Tafsir Al-
Qur’an
Tentang Poligami: Perbandingan
Penafsiran Muhammad Syahrur
dan Nashr Hamid Abu Zayd.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
MUHAMAD ABDUL FATAH
NIM 215-13-007
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhamad Abdul Fatah
NIM : 215-13-007
Fakultas : Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora
Jurusan : Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul “Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu
Zayd.” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya
tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk dengan kode etik ilmiah.
Salatiga, 20 September 2017
Yang Menyatakan,
HALAMAN MOTTO
إً ْسُْي ِ ْسُْعْلإ َعَم َّن
إ
ِ
Sesungguhnya bersama kesulitan
terdapat kemudahan
.
(
QS. Al-
Insyirāh [94]: 6)
Hesitation Make The Strugle Be Fall
* Keraguan Membuat Perjuangan Kita
Menjadi Gagal
*
Tunjukanlah Kami jalan yang lurus
HALAMAN PERSEMBAHAN
Jika karya ini patut sebagai persembahan maka
akan penulis persembahkan untuk ;
*****
Ayahanda Jonet Ismail dan Ibunda Siti Asmah
Om Muslimin SAg dan Keluarga Besar
*****
Teman-teman Jurusan Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir
IAIN Salatiga Angkatan 2013
*****
Teman-teman Fakultas Ushuluddin Adab dan
Humaniora IAIN Salatiga
*****
Teman-teman Pon-Pes Ittihadul Asna Klumpit
Salatiga
`
*****
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi
ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor:
158/1987 dan 0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanب
ba‟ B Beت
ta‟ T Teث
ṡa ṡ es (dengan titik di atas)ج
Jim J Jeح
ḥa‟ ḥ ha (dengan titik di bawah(خ
kha‟ Kh ka dan haد
Dal D Deذ
Żal Ż zet (dengan titik di atas)ز
Zal Z Zetس
Sin S Esش
Syin Sy es dan yeص
ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)ض
ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)ط
ṭa‟ ṭ te (dengan titik di bawah)ظ
ẓa‟ ẓ zet (dengan titik di bawah)ع
„ain „ koma terbalik (di atas)غ
Gain G Geف
fa‟ F Efق
Qaf Q Qiك
Kaf K Kaل
Lam L Elم
Mim M Emن
Nun N Enو
Wawu W Weء
Hamzah ` Apostrofي
ya‟ Y YeB. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
ةددعتم
Ditulis Muta‟addidahةدع
Ditulis „iddahC. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
ةمكح
Ditulis Ḥikmahةيزج
Ditulis Jizyah(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
ءايلولاا ةمرك
Ditulis Karâmah al-auliyā`c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.
D. Vokal Pendek
_َ__
Fatḥah Ditulis A_ِ__
Kasrah Ditulis I_ُ__
Ḍammah Ditulis UE. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
ةيلهاج
Ditulis ĀJahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
ىسنت
Ditulis ĀTansa
Kasrah bertemu ya‟ mati
يمرك
Ditulis ĪKarīm
Ḍammah bertemu wawu mati
ضورف
Ditulis ŪFurūḍ
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemu Ya‟ Mati
مكنيب
Ditulis AiBainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati
لوق
Ditulis AuG. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
متنأأ
Ditulis A`antumتدعأ
Ditulis U‟iddatتمركش نئل
Ditulis La‟in syakartumH. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah
ditulis dengan menggunkan “al”
نارقلا
Ditulis Al-Qur`ānسايقلا
Ditulis Al-Qiyāsءامسلا
Ditulis Al-Samā`سمشلا
Ditulis Al-SyamsI. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau
pengucapannya
ضورفلا ىوذ
Ditulis Żawi al-furūḍKATA PENGANTAR
ميحرلا نحمرلا للها مسب
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah swt. yang telah
mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhingga, yang tak dapat penulis sebutkan satu
persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tafsir
Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr
Hamid Abu Zayd. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW. beserta keluarganya, sahabat serta pengikut-pengikutnya sampai di
yaumul qiyāmah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan,
dan dorongan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua orang tua (Ayah Jonet Ismail dan Ibu Siti Asmah) yang dengan
ikhlas menerima dan memperjuangkan kami sebagai anak, untuk terus
bersekolah dan menjadi hamba yang di ridhoi oleh Allah Swt, di dunia dan
di akhirat kelak. Berkat kesabaran ibu, menjadikan saya selalu tabah atas
berbagai ujian yang menjadi jalan untuk mencapai keridhaan yang lebih
tinggi dihadapan Allah dan manusia. Juga tidak lupa, bagaimana ayah
menanamkan bahwa memandang kehidupan tidaklah melulu melalui satu
hanya akan diperoleh dengan memperluas wawasan dan keilmuan. Lalu
kemudian, tidak lupa saya ucapkan terimakasih yang teramat kepada Mbah
Irpan dan Mbah Toyibah, yang telah dengan rela mencukupkan kebutuhan
ananda sebagai cucu, untuk dapat tetap melanjutkan jenjang pendidikan
sampai saat ini yang telah banyak sekali membantu penghidupan saya di
Ponpes Ittihadul asna.
2. Abah Muhammad Royhuddin Mahbub, selaku Guru sekaligus orang tua
Ponpes Ittihadul Asna. Terimakasih karena telah menjadi jalan bagi Tuhan
untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada ananda. Lalu
kemudian terimakasih kepada teman-teman santri Ponpes Ittihadul Asna
yang selalu mendampingi menuntut ilmu dan juga kepada Ustad Ustadzah
yang telah memberikan ilmu kepada saya dan telah membimbing saya
dengan kesabaran dan keikhlasan.
3. Teman-teman seperjuangan, Mahfudz Fawzie, Muhammad Sarifuddin, M
Choirurrohman, Rangga Pradipta, Wahyu Kurniawan, Husain Imaduddin,
Laila Alfiyanti, Triyanah, terimakasih atas empat tahun perjuangan yang
telah kita lewati bersama di IAIN Salatiga.
4. Dr. Benny Ridwan, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan
Humaniora IAIN Salatiga.
5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an dan
Tafsir, beserta staff-staffnya yang tak pernah menyerah memotivasi kami
juga atas fasilitas perpustakaan IAIN Salatiga yang telah dibuka beberapa
saat sebelum penulis memulai skripsi ini, sehingga fasilitas tersebut sangat
membantu proses penulisan skripsi ini.
6. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. selaku dosen pembibing skripsi yang telah
mengarahkan dan membimbing dari awal hingga akhir, hingga terjadinya
skripsi ini.
7. Dr. Muh. Irfan Helmy, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik yang
dengan kesabarannya berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan
kepada saya dalam proses akademik
8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Ittihadul Asna Salatiga.
9. Dan tak lupa pada pihak-pihak terkait yang lain yang tak sempat untuk
disebutkan di sini.
Teriring do‟a, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu penulis
dalam penulisan skripsi ini diterima di sisi Allah swt. dan mendapat pahala yang
dilipat gandakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kebaikan dan kesempurnaan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Salatiga, 20 september 2017
Penulis,
ABSTRAK
Kata Kunci: Poligami
Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal suami menikahi lebih dari satu istri dalam waktu yang sama, berabad-abad Islam diwahyukan masyarakat manusia di berbagai belahan dunia telah mengenal dan mempraktekan poligami secara luas di kalangan masyarakat yunani, persia, mesir kuno. Di arab jauh sebelum Islam masyarakat telah memperaktekan poligami tak terbatas, sejumlah riwayat menjelaskan bahwa setelah turun ayat yang membatasi jumlah istri hanya empat yakni Qs Al-Nisa‟ ayat 3, Nabi segera memerintahkan semua laki-laki yang memiliki lebih dari empat agar menceraikan istrinya Islam tidak mengajarkan poligami juga tidak melarangnya, Islam hanya membolehkan dengan syarat yang ketat, Nabi melakukan perubahan sesuai pentunjuk kandungan ayat. Pertama membatasi jumlah istri hanya sampai empat kedua menetapkan syarat yang ketat bagi poligami yaitu harus mampu adil.
Penelitian ini berusaha menemukan bagaimana konsep poligami dalam perspektif Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dan solusi-solusi yang ditawarkan melalui penafsiran ayat-ayat yang berbicara tentang poligami untuk mengatasi permasalah yang ingin dijawab oleh penelitian ini adalah (1) bagaimana sosio historis Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd? (2) bagaimana menurut Muhammad Syahrur dan Nashr hamid Abu Zayd tentang ayat-ayat poligami? (3)bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd? . Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan tafsir muqaran dengan membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang poligami sebagai bahan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, juga didukung dengan penelitian kepustakaan library research yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd yang berkaitan dengan poligami..
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL: ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING : ... ii
HALAMAN PENGESAHAN :... iii
HALAMAN KEASLIAN TULISAN : ... iv
HALAMAN MOTTO: ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN: ... vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI :... vii
KATA PENGANTAR: ... xii
ABSTRAK: ... xv
DAFTAR ISI: ... xvii
BAB I PENDAHULUAN: ... 1
A. Latar Belakang Masalah: ... 1
B. Pembatasan Masalah: ...8
C. Rumusan Masalah: ... .8
D. Tujuan Penelitian: ... .9
E. Kegunaan penelitian: ...9
F. Kerangka Teori: ... .9
G. Telaah Pustaka: ...9
H. Metode Penelitian: ... .12
BAB II LANDASAN TEORI: ... .15
A. Pendekatan Tafsir Muqaran: ... .15
B. Tinjauan Umum Tentang Poligami : ... .18
1. Pengertian Poligami: ...18
2. Faktor pendorong Poligami: ...22
3. Poligami dalam lintas sejarah: ...24
4. Poligami dalam pandangan hukum Islam: ...27
BAB III BIOGRAFI MUHAMMAD SYAHRUR DAN NASHR HAMID ABU ZAYD: ... 36
A.Muhammad Syahrur ... .36
1. Biografi Muhammad Syahrur...36
2. Karya-Karya Muhammad Syahrur...38
3. Pemikiran Muhammad Syahrur...40
4. Penafsiran Muhammad Syahrur...43
B.Nashr Hamid Abu Zayd 1. Biografi Nashr Hamid Abu Zayd...55
2. Karya-Karya Nashr Hamid Abu Zayd...58
3. PemikiranNashr Hamid Abu Zayd...59
BAB IV PERBANDINGAN TAFSIR: ... ..67
A.Temuan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...67
1. Karakteristik dari penafsiran Muhammad Syahrur...67
2. Karakteristik dari penafsiran Nashr Hamid Abu Zayd ...70
B Analisa Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...73
1. Persamaan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...73
2. Perbedaan dari Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Ayat Poligami...74
BAB V PENUTUP: ... ..78
A. Kesimpulan: ... ..78
B. Saran: ... ..81
DAFTAR PUSTAKA: ... ..83
LAMPIRAN-LAMPIRAN: ... ... ..86
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kodrat makhluk bumi yang bernama manusia diciptakan sang
Kholiq ialah hidup berpasang pasangan, oleh Karena itu kapan dan dimana pun
mereka berada, pada saatnya akan saling mencari dan menemukan pasangannya
masing-masing, begitu pula kalau hukum alam untuk menurunkan generasi
sudah berfungsi tak satu manusia yang dapat menghambat.1 Salah satu fungsi
yang tidak dapat dipisahkan dari manusia bahwa mereka adalah makhluk yang
bermasyarakat. Ibnu Khaldun juga pernah mengatakan bahwa manusia pasti
dilahirkan di tengah-tengah masyarakat dan tidak mungkin hidup kecuali
bersama-sama masyarakat itu.2
Dalam agama Islam proses kehidupan bermasyarakat itu diatur dalam
aturan melalui lembaga pernikahan, yang bertujuan membangun keluarga yang
tentram dan penuh kasih sayang antara orang yang ada didalamnya. Hal ini
ditunjukkan dalam firman Allah dalam surat ar-Ruum 30:21
1
Hasan Aedy, Antara Poligami Syari‟ah dan Perjuangan Kaum Perempuan, (Bandung:
Alfabeta 2007), cet. 2, hlm. 82.
2
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam diNegara Muslim, (Jakarta: Raja Grafindo
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Oleh karena itu perkawinan merupakan tuntunan naluriah manusia untuk
berketurunan, serta menumbuhkan rasa kasih sayang, Islam menganjurkan agar
orang menempuh perkawinan, dan sengaja membujang tidak dibenarkan.3
Salah satu bentuk perkawinan dalam Islam adalah poligami. istilah
poligami yang digunakan sehari-hari di indonesia, adalah seorang suami yang
mempunyai istri lebih dari satu orang. Dari segi etimologi, poligami berasal dari
kata polygamy, yang berarti suami memiliki pasangan lebih dari seorang.
Poligami pada dasarnya memiliki dua makna, pertama poliandri, yaitu seorang
istri memiliki banyak suami, dalam hukum Islam, perkawinan jenis ini tidak
diperbolehkan. Kedua poligini, yaitu satu orang suami yang memiliki lebih dari
satu istri.
Poligami memiliki akar sejarah yang panjang dalam perjalanan peradaban
manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang ke jazirah arab, poligami merupakan
sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat arab, poligami masa itu dapat
disebut poligami tak terbatas, bahkan lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan
3
diantara para istri. Kemudian datanglah Islam untuk menegaskan syari‟at
tersebut, meluruskan, membatasi, menetapkan syarat-syarat kebolehanya. Di
antara dalil yang membolehkan poligami adalah tertuang dalam surat an-nisa‟
ayat 3.4 perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Perhatian penuh Islam terhadap poligami sebagaimana ayat yang Allah
SWT turunkan ini bukannya tanpa syarat, akan tetapi Islam menetapkannya
dengan syarat, yaitu keadilan dan pembatasan jumlah menjadi syarat karena
jika tidak dibatasi, maka keadilan sangat sulit ditegakkan. Jika persyaratan
tersebut tidak terpenuhi, maka Islam melarangnya, dengan dua persyaratan itu
berarti Islam telah memperhatikan hak-hak perempuan khususnya perkawinan.5
4
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam, ( University of Manchester, England), hlm.
427.
5
Rodli Makmun, Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur, (Ponorogo: STAiN Ponorogo
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan surat an-nisa
ayat 3, jika ada perempuan yatim dalam perlindunganmu dan kamu khawatir
tidak dapat memberinya mahar yang memadai, maka beralihlah kepada wanita
selainnya, sebab wanita lain juga masih banyak, dan Allah tidak akan
mempersulitnya.6
Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian
khusus dari Allah SWT. Sehingga tidak mengherankan kalau dia
meletakkannya pada awal surat an-nisa‟ dalam kitabnya yang mulia. Seperti
yang kita lihat, poligami terdapat pada ayat ketiga dan merupakan satu-satunya
ayat dalam at-tanzil yang membicarakan masalah ini. Akan tetapi, para mufassir
dan para ahli fiqih, seperti biasanya, telah mengabaikan redaksi umum ayat dan
mengabaikan keterkaitan erat di antara masalah poligami dengan para janda
yang memiliki anak-anak yatim.7
Jika kita perhatikan, Allah SWT mengawali surat an-nisa dengan seruan
kepada manusia agar bertaqwa kepada Allah yang juga merupakan tema
penutup surat al-imran sebelumnya, serta kepada mereka seruan untuk
menyambung tali silatuhrahim dengan berpandangan kepada manusia secara
umum, bukan pandangan kelompok atau kesukuan yang sempit, sebagai isyarat
6
Ringkasan tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),
Cet. 1, hlm. 645.
7
Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam, ( University of Manchester, England), hlm.
bahwa penciptaan manusia berasal dari nafs yang sama (nafs wahidah) Allah
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(QS. An-nisa‟ /4:1)”.8
Dalam wawancara dengan beberapa nara sumber kami mendapatkan fakta
yang menarik seputar poligami. Menurut Joko Seorang pelaku poligami, ia
melakukan poligami karena merasa mampu memberi nafkah lahir yang
mencukupi kepada istri-istrinya. Ia merasa nyaman dengan beristri lebih dari
satu orang. Secara agama ia merasa takut berbuat zina jika hanya memiliki satu
istri. Sedang menurut Hamzah seorang pelaku poligami, ia memiliki tiga istri
karena memiliki harta yang cukup dan memiliki libido yang tinggi, dengan tiga
istri yang ada dia merasa terlayani dengan baik oleh istrinya, dia termotivasi
oleh pemahaman Agama Islam yang membolehkan beristri sampai empat
wanita meskipun ia sendiri tidak begitu memahami agama dengan mendalam.
8
Sedangkan ustad Umar melakukan poligami dengan memiliki dua istri
karena ingin mengajarkan Agama dengan lebih mendalam kepada wanita yang
dinikahinya, walaupun dia berkondisi sederhana secara ekonomi, tetapi soal
Agama ustad Umar sangat termotivasi dan mendalami dengan menggunakan
dalil dalam surah an-nisa‟, ustad Umar menikahi istri yang kedua karena istri
yang pertama sedang sakit keras dan ustad Umar merasa akan berbuat zina
apabila tidak menikah, makanya ustad Umar menikah lagi dan melakukan
poligami.
Dari fenomena yang terjadi tersebut, ada masyarakat kita ada yang
setuju dengan poligami dan ada yang tidak setuju dengan poligami. Yang
setuju beranggapan untuk menyelamatkan perekonomian wanita dan mereka
menentang praktek poligami yang ada sekarang ini, karena efek negativnya
dianggap lebih besar bagi keluarga dan banyak menyakiti perempuan. Namun
sebagian lainya menyetujui poligami dengan alasan tertentu. Kelompok
terakhir ini beralasan bahwa poligami memiliki banyak resiko, tetapi bukan
sesuatu yang dilarang oleh Agama, khususnya Islam.
Berbicara masalah Ulama kontemporer yang sering muncul belakangan
ini, salah satunya yaitu Nashr Hamid Abu Zayd seorang pembaru Islam
kebangsaan mesir, ia berpendapat tentang ketidak bolehan menikahi wanita
lebih dari satu, Nashr Hamid Abu Zayd yaitu dengan kembali pada
Nashr Hamid Abu Zayd mencontohkan undang-undang yang berkaitan
dengan isu perempuan yang terjadi di Tunisia. Salah satu undang-undang
perkawinan yang masih terjadi perdebatan antara kalangan salafi dan liberal,
sebagaimana yang dikutip Nashr Hamid Abu Zayd yakni tentang poligami
atau Undang-undang perkawinan yang ada di Tunisia tersebut sangat tegas
melarang adanya poligami kepada lelaki yang menikah padahal ia mempunyai
istri dan akad nikah sebelumnya belum rusak atau Maka ia dihukum
kurungan selama satu tahun dan dianggap berhutang 240.000 frank, atau
dihukum dengan salah satu dari kedua jenis hukuman itu, walaupun
perkawinan barunya itu belum terjalin dengan sesuai undang-undang
pernikahan.9 Dari sinilah Nashr Hamid Abu Zayd berpendapat bahwa suatu
pernikahan yang dilakukan oleh seorang suami yang lebih dari satu istri
adalah dilarang secara mutlak.
Hal ini bertentangan dengan Ulama salafi yang berpendapat bahwa
undang-undang Tunisia yang mengharamkan poligami berkaitan bahwa secara
tekstual bertentangan dengan firman Allah dalam surat an-nisa /4:3, Menurut
Syahrur poligami harus dikaitkan dengan persoalan perlindungan syah-syah
saja, asalkan anak yatim terpenuhi kebutuhan untuk mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraaan.
9
Nashr Hamid Abu Zayd, Dawair al-khauf:Qiraah Fi Khitab al-Mar‟ah, (Al-markaz ATsaqafi
Poligami tidak hanya diperbolehkan tapi diajurkan oleh Islam. namun
poligami boleh dilakukan dengan dua syarat yang harus terpenuhi, yaitu
bahwa isteri kedua, ketiga dan keempat adalah para janda yang memiliki anak
yatim; yang kedua, harus terdapat rasa khawatiran tidak dapat berbuat adil
kepada anak yatim. Sudut pandang ini yang membedakan Muhammad
Syahrur dengan beberapa ahli terdahulu yang menginterprestasikan Al-Qur‟an
dengan beberapa metode penafsiran yang sudah mapan didunia Islam. Syahrur
menjadi kontroversial pada awal tahun 1990-an, ketika ia menerbitkan buku
pertamanya (al-kitab wa al-Qur‟an ).10
Berdasarkan latar belakang ini, penulis bermaksud menganalisa dan
menggali pendapat Muhammad Syahrur tentang poligami, dalam sebuah
karya tulis yang berjudul „‟ Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan
Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd”
B. Pembatasan Masalah
Skripsi ini merupakan kajian disiplin ilmu tafsir Al-Qur‟an yang
berhubungan dengan hukum (tafsir ahkam). Dalam kajian ini penulis
menampilkan pendapat Muhammad Syahrur yang menolak tradisi fiqih sebagai
karya tunggal (monotik) yang tidak akan bertahan lama. Bertitik tolak dari
persoalan tersebut, penulis mencoba menganalisa pendapat Muhammad
Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd tentang poligami dengan memfokuskan
10
Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur‟an Kontemporer, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,
bahasan pada masalah poligami dalam surat an-nisa‟ menurut pendapat
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin membahas lebih lanjut
tentang “Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dalam surat an-nisa‟” yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Setting Sosio Historis Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid
Abu Zayd?
2. Bagaimana konsep Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd tentang
ayat poligami dalam surat an-nisa‟.
3. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Muhammad Syahrur dan
Nashr Hamid Abu Zayd?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Setting Sosio Historis Muhammad Syahrur dan Nashr
Hamid Abu Zayd.
2. Untuk mengetahui konsep Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
tentang ayat poligami dalam surat an-nisa‟.
3. Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Muhammad Syahrur
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan
dalam bidang tafsir. Agar hasil penelitian ini betul-betul jelas dan berguna
untuk memperkembangkan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan
kegunaan dari penelitian ini.
Adapun hasil penelitian ini ada dua, yaitu:
1. Kegunaan secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan
yang kemudian diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan ilmu
keagamaan khusunya mengenai Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami:
Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.
2. Kegunaan secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bisa memberi kontribusi agar dapat
memberi solusi kepada masyarakat dalam menjalankan konsep poligami yang
terkandung dalam surat an-nisa‟ bisa dibangun diatas landasan etis yang
dinafasi ajaran religious (Islam) yang bersumber dari Al-Qur‟an.
F. Kerangka Teori
Kerangka teoretik bisa berkaitan dengan objek material maupun objek
formal. Berkaitan dengan yang pertama, maka kerangka teori berisi tentang
kajian yang telah ada seputar materi yang akan kita bahas. Selanjutnya,
wujud dari objek material yang akan dikaji. terkait objek formal yakni tentang
poligami dan seluk beluknya maka akan penulis sampaikan beberapa pendapat
tentang hal tersebut untuk mendukung penelitian ini.
Sedangkan objek non formal adalah metode yang penulis pakai dalam
meniliti dan mengupas tentang pembahasan poligami ini. metode yang penulis
gunakan adalah maudu‟i untuk pengumpulan ayat atau dalil terkait poligami
dan begitu juga muqaran yaitu dengan cara mengambil sejumlah ayat kemudian
mengemukakan penafsiran para mufasir terhadap ayat yang berkaitan dengan
ayat poligami serta membandingkan segi-segi kecenderungan masing-masing
yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur‟an.
G. Telaah Pustaka
Setelah penulis sampaikan beberapa hal penting di atas, penulis mencoba
melihat berbagai kajian terdahulu yang dilakukan para tokoh dan penulis lain
yang pernah ada terkait poligami adalah sebagai berikut :
1. Studi komparatif tentang syarat istri kedua menurut Muhammad Syahrur dan
kompilasi hukum Islam yang ditulis Ummi Athiyah program s1 jurusan
al-ahwal al-syakh shiyyah fakultas syari‟ah Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang, dia berbicara tentang analisis perbandingan konsep
syarat istri kedua menurut Muhammad Syahrur dan kompilasi hukum Islam
2. Pemikiran Nasr hamid Abu Zaid tentang poligami dan relevansinya dengan
undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang ditulis oleh Siti
Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
dia membahas tentang poligami dalam pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid
sedangkan karya tulis ini berbicara tentang konsep poligami menurut
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dalam surat an-nisa‟
3. Poligami menurut Muhammad Syahrur dalam pandangan hukum Islam yang
ditulis oleh Maria Ulfah program S1 program studi perbandingan madzhab
hukum Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dia
membahas tentang analisis terhadap kerangka berfikir Muhammad Syahrur
tentang poligami dalam kajian ushul fiqih.
4. Buku metodologi fiqih Islam kontemporer yang ditulis oleh Dr.ir.
Muhammad Syahrur yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin, MA.
yang didalamnya juga membahas tentang poligami.
5. Jurnal Konsep poligami menurut Muhammad Syahrur yang ditulis oleh Evi
Mu‟arifah yang membahas tentang pemikiran Muhammad Syahrur tentang
poligami.
6. Rekontruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam
poligami yang ditulis oleh Yassirly Amrona Rosyada program S2 program
magister pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta yang
membahas tentang rekontruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang
H. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini berjenis kualitatif (qualitative research), yaitu
penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, pemikiran, tindakan, secara
holistic, dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata atau bahasa,
pada suatu konteks khusus yang sistematis dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.11
Sementara berdasarkan modelnya, penelitian ini masuk dalam
katagori penelitian pustaaka (library research ), yaitu penelitian dengan
identik mempelajari buku-buku. Riset pustaka sekaligus memanfaatkan
sumber kepustakaan untuk memperoleh data penelitian. Tegasnya, riset
pustaka membatasi kegiatan hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan
saja tanpa melakukan riset lapangan.
2. Sumber data penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data yaitu,
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber
dari buku-buku yang berkaitan dengan Muhammad Syahrur dan Nashr
Hamid Abu Zayd. Dan kemudian data sekunder adalah data atau bahan
yang diperoleh dari orang kedua dan bukan data orisinil dari orang
11
pertama atau sumber buku yang penulis anggap representatif untuk
dijadikan sebagai bahan tambahan dalam kajian ini.
3. Teknik pengumpulan data
Data pengumpulan ini diperoleh melalui pengumpulan data
kepustakaan. Dengan cara mengumpulkan berbagai literatur seperti
buku-buku, naskah atau dokumen-dokumen serta informasi lainya yang memiliki
kaitan dengan pembahasan poligami menurut Muhammad Syahrur dan
Nashr Hamid Abu Zayd yang penulis angkat. Data yang dikumpulkan
kemudian ditelaah dan diteliti selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan
keperluan pembahasan ini. Kemudian data-data yang telah diklasifikasikan
disusun secara sistematis sehingga menjadi suatu pembahasan yang jelas
yang mudah difahami atau dianalisa.
4. Analisis Data
Setelah penulis mendapatkan data kemudian penulis menganalisa
data tersebut dengan menggunakan metode muqarran, yaitu
membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang tema tertentu
atau membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadist Nabi termasuk
dengan hadis yang makna tekstualnya tampak dengan al-Qur‟an atau kajian
lainya. Dalam menganalisa, penulis mengkaji, memahami setiap materinya.
Kemudian data yang penulis dapatkan, diberikanlah analisis dan tersusun
I. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian ini,
dan agar tulisan ini lebih tersusun maka penulis menyusun sisitematika
penulisan dalam lima bab dengan sub-sub pada masing-masing bab.
Bab I pendahuluan, yang merupakan garis besar dari keseluruhan pola
berfikir yang dituangkan dalam konteks yang jelas serta padat. Atas dasar
tersebut, deskripsi skripsi ini diawali dengan latar belakang masalah yang
menjelaskan alasan pemilihan judul ini, serta pokok permasalahanya. Dengan
penggambaran secara sekilas, subtansi pemilihan ini sudah dapat ditangkap.
Selanjutnya untuk lebih memperjelas rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, uraian judul, telaah pustaka, metode penelitian,
sistematika penulisan.
Bab II akan berisi tentang landasan teori yang meliputi: pendekatan tafsir
muqaran, pengertian poligami, faktor-faktor pendorong poligami, poligami
dalam lintas sejarah, poligami dalam pandangan hukum Islam
Bab III akan berisi tentang: Biografi Muhammad Syahrur dan Nashr
Bab IV akan berisi tentang perbandingan tafsir, karakteristik, persamaan
dan perbedaan dari Nashr Hamid Abu Zayd dan Muhammad Syahrur dalam
penafsiran poligami dalam surat an-nisa‟.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendekatan Tafsir Muqaran
1. Pengertian Tafsir muqaran
Metode tafsir muqaran adalah menejelaskan ayat-ayat al-Qur‟an
dengan merujuk pada penjelasan para mufasir, Metode muqaran mempunyai
pengertian lain yang lebih luas, yaitu membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an
yang berbicara tentang tema tertentu atau membandingkan ayat-ayat
al-Qur‟an dengan hadist Nabi termasuk dengan hadis yang makna tekstualnya
tampak dengan al-Qur‟an atau kajian lainya.12
2. Langkah yang ditempuh ketika menggunakan metode ini adalah
a. Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur‟an
b. Mengemukakan penjelasan para mufasir baik kalangan salaf atau
kalangan kalaf, baik tafsiranya bercorak bi al-matsur atau bi ar-ra‟yi.
c. Membandingkan kecenderungan tafsir mereka
d. Menjelaskan siapa diantara mereka yang penafsiranya dipengaruhi oleh
madzhab tertentu.13
3. Ciri-ciri metode muqaran
12
Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhui, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.39.
13
a. Ayat-ayat al-Qur‟an yang berbeda redaksinya satu dengan yang lain,
padahal spintas terlihat bahwa ayat tersebut berbicara tentang persoalan
yang sama.
b. Ayat-ayat yang berbeda kandungan informasinya dengan hadits Nabi.
c. Perbedaan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat yang sama.
Contoh firman Allah QS Ali Imran ayat 126:
sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS Ali Imran ayat 126).14Ayat diatas sedikit berbeda dengan surah al-Anfal ayat 10. Di sana
”dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS al-Anfal ayat 10)
Dalam ayat Ali Imran ayat 126 di atas kata bihi terletak sesudah
qulubukum, berbeda dengan QS al-Anfal ayat 10 yang letaknya sebelum
14
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung : CV Jumanatul Ali-Art,
qulubukum. Dalam al-Anfal fashilat (penutup ayat) dibarengi dengan harf
taukid (inna/sesungguhnya) sedang dalam ali imran huruf tersebut tidak
ditemukan.
Dalam tafsir Mishbah ketika membahas surat ali imran bahwa surat
al-anfal berbicara tentang peperangan badar sedang ayat al-imran tentang perang
uhud, Perbedaan redaksi memberi isyarat tentang perbedaan kondisi kejiwaan
dan pikiran mukhatab mitra bicara. Dalam hal ini kaum muslimin dalam perang
badar mereka sangat khawatir karena mereka lemah dari segi pasukan dan
perlengkapan, mereka juga sebelum berperang membela agama dan belum
pernah mendapatkan bantuan malaikat, karena itu disini di informasikan Allah
ditekanya dengan menggunakan (inna), berbeda dengan perang uhud, jumlah
mereka cukup banyak, semangat mereka sanggat menggebu, sampai para
pemuda mendesak agar kaum muslim keluar menghadapi musuh.15
4. Kelebihan dan kekurangan metode muqaran
1. Kelebihan tafsir muqaran
a. Memberikan penafsiran yang lebih luas kepada para pembaca bila
dibandingkan dengan metode lain, karena di dalam penafsiran itu terlihat
bahwa satu ayat al-Qur‟an dapat ditinjau dari segi ilmu pengetahuan
tergantung mufassir.
15
b. Membuka diri untuk bersifat toleran, terbukanya wawasan penafsir
otomatis akan bisa membuatnya memaklumi perbedaan hingga muncul
sikap toleran atas perbedaan itu.
c. Membuat mufassir lebih berhati-hati, pelantara penafsiran dan pendapat
yang begitu luas disertai latar belakang yang beraneka warna membuat
penafsir lebih berhati-hati dan obyektif dalam menganalisa dan
menjatuhkan pilihan. 16
2 Kekurangan tafsir muqaran
a. Kurang cocok dengan pemula, memaksa pemula untuk memasuki ruang
penuh perbedaan pendapat akan berakibat bukan untuk memperkaya dan
memperluas wawasan tapi bisa membingungkanya.
b. Kurang cocok untuk memisahkan kontemporer, di masa yang kompleks
dan membutuhkan pemecahan yang cepat dan tepat, metode muqaran
kurang cocok karena lebih menekankan pada perbandingan hingga bisa
memperlambat untuk membuka makna yang sebenarnya dan relevan
dengan zaman.
c. Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufassir, penafsir yang
hanya sampai pada memperbandingkan beberapa pendapat dan tidak
menampilkan pendapat yang lebih baik membuat metode ini lebih bersifat
pengulangan dari pendapat ulama klasik.17
16
Idmar Wijaya, Tafsir Muqaran, (Palembang: UiN Muhammadiyah, 2005), h.11.
17
B. Tinjauan Umum Tentang Poligami
1.
Pengertian PoligamiKata poligami berasal dari bahasa yunani, kata ini penggalan dari dua
kata poli atau polus yang artinya banyak dan gamein atau gamos yang artinya
kawin atau perkawinan, Maka kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu
perkawinan yang banyak. Kalau dipahami kata ini menjadi sah untuk
mengatakan bahwa poligami adalah perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam
jumlah yang tidak terbatas.18
Ada istilah lain yang maknanya sama dengan poligami yaitu poligini
berasal dari bahasa Yunani poli artinya banyak dan gini artinya perempuan.
Poligini secara termenologi ialah istilah yang dikenakan bagi seorang laki-laki
yang melakukan praktik banyak nikah dan banyak perempuan.19
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, poligami diartikan sebagai ikatan
perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau menikahi lawan jenis dalam
waktu bersamaan, Sedangkan berpoligami berarti menjalankan atau melakukan
poligami.
Adapun kebalikan dari bentuk perkawinan ini adalah monogami, dimana
suami hanya mempunyai seorang istri.20
18
Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto:
STAiN Purwokerto, 2015), h.85.
19
Nur Qomari, Poligini dalam Perspektif Teori Batas Muhammad Syahrur, (Malang:
Universitas Negri Malang, 2008) h.23.
20
Makruf Kholil, Poligami dalam Perspektif Al-Qur‟an, ( Pekalongan: STAiN Pekalongan ,
Menurut Secombe dan Warner dalam Muryanti poligami adalah
perkawinan antara pria dan wanita diwaktu yang sama, selanjutnya menurut
Secombe dan Warner dalam Muryanti poligami dapat dibagi dalam tiga bentuk:
a. Poligami adalah perkawinan yang dilakukan seorang pria dengan beberapa
wanita diwaktu yang sama.
b. Poliandri adalah perkawinan yang dilakukan wanita dengan lebih dari satu
pria diwaktu yang sama.
c. Group Marriage (perkawinan kelompok) adalah perkawinan antara dua lelaki
atau lebih dengan dua wanita atau lebih diwaktu yang sama.
Beberapa macam bentuk perkawinan tersebut pada masa lalu banyak
dikenal oleh masyarakat atau manusia, tetapi kemudian agama dan budaya
Islam hanya memperbolehkan untuk melakukan poligami sehingga dalam
skripsi ini, poligami dibatasi dalam pengertian poligini yaitu perkawinan
seorang lelaki dengan beberapa wanita diwaktu yang sama.21
Dalam Islam, poligami diartikan perkawinan seorang suami dengan istri
lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat orang istri dalam waktu
yang sama, batasan ini didasarkan pada Q.S An-nisa‟ (4) ayat 3 yang berbunyi:
21Nurus Sa‟adah, dkk., Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawi22nilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (Q.S An-nisa‟ (4) ayat 3).23Dari ayat itu ada sebagian Ulama yang memahami bahwa dari batasan itu
ada yang berpendapat boleh lebih dari empat istri bahkan sampai sembilan istri,
namun batasan empat istri yang paling banyak diikuti para Ulama dan
dipraktikan dalam sejarah dan Nabi Muhammad SAW yang melarang
melakukan poligami lebih dari empat istri.24
Dalam pengertian poligami ada pergeseran dan penyempitan makna dan
sering disebutkan dalam suatu perkawinan antara seorang suami dengan lebih
dari satu istri, hal ini terjadi karena masyarakat telah dibakukan dengan
perkawinan, dan pada massa sekarang ini perkawinan yang diterapkan
masyarakat adalah perkawinan poligami dan monogami, sedangkan untuk
perkawinan poliandri jarang diterapkan oleh masyarakat karena didalam agama
22
Ahmad Faiz,Cita Keluarga Islam, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), h.250.
23
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Semarang: Toha Putra, 2000), h.142.
24
Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, (Banyuwangi: Jurnal IAiN Sunan Kalijaga, 1990) h.
Islam tidak dibolehkanya seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu
dalam waktu bersamaan.
2.
Faktor-Faktor Pendorong PoligamiPerkawianan dan pernikahan dalam Islam dilakukan atas dasar
yang halal, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur‟an, merupakan bukti
maha kebijaksanaan AllAH. Firmanya yang berbunyi:
“dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita QS an najm 53 :45”.25
Menurut Islam perkawinan bukan sekedar penyaluran naluri seks, tetapi
perintah agama agar orang yang melangsungkan pernikahan tetap terjaga
ketaqwaanya. Firman AllAh:
“.dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). QS Ali imran (3): 14”.26
25
H.E.Hasan saleh, Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) h. 296
26
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung: CV Jumanatul J-Art,
Itulah sebabnya Agama mengatur cara melangsungkan perkawinan
dengan menentukan syarat, rukun, cara dan pemutusan jika pernikahan itu tidak
berlangsung lama,27 Pada dasarnya seorang menginginkan perkawinan yang
abadi sampai ajal menjemput, dengan penuh kasih sayang dan keharmonisan,
dan pada umunya wanita menginginkan perkawinan yang monogami bukan
poligami, namun masalah yang dihadapi tidak dapat diduga yang menyebabkan
seorang laki-laki melakukan poligami.
Faktor-faktor yang mendorong berpoligami
1. Kemandulan atau penyakit lain dimana suami tidak dapat menyalurkan
kebutuhan biologisnya dan memperoleh keturunan.
Quraish Shihab dalam ijtihadnya, pelakuan yang paling tepat saat itu
poligami. Dari pendapatnya itu, beliau tetap memberikan peringatan dan
poligami bukan ajuran apalagi kewajiban, Menurut Qurash Shihab, dengan
adanya poligami memberikan jalan untuk bisa melampiaskan nafsu karena istri
tidak dapat melampiaskan suami atau sedang keadaan mandul dan menghindar
sifat mudharat yang tidak terkendali, maka cara itu bisa dilakukan kepada
perempuan lain yang dinikahnya secara sah.28
2. Faktor terjadinya poligami menurut Idha Apriliana pada masa pra-Islam.
27
H.E.Hasan saleh, Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Press,
2008), h.314-315
28
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir misbah Pesan, Kesan dan Keserasian
(1). Segi kebutuhan social :a).Faktor ekonomi, Kaum pria dengan banyak istri
akan memberikan keuntungan seperti menjadikan istri sebagai
budak/pekerja, b). Faktor jumlah anak dan suku: Kepentingan untuk
menambah anggota keluarga sehingga dapat memperbesar suku, c). Jumlah
wanita lebih banyak dari pria: Kelebihan wanita dari pria disebabkan
faktor laki-laki lebih banyak dari wanita.
(2). Kebutuhan Pribadi; a).Faktor geografis :Iklim dapat menyebabkan wanita
lebih cepat tua. b). Masa subur: Keterbatasan usia produktif wanita dengan
tahap menoupouse.29
Menurut Mustafa Al-Maragi hal-hal yang diperbolehkan untuk poligami :
(1). Bila seorang suami memiliki istri yang mandul sedangkan ia mengharapkan
anak, terlebih lagi jika orang terpandang raja atau amir,
(2). Bila istri sudah tua dan tidak haid sedangkan suami berkeinginan
mempunyai anak dan mampu memberi nafkah, menjamin kebutuhan
anakya,
(3).-Seorang yang mempunyai nafsu tinggi sedangkan istri kebalikanya, atau
sang istri mempunyai massa haid yang lebih dari bulanya sedangkan sang
suami tidak tahan dan agar terhindar dari berzina,
(4). Seorang wanita yang lebih banyak dari seorang laki-laki akibat
peperangan.30
29
Idha Aprliana, Berbagai Faktor Polgami dikalangan Pelaku dikota Medan, (Medan: Jurnal
Prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam
1) Pilihan jodoh yang tepat
2) Perkawinan didahului dengan peminangan
3) Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan
perempuan
4) perkawinan didasari atas dasar suka rela antar pihak.
5) ada persaksian dalam akad nikah
6) perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu
7) kewajiban membayar mas kawin bagi suami
8) mengajukan kebebasan syarat dalam akad nikah
9) laki-laki sebagai tanggung jawab keluarga
10) kewajiban bermasyarakat dalam berumah tangga .31
3.
Poligami dalam lintas SejarahPoligami adalah masalah yang sudah lama hampir seluruh bangsa
didunia tidak asing dengan poligami, sebelum Islam poligami sudah dikenal
oleh orang hindu, yahudi, arab, bangsa yahudi membolehkan poligami dan
Nabi Musa tidak melarang poligami bahkan tidak membatasi orang
berpoligami, kitab ulangan mewajibkan saudara laki-laki mengawini janda
yang mempunyai anak, meskipun sudah beristri, Nabi Ibrahim juga
mempunyai dua istri.
30
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, (Semarang, PT Karya Toha Putra,
1993), h.326-327
31
Kitab talmud, Tafsir hukum taurat membatasi jumlah istri dalam
perkawinan poligami, tetapi umat yahudi pada waktu itu kembali
menjalankan poligami dengan tanpa batas jumlah istri, beberapa orang
yahudi ada yang melarangnya tetapi ada yang memperbolehkanya dengan
alasan istri pertamanya mandul.32
Menanggapi masalah ini berkembang di berbagai pendapat dieropa dan
Amerika serikat bahwa sistem poligami akan merusak suami istri serta
anak-anaknya, kondisi seperti ini akan menumbuhkan perilaku buruk pada anak
dan seorang istri senantiasa agar memiliki satu suami tanpa yang lain.
Pandangan orang barat diatas tidak lepas dari backround Agama barat
yang mayoritas menganut agama kriten atau katolik yang melarang
poligami. Setelah agama kristen direvisi sejalan dengan ajaran paulus konsep
monogami dimasukan kedalam filsafat kristen dan menyesuaikan dengan
budaya yunani-romawi, di zaman yunani-romawi dahulu yang sudah
mengembangkan bentuk monogami yang mayoritas bentuknya adalah budak
yang dimanfaatkan secara bebas, karena itulah yang dahulu dinamakan
poligami sebenarnya poligami tanpa batas.33
Didalam Injil perjanjian lama diceritakan bahwa Nabi Daud
mempunyai istri tiga ratus, ketika Islam datang maka dia meletakkan
32
Agus Hermanto, Islam, Poligami dan Perlindungan Kaum Perempuan, (Lampung: Jurnal
IAiN Raden Intan Lampung 2015), h.169
33
Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, (Banyuwangi: Jurnal IAiN Sunan Kalijaga, 1990) h.
beberapa persyaratan untuk memperbolehkan poligami antara lain dari segi
jumlah dan maksimal empat, sehingga Ghailan bin Salamah masuk Islam
dengan mempunyai sepuluh istri, maka Nabi Muhammad SAW bersabda
pilihlah empat istri dari sepuluh istrimu yang kamu sukai dan sisanya
ceraikanlah, demikian pula berlaku kepada orang yang masuk Islam yang
istrinya delapan atau lima maka Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan
kepadanya untuk menahan empat saja.34
Konsep awal poligami sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW Pada awal massa Islam, perkawinan yang dilakukan Nabi bukan
merupakan bentuk perkawinan yang dominasi dan hawa nafsu lelaki bagi
perempuan, melainkan perkawinan yang memiliki tujuan sama seperti
perkawinan lainya (monogami). bahkan tujuan poligami ini bertujuan sangat
mulia , sebagaimana dituangkan dalam Al-Qur‟an Q.S An-nisa ayat 4, yaitu
penegak keadilan diantara istri-istri dan hak anak yatim perempuan, baik
dalam hal harta atau perlakuan yang semenang-menang yang sudah
mentradisi pada massa itu. Tidak diberi hak waris, dan ketika mereka anak
yatim dinikahkan mahar dikuasai walinya, dan bahkan ada wali yang tidak
memeperbolehkan anak yatim yang dipemeliharaanya tidak boleh dinikahi
dengan lelaki lain, agar wali menguasai hartanya, oleh karena itu masyarakat
34
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Alih Bahasa H Mua‟mal Hamidy, Poligami, (Jakarta:
muslim awal memperaktekan poligami karena kondisi sosial budaya saat itu
yang memadang wajar poligami.35
Dalam konteks sejarah Islam, ayat poligami turun setelah berakhirnya
perang uhud yag memakan korban dunia sebanyak tujuh puluh orang
laki-laki dari tujuh ratus tetara muslim yang ikut berperang, dampaknya sedikit
muslimah menjadi janda dan banyaknya anak yatim yang terlantar, melihat
kondisi sosial pada masa itu cara terbaik menolong janda dan anak yatim
adalah dengan menikahi mereka dengan syarat mampu berlaku adil.
Sedangkan dalam konteks nusantara daerah yang menganut hukum
Islam pada masa itu seperti halnya Aceh keberadaan poligami diakui,
Snouck Hourgonje menurut Makrum, pada abad 19 pernikahan secara
poligami sudah dilakukan secara umum yang dilakukan oleh guru,
bangsawan atau orang yang terpandang karena keshalehanya atau karena
pendidikanya, para putri mereka dengan senang hati dinikahkan walaupun
jadi istri kedua, ketiga atau empat.36
4.
Poligami dalam pandangan hukum IslamSyariat Islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai
empat orang dan wajib berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan
pangan maupun sandang, tempat tinggal, serta yang bersifat benda tanpa
membedakan istri yang kaya dan yang miskin, yang berasal dari keturunan
35
Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto: Jurnal
STAiN Purwokerto, 2015) h.88
36
yang tinggi maupun yang rendah, dan bila suami kuatir berbuat dzalim dan
tidak dapat berlaku adil maka tidaklah berpoligami, seperti firman Allah
SWT dalam surat An-nisa ayat 3.37
.”dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (surat An-nisa ayat 3).38
Ayat ini diturunkan di Madinah setelah perang uhud, akibat ketidak
disiplinan kaum muslimin mengakibatkan kalah telak. Banyak prajurit muslim
yang meninggal di medan perang, dampaknya banyak janda dan anak yatim,
tidak banyak kondisi anak yatim yang kaya dan miskin, tetapi banyak anak
yatim yang mewarisi harta peninggalan orang tua.
Pada kondisi tersebut muncul niat jahat oleh para wali dengan menikahi
anak yatim yang cantik dan ingin menguasai hartanya, dan banyak anak yatim
yang tidak diberikan hak-haknya seperti mahar dan nafkah tidak diberikan,
37
Edi Darmawijaya, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: International
Journal of Child and Gender Studis, 2015) h.28.
38
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2013),
bahkan ada harta anak yatim yang dirampas oleh suaminya sendiri untuk
menafkahi istrinya yang lain yang jumlahnya lebih dari batas kewajaran.39
Sayyid Qutb menggambarkan bahwa masa jahiliyah banyak kebiasaan
buruk yang telah berlangsung saat datangnya Islam di Arab, diantaranya hak
anak yatim yang dirampas khususnya anak yatim perempuan dikeluarga, anak
yatim yang kaya ditahan untuk dijadikan istri oleh walinya karena tamak
kepada harta mereka bukan kepada orangnya, atau diberikan kepada anak lelaki
para wali untuk tujuan yang sama agar harta tidak keluar dan jatuh keorang
lain.40
Kebiasaan ini juga berlangsung di awal Islam, hingga Al-Qur‟an datang
dan melarang dan mengahapusnya dengan pengarahan luhur dan hati nurani,
dalam ayat lain QS An-nisa (4:129)
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka Sesungguhnya Allah MahaPengampun lagi Maha Penyayang” QS An-nisa (4:129).41
39
Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto: Jurnal
STAiN Purwokerto, 2015) h.87
40
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilal Al-Qur‟an, Terj. Ainur Rafiq Shaleh Tahmid, (Jakarta: Rabbani
Press, 2001), jilid 2, hal. 599.
41
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung: CV Penerbit J-Art, 2005),
.
Secara tepat ayat ini menyatakan tidak akan mungkin seorang lelaki
terhadap istrinya, ayat ini dapat disimpulkan Islam pada dasarnya agama
monogami, oleh karena itu Sayyid Qutb menegaskan bahwa Islam tidak
menumbuhkan poligami tetapi hanya membatasi. Tidak memerintahkan
poligami tetapi menentukan syarat dipelaksanaanya, Islam memberikan
keringanan dalam hal ini untuk menghadapi realitas kehidupan manusia dan
berbagai darurat fitrah manusia, jika tidak demikian maka keringanan yang
diberikan tidak boleh dilakukan.42
Poligami dalam fiqih lebih mengacu pada seorang lelaki yang merdeka
(hurrun) boleh menikahi empat perempuan, sedangkan budak laki-laki (abdun)
hanya boleh menikahi dua orang perempuan, posisi poligami tidak hanya
kesanggupan dari segi fisik dan batin saja, melainkan kemampuan harta juga
sangat diperhatikan. Ketentuan maksimal empat merupakan harga mati karena
seorang yang beristri empat jika ingin menikahi satu wanita lagi maka
ceraikanlah satu istri terlebih dahulu, ada dua pendapat tentang batasan
maksimal poligami menurut jumrul ulama menyimpulkan bahwa lafadz matsna
wa tsulasa wa ruba mempunyai arti bahwa wawu ataf itu berfungsi sebagai li
al takhyir bukan li-al jam‟i, berbeda dengan kalangan madzhab syiah berpendapat bahwa wawu berfungsi sebagai li al-jam‟i sehinggga batas maksimal berpoligami sembilan orang.
42
Eka Sri Hilayati, Poligami Menurut Perspektif Pelaku, (Jakarta: UiN Syarif Hidayatullah
Wahbah al-Zuhaily dalam Atik Wartini lebih menguatkan pendapat yang
menyatakan bahwa maksimal istri itu empat beliau beralasan bahwa satu bulan
ada empat minggu mempermudah laki-laki untuk membagi waktu buat istrinya,
untuk beristri lebih dari empat ditakutkan berbuat aniaya dan lemah dalam
memenuhi hak istri, untuk lelaki yang takut tidak berbuat adil maka baginya
lebih baik menikah dengan seorang saja, keadilan ini menyangkut pembagian
waktu, jima‟, dan nafaqah. Pendapat maksimal empat ini bukan berarti laki-laki
boleh menikah lebih dari satu, hal ini adalah merupakan pengecualian yang
jarang sekali, dan bahkan mempunyai istri satu itu merupakan hal yang umum
dan paling utama.43
Hukum poligami menurut Muhammad Abduh ulama klasik dari kalangan
mufassir (penafsir) maupun fakih (ahli hukum) Berpendapat berdasarkan QS
An-nisa‟ (4).3 pria muslim dapat menikahi empat wanita tafsir ini telah
mendominasi seluruh pemikiran umat Islam, jadi dalam pengertianya poligami
tidak dilarang asalkan tidak lebih dari empat istri, Akan tetapi Ulama seperti
Muhammad Abduh (1849-1905) tidak sepakat dengan penafsiran itu,
menurutnya diperbolehkan poligami karena keadaan memaksa pada awal Islam
muncul dan berkembang dengan alasan: pertama, pada saat itu jumlah lelaki
lebih sedikit dibandingkan jumlah wanita akibat gugur perang antar suku. Maka
sebagai bentuk perlindungan, para pria menikahi wanita lebih dari satu. Kedua,
43
Atik Wartini, Poligami dari Fiqih hingga perundang-undangan, (Jakarta: Jurnal Studia
pada massa itu umat Islam baru sedikit pemeluknya, dengan berpoligami wanita
akan masuk Islam dan diharapkan dapat memepengaruhi sanak keluarganya.
Ketiga, dengan berpoligami menurut Muhammad Abduh akan terjalin
pernikahan antar suku yang akan mencegah peperangan dan konflik yang
terjadi, Massa ini keadaan telah berubah, poligami menurut Muhammad Abduh
justru akan menimbulkan permusuhan, kebencian antara para istri dan anak,
bahkan Muhammad Abduh mantan syaikh Al-Azhar ini berfatwa bahwa
berpoligami hukumnya haram, dengan alasan pertama, syarat poligami adalah
berbuat adil syarat ini sangat sulit untuk dipenuhi, sebab Allah sudah berfirman
dalam Q.S (4) 129 tentang sulitnya berbuat adil kedua, buruknya kelakuan
suami terhadap istri, karena mereka tidak bisa memberi nafkah secara lahir dan
batin. Ketiga, dampaknya psikologis terhadap anak yang orang tuanya
berpoligami, mereka dikuatirkan akan tumbuh menjadi anak yang tumbuh
dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu dari anak itu bertengkar dengan
suami atau istri suami yang lain.
Muhammad Abduh juga berpendapat hanya Nabi Muhammad saja yang
dapat berlaku adil sementara yang lain tidak, perbuatan yang satu ini bisa
menjadi patokan karena khusus akhlak nabi kepada istrinya, Muhammad Abduh
hanya memperbolehkan poligami kalau istrinya mandul, Menurut Muhammad
mengajarkan itu, fenomena yang terjadi menurut Muhammad Abduh adalah
fenomena Zaman jahiliyyah yang tidak ada hubunganya dengan Islam.44
Menurut Qurasih Shihab Ayat yang menjelaskan poligami, lebih terlihat
dalam Surat An-Nisa‟ ayat ketiga. Dalam ayat itu, banyak membahas masalah
kehidupan dengan jalan keluarnya yang sama sesuai perkembangan zaman.
Al-Qur‟an juga djadikan petunjuk, serta tolak ukur oleh manusia untuk menjadikan
dirinya yang taat akan firman tuhanya.45 Pemahaman beliau ayat ketiga
membahas anak yatim yang terdzolimi. Jika dilihat dari turunya ayat, pada
keadaan zaman dulu sering terjadi kelakuan yang tidak pantas kepada mereka.
Penggunaan kata dalam ayat ketiga yakni, (
اوطِسْقُت
) dan (اوُلِدْعَت
)
yangmakna kedua kata itu sama memiliki arti adil. Namun menurut Quraish Shihab
memiliki arti perbedaan, ketika kata tuqsithu maka arti yang menunjukkan dua
orang atau lebih, yang mana kedua orang tersebut merasa senang dengan
keadilan, sedangkan kata ta‟dilu jika melakukan keadilan pada dua orang atau
lebih maka akan muncul suatu kesimpulan bahwa satu orang akan merasa
senang satu orang akan merasa kecewa atau disebut menyenangkan satu
pihak.46
Berbicara mengenai keadilan yang dimaksud oleh Quraish Shihab secara
ringkas sebagai berikut:
44
Edi Darmawijaya, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Journal of
Child and Gender Studis, 2015) h.30.
45
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2007), h.8
46
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
a. Kalau yakin tidak adil bolehkah? Tidak boleh
b. Kalau menduga tidak berlaku adil, bolehkah? Tidak boleh
c. Kalau yakin berlaku adil, bolehkah? Boleh
d. Apakah boleh itu perintah atau boleh saja? Boleh saja, istilah dalam bahasa
Agama itu mubah atau boleh, bukan sunnah, bukan wajib, bukan makruh.
Maksud dari keadilan diatas adalah laki-laki paham dari segi ekonomi dan
jasmaninya, jangan sampai ketika sakit dengan berpoligami.
Menurut Quraish Shihab tafsir dari kata (مكنمٌأ تكلم ام) yang diterjemahkan dengan hamba sahaya wanita yang kamu miliki, menunjukan satu kelompok
yang dimana pada waktu itu fonomena umum yang sering terjadi pada
masyarakat di seluruh dunia yakni perbudakan, menurutnya ketika seorang
budak dinikahi seorang budak maka tetap menjadi budak dan anaknya
demikian, berbeda dengan ketika yang menikahi laki-laki merdeka maka akan
mempunyai anak merdeka dan ibunya akan merdeka. 47
Al-Qur‟an telah menutup secara penuh adanya perkembangan
perbudakan, namun masih ada satu jalan yang menurut beliau masih boleh
digunakan yakni tawanan. Hal tersebut dibolehkan, karena pada zaman dahulu
masih adanya gejala perang.48
Dalam fenomena perang zaman dulu, Islam secara bertahap menempuh
sebuah cara pembebasanya. Jika penghapusan itu secara tergesa-gesa, maka
47
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
(Jakarta, Lentera Hati,, 2002), h.339.
48