. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendekia : Jogjakarta.

Nazmah, Abu. 2011, Cara Praktis dan Sistematis Belajar Membaca EKG (Elektro kardiografi). PT Elex Media Komputindo : Jakarta.

Noer, M. Sjaifoellah dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, FKUI : Jakarta.

Pradana, Ardyan. 2011. Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Gangguan Kardiovaskuler “Infark Miokard

Akut” di Bangsal Cempaka RSUD Sukoharjo, (online),

(http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/04/infark-miokardakut.html, diakses 07 april 2011). Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 6. EGC : Jakarta.

Ranitya, Ryan.dkk. 2011. Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular X.Interna Publishing : Jakarta. Sherwoood, lauralee., 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. EGC : Jakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. ALFABETA CV : Bandung. Thaler, Malchom S. 2009. Satu – satunya Buku EKG yang anda perlukan. Edisi 5. EGC : Jakarta.

Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi. Edisi 10.Sekolah Tingi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin. Makassar.

Udjianti, Wajan Juni. 2011.keperawatan Kardiovaskuler. Salemba Medika : Jakarta.

Zulkarnain, Nuzul. 2011. asuhan Keperawatan (Askep) Ima Stemi (online), (http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35460.html, Diakses 11 oktober 2011).

Gambar

Tabel  5.1  :  Distribusi  Frekuensi  Responden  Berdasarkan  Umur pada Pasien  Infark  Miokar  Akut  di  Instalasi  Gawat  Darurat  (IGD)  RSUP  Dr
Tabel  5.5  :  Distribusi  Frekuensi  Responden  Berdasarkan  Karakteristik  Elektrokardiogram  Segmen  ST  pasien  Infark  Miokar  Akut  di  Instalasi    Gawat  Darurat  (IGD)  RSUP Dr
Tabel  5.6  :  Distribusi  Frekuensi  Responden  Berdasarkan  Karakteristik  Elektrokardiogram  Gelombang  T  Pasien  Infark  Miokar  Akut  di  Instalasi  Gawat  Darurat  (IGD)  RSUP Dr

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan Kepala daerah secara langsung akan menjadi medan pembuktian bagi partai politik untuk menunjukkan performa yang bagus untuk mendorong sifat rasionalitas

Hasil penelitian ramuan formula jamu aprodisiaka yang terdiri dari infusa rimpang temulawak 15 gram, buah cabe jawa 3 gram, herba pegagan 9 gram, buah krangean 3

Artinya apabila penggunaan lahan pada masing-masing kawasan tidak sesuai dengan fungsi utamanya maka perlu dilakukan tindakan arahan fungsi pemanfaatan lahan dengan

• Ambil entres dari pohon induk betina atau jantan terpilih dengan ukuran diameter ba- tang sama dengan batang bawah, batang sudah sedikit mengayu, mempunyai daun yang

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Sekolah Pascasarjana).

karena semakin baik motivasi yang di berikan pada siswa maka dapat mem- berikan semangat bagi siswa untuk terus belajar, hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Berdasarkan hasil penelitian Amalia (2013), pemanfaatan protein pada pakan buatan menggunakan enzim papain mendapatkan dosis terbaik yang dapat digunakan dalam

Maksud dari pembuatan laporan monitoring dan evaluasi triwulan I tahun 2020 ini adalah untuk melaporkan perkembangan kemajuan 8 (delapan) program area perubahan