• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Promosi Kesehatan di Rumah Sakit (PKRS) merupakan upaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Promosi Kesehatan di Rumah Sakit (PKRS) merupakan upaya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Promosi Kesehatan di Rumah Sakit (PKRS) merupakan upaya mengembangkan pengertian pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit tentang penyakit dan pencegahannya, selain itu, promosi kesehatan di rumah sakit juga berusaha menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit untuk berperan secara positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit (Kemenkes RI, 2012).

Pelaksanaan promosi kesehatan rumah sakit telah dimulai sejak tahun 1984 di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Pada awalnya promosi kesehatan dikenal dengan istilah Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) kemudian berubah menjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) (Depkes RI, 2005). Kebijakan tentang PKMRS berawal dari Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.132/SJ/PKM/XI/1980 tentang penetapan RSUD. Dr. Soetomo sebagai rumah sakit pemandu PKMRS (Rochjati, 1992).

Perkembangan pelaksanaan PKMRS di RSUD. Dr. Soetomo ditandai dengan pelaksanaan lokakarya PKMRS bagi Satgaspamtib dengan tujuan membentuk perilaku positif dari anggota Satgas dalam menghadapi pengunjung, serta mengembangkan kemampuan berkomunikasi baik dengan petugas rumah sakit maupun pasien dan keluarganya (RSUD. Dr. Soetomo, 1992).

(2)

Dalam Pedoman Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (Depkes RI, 1983) disebutkan bahwa penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses belajar. Proses belajar merupakan rangkaian kegiatan yang esensial untuk perkembangan individu, baik sebagai perorangan maupun individu sebagai makhluk sosial. Proses belajar ini bertujuan untuk terjadinya suatu perubahan respons atau reaksi individu terhadap lingkungannya. Proses belajar menyangkut 3 bidang (domain), yaitu : (1) pengertian (cognitive domain), (2) sikap (affective domain) dan (3) tindakan/keterampilan (motor domain).

Untuk melaksanakan penyuluhan kesehatan di rumah sakit dapat dilakukan oleh petugas yang mempunyai kredibilitas yang cukup bagi pasien dan mampu berkomunikasi. Tentu saja petugas yang akan melakukan penyuluhan ini perlu mendapat pelatihan terlebih dahulu tentang penyuluhan, termasuk komunikasi. Kemudian salah seorang dari mereka bisa dipilih sebagai koordinator (Depkes RI, 1995).

Menurut Depkes RI (2000), visi PKRS adalah “mewujudkan rumah sehat yang para warganya hidup dengan perilaku yang bersih dan sehat, serta dalam

lingkungan yang sehat pula”. Visi tersebut dilaksanakan melalui misi : (1) mengupayakan adanya kebijakan rumah sakit yang bersih dan sehat bagi warga,

tampilan fisik rumah sakit, maupun lingkungan sekitarnya, (2) mengembangkan iklim atau suasana yang kondusif bagi terselenggaranya kegiatan penyuluhan kesehatan di rumah sakit, (3) meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk

(3)

berperilaku hidup bersih dan sehat bagi warga dan lingkungan rumah sakit. Tujuan dari pelaksanaan PKRS adalah untuk memberdayakan masyarakat untuk memelihara,meningkatkan dan melindungi kesehatan melalui peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat dilingkungan rumah sakit.

Berbagai reaksi dan pendapat muncul terhadap pemikiran penyuluhan kesehatan di rumah sakit. Banyak yang berpendapat bahwa kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah demikian padatnya dijejali oleh beraneka ragam teknis medis sehingga tidak ada waktu luang lagi untuk kegiatan edukatif. Alasan lain mengemukakan kekurangan tenaga terlatih dan terbatasnya fasilitas sebagai hambatan (Mantra, 1993).

Pedoman operasional pelaksanaan promosi kesehatan di rumah sakit dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 tahun 2012 disebutkan bahwa rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Sumber daya manusia pelaksana promosi kesehatan di rumah sakit sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 tahun 2012 adalah seluruh :

(4)

a. Semua petugas rumah sakit yang melayani pasien (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain)

b. Tenaga khusus promosi kesehatan (yaitu para pejabat fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat).

Mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, apapun fungsi dan strukturnya, semua petugas kesehatan di rumah sakit mempunyai kewajiban untuk melakukan promosi untuk pengunjung rumah sakit, baik pasien maupun keluarga pasien. Oleh sebab itu setiap perawat seharusnya mampu melakukan promosi kesehatan sesuai dengan metode dan pedoman yang telah ditetapkan. Agar mempunyai kemampuan tersebut, maka harus setiap petugas kesehatan hendaknya memiliki pengetahuan, sikap serta keterampilan tentang pelaksaanaan promosi kesehatan di rumah sakit.

Pentingnya promosi kesehatan di rumah sakit karena efektivitas suatu pengobatan. selain dipengaruhi oleh pola pelayanan kesehatan yang ada serta sikap dan keterampilan para pelaksananya, juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sikap, pola hidup pasien dan keluarga pasien. Selain itu, tergantung juga pada kerja sama yang positif antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien. Kalau pasien dan keluarga pasien memiliki pengetahuan tentang cara-cara penyembuhan dan pencegahan penyakit, serta keluarga pasien mampu dan mau berpartisipasi secara positif, maka hal ini akan membantu proses penyembuhan penyakit pasien tersebut.

(5)

Promosi kesehatan merupakan suatu strategi rumah sakit kearah lebih baik dari segi penataan struktur, proses dan output yang berdampak pada peningkatan kontribusi rumah sakit terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Perkembangan promosi kesehatan rumah sakit di Indonesia saat ini masih jauh dari harapan, hal tersebut terbukti dari kurang dari 20 % rumah sakit memiliki wadah yang menjadi penanggungjawab kegiatan promosi kesehatan dan masih menganggap bahwa kegiatan promosi kesehatan hanya bagian kecil dan tidak berdampak pada kualitas pelayanan, oleh karena itu dibutuhkan revitalisasi dengan penguatan konsep dan strategi yang salah satu solusinya adalah percepatan implementasi promosi kesehatan di rumah sakit (Kemenkes RI, 2012).

Penelitian terdahulu yang terkait dengan pelaksanaan promosi kesehatan antara lain dilakukan oleh Hendri (2009) tentang pengaruh kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketermpilan) terhadap kinerja petugas promosi kesehatan puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2009 menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) terhadap kinerja petugas promosi kesehatan di Kota Pematangsiantar dan faktor yang paling sesuai menggambarkan kinerja adalah variabel sikap. Sehingga disarankan adanya kebijakan pemerintah daerah untuk peningkatan kompetensi petugas promosi kesehatan dalam alokasi dana pelatihan dan pendidikan yang bertujuan peningkatan kinerja petugas promosi kesehatan, pembinaan petugas promosi kesehatan, dan penelitian lebih lanjut.

(6)

Penelitian Simamora (2010) tentang pengaruh pengetahuan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas Kabupaten Humbang Hasundutan menyimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan adalah pengetahuan, kesadaran, pengetahuan pemahaman dan pengetahuan prinsip dasar. Variabel yang paling dominan pengaruhnya adalah pengetahuan prinsip dasar terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan

Demikian juga penelitian Mudiasari (2010) tentang analisis kegiatan promosi kesehatan rumah sakit di RSU Dr. Saiful Anwar Malang menyimpulkan bahwa terpenuhinya standar promosi kesehatan rumah sakit pada indikator input dan proses, sedangkan pada indikator output dan dampak belum terpenuhi secara maksimal. Namun sudah diupayakan beberapa kegiatan untuk menindaklanjuti beberapa masalah yang menyebabkan kurang maksimalnya pencapaian kegiatan promosi kesehatan rumah sakit tersebut.

Penelitian Suryana (2010) tentang pelaksanaan promosi kesehatan masyarakat rumah sakit di RSUD Liwa Kabupaten Lampung Barat menyimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan hanya berupa penyuluhan langsung berupa konseling antara petugas dan pasien / keluarga pasien. sarana yang ada belum sesuai standar Depkes, kegiatan yang dilaksanakan belum terprogram dan terencana, belum ada tenaga terlatih, dan pembiayaan juga belum dianggarkan. materi sesuai jenis penyakit pasien, metode yang digunakan penyuluhan langsung menggunakan media grafis dan belum ada bimbingan dan motivasi dari pimpinan rumah sakit.

(7)

Selanjutnya penelitian Gamrin, dkk (2012) tentang kemampuan penyuluh kesehatan masyarakat terhadap cakupan program promosi kesehatan di Kabupaten Maros menyimpulkan bahwa kemampuan penyuluh kesehatan masyarakat berpengaruh terhadap cakupan promosi kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab kemampuan yang rendah adalah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan. Pada penjelasan penelitian Gamrin, dkk (2012) disebutkan bahwa hal-hal yang terkait dengan kemampuan penyuluh kesehatan adalah : (1) penempatan posisi penyuluh kesehatan masyarakat di puskesmas yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan adanya tugas lain selain tugas pokok dan fungsi, (2) kebijakan kesehatan yang terintegrasi dengan visi misi promosi kesehatan masih sekedar wacana tetapi belum dilaksanakan, (3) kebijakan tentang pengembangan sumber daya manusia penyuluh kesehatan masyarakat belum terlaksana dengan baik, (4) analisis jabatan untuk menetapkan petugas dan kebutuhan program promosi kesehatan belum berjalan secara sistematik sesuai prosedur yang ada, (5) tahapan pengangkatan jabatan fungsional penyuluh kesehatan tidak melalui mekanisme berdasarkan urutan kepangkatan dan kesesuaian latar belakang pendidikan.

Penelitian yang lebih fokus kepada aspek pendukung promosi kesehatan di rumah sakit seperti dilakukan Novriyadi (2009) tentang pengembangan sistem informasi front office untuk mendukung promosi rumah sakit di bagian humas Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang tahun 2009 menyimpulkan bahwa RS Roemani Muhammadiyah Semarang dengan sistem informasi tersebut telah mampu

(8)

mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan kualitas informasi sistem yaitu: aksesibilitas, ketepatan waktu dan kelengkapan informasi. Kualitas informasi sistem informasi front office untuk mendukung promosi rumah sakit yang baru lebih baik dari sistem yang lama.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di rumah sakit maka diperlukan kemampuan dan peran aktif petugas – petugas rumah sakit dalam

melaksanakan promosi kesehatan, maka diperlukan strategi dasar utama yaitu: (1) pemberdayaan,(2) bina suasana,(3) advokasi,(4) kemitraan.

Pelaksanaan promosi kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 tahun 2012 di RSUP H. Adam Malik untuk memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, belum mencapai tujuan yang diharapkan. Hasil evaluasi Pokja PFE sejak ditetapkan dalam surat keputusan pada Juni sampai Desember 2012 ditemukan bahwa pelaksanaan PKRS di RSUP H. Adam Malik belum baik pada setiap indikator PFE, dan hal-hal yang masih lemah dalam pelaksanaannya ditemukan pada aspek : pengkajian tentang kebutuhan edukasi pasien, pelaksanaan manajemen nyeri, pendokumentasian hasil edukasi, serta evaluasi setelah pemberian edukasi yang seharusnya terdokumentasi pada Rekam Medik ( RM) , hal ini terjadi pada semua unit pelayanan rumah sakit.

Hasil observasi peneliti pada bulan Januari 2013 yang lalu salah satu unit pelayanan di RSUP H. Adam Malik yang paling lemah dalam melaksanakan promosi kesehatan adalah Ruang Rawat Inap Terpadu (Rindu) B2 Bedah, hal ini

(9)

dapat dilihat dari banyaknya lembaran edukasi Rekam Medik yang tidak diisi oleh perawat.

Hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Rindu B2 Bedah dengan mewawancarai perawat sebagai tenaga kesehatan yang jumlahnya paling banyak diketahui bahwa sebagian besar (6 orang dari 10 orang perawat yang bekerja di Rindu B2 Bedah yang diwawancarai) menyatakan bahwa tugas utamanya adalah melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien, sedangkan kegiatan untuk melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien bukan merupakan tugas perawat. Alasan lain dari beberapa perawat tentang edukasi pasien bahwa kondisi fisik pasien yang sakit menyulitkan perawat dalam mengedukasi pasien. Saat peneliti menanyakan tentang materi edukasi apa saja yang harus diberikan kepada pasien dan keluarga pasien serta cara (metode) melakukan edukasi, perawat menyatakan disesuikan dengan penyakit dan kondisi pasien.

Belum terlaksananya promosi kesehatan dengan baik di Rindu B2 Bedah RSUP H. Adam Malik sebagaimana diuraikan di atas terkait dengan kurangnya pemahaman perawat tentang promosi kesehatan (edukasi kepada pasien dan keluarga pasien) serta belum terampilnya petugas kesehatan dalam mengaplikasikan uraian tugas yang telah ditetapkan oleh manajemen rumah sakit, sehingga penulis berasumsi (menduga) bahwa aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat berpengaruh terhadap pelaksanaan promosi kesehatan di rumah sakit.

(10)

1.2 Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah : bagaimana pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap pelaksanaan promosi kesehatan di Rindu B2 Bedah RSUP H.Adam Malik.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap pelaksanaan promosi kesehatan di Rindu B2 Bedah RSUP H. Adam Malik.

1.4 Hipotesis

Faktor pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat berpengaruh terhadap pelaksanaan promosi kesehatan di Rindu B2 Bedah RSUP H. Adam Malik.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi RSUP H.Adam Malik Medan khususnya bagian promosi kesehatan sebagai masukan dalam rangka peningkatan program promosi kesehatan rumah sakit.

2. Sebagai sarana menambah khazanah ilmu pengetahuan tetang promosi kesehatan di rumah sakit.

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar 4, dapat terlihat bahwa semakin tinggi laju penguapan air akan meningkatkan kadar eugenol, sebab laju penguapan air yang tinggi akan meningkatkan kapasitas uap

Implementasi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dipandang cukup penting, karena memfokus-kan pada masalah-masalah sosial dan budaya di dalam masyarakat. Nilai-nilai

[r]

perpindahan panas yang paling besar seiring dengan pressure drop nya.Dari perhitungan koefisien konveksi maka didapatkan perhitungan nilai Overall Heat Transfer Coefficient zona

Beberapa manfaat aplikasi seluler imunisasi terhadap imunisasi pada anak yang didapatkan dari telaah artikel berupa lebih terpaparnya pengguna aplikasi terhadap

Jika dilihat secara utuh keberadaannya bersama dengan tanda kehormatan lain, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 DRT Tahun 1959 tentang Ketentuan- Ketentuan Umum

pembatalan Perda Kabupaten Tanah Datar Nomor 24 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 5 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Pengambilan

(4) Permohonan keberatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal