• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2012"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2012

TENTANG

PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN

SATUAN KERJA PENGELOLA KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : a . bahwa sehubungan dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka perlu menyempurnakan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur;

b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a, perlu menetapkan Pedoman Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur.

Mengingat : 1 . Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3298);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

(2)

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4456);

8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4723);

9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4967);

10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4577);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4972);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5165);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5272);

17. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 155);

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa;

20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah;

(3)

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD,

Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban

Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik;

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012;

23. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 1, Seri E).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN SATUAN KERJA PENGELOLA KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur.

4. Satuan Pengawasan Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah Inspektorat Provinsi Jawa Timur.

5. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur.

7. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.

8. Kuasa Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat KPPKD adalah kepala SKPD/Biro/Bidang/Bagian/Sub Bidang/Sub Bagian yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan PPKD dalam melaksanakan sebagian tugas dari fungsi SKPKD.

(4)

9. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan pengelolaan APBD.

10. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.

11. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.

12. Rencana Kerja dan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat RKA-PPKD adalah rencana kerja dan anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset daerah (BPKAD) selaku Bendahara Umum Daerah.

13. Rincian Rencana Kerja dan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat Rincian RKA-PPKD adalah Rincian rencana kerja dan anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset daerah (BPKAD) selaku Bendahara Umum Daerah, yang dikuasakan kepada KPPKD untuk melaksanakan sebagian kewenangan PPKD.

14. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program, kegiatan dan anggaran SKPD.

15. Dokumen Pelaksanaan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat DPA-PPKD merupakan dokumen pelaksanaan anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) selaku Bendahara Umum Daerah.

16. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat Rincian DPA PPKD adalah Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset daerah (BPKAD) selaku Bendahara Umum Daerah yang dikuasakan kepada KPPKD untuk melaksanakan sebagian kewenangan PPKD.

17. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.

18. Pengelolaan Keuangan SKPKD adalah perencanaan dan

penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi keuangan BPKAD selaku Bendahara Umum Daerah.

19. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.

(5)

20. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. 21. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan

potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.

22. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat NPHD adalah naskah perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah antara pemerintah daerah dengan penerima hibah.

23. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila termasuk organisasi non pemerintahan yang bersifat nasional dibentuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

Pengelolaan Keuangan SKPKD meliputi:

a. Pendapatan SKPKD;

b. Belanja Tidak Langsung yang terdiri dari: 1) Belanja Bunga;

2) Belanja Subsidi; 3) Belanja Hibah;

4) Belanja Bantuan Sosial; 5) Belanja Bagi Hasil;

6) Belanja Bantuan Keuangan; dan 7) Belanja Tidak Terduga.

c. Pembiayaan yang meliputi Penerimaan Pembiayaan dan

Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

(6)

BAB III PENDAPATAN

Pasal 3

(1) Pendapatan yang dikelola oleh SKPKD meliputi Pendapatan yang berasal dari dana Perimbangan, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Pendapatan Hibah, dan lain-lain pendapatan yang ditransfer langsung ke rekening kas umum daerah.

(2) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam RKA PPKD.

(3) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci menjadi Rincian RKA PPKD.

(4) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan DPA PPKD.

(5) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD.

(6) PPKD menyusun Laporan Realisasi pendapatan pada tahun anggaran berkenaan.

(7) Format RKA PPKD, Rincian RKA PPKD, DPA PPKD dan Rincian DPA PPKD sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf A, huruf B, huruf C dan huruf D.

BAB IV BELANJA BUNGA

Pasal 4

(1) Belanja Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b angka 1, digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

(2) Belanja Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam RKA PPKD.

(3) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci menjadi Rincian RKA PPKD.

(4) Belanja Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan DPA PPKD.

(5) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD.

(6) PPKD menyusun Laporan Realisasi belanja bunga pada tahun anggaran berkenaan.

(7)

BAB V

BELANJA SUBSIDI

Pasal 5

( 1 ) Belanja Subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b angka 2), digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.

( 2 ) Perusahaan/lembaga tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan/lembaga yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan umum masyarakat.

( 3 ) Perusahaan/lembaga penerima belanja subsidi tersebut harus terlebih dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.

( 4 ) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam RKA PPKD.

( 5 ) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dirinci menjadi Rincian RKA PPKD.

( 6 ) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan DPA PPKD.

( 7 ) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD.

( 8 ) PPKD menyusun Laporan Realisasi belanja subsidi pada tahun anggaran berkenaan. BAB VI BELANJA HIBAH Bagian Kesatu Umum Pasal 6

(1) Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai kemampuan keuangan daerah.

(2) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib.

(3) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.

(8)

(4) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria paling sedikit :

a. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;

b. tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan

c. memenuhi persyaratan penerima hibah.

(5) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa uang, barang atau jasa.

Pasal 7

1) Hibah dapat diberikan kepada : a. pemerintah;

b. pemerintah daerah lainnya; c. perusahaan daerah;

d. masyarakat; dan/atau

e. organisasi kemasyarakatan;

(2) Hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.

(3) Hibah kepada pemerintah daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan.

(4) Hibah kepada perusahaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka penerusan hibah yang diterima Pemerintah Daerah dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan kepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-profesional.

(6) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

(1) Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dapat diberikan kepada masyarakat yang berdomisili di dalam maupun di luar wilayah Pemerintah Daerah.

(9)

(2) Hibah kepada masyarakat yang berdomisili di dalam wilayah Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan persyaratan paling sedikit:

a. memiliki kepengurusan yang jelas; dan

b. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan.

(3) Hibah kepada masyarakat yang berdomisili di luar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan persyaratan paling sedikit:

a. memiliki kepengurusan yang jelas;

b. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah lainnya;

c. dalam rangka menunjang pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Daerah/Pemerintah Pusat.

(4) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dapat diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berdomisili di dalam maupun di luar wilayah Pemerintah Daerah.

(5) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berdomisili di dalam wilayah Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dengan persyaratan paling sedikit:

a. telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

b. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah/daerah otonom (Kabupaten/Kota).

c. memiliki sekretariat tetap.

(6) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berdomisili di luar wilayah Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dengan persyaratan paling sedikit:

a. telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

b. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah/daerah otonom lainnya.

c. memiliki sekretariat tetap.

d. dalam rangka menunjang pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Daerah/Pemerintah Pusat.

Bagian Kedua Penganggaran

Pasal 9

(1) Pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepada Gubernur.

(10)

(2) Gubernur menunjuk KPPKD/SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) KPPKD/SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Gubernur melalui TAPD.

(4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.

Pasal 10

(1) Rekomendasi KPPKD/SKPD terkait dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran hibah dalam rancangan KUA dan PPAS.

(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi anggaran hibah berupa uang, barang, dan/atau jasa.

(3) Contoh format usulan hibah dan hasil evaluasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E, huruf F, huruf G dan huruf H.

Pasal 11

(1) Hibah berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD.

(2) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi Rincian RKA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(3) Belanja hibah berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja hibah, objek belanja hibah dan rincian objek belanja hibah pada PPKD yang diklasifikasikan berdasarkan fungsi yang ditangani oleh masing-masing KPPKD (4) Objek belanja hibah dan rincian objek belanja hibah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pemerintah;

b. Pemerintah daerah lainnya; c. Perusahaan daerah;

d. Masyarakat; dan

e. Organisasi kemasyarakatan

(5) Hibah berupa barang atau jasa dicantumkan dalam RKA-SKPD. (6) Hibah berupa barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek belanja hibah barang dan jasa, dan rincian obyek belanja hibah barang atau jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada SKPD.

(11)

Pasal 12

(1) RKA-PPKD dan RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) dan ayat (5) menjadi dasar penganggaran hibah dalam APBD sesuai Peraturan Perundang-undangan. (2) Gubernur mencantumkan daftar nama penerima, alamat

penerima dan besaran hibah dalam Lampiran III Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD.

(3) Format Lampiran III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf I Peraturan ini, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan dan Penatausahaan

Pasal 13

(1) Pelaksanaan anggaran hibah berupa uang berdasarkan atas DPA-PPKD.

(2) DPA-PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi Rincian DPA-PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(3) Pelaksanaan anggaran hibah berupa barang atau jasa berdasarkan atas DPA-SKPD.

Pasal 14

(1) Setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD ditandatangani bersama oleh Gubernur dan penerima hibah.

(2) Dalam penandatanganan NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur diwakili oleh KPPKD/Kepala SKPD terkait. (3) NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit

memuat ketentuan mengenai: a. pemberi dan penerima hibah; b. tujuan pemberian hibah;

c. jumlah/besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;

d. hak dan kewajiban;

e. tata cara penyaluran/penyerahan hibah; dan f. tata cara pelaporan hibah.

(4) Contoh Format NPHD sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf J dan huruf K.

(12)

Pasal 15

(1) KPPKD/SKPD terkait mengecek persyaratan administrasi, memproses Rancangan Keputusan Gubernur tentang daftar penerima hibah dan penetapan besarannya, menyusun NPHD dan Pakta Integritas.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPPKD/SKPD terkait dapat dibantu oleh pihak lain.

(3) Hasil pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggungjawab KPPKD/SKPD terkait dan menjadi dasar dalam proses penerbitan SPP dan SPM.

Pasal 16

(1) Gubernur menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan Keputusan Gubernur berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD. (2) Daftar penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

menjadi dasar penyaluran/penyerahan hibah, khusus besaran penerima hibah barang adalah nilai pada kontrak pengadaan barang dan /atau jasa.

(3) Penyaluran/penyerahan hibah dari pemerintah daerah kepada penerima hibah dilakukan setelah penandatanganan NPHD. (4) Pencairan belanja hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan

mekanisme pembayaran langsung (LS).

(5) Pencairan Belanja Hibah kepada 10 (sepuluh) sampai dengan 100 (seratus) penerima yang dibebankan pada kode rekening dengan penggunaan dana yang sama, dapat diterbitkan dalam 1 (satu) SPM/SP2D.

(6) Contoh Format Keputusan Gubernur tentang penerima hibah dan besarannya, Persyaratan dan mekanisme pencairan/penyaluran Hibah sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf L, huruf M, dan huruf N.

Pasal 17

(1) Pengadaan barang dan/atau jasa dalam rangka hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(2) Hasil Pengadaan barang/jasa dalam rangka hibah dicatat sebagai persediaan hibah barang/jasa.

(13)

Bagian Keempat

Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Pasal 18

( 1 ) Penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan

penggunaan hibah yang diterimanya kepada KPPKD/SKPD terkait.

( 2 ) KPPKD/SKPD terkait menyusun laporan realisasi belanja hibah sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan dan disampaikan kepada PPKD.

( 3 ) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPKD menyusun Laporan Realisasi belanja hibah pada tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kepada Gubernur.

( 4 ) Hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja hibah pada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan.

Pasal 19

(1) Penerima hibah berupa barang atau jasa menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada Gubernur melalui Kepala SKPD terkait.

(2) Hibah berupa barang dicatat sebagai realisasi obyek belanja hibah pada jenis belanja barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.

(3) Contoh Format laporan penggunaan hibah sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf O dan huruf P.

Pasal 20

(1) Realisasi hibah dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerah dalam tahun anggaran berkenaan.

(2) Hibah berupa barang yang belum diserahkan kepada penerima hibah sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaan hibah barang atau jasa dalam neraca SKPD terkait.

Pasal 21

(1) Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian hibah meliputi:

a. usulan tertulis dari calon penerima hibah kepada kepala daerah;

b. keputusan Gubernur tentang penetapan penerima hibah dan besarannya;

c. NPHD;

(14)

d. pakta integritas dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah yang diterima akan digunakan sesuai dengan NPHD; dan

e. bukti transfer uang atas pemberian hibah berupa uang atau bukti serah terima barang dan/atau jasa atas pemberian hibah berupa barang dan/atau jasa.

(2) Contoh Format Pakta Integritas dan Berita Acara Serah Terima Barang sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf Q dan huruf R.

Pasal 22

( 1 ) Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya.

( 2 ) Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi: a. laporan penggunaan hibah;

b. surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD; dan

c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima barang atau jasa bagi penerima hibah berupa barang atau jasa.

( 3 ) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan kepada Gubernur melalui KPPKD/SKPD terkait paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan.

( 4 ) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disebabkan antara lain pencairan dana dilakukan pada akhir tahun anggaran dan pelaksanaan kegiatannya membutuhkan waktu lebih dari 1 (satu) bulan.

( 5 ) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana

dikecualikan pada ayat (4) dapat melebihi ketentuan pada ayat (3) dengan batas waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tanggal pelaksanaan kegiatan.

( 6 ) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah selaku obyek pemeriksaan.

( 7 ) Contoh Format Surat Pernyataan Tanggung Jawab

sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf S.

(15)

Pasal 23

Apabila penerima belanja hibah berupa uang dalam melaksanakan kegiatannya terdapat sisa dana maka dapat melakukan:

a. Disetor ke Rekening Kas Umum Daerah paling lambat 5 (lima) hari setelah laporan pertanggungjawaban disampaikan;

b. Apabila sisa dana akan dipergunakan kembali pada tahun anggaran berjalan maka penerima belanja hibah wajib merevisi Rencana Anggaran Belanja (RAB) dan melaporkan penggunaan dana tersebut.

Pasal 24

(1) Realisasi hibah berupa barang atau jasa dikonversikan sesuai standar akuntansi pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.

(2) Format konversi dan pengungkapan hibah berupa barang atau jasa sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum pada Lampiran huruf T.

Bagian Kelima Monitoring dan Evaluasi

Pasal 25

(1) KPPKD/SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian hibah.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPPKD/SKPD terkait dapat dibantu oleh pihak lain.

(3) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Satuan Pengawasan Internal (SPI).

(4) Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat penggunaan hibah yang tidak sesuai dengan usulan yang telah disetujui, penerima hibah yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(16)

BAB VII

BELANJA BANTUAN SOSIAL Bagian Kesatu

Umum

Pasal 26

(1) Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah.

(2) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

(3) Anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum;

b. lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Pasal 27

(1) Bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, terdiri dari bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya. (2) Bantuan sosial yang direncanakan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dialokasikan kepada individu dan/atau keluarga yang sudah jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD.

(3) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan

pada saat penyusunan APBD yang apabila ditunda

penanganannya akan menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.

(4) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(17)

Pasal 28

(1) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) memenuhi kriteria paling sedikit:

a. selektif;

b. memenuhi persyaratan penerima bantuan;

c. bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan;

d. sesuai tujuan penggunaan.

(2) Kriteria selektif sebagaimana dimasud pada ayat (1) huruf a diartikan bahwa bantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan resiko sosial.

(3) Kriteria persyaratan penerima bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. memiliki identitas yang jelas; dan

b. berdomisili dalam wilayah administratif pemerintah daerah berkenaan.

(4) Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diartikan bahwa pemberian bantuan sosial tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.

(5) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.

(6) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d bahwa tujuan pemberian bantuan sosial meliputi: a. rehabilitasi sosial;

b. perlindungan sosial; c. pemberdayaan sosial; d. jaminan sosial;

e. penanggulangan kemiskinan; dan f. penanggulangan bencana.

Pasal 29

(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

ayat (6) huruf a ditujukan untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

(18)

(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) huruf b ditujukan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.

(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) huruf c ditujukan untuk menjadikan seseorang atau

kelompok masyarakat yang mengalami masalah sosial

mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

(4) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) huruf d merupakan skema yang melembaga untuk menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

(5) Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) huruf e merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.

(6) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) huruf f merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk rehabilitasi.

Pasal 30

(1) Bantuan sosial dapat berupa uang atau barang yang diterima langsung oleh penerima bantuan sosial.

(2) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah uang yang diberikan secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin, yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut usia, terlantar, cacat berat dan tunjangan kesehatan putra putri pahlawan yang tidak mampu serta tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pembinaan sosial atau kemasyarakatan.

(3) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah barang yang diberikan secara langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraan operasional untuk sekolah luar biasa swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuan perahu untuk nelayan miskin, bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna sosial, ternak bagi kelompok masyarakat kurang mampu.

(19)

Bagian Kedua Penganggaran

Pasal 31

(1) Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis kepada Gubernur.

(2) Gubernur menunjuk KPPKD/SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) KPPKD/SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Gubernur melalui TAPD.

(4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.

Pasal 32

(1) Rekomendasi KPPKD/SKPD terkait dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dan ayat (4) menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial dalam rancangan KUA dan PPAS.

(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi anggaran bantuan sosial berupa uang dan/atau barang.

(3) Contoh format usulan bantuan sosial dan hasil evaluasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf U, huruf V, huruf W dan huruf X.

Pasal 33

(1) Bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD. (2) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi

Rincian RKA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(3) Bantuan sosial berupa barang dicantumkan dalam RKA-SKPD.

(4) RKA-PPKD dan RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (3) menjadi dasar penganggaran bantuan sosial dalam APBD sesuai peraturan perundang-undangan.

(5) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari rincian-rincian obyek belanja.

(20)

(6) Dalam hal rincian-rincian obyek tidak bisa diidentifikasi dalam proses penyusunan anggaran maka rincian-rincian obyek belanja bantuan sosial sekurang-kurangnya memuat belanja barang dan target sasaran kegiatan.

(7) RKA yang disahkan menjadi DPA merupakan dasar

pelaksanaan anggran Bantuan Sosial sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 34

(1) Belanja bantuan sosial berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja bantuan sosial, obyek belanja bantuan sosial dan rincian obyek belanja bantuan sosial pada PPKD yang diklasifikasikan berdasarkan fungsi yang ditangani oleh masing-masing KPPKD.

(2) Objek belanja bantuan sosial dan rincian objek belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. individu dan/atau keluarga; b. masyarakat; dan

c. lembaga non pemerintahan

(3) Bantuan Sosial berupa barang dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan ke dalam program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan/atau jasa, obyek belanja bantuan sosial barang dan jasa kepada pihak ketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja bantuan sosial barang dan atau jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada SKPD.

Pasal 35

(1) Gubernur mencantumkan daftar nama penerima, alamat penerima dan besaran bantuan sosial dalam Lampiran IV Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD, tidak termasuk bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

(2) Format Lampiran IV Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf Y Peraturan Gubernur ini, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD.

(21)

Bagian Ketiga

Pelaksanaan dan Penatausahaan

Pasal 36

(1) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa uang berdasarkan atas DPA PPKD.

(2) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(3) Penyaluran bantuan sosial berupa uang dapat dilakukan dengan cara transfer atau tunai.

(4) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa barang

berdasarkan atas DPA-SKPD. Pasal 37

(1) Dalam hal penyaluran bantuan sosial berupa uang dengan cara transfer, KPPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) mengecek persyaratan administrasi dan Pakta Integritas, memproses Rancangan Keputusan Gubernur tentang penerima belanja bantuan sosial dan penetapan besaran belanja bantuan sosial.

(2) Hasil pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggungjawab dari KPPKD/SKPD terkait dan menjadi dasar dalam proses penerbitan SPP dan SPM.

(3) Dalam melakukan pengecekan KPPKD/SKPD terkait dapat dibantu oleh pihak lain.

Pasal 38

(1) Gubernur menetapkan daftar penerima dan besaran bantuan sosial dengan Keputusan Gubernur berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD.

(2) Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk besaran bantuan sosial berupa barang didasarkan pada nilai pada kontrak pengadaan barang dan /atau jasa.

(3) Penyaluran dan/atau penyerahan bantuan sosial didasarkan pada daftar penerima bantuan sosial yang tercantum dalam keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3).

(22)

(4) Penyaluran/penyerahan bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) didasarkan pada permintaan tertulis dari individu dan/atau keluarga yang bersangkutan atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang atau perintah secara tertulis dari Gubernur atau disposisi persetujuan pada telaah staf setelah diverifikasi oleh KPPD/SKPD terkait.

(5) Format Keputusan Gubernur tentang daftar penerima bantuan sosial beserta besarannya sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf Z dan huruf AA.

Pasal 39

(1) Pencairan Bantuan Sosial berupa uang dengan cara transfer kepada 10 (sepuluh) sampai dengan 50 (lima puluh) penerima yang dibebankan pada kode rekening dengan penggunaan dana yang sama, dapat diterbitkan dalam 1 (satu) SPM/SP2D.

(2) Penerima bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci dalam lampiran SPM/SP2D.

Pasal 40

(1) Pengadaan barang dan/atau jasa dalam rangka bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) berpedoman pada peraturan perundang-undangan

(2) Hasil Pengadaan barang dan/atau jasa dalam rangka bantuan sosial dicatat sebagai persediaan bantuan sosial barang/jasa.

Pasal 41

(1) Pencairan bantuan sosial berupa uang secara tunai dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).

(2) Pencairan bantuan sosial berupa uang secara tunai dengan nilai sampai dengan Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dapat dilakukan melalui mekanisme yang disetarakan dengan model Uang Persediaan/Ganti Uang/ Tambah Uang (UP/GU/TU).

(3) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan bantuan sosial berupa uang secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada awal tahun anggaran, KPPKD terkait mengajukan pencairan Uang Persediaan sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(4) Penyaluran bantuan sosial berupa uang secara tunai dilengkapi dengan kuitansi bukti penerimaan uang bantuan sosial dan ditetapkan dalam Keputusan Gubernur tentang daftar penerima bantuan sosial tunai.

(23)

(5) Dalam mengajukan Ganti Uang (GU) Bantuan Sosial berupa uang secara tunai, KPPKD melampirkan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang merupakan salah satu lampiran dalam pengajuan pencairan dana.

Bagian Keempat

Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Pasal 42

(1) Penerima bantuan sosial berupa uang dengan cara transfer menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial yang diterimanya kepada KPPKD/SKPD terkait.

(2) KPPKD/SKPD terkait menyusun laporan realisasi belanja bantuan sosial uang (transfer) sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada PPKD.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPKD menyusun Laporan Realisasi belanja bantuan sosial pada tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kepada Gubernur. (4) Bantuan sosial berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja

bantuan sosial pada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan.

Pasal 43

(1) Penerima bantuan sosial berupa barang dan/atau jasa menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial kepada Gubernur melalui kepala SKPD terkait.

(2) Bantuan sosial berupa barang dan/atau jasa dicatat sebagai realisasi obyek belanja bantuan sosial pada jenis belanja barang atau jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.

(3) Contoh Format laporan penggunaan bantuan sosial

sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf BB dan huruf CC.

Pasal 44

(1) KPPKD/SKPD terkait membuat laporan penyaluran bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) paling lambat tanggal 25 Desember tahun anggaran berkenaan dan menyampaikannya kepada PPKD.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama penerima, alamat dan besaran bantuan sosial yang diterima oleh masing-masing individu dan/atau keluarga.

(24)

(3) Dalam hal Keputusan Gubernur tentang daftar penerima bantuan sosial telah memuat data-data sebagaimana pada ayat (2) maka laporan tersebut dapat diganti dengan Keputusan Gubernur dimaksud.

(4) Mendasari laporan atau Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), PPKD membuat rekapitulasi penyaluran bantuan sosial kepada individu dan/atau

keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) paling lambat tanggal 5 Januari tahun anggaran berikutnya.

(5) Rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan dasar dalam membuat laporan pengguna bantuan sosial kepada Gubernur.

(6) Rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan laporan atau Keputusan Gubernur yang memuat nama penerima, alamat dan besaran bantuan sosial yang diterima oleh masing-masing individu dan/atau keluarga.

Pasal 45

(1) Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian bantuan sosial meliputi:

a. usulan dari calon penerima bantuan sosial kepada Gubernur; b. keputusan Gubernur tentang penetapan daftar penerima

bantuan sosial;

c. pakta integritas dari penerima bantuan sosial yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang diterima akan digunakan sesuai dengan usulan; dan

d. bukti transfer/penyerahan uang atas pemberian bantuan sosial berupa uang atau bukti serah terima barang atas pemberian bantuan sosial berupa barang

(2) Khusus untuk penerima bantuan sosial dengan cara tunai tidak diwajibkan membuat usulan dari calon penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan terhadap bantuan sosial bagi individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

(4) Contoh Format Pakta Integritas dan Berita Acara Serah terima barang sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf DD dan huruf EE.

Pasal 46

(1) Penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan bantuan sosial yang diterimanya.

(25)

(2) Pertanggungjawaban penerima bantuan sosial meliputi:

a. laporan penggunaan bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial;

b. surat pernyataan tanggungjawab yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang diterima telah digunakan sesuai dengan usulan; dan

c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima bantuan sosial berupa uang atau salinan bukti serah terima barang bagi penerima bantuan sosial berupa barang.

(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b disampaikan kepada Gubernur melalui KPPKD/SKPD terkait paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan.

(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disebabkan antara lain :

- Pencairan dana dilakukan pada akhir tahun anggaran;

- Pelaksanaan kegiatan membutuhkan waktu lebih dari 1 (satu) bulan.

(5) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana

dikecualikan pada ayat (4) dapat melebihi ketentuan pada ayat (3) dengan batas waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tanggal pelaksanaan kegiatan.

(6) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disimpan dan dipergunakan oleh penerima bantuan sosial selaku obyek pemeriksaan.

(7) Khusus untuk penerima bantuan sosial dengan cara tunai tidak

diwajibkan membuat pertanggungjawaban sebagaimana

dimaksud pada ayat (2).

Pasal 47

( 1 ) Realisasi bantuan sosial dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerah dalam tahun anggaran berkenaan.

( 2 ) Bantuan sosial berupa barang/jasa yang belum diserahkan kepada penerima bantuan sosial sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaan bantuan sosial barang/jasa dalam neraca SKPD terkait.

Pasal 48

( 1 ) Realisasi bantuan sosial berupa barang dikonversikan sesuai standar akuntansi pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.

(26)

( 2 ) Format konversi dan pengungkapan bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf T.

( 3 ) Contoh Format surat pernyataan tanggungjawab penggunaan bantuan sosial tersebut dalam Lampiran huruf FF.

Bagian Kelima Monitoring dan Evaluasi

Pasal 49

(1) KPPKD/SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian bantuan sosial.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPPKD/SKPD terkait dapat dibantu oleh pihak lain.

(3) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Satuan Pengawasan Internal (SPI).

(4) Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat penggunaan bantuan sosial yang tidak sesuai dengan usulan yang telah disetujui, penerima bantuan sosial yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

BELANJA BAGI HASIL

Pasal 50

(1) Belanja Bagi Hasil digunakan untuk menganggarkan pemberian dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan Provinsi kepada daerah otonom (Kabupaten/Kota) sesuai dengan ketentuan perundang-undang.

(2) Belanja Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) di Provinsi Jawa Timur sesuai ketentuan yang berlaku.

(3) KPPKD/SKPD Penghasil terkait menghitung jumlah Bagi Hasil untuk masing-masing jenis pendapatan yang dikelolanya dan bagian masing-masing daerah otonom (Kabupaten/Kota) sesuai ketentuan yang berlaku dan ditetapkan dalam Keputusan Gubernur melalui usulan Kepala SKPD Penghasil yang bersangkutan.

(4) Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dasar dalam penerbitan SPP dan SPM.

(27)

Pasal 51

(1) Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dianggarkan dalam RKA PPKD.

(2) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi Rincian RKA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD/SKPD penghasil terkait sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(3) Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan DPA PPKD.

(4) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

Pasal 52

(1) KPPKD menyusun laporan realisasi belanja bagi hasil sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan dan menyampaikannya kepada PPKD.

(2) Berdasarkan laporan realisasi belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD menyusun Laporan Realisasi belanja bagi hasil pada tahun anggaran berkenaan.

BAB IX

BELANJA BANTUAN KEUANGAN

Pasal 53

(1) Belanja Bantuan Keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah Provinsi lain, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa. (2) Belanja Bantuan Keuangan yang bersifat umum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah Provinsi lain, Pemerintah Daerah kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa penerima bantuan.

(3) Belanja Bantuan Keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan. (4) Pemberian bantuan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa penerima bantuan.

(28)

(5) Bantuan Keuangan Partai Politik diberikan dan disalurkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 54

(1) Belanja bantuan Keuangan dianggarkan dalam RKA PPKD. (2) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi

Rincian RKA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(3) Belanja Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan DPA PPKD.

(4) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(5) KPPKD menyusun laporan realisasi belanja Bantuan Keuangan

sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan dan

menyampaikannya kepada PPKD.

(6) Berdasarkan laporan realisasi belanja Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PPKD menyusun Laporan Realisasi belanja Bantuan Keuangan pada tahun anggaran berkenaan.

BAB X

BELANJA TIDAK TERDUGA

Pasal 55

(1) Belanja Tidak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang.

(2) Kegiatan yang bersifat tidak biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu untuk tanggap darurat dalam rangka pencegahan gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah.

(3) Kegiatan yang sifatnya tidak diharapkan berulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

(4) Pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus didukung dengan bukti-bukti yang sah.

(29)

(5) Pengeluaran belanja untuk tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan kebutuhan yang diusulkan dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota/SKPD/Biro dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah serta menghindari adanya tumpang tindih pendanaan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBD Kabupaten/Kota.

(6) Dasar pengeluaran anggaran Belanja Tidak Terduga yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk mendanai tanggap darurat, penanggulangan bencana alam dan/atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup, ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Keputusan dimaksud ditetapkan .

Pasal 56

(1) Belanja Tidak Terduga dianggarkan dalam RKA PPKD.

(2) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi Rincian RKA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(3) Belanja Tidak Terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan DPA PPKD.

(4) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

(5) KPPKD menyusun laporan realisasi belanja Tidak Terduga sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan dan menyampaikan kepada PPKD.

(6) Berdasarkan laporan realisasi belanja tidak terduga

sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PPKD menyusun Laporan Realisasi Belanja Tidak Terduga pada tahun anggaran berkenaan.

BAB XI PEMBIAYAAN

Pasal 57

( 1 ) Pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

( 2 ) Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan yang akan dibayar kembali baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

(30)

( 3 ) Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Daerah yang meliputi :

a . Sisa lebih perhitungan tahun anggaran sebelumnya; b . Pencairan dana cadangan ;

c . Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; d . Penerimaan Pinjaman Daerah;

e . Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman; f . Penerimaan Kembali Piutang daerah;

g . Penerimaan Kembali Penyertaan Modal (investasi Daerah). ( 4 ) Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

( 5 ) Pengeluaran Pembiayaan yang dianggarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Daerah yang meliputi :

a . Pembentukan dana cadangan ;

b . Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah ; c . Pembayaran pokok utang ; dan

d . Pemberian pinjaman daerah.

Pasal 58

( 1 ) Pembiayaan dianggarkan dalam RKA PPKD.

( 2 ) RKA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menjadi Rincian RKA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

( 3 ) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan DPA PPKD

( 4 ) DPA PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirinci menjadi Rincian DPA PPKD yang dikelola oleh masing-masing KPPKD

sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan dan

menyampaikan kepada PPKD.

( 5 ) KPPKD menyusun laporan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

( 6 ) Berdasarkan laporan realisasi pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PPKD menyusun Laporan Realisasi Pembiayaan pada tahun anggaran berkenaan.

(31)

BAB XII

PENGELOLA KEUANGAN SKPKD

Pasal 59

(1) Pengelola Keuangan SKPKD terdiri dari PPKD, KPPKD, Bendahara Pengeluaran SKPKD, Bendahara Penerimaan SKPKD, PPK SKPKD, Bendahara pengeluaran pembantu SKPKD, bendahara penerimaan pembantu SKPKD, pembantu PPK SKPKD, Pelaksana Administrasi Keuangan.

(2) Tugas dan wewenang masing-masing pengelola keuangan SKPKD sebagaimana tersebut dalam Lampiran huruf GG.

BAB XIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 61

(1) Apabila calon penerima hibah atau bantuan sosial setelah dilakukan verifikasi lapangan dinyatakan tidak memenuhi syarat, maka dapat dilakukan penggantian calon penerima hibah atau bantuan sosial.

(2) Penggantian/perubahan calon penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. hibah atau bantuan sosial pengganti dikategorikan dalam kebutuhan mendesak;

b. penganggarannya mencukupi.

(3) Kebutuhan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Kegiatan yang bersifat tidak biasa dalam rangka pencegahan

gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan

pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat;

b. Memenuhi kebutuhan penanganan resiko sosial akibat kejadian dan peristiwa yang tidak diperkirakan sebelumnya; c. Menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan

pemerintah daerah seperti pencapaian pelaksanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pencapaian indikator kinerja pemerintah daerah dan lain-lain; d. Dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi

masyarakat luas dan/atau pemerintah daerah.

(32)

(4) Penggantian nama calon penerima hibah atau bantuan sosial

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan cara

memformulasikan kembali dalam DPA SKPD untuk hibah atau bantuan sosial berupa barang dan/atau jasa, sedangkan untuk hibah atau bantuan sosial berupa uang diformulasikan dalam DPA PPKD dan ditampung dalam Perubahan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran PAPBD.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 62

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 63

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya

pada tanggal 12 Desember 2012

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO

LAMPIRAN DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR TGL. 12-12-2012 No 77 Th 2012/ D

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hirarki perencanaan yang ditentukan, setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk dalam hal ini adalah Sekretariat DPRD Kabupaten Lumajang,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi perubahan pemanfaatan ruang wilayah Kecamatan Ngamprah sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bandung

Sehubungan dengan itu, Craig (2009: 43) menyifatkan peranan media massa dan Internet cukup berpengaruh dalam menjayakan kempen pilihan raya. Ini sekaligus menunjukkan

Manfaat perencanaan SDM pegawai di masa depan menuntut aanya pimpinan yang secara teratur melakukan proses pengembangan strategi sumber daya manusia pada

Sebagai Rumah Sakit yang berlokasi di kawasan industri dan berpotensi menjadi rujukan utama pasien akibat dari bencana industri, Rumah Sakit Petrokimia Gresik

Selanjutnya berdasar- kan nilai ELR yang sangat tinggi, menunjukkan besarnya jumlah nelayan skala kecil dengan intensitas penggunaan alat tangkap yang cukup tinggi dan dampak

Tambahan pula, kini perangkat pendidikan ini kini juga diramu dengan unsur hiburan (entertainment) yang sesuai dengan materi, sehingga anak semakin suka. Dalam kaitan ini,

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini akan dibangun sebuah sistem pakar berbasis desktop dengan menggunakan compiler Delphi 2010 yang