• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tafsir Al-Qur’an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tafsir Al-Qur’an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd - Test Repository"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Tafsir Al-

Qur’an

Tentang Poligami: Perbandingan

Penafsiran Muhammad Syahrur

dan Nashr Hamid Abu Zayd.

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

MUHAMAD ABDUL FATAH

NIM 215-13-007

JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhamad Abdul Fatah

NIM : 215-13-007

Fakultas : Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora

Jurusan : Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul “Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu

Zayd.” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya

tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk dengan kode etik ilmiah.

Salatiga, 20 September 2017

Yang Menyatakan,

(5)

HALAMAN MOTTO

إً ْسُْي ِ ْسُْعْلإ َعَم َّن

إ

ِ

Sesungguhnya bersama kesulitan

terdapat kemudahan

.

(

QS. Al-

Insyirāh [94]: 6)

Hesitation Make The Strugle Be Fall

* Keraguan Membuat Perjuangan Kita

Menjadi Gagal

*





Tunjukanlah Kami jalan yang lurus

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jika karya ini patut sebagai persembahan maka

akan penulis persembahkan untuk ;

*****

Ayahanda Jonet Ismail dan Ibunda Siti Asmah

Om Muslimin SAg dan Keluarga Besar

*****

Teman-teman Jurusan Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir

IAIN Salatiga Angkatan 2013

*****

Teman-teman Fakultas Ushuluddin Adab dan

Humaniora IAIN Salatiga

*****

Teman-teman Pon-Pes Ittihadul Asna Klumpit

Salatiga

`

*****

(7)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi

ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor:

158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf

Arab Nama Huruf Latin Nama

ا

Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

ب

ba‟ B Be

ت

ta‟ T Te

ث

ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

ج

Jim J Je

ح

ḥa‟ ḥ ha (dengan titik di bawah(

خ

kha‟ Kh ka dan ha

د

Dal D De

ذ

Żal Ż zet (dengan titik di atas)

(8)

ز

Zal Z Zet

س

Sin S Es

ش

Syin Sy es dan ye

ص

ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

ض

ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

ط

ṭa‟ ṭ te (dengan titik di bawah)

ظ

ẓa‟ ẓ zet (dengan titik di bawah)

ع

„ain „ koma terbalik (di atas)

غ

Gain G Ge

ف

fa‟ F Ef

ق

Qaf Q Qi

ك

Kaf K Ka

ل

Lam L El

م

Mim M Em

ن

Nun N En

و

Wawu W We

(9)

ء

Hamzah ` Apostrof

ي

ya‟ Y Ye

B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap

ةددعتم

Ditulis Muta‟addidah

ةدع

Ditulis „iddah

C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h

a. Bila dimatikan ditulis h

ةمكح

Ditulis Ḥikmah

ةيزج

Ditulis Jizyah

(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa

Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)

b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.

ءايلولاا ةمرك

Ditulis Karâmah al-auliyā`

c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.

(10)

D. Vokal Pendek

_َ__

Fatḥah Ditulis A

_ِ__

Kasrah Ditulis I

_ُ__

Ḍammah Ditulis U

E. Vokal Panjang

Fatḥah bertemu Alif

ةيلهاج

Ditulis Ā

Jahiliyyah

Fatḥah bertemu Alif Layyinah

ىسنت

Ditulis Ā

Tansa

Kasrah bertemu ya‟ mati

يمرك

Ditulis Ī

Karīm

Ḍammah bertemu wawu mati

ضورف

Ditulis Ū

Furūḍ

F. Vokal Rangkap

Fatḥah bertemu Ya‟ Mati

مكنيب

Ditulis Ai

Bainakum

Fatḥah bertemu Wawu Mati

لوق

Ditulis Au

(11)

G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

متنأأ

Ditulis A`antum

تدعأ

Ditulis U‟iddat

تمركش نئل

Ditulis La‟in syakartum

H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah

ditulis dengan menggunkan “al

نارقلا

Ditulis Al-Qur`ān

سايقلا

Ditulis Al-Qiyās

ءامسلا

Ditulis Al-Samā`

سمشلا

Ditulis Al-Syams

I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau

pengucapannya

ضورفلا ىوذ

Ditulis Żawi al-furūḍ

(12)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah swt. yang telah

mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhingga, yang tak dapat penulis sebutkan satu

persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tafsir

Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr

Hamid Abu Zayd. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda

Rasulullah SAW. beserta keluarganya, sahabat serta pengikut-pengikutnya sampai di

yaumul qiyāmah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan,

dan dorongan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang

setulus-tulusnya kepada:

1. Kedua orang tua (Ayah Jonet Ismail dan Ibu Siti Asmah) yang dengan

ikhlas menerima dan memperjuangkan kami sebagai anak, untuk terus

bersekolah dan menjadi hamba yang di ridhoi oleh Allah Swt, di dunia dan

di akhirat kelak. Berkat kesabaran ibu, menjadikan saya selalu tabah atas

berbagai ujian yang menjadi jalan untuk mencapai keridhaan yang lebih

tinggi dihadapan Allah dan manusia. Juga tidak lupa, bagaimana ayah

menanamkan bahwa memandang kehidupan tidaklah melulu melalui satu

(13)

hanya akan diperoleh dengan memperluas wawasan dan keilmuan. Lalu

kemudian, tidak lupa saya ucapkan terimakasih yang teramat kepada Mbah

Irpan dan Mbah Toyibah, yang telah dengan rela mencukupkan kebutuhan

ananda sebagai cucu, untuk dapat tetap melanjutkan jenjang pendidikan

sampai saat ini yang telah banyak sekali membantu penghidupan saya di

Ponpes Ittihadul asna.

2. Abah Muhammad Royhuddin Mahbub, selaku Guru sekaligus orang tua

Ponpes Ittihadul Asna. Terimakasih karena telah menjadi jalan bagi Tuhan

untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada ananda. Lalu

kemudian terimakasih kepada teman-teman santri Ponpes Ittihadul Asna

yang selalu mendampingi menuntut ilmu dan juga kepada Ustad Ustadzah

yang telah memberikan ilmu kepada saya dan telah membimbing saya

dengan kesabaran dan keikhlasan.

3. Teman-teman seperjuangan, Mahfudz Fawzie, Muhammad Sarifuddin, M

Choirurrohman, Rangga Pradipta, Wahyu Kurniawan, Husain Imaduddin,

Laila Alfiyanti, Triyanah, terimakasih atas empat tahun perjuangan yang

telah kita lewati bersama di IAIN Salatiga.

4. Dr. Benny Ridwan, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan

Humaniora IAIN Salatiga.

5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an dan

Tafsir, beserta staff-staffnya yang tak pernah menyerah memotivasi kami

(14)

juga atas fasilitas perpustakaan IAIN Salatiga yang telah dibuka beberapa

saat sebelum penulis memulai skripsi ini, sehingga fasilitas tersebut sangat

membantu proses penulisan skripsi ini.

6. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. selaku dosen pembibing skripsi yang telah

mengarahkan dan membimbing dari awal hingga akhir, hingga terjadinya

skripsi ini.

7. Dr. Muh. Irfan Helmy, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik yang

dengan kesabarannya berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan

kepada saya dalam proses akademik

8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Ittihadul Asna Salatiga.

9. Dan tak lupa pada pihak-pihak terkait yang lain yang tak sempat untuk

disebutkan di sini.

Teriring do‟a, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu penulis

dalam penulisan skripsi ini diterima di sisi Allah swt. dan mendapat pahala yang

dilipat gandakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan demi

kebaikan dan kesempurnaan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Salatiga, 20 september 2017

Penulis,

(15)

ABSTRAK

Kata Kunci: Poligami

Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal suami menikahi lebih dari satu istri dalam waktu yang sama, berabad-abad Islam diwahyukan masyarakat manusia di berbagai belahan dunia telah mengenal dan mempraktekan poligami secara luas di kalangan masyarakat yunani, persia, mesir kuno. Di arab jauh sebelum Islam masyarakat telah memperaktekan poligami tak terbatas, sejumlah riwayat menjelaskan bahwa setelah turun ayat yang membatasi jumlah istri hanya empat yakni Qs Al-Nisa‟ ayat 3, Nabi segera memerintahkan semua laki-laki yang memiliki lebih dari empat agar menceraikan istrinya Islam tidak mengajarkan poligami juga tidak melarangnya, Islam hanya membolehkan dengan syarat yang ketat, Nabi melakukan perubahan sesuai pentunjuk kandungan ayat. Pertama membatasi jumlah istri hanya sampai empat kedua menetapkan syarat yang ketat bagi poligami yaitu harus mampu adil.

Penelitian ini berusaha menemukan bagaimana konsep poligami dalam perspektif Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dan solusi-solusi yang ditawarkan melalui penafsiran ayat-ayat yang berbicara tentang poligami untuk mengatasi permasalah yang ingin dijawab oleh penelitian ini adalah (1) bagaimana sosio historis Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd? (2) bagaimana menurut Muhammad Syahrur dan Nashr hamid Abu Zayd tentang ayat-ayat poligami? (3)bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd? . Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan tafsir muqaran dengan membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang poligami sebagai bahan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, juga didukung dengan penelitian kepustakaan library research yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd yang berkaitan dengan poligami..

(16)
(17)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL: ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING : ... ii

HALAMAN PENGESAHAN :... iii

HALAMAN KEASLIAN TULISAN : ... iv

HALAMAN MOTTO: ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN: ... vi

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI :... vii

KATA PENGANTAR: ... xii

ABSTRAK: ... xv

DAFTAR ISI: ... xvii

BAB I PENDAHULUAN: ... 1

A. Latar Belakang Masalah: ... 1

B. Pembatasan Masalah: ...8

C. Rumusan Masalah: ... .8

D. Tujuan Penelitian: ... .9

E. Kegunaan penelitian: ...9

F. Kerangka Teori: ... .9

G. Telaah Pustaka: ...9

H. Metode Penelitian: ... .12

(18)

BAB II LANDASAN TEORI: ... .15

A. Pendekatan Tafsir Muqaran: ... .15

B. Tinjauan Umum Tentang Poligami : ... .18

1. Pengertian Poligami: ...18

2. Faktor pendorong Poligami: ...22

3. Poligami dalam lintas sejarah: ...24

4. Poligami dalam pandangan hukum Islam: ...27

BAB III BIOGRAFI MUHAMMAD SYAHRUR DAN NASHR HAMID ABU ZAYD: ... 36

A.Muhammad Syahrur ... .36

1. Biografi Muhammad Syahrur...36

2. Karya-Karya Muhammad Syahrur...38

3. Pemikiran Muhammad Syahrur...40

4. Penafsiran Muhammad Syahrur...43

B.Nashr Hamid Abu Zayd 1. Biografi Nashr Hamid Abu Zayd...55

2. Karya-Karya Nashr Hamid Abu Zayd...58

3. PemikiranNashr Hamid Abu Zayd...59

(19)

BAB IV PERBANDINGAN TAFSIR: ... ..67

A.Temuan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...67

1. Karakteristik dari penafsiran Muhammad Syahrur...67

2. Karakteristik dari penafsiran Nashr Hamid Abu Zayd ...70

B Analisa Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...73

1. Persamaan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...73

2. Perbedaan dari Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...74

BAB V PENUTUP: ... ..78

A. Kesimpulan: ... ..78

B. Saran: ... ..81

DAFTAR PUSTAKA: ... ..83

LAMPIRAN-LAMPIRAN: ... ... ..86

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu kodrat makhluk bumi yang bernama manusia diciptakan sang

Kholiq ialah hidup berpasang pasangan, oleh Karena itu kapan dan dimana pun

mereka berada, pada saatnya akan saling mencari dan menemukan pasangannya

masing-masing, begitu pula kalau hukum alam untuk menurunkan generasi

sudah berfungsi tak satu manusia yang dapat menghambat.1 Salah satu fungsi

yang tidak dapat dipisahkan dari manusia bahwa mereka adalah makhluk yang

bermasyarakat. Ibnu Khaldun juga pernah mengatakan bahwa manusia pasti

dilahirkan di tengah-tengah masyarakat dan tidak mungkin hidup kecuali

bersama-sama masyarakat itu.2

Dalam agama Islam proses kehidupan bermasyarakat itu diatur dalam

aturan melalui lembaga pernikahan, yang bertujuan membangun keluarga yang

tentram dan penuh kasih sayang antara orang yang ada didalamnya. Hal ini

ditunjukkan dalam firman Allah dalam surat ar-Ruum 30:21

1

Hasan Aedy, Antara Poligami Syari‟ah dan Perjuangan Kaum Perempuan, (Bandung:

Alfabeta 2007), cet. 2, hlm. 82.

2

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam diNegara Muslim, (Jakarta: Raja Grafindo

(21)



“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Oleh karena itu perkawinan merupakan tuntunan naluriah manusia untuk

berketurunan, serta menumbuhkan rasa kasih sayang, Islam menganjurkan agar

orang menempuh perkawinan, dan sengaja membujang tidak dibenarkan.3

Salah satu bentuk perkawinan dalam Islam adalah poligami. istilah

poligami yang digunakan sehari-hari di indonesia, adalah seorang suami yang

mempunyai istri lebih dari satu orang. Dari segi etimologi, poligami berasal dari

kata polygamy, yang berarti suami memiliki pasangan lebih dari seorang.

Poligami pada dasarnya memiliki dua makna, pertama poliandri, yaitu seorang

istri memiliki banyak suami, dalam hukum Islam, perkawinan jenis ini tidak

diperbolehkan. Kedua poligini, yaitu satu orang suami yang memiliki lebih dari

satu istri.

Poligami memiliki akar sejarah yang panjang dalam perjalanan peradaban

manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang ke jazirah arab, poligami merupakan

sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat arab, poligami masa itu dapat

disebut poligami tak terbatas, bahkan lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan

3

(22)

diantara para istri. Kemudian datanglah Islam untuk menegaskan syari‟at

tersebut, meluruskan, membatasi, menetapkan syarat-syarat kebolehanya. Di

antara dalil yang membolehkan poligami adalah tertuang dalam surat an-nisa‟

ayat 3.4 perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Perhatian penuh Islam terhadap poligami sebagaimana ayat yang Allah

SWT turunkan ini bukannya tanpa syarat, akan tetapi Islam menetapkannya

dengan syarat, yaitu keadilan dan pembatasan jumlah menjadi syarat karena

jika tidak dibatasi, maka keadilan sangat sulit ditegakkan. Jika persyaratan

tersebut tidak terpenuhi, maka Islam melarangnya, dengan dua persyaratan itu

berarti Islam telah memperhatikan hak-hak perempuan khususnya perkawinan.5

4

Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam, ( University of Manchester, England), hlm.

427.

5

Rodli Makmun, Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur, (Ponorogo: STAiN Ponorogo

(23)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan surat an-nisa

ayat 3, jika ada perempuan yatim dalam perlindunganmu dan kamu khawatir

tidak dapat memberinya mahar yang memadai, maka beralihlah kepada wanita

selainnya, sebab wanita lain juga masih banyak, dan Allah tidak akan

mempersulitnya.6

Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian

khusus dari Allah SWT. Sehingga tidak mengherankan kalau dia

meletakkannya pada awal surat an-nisa‟ dalam kitabnya yang mulia. Seperti

yang kita lihat, poligami terdapat pada ayat ketiga dan merupakan satu-satunya

ayat dalam at-tanzil yang membicarakan masalah ini. Akan tetapi, para mufassir

dan para ahli fiqih, seperti biasanya, telah mengabaikan redaksi umum ayat dan

mengabaikan keterkaitan erat di antara masalah poligami dengan para janda

yang memiliki anak-anak yatim.7

Jika kita perhatikan, Allah SWT mengawali surat an-nisa dengan seruan

kepada manusia agar bertaqwa kepada Allah yang juga merupakan tema

penutup surat al-imran sebelumnya, serta kepada mereka seruan untuk

menyambung tali silatuhrahim dengan berpandangan kepada manusia secara

umum, bukan pandangan kelompok atau kesukuan yang sempit, sebagai isyarat

6

Ringkasan tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),

Cet. 1, hlm. 645.

7

Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam, ( University of Manchester, England), hlm.

(24)

bahwa penciptaan manusia berasal dari nafs yang sama (nafs wahidah) Allah

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(QS. An-nisa‟ /4:1)”.8

Dalam wawancara dengan beberapa nara sumber kami mendapatkan fakta

yang menarik seputar poligami. Menurut Joko Seorang pelaku poligami, ia

melakukan poligami karena merasa mampu memberi nafkah lahir yang

mencukupi kepada istri-istrinya. Ia merasa nyaman dengan beristri lebih dari

satu orang. Secara agama ia merasa takut berbuat zina jika hanya memiliki satu

istri. Sedang menurut Hamzah seorang pelaku poligami, ia memiliki tiga istri

karena memiliki harta yang cukup dan memiliki libido yang tinggi, dengan tiga

istri yang ada dia merasa terlayani dengan baik oleh istrinya, dia termotivasi

oleh pemahaman Agama Islam yang membolehkan beristri sampai empat

wanita meskipun ia sendiri tidak begitu memahami agama dengan mendalam.

8

(25)

Sedangkan ustad Umar melakukan poligami dengan memiliki dua istri

karena ingin mengajarkan Agama dengan lebih mendalam kepada wanita yang

dinikahinya, walaupun dia berkondisi sederhana secara ekonomi, tetapi soal

Agama ustad Umar sangat termotivasi dan mendalami dengan menggunakan

dalil dalam surah an-nisa‟, ustad Umar menikahi istri yang kedua karena istri

yang pertama sedang sakit keras dan ustad Umar merasa akan berbuat zina

apabila tidak menikah, makanya ustad Umar menikah lagi dan melakukan

poligami.

Dari fenomena yang terjadi tersebut, ada masyarakat kita ada yang

setuju dengan poligami dan ada yang tidak setuju dengan poligami. Yang

setuju beranggapan untuk menyelamatkan perekonomian wanita dan mereka

menentang praktek poligami yang ada sekarang ini, karena efek negativnya

dianggap lebih besar bagi keluarga dan banyak menyakiti perempuan. Namun

sebagian lainya menyetujui poligami dengan alasan tertentu. Kelompok

terakhir ini beralasan bahwa poligami memiliki banyak resiko, tetapi bukan

sesuatu yang dilarang oleh Agama, khususnya Islam.

Berbicara masalah Ulama kontemporer yang sering muncul belakangan

ini, salah satunya yaitu Nashr Hamid Abu Zayd seorang pembaru Islam

kebangsaan mesir, ia berpendapat tentang ketidak bolehan menikahi wanita

lebih dari satu, Nashr Hamid Abu Zayd yaitu dengan kembali pada

(26)

Nashr Hamid Abu Zayd mencontohkan undang-undang yang berkaitan

dengan isu perempuan yang terjadi di Tunisia. Salah satu undang-undang

perkawinan yang masih terjadi perdebatan antara kalangan salafi dan liberal,

sebagaimana yang dikutip Nashr Hamid Abu Zayd yakni tentang poligami

atau Undang-undang perkawinan yang ada di Tunisia tersebut sangat tegas

melarang adanya poligami kepada lelaki yang menikah padahal ia mempunyai

istri dan akad nikah sebelumnya belum rusak atau Maka ia dihukum

kurungan selama satu tahun dan dianggap berhutang 240.000 frank, atau

dihukum dengan salah satu dari kedua jenis hukuman itu, walaupun

perkawinan barunya itu belum terjalin dengan sesuai undang-undang

pernikahan.9 Dari sinilah Nashr Hamid Abu Zayd berpendapat bahwa suatu

pernikahan yang dilakukan oleh seorang suami yang lebih dari satu istri

adalah dilarang secara mutlak.

Hal ini bertentangan dengan Ulama salafi yang berpendapat bahwa

undang-undang Tunisia yang mengharamkan poligami berkaitan bahwa secara

tekstual bertentangan dengan firman Allah dalam surat an-nisa /4:3, Menurut

Syahrur poligami harus dikaitkan dengan persoalan perlindungan syah-syah

saja, asalkan anak yatim terpenuhi kebutuhan untuk mencapai kebahagiaan

dan kesejahteraaan.

9

Nashr Hamid Abu Zayd, Dawair al-khauf:Qiraah Fi Khitab al-Mar‟ah, (Al-markaz ATsaqafi

(27)

Poligami tidak hanya diperbolehkan tapi diajurkan oleh Islam. namun

poligami boleh dilakukan dengan dua syarat yang harus terpenuhi, yaitu

bahwa isteri kedua, ketiga dan keempat adalah para janda yang memiliki anak

yatim; yang kedua, harus terdapat rasa khawatiran tidak dapat berbuat adil

kepada anak yatim. Sudut pandang ini yang membedakan Muhammad

Syahrur dengan beberapa ahli terdahulu yang menginterprestasikan Al-Qur‟an

dengan beberapa metode penafsiran yang sudah mapan didunia Islam. Syahrur

menjadi kontroversial pada awal tahun 1990-an, ketika ia menerbitkan buku

pertamanya (al-kitab wa al-Qur‟an ).10

Berdasarkan latar belakang ini, penulis bermaksud menganalisa dan

menggali pendapat Muhammad Syahrur tentang poligami, dalam sebuah

karya tulis yang berjudul „‟ Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan

Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd”

B. Pembatasan Masalah

Skripsi ini merupakan kajian disiplin ilmu tafsir Al-Qur‟an yang

berhubungan dengan hukum (tafsir ahkam). Dalam kajian ini penulis

menampilkan pendapat Muhammad Syahrur yang menolak tradisi fiqih sebagai

karya tunggal (monotik) yang tidak akan bertahan lama. Bertitik tolak dari

persoalan tersebut, penulis mencoba menganalisa pendapat Muhammad

Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd tentang poligami dengan memfokuskan

10

Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur‟an Kontemporer, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,

(28)

bahasan pada masalah poligami dalam surat an-nisa‟ menurut pendapat

Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin membahas lebih lanjut

tentang “Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran

Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dalam surat an-nisa‟” yang

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Setting Sosio Historis Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid

Abu Zayd?

2. Bagaimana konsep Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd tentang

ayat poligami dalam surat an-nisa‟.

3. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Muhammad Syahrur dan

Nashr Hamid Abu Zayd?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Setting Sosio Historis Muhammad Syahrur dan Nashr

Hamid Abu Zayd.

2. Untuk mengetahui konsep Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd

tentang ayat poligami dalam surat an-nisa‟.

3. Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Muhammad Syahrur

(29)

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan

dalam bidang tafsir. Agar hasil penelitian ini betul-betul jelas dan berguna

untuk memperkembangkan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan

kegunaan dari penelitian ini.

Adapun hasil penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Kegunaan secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan

yang kemudian diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan ilmu

keagamaan khusunya mengenai Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami:

Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.

2. Kegunaan secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bisa memberi kontribusi agar dapat

memberi solusi kepada masyarakat dalam menjalankan konsep poligami yang

terkandung dalam surat an-nisa‟ bisa dibangun diatas landasan etis yang

dinafasi ajaran religious (Islam) yang bersumber dari Al-Qur‟an.

F. Kerangka Teori

Kerangka teoretik bisa berkaitan dengan objek material maupun objek

formal. Berkaitan dengan yang pertama, maka kerangka teori berisi tentang

kajian yang telah ada seputar materi yang akan kita bahas. Selanjutnya,

(30)

wujud dari objek material yang akan dikaji. terkait objek formal yakni tentang

poligami dan seluk beluknya maka akan penulis sampaikan beberapa pendapat

tentang hal tersebut untuk mendukung penelitian ini.

Sedangkan objek non formal adalah metode yang penulis pakai dalam

meniliti dan mengupas tentang pembahasan poligami ini. metode yang penulis

gunakan adalah maudu‟i untuk pengumpulan ayat atau dalil terkait poligami

dan begitu juga muqaran yaitu dengan cara mengambil sejumlah ayat kemudian

mengemukakan penafsiran para mufasir terhadap ayat yang berkaitan dengan

ayat poligami serta membandingkan segi-segi kecenderungan masing-masing

yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur‟an.

G. Telaah Pustaka

Setelah penulis sampaikan beberapa hal penting di atas, penulis mencoba

melihat berbagai kajian terdahulu yang dilakukan para tokoh dan penulis lain

yang pernah ada terkait poligami adalah sebagai berikut :

1. Studi komparatif tentang syarat istri kedua menurut Muhammad Syahrur dan

kompilasi hukum Islam yang ditulis Ummi Athiyah program s1 jurusan

al-ahwal al-syakh shiyyah fakultas syari‟ah Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang, dia berbicara tentang analisis perbandingan konsep

syarat istri kedua menurut Muhammad Syahrur dan kompilasi hukum Islam

2. Pemikiran Nasr hamid Abu Zaid tentang poligami dan relevansinya dengan

undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang ditulis oleh Siti

(31)

Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,

dia membahas tentang poligami dalam pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid

sedangkan karya tulis ini berbicara tentang konsep poligami menurut

Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dalam surat an-nisa‟

3. Poligami menurut Muhammad Syahrur dalam pandangan hukum Islam yang

ditulis oleh Maria Ulfah program S1 program studi perbandingan madzhab

hukum Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dia

membahas tentang analisis terhadap kerangka berfikir Muhammad Syahrur

tentang poligami dalam kajian ushul fiqih.

4. Buku metodologi fiqih Islam kontemporer yang ditulis oleh Dr.ir.

Muhammad Syahrur yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin, MA.

yang didalamnya juga membahas tentang poligami.

5. Jurnal Konsep poligami menurut Muhammad Syahrur yang ditulis oleh Evi

Mu‟arifah yang membahas tentang pemikiran Muhammad Syahrur tentang

poligami.

6. Rekontruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam

poligami yang ditulis oleh Yassirly Amrona Rosyada program S2 program

magister pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta yang

membahas tentang rekontruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang

(32)

H. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini berjenis kualitatif (qualitative research), yaitu

penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, pemikiran, tindakan, secara

holistic, dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata atau bahasa,

pada suatu konteks khusus yang sistematis dengan memanfaatkan berbagai

metode ilmiah.11

Sementara berdasarkan modelnya, penelitian ini masuk dalam

katagori penelitian pustaaka (library research ), yaitu penelitian dengan

identik mempelajari buku-buku. Riset pustaka sekaligus memanfaatkan

sumber kepustakaan untuk memperoleh data penelitian. Tegasnya, riset

pustaka membatasi kegiatan hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan

saja tanpa melakukan riset lapangan.

2. Sumber data penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data yaitu,

data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber

dari buku-buku yang berkaitan dengan Muhammad Syahrur dan Nashr

Hamid Abu Zayd. Dan kemudian data sekunder adalah data atau bahan

yang diperoleh dari orang kedua dan bukan data orisinil dari orang

11

(33)

pertama atau sumber buku yang penulis anggap representatif untuk

dijadikan sebagai bahan tambahan dalam kajian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Data pengumpulan ini diperoleh melalui pengumpulan data

kepustakaan. Dengan cara mengumpulkan berbagai literatur seperti

buku-buku, naskah atau dokumen-dokumen serta informasi lainya yang memiliki

kaitan dengan pembahasan poligami menurut Muhammad Syahrur dan

Nashr Hamid Abu Zayd yang penulis angkat. Data yang dikumpulkan

kemudian ditelaah dan diteliti selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan

keperluan pembahasan ini. Kemudian data-data yang telah diklasifikasikan

disusun secara sistematis sehingga menjadi suatu pembahasan yang jelas

yang mudah difahami atau dianalisa.

4. Analisis Data

Setelah penulis mendapatkan data kemudian penulis menganalisa

data tersebut dengan menggunakan metode muqarran, yaitu

membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang tema tertentu

atau membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadist Nabi termasuk

dengan hadis yang makna tekstualnya tampak dengan al-Qur‟an atau kajian

lainya. Dalam menganalisa, penulis mengkaji, memahami setiap materinya.

Kemudian data yang penulis dapatkan, diberikanlah analisis dan tersusun

(34)

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian ini,

dan agar tulisan ini lebih tersusun maka penulis menyusun sisitematika

penulisan dalam lima bab dengan sub-sub pada masing-masing bab.

Bab I pendahuluan, yang merupakan garis besar dari keseluruhan pola

berfikir yang dituangkan dalam konteks yang jelas serta padat. Atas dasar

tersebut, deskripsi skripsi ini diawali dengan latar belakang masalah yang

menjelaskan alasan pemilihan judul ini, serta pokok permasalahanya. Dengan

penggambaran secara sekilas, subtansi pemilihan ini sudah dapat ditangkap.

Selanjutnya untuk lebih memperjelas rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, uraian judul, telaah pustaka, metode penelitian,

sistematika penulisan.

Bab II akan berisi tentang landasan teori yang meliputi: pendekatan tafsir

muqaran, pengertian poligami, faktor-faktor pendorong poligami, poligami

dalam lintas sejarah, poligami dalam pandangan hukum Islam

Bab III akan berisi tentang: Biografi Muhammad Syahrur dan Nashr

(35)

Bab IV akan berisi tentang perbandingan tafsir, karakteristik, persamaan

dan perbedaan dari Nashr Hamid Abu Zayd dan Muhammad Syahrur dalam

penafsiran poligami dalam surat an-nisa‟.

(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendekatan Tafsir Muqaran

1. Pengertian Tafsir muqaran

Metode tafsir muqaran adalah menejelaskan ayat-ayat al-Qur‟an

dengan merujuk pada penjelasan para mufasir, Metode muqaran mempunyai

pengertian lain yang lebih luas, yaitu membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an

yang berbicara tentang tema tertentu atau membandingkan ayat-ayat

al-Qur‟an dengan hadist Nabi termasuk dengan hadis yang makna tekstualnya

tampak dengan al-Qur‟an atau kajian lainya.12

2. Langkah yang ditempuh ketika menggunakan metode ini adalah

a. Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur‟an

b. Mengemukakan penjelasan para mufasir baik kalangan salaf atau

kalangan kalaf, baik tafsiranya bercorak bi al-matsur atau bi ar-ra‟yi.

c. Membandingkan kecenderungan tafsir mereka

d. Menjelaskan siapa diantara mereka yang penafsiranya dipengaruhi oleh

madzhab tertentu.13

3. Ciri-ciri metode muqaran

12

Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhui, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.39.

13

(37)

a. Ayat-ayat al-Qur‟an yang berbeda redaksinya satu dengan yang lain,

padahal spintas terlihat bahwa ayat tersebut berbicara tentang persoalan

yang sama.

b. Ayat-ayat yang berbeda kandungan informasinya dengan hadits Nabi.

c. Perbedaan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat yang sama.

Contoh firman Allah QS Ali Imran ayat 126:

sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS Ali Imran ayat 126).14

Ayat diatas sedikit berbeda dengan surah al-Anfal ayat 10. Di sana

”dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS al-Anfal ayat 10)

Dalam ayat Ali Imran ayat 126 di atas kata bihi terletak sesudah

qulubukum, berbeda dengan QS al-Anfal ayat 10 yang letaknya sebelum

14

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung : CV Jumanatul Ali-Art,

(38)

qulubukum. Dalam al-Anfal fashilat (penutup ayat) dibarengi dengan harf

taukid (inna/sesungguhnya) sedang dalam ali imran huruf tersebut tidak

ditemukan.

Dalam tafsir Mishbah ketika membahas surat ali imran bahwa surat

al-anfal berbicara tentang peperangan badar sedang ayat al-imran tentang perang

uhud, Perbedaan redaksi memberi isyarat tentang perbedaan kondisi kejiwaan

dan pikiran mukhatab mitra bicara. Dalam hal ini kaum muslimin dalam perang

badar mereka sangat khawatir karena mereka lemah dari segi pasukan dan

perlengkapan, mereka juga sebelum berperang membela agama dan belum

pernah mendapatkan bantuan malaikat, karena itu disini di informasikan Allah

ditekanya dengan menggunakan (inna), berbeda dengan perang uhud, jumlah

mereka cukup banyak, semangat mereka sanggat menggebu, sampai para

pemuda mendesak agar kaum muslim keluar menghadapi musuh.15

4. Kelebihan dan kekurangan metode muqaran

1. Kelebihan tafsir muqaran

a. Memberikan penafsiran yang lebih luas kepada para pembaca bila

dibandingkan dengan metode lain, karena di dalam penafsiran itu terlihat

bahwa satu ayat al-Qur‟an dapat ditinjau dari segi ilmu pengetahuan

tergantung mufassir.

15

(39)

b. Membuka diri untuk bersifat toleran, terbukanya wawasan penafsir

otomatis akan bisa membuatnya memaklumi perbedaan hingga muncul

sikap toleran atas perbedaan itu.

c. Membuat mufassir lebih berhati-hati, pelantara penafsiran dan pendapat

yang begitu luas disertai latar belakang yang beraneka warna membuat

penafsir lebih berhati-hati dan obyektif dalam menganalisa dan

menjatuhkan pilihan. 16

2 Kekurangan tafsir muqaran

a. Kurang cocok dengan pemula, memaksa pemula untuk memasuki ruang

penuh perbedaan pendapat akan berakibat bukan untuk memperkaya dan

memperluas wawasan tapi bisa membingungkanya.

b. Kurang cocok untuk memisahkan kontemporer, di masa yang kompleks

dan membutuhkan pemecahan yang cepat dan tepat, metode muqaran

kurang cocok karena lebih menekankan pada perbandingan hingga bisa

memperlambat untuk membuka makna yang sebenarnya dan relevan

dengan zaman.

c. Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufassir, penafsir yang

hanya sampai pada memperbandingkan beberapa pendapat dan tidak

menampilkan pendapat yang lebih baik membuat metode ini lebih bersifat

pengulangan dari pendapat ulama klasik.17

16

Idmar Wijaya, Tafsir Muqaran, (Palembang: UiN Muhammadiyah, 2005), h.11.

17

(40)

B. Tinjauan Umum Tentang Poligami

1.

Pengertian Poligami

Kata poligami berasal dari bahasa yunani, kata ini penggalan dari dua

kata poli atau polus yang artinya banyak dan gamein atau gamos yang artinya

kawin atau perkawinan, Maka kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu

perkawinan yang banyak. Kalau dipahami kata ini menjadi sah untuk

mengatakan bahwa poligami adalah perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam

jumlah yang tidak terbatas.18

Ada istilah lain yang maknanya sama dengan poligami yaitu poligini

berasal dari bahasa Yunani poli artinya banyak dan gini artinya perempuan.

Poligini secara termenologi ialah istilah yang dikenakan bagi seorang laki-laki

yang melakukan praktik banyak nikah dan banyak perempuan.19

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, poligami diartikan sebagai ikatan

perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau menikahi lawan jenis dalam

waktu bersamaan, Sedangkan berpoligami berarti menjalankan atau melakukan

poligami.

Adapun kebalikan dari bentuk perkawinan ini adalah monogami, dimana

suami hanya mempunyai seorang istri.20

18

Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto:

STAiN Purwokerto, 2015), h.85.

19

Nur Qomari, Poligini dalam Perspektif Teori Batas Muhammad Syahrur, (Malang:

Universitas Negri Malang, 2008) h.23.

20

Makruf Kholil, Poligami dalam Perspektif Al-Qur‟an, ( Pekalongan: STAiN Pekalongan ,

(41)

Menurut Secombe dan Warner dalam Muryanti poligami adalah

perkawinan antara pria dan wanita diwaktu yang sama, selanjutnya menurut

Secombe dan Warner dalam Muryanti poligami dapat dibagi dalam tiga bentuk:

a. Poligami adalah perkawinan yang dilakukan seorang pria dengan beberapa

wanita diwaktu yang sama.

b. Poliandri adalah perkawinan yang dilakukan wanita dengan lebih dari satu

pria diwaktu yang sama.

c. Group Marriage (perkawinan kelompok) adalah perkawinan antara dua lelaki

atau lebih dengan dua wanita atau lebih diwaktu yang sama.

Beberapa macam bentuk perkawinan tersebut pada masa lalu banyak

dikenal oleh masyarakat atau manusia, tetapi kemudian agama dan budaya

Islam hanya memperbolehkan untuk melakukan poligami sehingga dalam

skripsi ini, poligami dibatasi dalam pengertian poligini yaitu perkawinan

seorang lelaki dengan beberapa wanita diwaktu yang sama.21

Dalam Islam, poligami diartikan perkawinan seorang suami dengan istri

lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat orang istri dalam waktu

yang sama, batasan ini didasarkan pada Q.S An-nisa‟ (4) ayat 3 yang berbunyi:

21Nurus Sa‟adah, dkk., Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama

(42)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawi22nilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (Q.S An-nisa‟ (4) ayat 3).23

Dari ayat itu ada sebagian Ulama yang memahami bahwa dari batasan itu

ada yang berpendapat boleh lebih dari empat istri bahkan sampai sembilan istri,

namun batasan empat istri yang paling banyak diikuti para Ulama dan

dipraktikan dalam sejarah dan Nabi Muhammad SAW yang melarang

melakukan poligami lebih dari empat istri.24

Dalam pengertian poligami ada pergeseran dan penyempitan makna dan

sering disebutkan dalam suatu perkawinan antara seorang suami dengan lebih

dari satu istri, hal ini terjadi karena masyarakat telah dibakukan dengan

perkawinan, dan pada massa sekarang ini perkawinan yang diterapkan

masyarakat adalah perkawinan poligami dan monogami, sedangkan untuk

perkawinan poliandri jarang diterapkan oleh masyarakat karena didalam agama

22

Ahmad Faiz,Cita Keluarga Islam, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), h.250.

23

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Semarang: Toha Putra, 2000), h.142.

24

Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, (Banyuwangi: Jurnal IAiN Sunan Kalijaga, 1990) h.

(43)

Islam tidak dibolehkanya seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu

dalam waktu bersamaan.

2.

Faktor-Faktor Pendorong Poligami

Perkawianan dan pernikahan dalam Islam dilakukan atas dasar

yang halal, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur‟an, merupakan bukti

maha kebijaksanaan AllAH. Firmanya yang berbunyi:

“dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita QS an najm 53 :45”.25

Menurut Islam perkawinan bukan sekedar penyaluran naluri seks, tetapi

perintah agama agar orang yang melangsungkan pernikahan tetap terjaga

ketaqwaanya. Firman AllAh:

“.dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). QS Ali imran (3): 14”.26

25

H.E.Hasan saleh, Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) h. 296

26

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung: CV Jumanatul J-Art,

(44)

Itulah sebabnya Agama mengatur cara melangsungkan perkawinan

dengan menentukan syarat, rukun, cara dan pemutusan jika pernikahan itu tidak

berlangsung lama,27 Pada dasarnya seorang menginginkan perkawinan yang

abadi sampai ajal menjemput, dengan penuh kasih sayang dan keharmonisan,

dan pada umunya wanita menginginkan perkawinan yang monogami bukan

poligami, namun masalah yang dihadapi tidak dapat diduga yang menyebabkan

seorang laki-laki melakukan poligami.

Faktor-faktor yang mendorong berpoligami

1. Kemandulan atau penyakit lain dimana suami tidak dapat menyalurkan

kebutuhan biologisnya dan memperoleh keturunan.

Quraish Shihab dalam ijtihadnya, pelakuan yang paling tepat saat itu

poligami. Dari pendapatnya itu, beliau tetap memberikan peringatan dan

poligami bukan ajuran apalagi kewajiban, Menurut Qurash Shihab, dengan

adanya poligami memberikan jalan untuk bisa melampiaskan nafsu karena istri

tidak dapat melampiaskan suami atau sedang keadaan mandul dan menghindar

sifat mudharat yang tidak terkendali, maka cara itu bisa dilakukan kepada

perempuan lain yang dinikahnya secara sah.28

2. Faktor terjadinya poligami menurut Idha Apriliana pada masa pra-Islam.

27

H.E.Hasan saleh, Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Press,

2008), h.314-315

28

Muhammad Quraish Shihab, Tafsir misbah Pesan, Kesan dan Keserasian

(45)

(1). Segi kebutuhan social :a).Faktor ekonomi, Kaum pria dengan banyak istri

akan memberikan keuntungan seperti menjadikan istri sebagai

budak/pekerja, b). Faktor jumlah anak dan suku: Kepentingan untuk

menambah anggota keluarga sehingga dapat memperbesar suku, c). Jumlah

wanita lebih banyak dari pria: Kelebihan wanita dari pria disebabkan

faktor laki-laki lebih banyak dari wanita.

(2). Kebutuhan Pribadi; a).Faktor geografis :Iklim dapat menyebabkan wanita

lebih cepat tua. b). Masa subur: Keterbatasan usia produktif wanita dengan

tahap menoupouse.29

Menurut Mustafa Al-Maragi hal-hal yang diperbolehkan untuk poligami :

(1). Bila seorang suami memiliki istri yang mandul sedangkan ia mengharapkan

anak, terlebih lagi jika orang terpandang raja atau amir,

(2). Bila istri sudah tua dan tidak haid sedangkan suami berkeinginan

mempunyai anak dan mampu memberi nafkah, menjamin kebutuhan

anakya,

(3).-Seorang yang mempunyai nafsu tinggi sedangkan istri kebalikanya, atau

sang istri mempunyai massa haid yang lebih dari bulanya sedangkan sang

suami tidak tahan dan agar terhindar dari berzina,

(4). Seorang wanita yang lebih banyak dari seorang laki-laki akibat

peperangan.30

29

Idha Aprliana, Berbagai Faktor Polgami dikalangan Pelaku dikota Medan, (Medan: Jurnal

(46)

Prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam

1) Pilihan jodoh yang tepat

2) Perkawinan didahului dengan peminangan

3) Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan

perempuan

4) perkawinan didasari atas dasar suka rela antar pihak.

5) ada persaksian dalam akad nikah

6) perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu

7) kewajiban membayar mas kawin bagi suami

8) mengajukan kebebasan syarat dalam akad nikah

9) laki-laki sebagai tanggung jawab keluarga

10) kewajiban bermasyarakat dalam berumah tangga .31

3.

Poligami dalam lintas Sejarah

Poligami adalah masalah yang sudah lama hampir seluruh bangsa

didunia tidak asing dengan poligami, sebelum Islam poligami sudah dikenal

oleh orang hindu, yahudi, arab, bangsa yahudi membolehkan poligami dan

Nabi Musa tidak melarang poligami bahkan tidak membatasi orang

berpoligami, kitab ulangan mewajibkan saudara laki-laki mengawini janda

yang mempunyai anak, meskipun sudah beristri, Nabi Ibrahim juga

mempunyai dua istri.

30

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, (Semarang, PT Karya Toha Putra,

1993), h.326-327

31

(47)

Kitab talmud, Tafsir hukum taurat membatasi jumlah istri dalam

perkawinan poligami, tetapi umat yahudi pada waktu itu kembali

menjalankan poligami dengan tanpa batas jumlah istri, beberapa orang

yahudi ada yang melarangnya tetapi ada yang memperbolehkanya dengan

alasan istri pertamanya mandul.32

Menanggapi masalah ini berkembang di berbagai pendapat dieropa dan

Amerika serikat bahwa sistem poligami akan merusak suami istri serta

anak-anaknya, kondisi seperti ini akan menumbuhkan perilaku buruk pada anak

dan seorang istri senantiasa agar memiliki satu suami tanpa yang lain.

Pandangan orang barat diatas tidak lepas dari backround Agama barat

yang mayoritas menganut agama kriten atau katolik yang melarang

poligami. Setelah agama kristen direvisi sejalan dengan ajaran paulus konsep

monogami dimasukan kedalam filsafat kristen dan menyesuaikan dengan

budaya yunani-romawi, di zaman yunani-romawi dahulu yang sudah

mengembangkan bentuk monogami yang mayoritas bentuknya adalah budak

yang dimanfaatkan secara bebas, karena itulah yang dahulu dinamakan

poligami sebenarnya poligami tanpa batas.33

Didalam Injil perjanjian lama diceritakan bahwa Nabi Daud

mempunyai istri tiga ratus, ketika Islam datang maka dia meletakkan

32

Agus Hermanto, Islam, Poligami dan Perlindungan Kaum Perempuan, (Lampung: Jurnal

IAiN Raden Intan Lampung 2015), h.169

33

Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, (Banyuwangi: Jurnal IAiN Sunan Kalijaga, 1990) h.

(48)

beberapa persyaratan untuk memperbolehkan poligami antara lain dari segi

jumlah dan maksimal empat, sehingga Ghailan bin Salamah masuk Islam

dengan mempunyai sepuluh istri, maka Nabi Muhammad SAW bersabda

pilihlah empat istri dari sepuluh istrimu yang kamu sukai dan sisanya

ceraikanlah, demikian pula berlaku kepada orang yang masuk Islam yang

istrinya delapan atau lima maka Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan

kepadanya untuk menahan empat saja.34

Konsep awal poligami sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad

SAW Pada awal massa Islam, perkawinan yang dilakukan Nabi bukan

merupakan bentuk perkawinan yang dominasi dan hawa nafsu lelaki bagi

perempuan, melainkan perkawinan yang memiliki tujuan sama seperti

perkawinan lainya (monogami). bahkan tujuan poligami ini bertujuan sangat

mulia , sebagaimana dituangkan dalam Al-Qur‟an Q.S An-nisa ayat 4, yaitu

penegak keadilan diantara istri-istri dan hak anak yatim perempuan, baik

dalam hal harta atau perlakuan yang semenang-menang yang sudah

mentradisi pada massa itu. Tidak diberi hak waris, dan ketika mereka anak

yatim dinikahkan mahar dikuasai walinya, dan bahkan ada wali yang tidak

memeperbolehkan anak yatim yang dipemeliharaanya tidak boleh dinikahi

dengan lelaki lain, agar wali menguasai hartanya, oleh karena itu masyarakat

34

Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Alih Bahasa H Mua‟mal Hamidy, Poligami, (Jakarta:

(49)

muslim awal memperaktekan poligami karena kondisi sosial budaya saat itu

yang memadang wajar poligami.35

Dalam konteks sejarah Islam, ayat poligami turun setelah berakhirnya

perang uhud yag memakan korban dunia sebanyak tujuh puluh orang

laki-laki dari tujuh ratus tetara muslim yang ikut berperang, dampaknya sedikit

muslimah menjadi janda dan banyaknya anak yatim yang terlantar, melihat

kondisi sosial pada masa itu cara terbaik menolong janda dan anak yatim

adalah dengan menikahi mereka dengan syarat mampu berlaku adil.

Sedangkan dalam konteks nusantara daerah yang menganut hukum

Islam pada masa itu seperti halnya Aceh keberadaan poligami diakui,

Snouck Hourgonje menurut Makrum, pada abad 19 pernikahan secara

poligami sudah dilakukan secara umum yang dilakukan oleh guru,

bangsawan atau orang yang terpandang karena keshalehanya atau karena

pendidikanya, para putri mereka dengan senang hati dinikahkan walaupun

jadi istri kedua, ketiga atau empat.36

4.

Poligami dalam pandangan hukum Islam

Syariat Islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai

empat orang dan wajib berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan

pangan maupun sandang, tempat tinggal, serta yang bersifat benda tanpa

membedakan istri yang kaya dan yang miskin, yang berasal dari keturunan

35

Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto: Jurnal

STAiN Purwokerto, 2015) h.88

36

(50)

yang tinggi maupun yang rendah, dan bila suami kuatir berbuat dzalim dan

tidak dapat berlaku adil maka tidaklah berpoligami, seperti firman Allah

SWT dalam surat An-nisa ayat 3.37



.”dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (surat An-nisa ayat 3).38

Ayat ini diturunkan di Madinah setelah perang uhud, akibat ketidak

disiplinan kaum muslimin mengakibatkan kalah telak. Banyak prajurit muslim

yang meninggal di medan perang, dampaknya banyak janda dan anak yatim,

tidak banyak kondisi anak yatim yang kaya dan miskin, tetapi banyak anak

yatim yang mewarisi harta peninggalan orang tua.

Pada kondisi tersebut muncul niat jahat oleh para wali dengan menikahi

anak yatim yang cantik dan ingin menguasai hartanya, dan banyak anak yatim

yang tidak diberikan hak-haknya seperti mahar dan nafkah tidak diberikan,

37

Edi Darmawijaya, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: International

Journal of Child and Gender Studis, 2015) h.28.

38

Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2013),

(51)

bahkan ada harta anak yatim yang dirampas oleh suaminya sendiri untuk

menafkahi istrinya yang lain yang jumlahnya lebih dari batas kewajaran.39

Sayyid Qutb menggambarkan bahwa masa jahiliyah banyak kebiasaan

buruk yang telah berlangsung saat datangnya Islam di Arab, diantaranya hak

anak yatim yang dirampas khususnya anak yatim perempuan dikeluarga, anak

yatim yang kaya ditahan untuk dijadikan istri oleh walinya karena tamak

kepada harta mereka bukan kepada orangnya, atau diberikan kepada anak lelaki

para wali untuk tujuan yang sama agar harta tidak keluar dan jatuh keorang

lain.40

Kebiasaan ini juga berlangsung di awal Islam, hingga Al-Qur‟an datang

dan melarang dan mengahapusnya dengan pengarahan luhur dan hati nurani,

dalam ayat lain QS An-nisa (4:129)

isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang” QS An-nisa (4:129).41

39

Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto: Jurnal

STAiN Purwokerto, 2015) h.87

40

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilal Al-Qur‟an, Terj. Ainur Rafiq Shaleh Tahmid, (Jakarta: Rabbani

Press, 2001), jilid 2, hal. 599.

41

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung: CV Penerbit J-Art, 2005),

(52)

.

Secara tepat ayat ini menyatakan tidak akan mungkin seorang lelaki

terhadap istrinya, ayat ini dapat disimpulkan Islam pada dasarnya agama

monogami, oleh karena itu Sayyid Qutb menegaskan bahwa Islam tidak

menumbuhkan poligami tetapi hanya membatasi. Tidak memerintahkan

poligami tetapi menentukan syarat dipelaksanaanya, Islam memberikan

keringanan dalam hal ini untuk menghadapi realitas kehidupan manusia dan

berbagai darurat fitrah manusia, jika tidak demikian maka keringanan yang

diberikan tidak boleh dilakukan.42

Poligami dalam fiqih lebih mengacu pada seorang lelaki yang merdeka

(hurrun) boleh menikahi empat perempuan, sedangkan budak laki-laki (abdun)

hanya boleh menikahi dua orang perempuan, posisi poligami tidak hanya

kesanggupan dari segi fisik dan batin saja, melainkan kemampuan harta juga

sangat diperhatikan. Ketentuan maksimal empat merupakan harga mati karena

seorang yang beristri empat jika ingin menikahi satu wanita lagi maka

ceraikanlah satu istri terlebih dahulu, ada dua pendapat tentang batasan

maksimal poligami menurut jumrul ulama menyimpulkan bahwa lafadz matsna

wa tsulasa wa ruba mempunyai arti bahwa wawu ataf itu berfungsi sebagai li

al takhyir bukan li-al jam‟i, berbeda dengan kalangan madzhab syiah berpendapat bahwa wawu berfungsi sebagai li al-jam‟i sehinggga batas maksimal berpoligami sembilan orang.

42

Eka Sri Hilayati, Poligami Menurut Perspektif Pelaku, (Jakarta: UiN Syarif Hidayatullah

(53)

Wahbah al-Zuhaily dalam Atik Wartini lebih menguatkan pendapat yang

menyatakan bahwa maksimal istri itu empat beliau beralasan bahwa satu bulan

ada empat minggu mempermudah laki-laki untuk membagi waktu buat istrinya,

untuk beristri lebih dari empat ditakutkan berbuat aniaya dan lemah dalam

memenuhi hak istri, untuk lelaki yang takut tidak berbuat adil maka baginya

lebih baik menikah dengan seorang saja, keadilan ini menyangkut pembagian

waktu, jima‟, dan nafaqah. Pendapat maksimal empat ini bukan berarti laki-laki

boleh menikah lebih dari satu, hal ini adalah merupakan pengecualian yang

jarang sekali, dan bahkan mempunyai istri satu itu merupakan hal yang umum

dan paling utama.43

Hukum poligami menurut Muhammad Abduh ulama klasik dari kalangan

mufassir (penafsir) maupun fakih (ahli hukum) Berpendapat berdasarkan QS

An-nisa‟ (4).3 pria muslim dapat menikahi empat wanita tafsir ini telah

mendominasi seluruh pemikiran umat Islam, jadi dalam pengertianya poligami

tidak dilarang asalkan tidak lebih dari empat istri, Akan tetapi Ulama seperti

Muhammad Abduh (1849-1905) tidak sepakat dengan penafsiran itu,

menurutnya diperbolehkan poligami karena keadaan memaksa pada awal Islam

muncul dan berkembang dengan alasan: pertama, pada saat itu jumlah lelaki

lebih sedikit dibandingkan jumlah wanita akibat gugur perang antar suku. Maka

sebagai bentuk perlindungan, para pria menikahi wanita lebih dari satu. Kedua,

43

Atik Wartini, Poligami dari Fiqih hingga perundang-undangan, (Jakarta: Jurnal Studia

(54)

pada massa itu umat Islam baru sedikit pemeluknya, dengan berpoligami wanita

akan masuk Islam dan diharapkan dapat memepengaruhi sanak keluarganya.

Ketiga, dengan berpoligami menurut Muhammad Abduh akan terjalin

pernikahan antar suku yang akan mencegah peperangan dan konflik yang

terjadi, Massa ini keadaan telah berubah, poligami menurut Muhammad Abduh

justru akan menimbulkan permusuhan, kebencian antara para istri dan anak,

bahkan Muhammad Abduh mantan syaikh Al-Azhar ini berfatwa bahwa

berpoligami hukumnya haram, dengan alasan pertama, syarat poligami adalah

berbuat adil syarat ini sangat sulit untuk dipenuhi, sebab Allah sudah berfirman

dalam Q.S (4) 129 tentang sulitnya berbuat adil kedua, buruknya kelakuan

suami terhadap istri, karena mereka tidak bisa memberi nafkah secara lahir dan

batin. Ketiga, dampaknya psikologis terhadap anak yang orang tuanya

berpoligami, mereka dikuatirkan akan tumbuh menjadi anak yang tumbuh

dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu dari anak itu bertengkar dengan

suami atau istri suami yang lain.

Muhammad Abduh juga berpendapat hanya Nabi Muhammad saja yang

dapat berlaku adil sementara yang lain tidak, perbuatan yang satu ini bisa

menjadi patokan karena khusus akhlak nabi kepada istrinya, Muhammad Abduh

hanya memperbolehkan poligami kalau istrinya mandul, Menurut Muhammad

(55)

mengajarkan itu, fenomena yang terjadi menurut Muhammad Abduh adalah

fenomena Zaman jahiliyyah yang tidak ada hubunganya dengan Islam.44

Menurut Qurasih Shihab Ayat yang menjelaskan poligami, lebih terlihat

dalam Surat An-Nisa‟ ayat ketiga. Dalam ayat itu, banyak membahas masalah

kehidupan dengan jalan keluarnya yang sama sesuai perkembangan zaman.

Al-Qur‟an juga djadikan petunjuk, serta tolak ukur oleh manusia untuk menjadikan

dirinya yang taat akan firman tuhanya.45 Pemahaman beliau ayat ketiga

membahas anak yatim yang terdzolimi. Jika dilihat dari turunya ayat, pada

keadaan zaman dulu sering terjadi kelakuan yang tidak pantas kepada mereka.

Penggunaan kata dalam ayat ketiga yakni, (

اوطِسْقُت

) dan (

اوُلِدْعَت

)

yang

makna kedua kata itu sama memiliki arti adil. Namun menurut Quraish Shihab

memiliki arti perbedaan, ketika kata tuqsithu maka arti yang menunjukkan dua

orang atau lebih, yang mana kedua orang tersebut merasa senang dengan

keadilan, sedangkan kata ta‟dilu jika melakukan keadilan pada dua orang atau

lebih maka akan muncul suatu kesimpulan bahwa satu orang akan merasa

senang satu orang akan merasa kecewa atau disebut menyenangkan satu

pihak.46

Berbicara mengenai keadilan yang dimaksud oleh Quraish Shihab secara

ringkas sebagai berikut:

44

Edi Darmawijaya, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Journal of

Child and Gender Studis, 2015) h.30.

45

Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2007), h.8

46

Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

(56)

a. Kalau yakin tidak adil bolehkah? Tidak boleh

b. Kalau menduga tidak berlaku adil, bolehkah? Tidak boleh

c. Kalau yakin berlaku adil, bolehkah? Boleh

d. Apakah boleh itu perintah atau boleh saja? Boleh saja, istilah dalam bahasa

Agama itu mubah atau boleh, bukan sunnah, bukan wajib, bukan makruh.

Maksud dari keadilan diatas adalah laki-laki paham dari segi ekonomi dan

jasmaninya, jangan sampai ketika sakit dengan berpoligami.

Menurut Quraish Shihab tafsir dari kata (مكنمٌأ تكلم ام) yang diterjemahkan dengan hamba sahaya wanita yang kamu miliki, menunjukan satu kelompok

yang dimana pada waktu itu fonomena umum yang sering terjadi pada

masyarakat di seluruh dunia yakni perbudakan, menurutnya ketika seorang

budak dinikahi seorang budak maka tetap menjadi budak dan anaknya

demikian, berbeda dengan ketika yang menikahi laki-laki merdeka maka akan

mempunyai anak merdeka dan ibunya akan merdeka. 47

Al-Qur‟an telah menutup secara penuh adanya perkembangan

perbudakan, namun masih ada satu jalan yang menurut beliau masih boleh

digunakan yakni tawanan. Hal tersebut dibolehkan, karena pada zaman dahulu

masih adanya gejala perang.48

Dalam fenomena perang zaman dulu, Islam secara bertahap menempuh

sebuah cara pembebasanya. Jika penghapusan itu secara tergesa-gesa, maka

47

Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

(Jakarta, Lentera Hati,, 2002), h.339.

48

Referensi

Dokumen terkait

Apabila anda merupakan sebuah Original Equipment Manufacturer (OEM) yang menghendaki performa yang unggul dari komponen dan sistem yang terdapat di dalam produk anda, carilah

Tenngo ve Annup'la konuşurken, zaman zaman yetişkinlerle sohbet ederken yaşadığım zihin karışıklığını, neden söz ettikleri hakkında hiçbir bir fikrim

Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian FR Retno Anggraini (2006) dan eddy (2005) yang menyebutkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh pada tingkat pengungkapan

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa nushuz adalah bentuk pendurhakaan istri terhadap suami kemudian lari dari suami dengan arti tidak taat padanya ketika sang

Cevat Tosun (2011:155) mengemukakan juga bahwa istilah partisipasi masyarakat berpotensi mencakup bidang filsafat yang luas, pertimbangan kebijakan, program, dan kerja

Penurunan atau hilangnya beberapa unsur hara dalam perakaran akibat erosi menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah sehingga tanah tidak mampu menyediakan

Dari hasil temuan penelitian tersebut di atas diketahui bahwa model kewirausahaan agribisnis yang dijalankan pada Yaponpes Dayama pada kegiatan pertania, yakni

Selanjutnya, persepsi petani responden melakukan usahatani perkebunan kelapa sawit karena keperluan sarana produksi seperti pupuk dan insektisida yang mudah diperoleh