• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG

JAWA TENGAH

Nurjanah Dwi 2,Ariyanti1, Tati Nurhayati2 dan Asadatun Abdullah2 ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung di industri rumah tangga pengupasan rajungan untuk mengetahui karakteristik daging rajungan industri rumah tangga melalui pengukuran panjang dan bobot rajungan, penentuan rendemen rajungan, uji organoleptik rajungan segar dan daging rajungan industri rumah tangga, analisis TPC daging rajungan, analisis kandungan gizi daging rajungan. Karakteristik organoleptik rajungan pada 3 kondisi (udara terbuka, air tawar dan air tawar < 10 oC) dilakukan secara subyektif setiap 3 jam selama 24 jam.

Nilai organoleptik daging rajungan matang sebesar 8,11 dengan nilai TPC sebesar 4,2 x 105 koloni/gram dan telah memenuhi SNI 01-4244-1996. Persentase nilai rendemen yang tertinggi adalah pada cangkang sebesar 25,88%, sedangkan total rendemen daging sebesar 25,28%. Kandungan gizi rajungan sebelum dan setelah pengolahan dengan perebusan tidak berbeda nyata dengan kandungan segarnya Rajungan yang paling cepat mengalami kemunduran mutu organoleptik adalah pada kondisi udara terbuka, fase rigor mortis berlangsung selama 8 jam. Penanganan yang paling cocok bagi rajungan sebagai bahan mentah industri rumah tangga adalah pada kondisi udara terbuka, dimana didapatkan tekstur daging yang paling baik, meskipun kemunduran mutu rajungan segar terjadi sangat cepat. Oleh karenanya diperlukan proses penanganan dan pengolahan yang cepat agar dihasilkan mutu daging rajungan rebus yang baik.

Kata kunci: karakteristik, industri rumah tangga, rajungan PENDAHULUAN

Perusahaan pengekspor rajungan kaleng ada yang mengambil bahan baku berupa daging rajungan rebus (fresh meat crabs) dari mini plant dan ada juga yang mengambil daging rajungan hasil olahan dari industri rumah tangga melalui pengumpul. Secara umum “karakteristik” dapat diartikan, sifat khas pada suatu bahan atau produk, baik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Asal bahan baku, cara penanganan dan pengolahan, serta perlakuan yang berbeda pada suatu bahan dapat menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Karakteristik fisik daging rajungan dapat dilihat secara organoleptik dengan panca indera seperti penampakan, tekstur dan aromanya. Sedangkan karakteristik kimia daging rajungan diantaranya dapat tercermin pada kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Karakteristik biologis diantaranya dapat tercermin dari kandungan mikrobiologi pada bahan baku yang digunakan dalam pengolahan.

Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan unit usaha perorangan yang menghasilkan daging rajungan rebus yang selanjutnya dijual kepada pengumpul. Pengolahan rajungan di industri rumah tangga berupa pemasakan dan pengambilan daging (picking) dilakukan dengan cara yang sangat sederhana serta kurang saniter dan higienis. Baik dan buruknya penanganan dan pengolahan akan mempengaruhi karakteristik hasil akhir daging rajungan sebagai bahan makanan atau bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan agar dapat diperoleh data dan informasi karakteristik daging rajungan yang dihasilkan dari industri rumah tangga secara lengkap dan sistematis.

METODOLOGI

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat peralatan uji mikrobiologi, proksimat dan organoleptik, Sedangkan bahan-bahan yang digunakan

1

Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor

2

(2)

Jaring kejer Bubu Mini plant Tengkulak Industri Rumah Tangga Pengumpul

Perusahaan Pengalengan rajungan Penangkapan

diantaranya: rajungan (Portunus pelagicus) ukuran tangkap, dengan bobot antara 50-230 gram/ekor, ukuran panjang karapas antara 3,5-6,3 cm dan lebarnya antara 8,2-14 cm., Plate Count Agar (PCA), es batu serta bahan-bahan lain yang digunakan dalam pengujian proksimat.

Metode Penelitian

Penelitian terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) observasi untuk mengetahui upaya penangkapan dan penanganan rajungan yang dilakukan nelayan setempat, upaya penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga, penanganan rajungan di pengumpul daging rajungan rebus. Pengukuran panjang, lebar dan bobot rajungan, serta menghitung rendemen daging rajungan rebus di industri rumah tangga, pengujian pada titik pengamatan, yaitu setelah penangkapan (P1) dan setelah pengolahan di industri rumah tangga (P2), yang meliputi uji organoleptik, uji mikroba (TPC), dan uji proksimat (AOAC 1995). (2) Pengamatan kemunduran mutu organoleptik terhadap rajungan hidup selama 24 jam pada 3 kondisi yang berbeda, yaitu di udara terbuka, di air tawar, dan di air tawar suhu <10 oC. Pengamatan organoleptik dilakukan secara subyektif oleh penulis setiap 3 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan umum penangkapan rajungan di Desa Gegunung Wetan

Pada umumnya alat tangkap rajungan rajungan ada 2 macam, yaitu bubu dan jaring kejer (DKP Kabupaten Rembang 2006). Nelayan penangkap rajungan di daerah Rembang hampir setiap hari melaut, karena rajungan merupakan komoditas yang tidak mengenal musim. Namun musim puncak tangkapan terbanyak yaitu Oktober sampai Januari. Bubu adalah semacam perangkap yang memudahkan ikan untuk masuk dan menyulitkan ikan untuk keluar. Rajungan dapat terperangkap masuk ke dalam bubu karena tertarik oleh umpan didalamnya. Bubu dapat dioperasikan pada kedalaman antara 5-70 meter, hasil yang didapat antara 1-25 kg tergantung musim tangkap. Jaring kejer tergolong bottom gillnet, yaitu jaring yang dipasang pada dasar atau dekat dasar. Rajungan dapat tertangkap dengan jaring kejer karena kaki-kakinya terjerat jaring. Jaring kejer dapat dioperasikan pada kedalaman 1-7 meter, hasil tangkapan yang didapat 0,5-1 kg rajungan, atau jika musim tangkap antara 5-20 kg. Setelah penangkapan rajungan, tidak dilakukan sortasi, pencucian dan penerapan sistem rantai dingin. Hasil tangkapan rajungan dijual kepada kepada tengkulak, industri rumah tangga pengupasan rajungan, maupun mini plant. Alur distribusi rajungan setelah penangkapan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur distribusi rajungan setelah penangkapan Keadaan umum industri rumah tangga pengupasan rajungan

(3)

Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan usaha rumah tangga yang menghasilkan produk daging rajungan matang (fresh meat crabs), yang selanjutnya dijual ke pengumpul daging rajungan untuk dikirimkan ke perusahaan pengekspor rajungan sebagai bahan baku rajungan kaleng pasteurisasi. Usaha ini merupakan milik perorangan yang mempunyai beberapa orang pekerja, yang sebagian besar pekerjanya merupakan kerabat maupun tetangga pemilik industri rumah tangga tersebut. Bahan baku berupa rajungan segar yang masuk ke industri rumah tangga tersuplai langsung dari nelayan penangkap rajungan maupun tengkulak yang secara rutin menyetor rajungan. Industri rumah tangga tidak terikat oleh pengumpul daging rajungan, maupun perusahaan pengekspor rajungan, sehingga proses penanganan dan pengolahan rajungan yang terjadi di sana tanpa adanya pengawasan dari pihak manapun. Segala proses produksi di industri rumah tangga berlangsung dengan cara yang sangat sederhana, sanitasi lingkungan, peralatan dan pekerja tak terjaga, serta tanpa aturan baku apapun.

Proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga secara urut adalah penerimaan rajungan segar, penimbangan, perebusan ±15-20 menit, pendinginan selama ± 20-30 menit, sortasi bagian, pencucian, pengambilan daging (picking), pengemasan, pengesan dan pengiriman daging rajungan ke pengumpul. Tahapan yang paling banyak menyebabkan daging rajungan mengalami perubahan mutu adalah tahap pengambilan daging dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau kecil stainlessteel. Pada saat proses pengambilan daging dapat terjadi kontaminasi silang yang berasal dari pekerja, peralatan dan lingkungan pengolahan. Kebersihan sarana pengolahan dan lingkungannya mempengaruhi mutu dan keamanan produk pangan. Sarana pengolahan dan lingkungannya yang kotor dapat mencemari pangan, baik bahaya fisik, kimia maupun biologis (Rahayu 2002). Oleh karenanya sebaiknya proses pengambilan daging rajungan dilakukan di ruangan khusus yang bersih, digunakan peralatan yang bersih, dikerjakan oleh pekerja yang higiene. Hal ini dapat berguna dalam mencegah terjadinya rekontaminasi pada produk daging rajungan. Selain itu perlu diterapkan rantai dingin selama proses pengambilan daging berlangsung, dimana adanya rantai dingin dapat menghambat aktivitas mikroba sehingga kemunduran mutu daging rajungan dapat diperlambat.Pemisahan daging rajungan di industri rumah tangga berdasarkan bagian tubuh dan spesifikasi masing-masing yaitu jumbo (besar dan kecil), daging besar (back fin), reguler kembang (flower meat), daging kecil (reguler/lump), kaki besar (claw fingers) dan kaki kecil (claw meat). Keadaan Umum Pengumpul Daging Rajungan Rebus

Daging rajungan hasil pengupasan dari industri rumah tangga biasanya dijual kepada pengumpul daging rajungan. Salah satu pengumpul rajungan di Rembang adalah UD Udang Sari. Setiap pengumpul daging rajungan memiliki buyer tersendiri yaitu perusahaan pengekspor rajungan kaleng pasteurisasi. Buyer UD Udang Sari adalah PT Rex Canning di Pasuruan Jawa Timur dimana perusahaan tersebut berhak menentukan kriteria terhadap produk daging rajungan yang layak diterima dan berhak melakukan peninjauan sewaktu-waktu. Proses penanganan daging rajungan selama di pengumpul adalah penerimaan daging rajungan, sortasi, penimbangan, pengemasan ke dalam toples, pengemasan ke dalam blong pendingin, dan pendistribusian. Spesifikasi dan harga daging rajungan di UD Udang Sari Kabupaten Rembang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan spesifikasi daging rajungan dan harga (per-kg)

No. Jenis daging Spesifikasi dan ukuran Harga (per-kg)

1 Jumbo besar daging dari abdomen yang berhubungan langsung dengan kaki renang. Jumbo besar berukuran ≥ 4 gram

Rp.207.000 sampai

(4)

2 Jumbo kecil daging dari abdomen yang

berhubungan langsung dengan kaki renang. Jumbo kecil berukuran ≤ 4 gram

Rp.140.000 sampai Rp.170.000

3 Daging besar (backfin)

daging pecahan jumbo yang berukuran <2 gram

Rp.90.000 sampai Rp.102.000 4 Reguler kembang

(flower)

daging dari sekat ruas thorax yang dibentuk seperti bunga

Rp.75.000 sampai Rp 80.000

5 Daging kecil (lump/reguler)

daging pecahan reguler kembang (flower)

Rp.52.000 sampai Rp.60.000 6 Kaki besar

(claw finger)

daging dari kaki capit Rp.30.000

7 Kaki kecil (claw meat)

daging dari semua kaki, kecuali capit Rp.17.000 sampai Rp. 20.000

Karakteristik Daging Rajungan Industri Rumah Tangga

Karakteristik daging rajungan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi karakteristik panjang dan bobot, rendemen, nilai organoleptik daging rajungan rebus, nilai TPC daging rajungan rebus, kandungan gizi daging rajungan.

Panjang dan bobot rajungan

Berdasarkan hasil pengukuran yang tertera pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rajungan yang masuk sebagai bahan mentah industri rumah tangga di Desa Gegunung Wetan memiliki bobot total rata-rata 114,8 g, rata-rata panjang dan lebar berturut-turut 5,33 cm dan 11,63 cm. Rajungan dapat mencapai ukuran panjang 15 cm dan lebar sampai 30 cm (Ensiklopedia Indonesia diacu dalam Elyuna 2005). Hal ini berarti rajungan yang ditangkap saat ini jauh lebih kecil dibandingkan ukuran yang ada. Makin turunnya ukuran tangkapan rajungan diduga disebabkan populasi komoditas rajungan di alam terganggu perkembangannya, karena sampai saat ini di Kabupaten Rembang seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan dari laut.

Rendemen

Rajungan yang diolah di industri rumah tangga memiliki nilai rendemen tertinggi untuk bagian cangkang (kulit) sebesar 25,88 %, lalu bagian daging sebesar 25,28 % yang terdiri dari 9,18 % claw meat, 9,05 % daging jumbo, dan 7,05 % daging reguler. Persentase bagian jeroan dan telur sebesar 11,18 %, karapas sebesar 8,82 %, dan insang sebesar 2,93 %.

Nilai organoleptik daging rajungan rebus

Pada penilaian organoleptik daging rajungan rebus digunakan score sheet

penilaian sensori daging rajungan. Kriteria pengujian sensori meliputi penampakan, bau dan tekstur. Penampakan diukur dari segi ada tidaknya pengotor, warna diukur dari cemerlang atau kusam, sedangkan bau (aroma) diukur dari ketajaman dan kesegaran bau khas rajungan. Pengujian dilakukan pada setiap jenis daging rajungan matang yaitu jumbo, daging besar (backfin), reguler kembang (flower meat), daging kecil (reguler), kaki besar (claw fingers), dan kaki kecil (claw meat). Tabel 2 menyajikan rata-rata nilai organoleptik daging rajungan rebus.

Tabel 2. Rata-rata nilai organoleptik daging rajungan rebus

No Tahapan proses penanganan Waktu Nilai organoleptik

1 Setelah penangkapan rajungan 4 jam setelah penangkapan

9 2 Setelah pengambilan daging

(picking) di industri rumah tangga

3 jam setelah perebusan

(5)

Penurunan mutu sensori tersebut diduga disebabkan oleh penanganan daging rajungan yang kurang saniter dan higienis. Proses penurunan mutu daging rajungan disebabkan oleh kegiatan mikroorganisme yang menjadi kontaminan pada produk daging rajungan. Aktivitas mikroba dapat menguraikan komponen-komponen pada daging rajungan, sehingga menyebabkan rusaknya struktur jaringan daging dan teksturnya menjadi lebih lunak. Selain itu, hasil penguraian senyawa mikromolekul pada daging seperti asam amino bebas, peptida, asam laktat, gula pereduksi, akan menghasilkan metabolit-metabolit penyebab bau busuk (Hadiwiyoto 1993).

Nilai TPC daging rajungan rebus

Nilai total bakteri (TPC) menggambarkan kemunduran mutu secara mikrobiologis dari suatu produk. Tabel 3 menunjukkan rata-rata total nilai bakteri pada setiap tahapan penanganan rajungan sampai menjadi produk daging rajungan rebus (fresh meat crabs).

Tabel 3. Nilai rata-rata total bakteri rajungan (Portunus pelgicus) pada setiap tahapan proses penanganan

No Tahapan proses penanganan Rata-rataTPC(koloni/gram)

1 Setelah penangkapan 4,5 x 104

2 Setelah pengambilan daging di industri rumah tangga

4,2 x 105

Pada daging rajungan mentah setelah penangkapan didapatkan nilai rata-rata TPC sebesar 4,5x104 koloni/g. Tumbuhnya bakteri pada tangkapan kepiting segar mencerminkan keadaan lingkungan hidup kepiting dan menunjukkan kualitas dan kuantitas yang berbeda tergantung akan musim, kualitas, lokasi geografis (Cockey dan Chai 1983). Standar mikrobiologi untuk daging kepiting segar nilai APC (An Aerobic Plate Count) maksimum adalah 1x105 koloni/gram (Cockey 1983). Hal ini berarti setelah penangkapa, rajungan masih dalam kondisi segar.

Nilai TPC daging rajungan matang setelah proses pengambilan daging (picking) di industri rumah tangga adalah sebesar 4,2 x 105 koloni/gram. Pada daging rajungan yang telah diolah dengan pemanasan, seharusnya jumlah bakteri menurun. Perebusan merupakan suatu proses pengawetan, yaitu untuk mencegah autolisis, dan juga dapat mematikan beberapa jenis mikroorganisme (Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah total bakteri pada daging rajungan matang yang makin meningkat diduga disebabkan oleh rekontaminasi selama proses pengolahan dan penanganan. Berdasarkan rata-rata nilai total bakteri daging rajungan, diketahui bahwa secara mikrobiologis daging rajungan yang diolah di industri rumah tangga memenuhi persyaratan spesifikasi persyataran mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI 01-4244-1996, yaitu memiliki nilai rata-rata total bakteri di bawah maksimum (5 x 105 koloni/g).

Kandungan gizi daging rajungan

Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dalam tubuh rajungan secara kasar (crude) baik pada rajungan segar maupun yang sudah diolah. Hasil pengujian proksimat rajungan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 3. Hasil pengujian proksimat rajungan (Portunus pelagicus) Kandungan

gizi

Daging rajungan segar

Daging

rajungan betina matang Jantan (%) Betina (%) Sedang bereproduksi (%) Kondisi biasa (%) Air 80,59 79,11 77,68 76,41 Abu 2,54 2,39 2,22 2,25 Protein 14,58 14,49 19,83 20,13 Lemak 0,09 0,07 0,07 0,07

(6)

Persentase kandungan protein dan lemak pada daging rajungan jantan lebih tinggi daripada rajungan betina. Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981). Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan serta kondisi bertelur. Pada rajungan yang sedang bereproduksi persentase kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan rajungan dalam kondisi biasa. Pada kondisi bertelur kandungan nutrisi lebih terkonsentrasi digunakan untuk keperluan reproduksi dibandingkan untuk pertumbuhan tubuh, sehingga kandungan protein dalam otot cenderung menurun.

Persentase kadar air rajungan matang mengalami penurunan dibandingkan rajungan mentah. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh faktor pemasakan yang menyebabkan cairan dari dalam daging rajungan merembes keluar (terjadi drip). Air yang keluar dari dalam produk ikut membawa komponen gizi yang lain seperti vitamin C, riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Cu, P, asam amino (Haris 1989). Persentase kadar air pada daging rajungan jantan lebih tinggi dibandingkan rajungan betina. Ketersediaan air dalam tubuh rajungan jantan lebih banyak diduga karena kebutuhan air yang lebih besar dalam tubuhnya. Kandungan air tubuh tergantung pada proporsi jaringan otot yang ada dalam tubuh, biasanya pada jantan lebih banyak dibandingkan pada betina (Almatsier 1999).

Kadar abu pada daging rajungan matang lebih rendah apabila dibandingkan daging rajungan mentah. Hal ini diduga disebabkan kandungan bahan anorganik pada daging rajungan ikut terbawa bersama air yang keluar dari daging selama perebusan. Kandungan mineral pada rajungan adalah C, Fe, Mg, P, K, S, Cu, Mg, dan Se (http://www.nutritiondata.com 2006).

Karakteristik daging rajungan di pengumpul daging rajungan rebus

Berdasarkan pengujian organoleptik dan pengujian mikroba (TPC) terhadap sampel daging rajungan yang ada di pengumpul, diperoleh rata-rata nilai organoleptik terhadap parameter tekstur, penampakan, dan bau daging rajungan sebesar 7,20 dengan nilai TPC sebesar 3,8 x 106 koloni/gram. Secara organoleptik daging rajungan yang ada di pengumpul memenuhi standar spesifikasi mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI 01-4244-1996. Namun nilai rata-rata total bakteri daging rajungan di pengumpul daging rajungan rebus berada di atas nilai maksimum yang dipersyaratkan, karena nilai total bakteri >5 x 105 koloni/g. Hal ini diduga disebabkan kondisi penanganan rajungan yang ada di pengumpul kurang saniter dan higienis dari segi peralatan, pekerja, dan lingkungan sarana penanganan. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kontaminasi bakteri pada daging rajungan dan meningkatkan kandungan TPC-nya.

Pengamatan Kemunduran Mutu Organoleptik Rajungan

Penelitian ini bertujuan membandingkan kemunduran mutu rajungan pada kondisi media dan suhu yang berbeda, sehingga dapat menghasilkan informasi bagi penanganan bahan baku rajungan segar yang akan diolah di industri rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada 3 kondisi yaitu udara terbuka, air tawar dan air<10 oC didapatkan hasil bahwa fase pre rigor pada 3 kondisi tersebut

berlangsung selama 2 jam, fase rigor selama 8 jam (udara terbuka), 10 jam (air tawar), dan 13 jam (air tawar <10oC). Fase post rigor masing–masing setelah mati berlangsung selama 11 jam (udara terbuka), 12 jam (air tawar), setelah mati 25 jam (air tawar <10oC). Fase rigor pada rajungan ditandai kaki dan ruas-ruas kaki sulit digerakkan (kaku), serta antara ruas tubuh dan kaki juga sulit digerakkan. Pada bagian di balik karapas mulai ada bercak coklat suram, daging rajungan kompak dan kenyal. Pada fase rigor mortis terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga terjadi penurunan pH, diikuti penurunan jumlah ATP serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannnya sehingga tubuh ikan menjadi kaku (Junianto 2003).

(7)

Penanganan yang terbaik pada rajungan sebagai bahan mentah pengolahan daging rajungan rebus (fresh meat crabs) adalah di udara terbuka, karena mempunyai tekstur daging yang baik. Sementara itu kemunduran mutu organoleptik rajungan di udara terbuka mengalami kemunduran mutu yang paling cepat diantara 2 perlakuan lainnya.

KESIMPULAN

Penangkapan rajungan di Desa Gegunung Wetan dilakukan dengan 2 macam alat tangkap yaitu bubu dan jaring kejer. Pasca penangkapan tidak dilakukan sortasi, pencucian, serta tanpa adanya penanganan dengan rantai dingin. Hasil tangkapan langsung dijual kepada industri rumah tangga, mini plant, dan tengkulak. Semua proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga dilakukan secara sederhana, dengan sanitasi dan higiene peralatan, lingkungan dan pekerja yang tak terjaga sehingga dimungkinkan dapat menjadi kontaminan terhadap produk daging rajungan yang dihasilkan.

Daging rajungan yang dihasilkan di industri rumah tangga telah memenuhi SNI 01-4244-1996 dari segi organoleptik dan mikrobiologis, dengan nilai TPC sebesar 4,5 x 104 koloni/g dan nilai rata-rata organoleptik sebesar 8,11. Panjang rata-rata rajungan yang diolah di industri rumah tangga sebesar 5,33 cm, lebar sebesar 11,63 cm dan berat sebesar 114,8 gram. Rendemen tertinggi dari pengolahan rajungan sebagai daging rajungan rebus adalah cangkang rajungan yaitu sebanyak 25,88%, sedangkan rendemen daging terbesar adalah jenis claw meat sebesar 9,18%. Daging rajungan setelah diolah di industri rumah tangga memiliki perubahan nilai gizi yaitu peningkatan persentase protein, serta penurunan persentase kadar air dan abu. Berdasarkan pengamatan karakteristik organoleptik rajungan selama 24 jam didapatkan bahwa kemunduran mutu secara organoleptik rajungan pada kondisi udara terbuka lebih cepat, dibandingkan pada kondisi air tawar dan air tawar <10oC. Penanganan yang terbaik diterapkan pada rajungan sebagai bahan mentah rajungan yang diolah di industri rumah tangga adalah di udara terbuka

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan sanitasi dan higiene serta penerapan rantai dingin selama proses penanganan rajungan harus diterapkan di industri rumah tangga maupun di pengumpul. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik proses kemunduran mutu rajungan secara mikrobiologis dan biokimiawi.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 1999. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Panebar Swadaya.

Cockey RR, Chai T. 1983. Microbiology of crustacea processing: crabs. Dalam:

Microbiology of Marine Food Products. Ward DR, Hackney C. Eds. New York:

AVI Publishing Company

Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV Paripurna

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang. 2006. Statistik Produksi Perikanan Kabupaten Rembang. Direktorat Jenderal Perikanan

DSN. 1996. Standar Nasional Indonesia 01-4224-1996. Daging Rajungan Rebus Dingin. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional

Gaman PM dan Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A dan Sardjono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Nutrition Data. 2006. Nutrition Raw Blue Swimming Crabs. http://www. nutritiondata.com. [20 November 2006]

Gambar

Gambar 1. Alur distribusi rajungan setelah penangkapan  Keadaan umum industri rumah tangga pengupasan rajungan
Tabel 2. Rata-rata nilai organoleptik daging rajungan rebus

Referensi

Dokumen terkait

Mega Jaya merupakan sebagai produsen kopi bubuk Sari Buana, lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan produk pada perusahaan yaitu pengecer besar dan pedagang

Penerapan akad istishna’ di kawasan pengrajin meubel Antang Kota Makassar berperan sebagai salah satu instrumen dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang tidak memilki

Lebih lanjut dari hasil keberartian persamaan regresi ganda diperoleh Fhitung &gt; Ftabel, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan

Pada tahun ketiga program IbPE, UKM Lestari Jaya memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 25 orang, hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar 150 persen dibandingkan

Pada hasil uji pengujian sterilitas pinset anatomis didapatkan hasil negatif, dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pinset anatomis yang di kemas dengan pengemasan pouches

Beliau mengungkapkan bahwa bayi prematur sangat rentan mengalami penyakit karena organ tubuh mereka yang belum berfungsi secara sempurna, seperti kendala saat

tukar.Dimana komodifikasi ini terjadi pada bagian tubuh atas endorser ketika endorser itu berhijab, dan seluruh tubuh untuk endorser yang tidak berhijab.Akan

Pada komputer server di install Proxmox VE sebagai virtualisasi yang akan menjalankan Virtual Machine berbasis OpenVZ dan kernel- based virtual machine