• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karya Musik Not For Sale - ISI Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Karya Musik Not For Sale - ISI Denpasar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Karya Ilmiah ISI Denpasar „ 1

KARYA MUSIK

NOT FOR SALE

I Gede Yudi Krisnajaya,

I Gede Arya Sugiartha,

I Gede Yudarta

Institut Seni Indonesia Denpasar

Jalan Nusa Indah Telp (0361) 227316, Fax (0361) 236100

e-mail:

yyudikrisnajaya@yahoo.com

Abstrak

Karya musik Not for Sale merupakan karya musik baru yang penciptaannya dilatarbelakangi oleh fenomena konversi lahan persawahan ke penggunaan nonpertanian. Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan persawahan dari fungsi semula menjadi fungsi lain yang memberikan dampak negatif bagi persawahan. Keprihatinan terhadap fenomena tersebut ditranformasikan melalui media seni musik dengan tema pelestarian lingkungan.Terdapat tiga rumusan ide penciptaan pada karya musik ini. Pertama bagaimanakah proses penciptaan karya musik Not for Sale ?Kedua bagaimanakah bentuk karya musik Not for Sale?Ketiga makna apakah yang terkandung dalam karya musik Not for Sale? Karya musik ini menggunakan tiga teori sebagai landasan penciptaan, yaitu teori proses kreatif, teori musik, dan teori semiotika. Karya musik Not for Sale diwujudkan dalam bentuk musik baru. Musik baru merupakan musik yang dalam proses penciptaannya tetap menggunakan gamelan sebagai media ungkap. Musik baru merupakan kesinambungan tradisi musik gamelan klasik yang mewakili perintisan dan kreativitas musik gamelan klasik tersebut. Media yang digunakan dalam karya musik ini adalah gamelan pesel yang merupakan gamelan baru terinspirasi dari nada diatonis yang ada dalam program musik digital.Gamelan pesel terkonsep dari dua ensambel gamelan Bali, yaitu semar pegulingan dan selonding. Struktur karya musik Not for Sale dibagi menjadi tiga bagian.Bagian pertama menggambarkan eksplorasi suara yang hadir di persawahan, yaitu adanya keseimbangan alam dengan binatang.Bagian kedua menggambarkan nuansa peralihan sawah yang asri ke nuansa awal adanya konversi lahan.Bagian ketiga merupakan klimaks karya musik ini dengan menggambarkan puncak dari konversi lahan.Makna yang terkandung dalam karya musik ini adalah makna kreativitas, kebersamaan, pelestarian lingkungan, kritik sosial, dan pesan moral.

Kata kunci: musik baru, Not for Sale, gamelan pesel.

Abstract

Not for sale music creation is a new music creation which is motivated by agricultural land conversion to non agricultural purpose phenomena. Land conversion is a functional change of in part or whole agricultural land from its function into another function which give a damage to agricultural land. This concern is transformed through music media with environmental conservation theme. There are three idea formulations on creating Not for sale music creation, How is the process of Not for sale music creation? How is the form of Not for sale music creation? What is the meaning of the contain of Not for sale music creation?This creation uses three theories as the foundation, Creative Process Theory, Music Theory, and Semiotics Theory. Not for sale music creation is realized into new music. New music is a music which its creation remains using gamelan as expression media. It is classical gamelan music tradition continuity which represent pioneering and creativity of classical gamelan music. Media will be used in this music creation is pesel gamelan which is inspired from diatonic tone in digital music program. Pesel gamelan is conceptualized from two Balinese gamelan ensembles, semar pegulingan and selonding. The structure of Not for Salemusic creation is divided into three parts. First part illustrates sound exploration present in the rice field area where nature and animals exist in harmony. Second part illustrates a transition of beautiful rice field shades into land conversion. Third part is the climax, which illustrates the peak of land conversion. The meanings of this music creation are creativity, solidarity, environment conservation, social critical, and moral message.

(2)
(3)

Karya Ilmiah ISI Denpasar „ 1

PENDAHULUAN

Konversi lahan atau disebut sebagai alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan persawahan dari fungsi semula menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif terhadap potensi lahan persawahan tersebut. Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi untuk penggunaan lain. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor, seperti perkembangan jumlah penduduk, perubahan lahan produktif menjadi tidak produktif, minimnya generasi produktif untuk bertani, dan faktor yang paling mendukung adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi merupakan faktor utama timbulnya konversi lahan karena pada masa modernisasi seperti saat ini petani, baik di kotamaupun di desa, tidak dapat mengandalkan hidup hanya dari hasil bertani. Oleh karena itu, banyak petani yang menjual lahan persawahannya agar dapat bertahan hidup.

Kota Denpasar merupakan salah satu daerah yang mengalami konversi lahan dalam setiap tahun.Belasan hektare lahan pertanian di Kota Denpasar menyusut menjadi lahan nonpertanian. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kota Denpasar, diketahui bahwa luas lahan pertanian Denpasar yang awalnya 2.519 hektare pada tahun 2012 menyusut 13 hektare pada tahun 2013 sehingga tersisa 2.506 hektare. Kemudian pada tahun 2014 diperkirakan kembali terjadi penyusutan lahan pertanian seluas 12 hektare sehingga lahan yang tersisa hanya 2,494 hektare.Demikian diungkapkan Kadis Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kota Denpasar, Gede Ambara Putra (Denpost news.com).

Fenomena di atas memunculkan rasa prihatin dalam diri manusia terhadap konversi lahan persawahan yang terjadi saat ini.Untuk menuju adanya keseimbangan alam, hal penting yang harus ditumbuhkan dalam diri manusia adalah rasa peduli terhadap lingkungan dan bergerak melakukan perubahan.Salah satu di antaranya adalah membuat perubahan melalui karya-karya musik yang menginspirasi.Musik merupakan salah satu

media penyampaian pesan dan dengan musik seseorang dapat mengekspresikan diri bahwa dirinya ikut peduli dengan keadaam lingkungan persawahan saat ini.

Berdasarkan hal tersebut, muncul ide dalam diri penata yang benar-benar terkonsep secara matang untuk melakukan perubahan dengan membuat sebuah karya musik baru yang bertema pelestarian lingkungan persawahan.Adapun topik yang diangkat adalah fenomena konversi lahan persawahan ke penggunaan nonpertanian yang berjudul ‘Not for Sale’.

Istilah Not for Sale berarti tidak dijual.Tidak dijual berarti tidak untuk diperdagangkan dan seharusnya dipertahankan karena sawah merupakan kehidupan, bukan sebatas nilai komersial.Judul Not for Sale ini erat kaitannya dengan sawah masa kini dan sangat mendukung terciptanya karya musik yang dapat menggugah hati para petani untuk tidak menjual sawahnya.Melalui musik penata dapat mengekspresikan diri untuk ikut peduli terhadap lingkungan, khususnya lingkungan persawahan.Akhir dari adanya karya musik Not for Sale ini diharapkan dapat membangkitkan pola pikir masyarakat untuk peduli terhadap banyaknya fenomena konversi lahan persawahan, menyadarkan arti pentingnya sawah, dan mengingatkan masyarakat untuk tidak dengan mudahnya menjual lahan persawahan di Kota Denpasar.Banyaknya permasalahan sosial yang terkandung dalam kehidupan masyarakat mendorong penata untuk mengekspresikannya ke dalam sebuah bentuk karya musik Not for Sale.

METODE PENELITIAN

Secara umum penciptaan karya musik Not for Sale diwujudkan dalam tiga tahap. Adapun tahapan-tahapan penciptaan tersebut mengacu kepada teori proses kreatif Alma M. Hawkins, yaitu eksplorasi (exploration), improvisasi (improvisation),

dan pembentukan (forming). Proses

(4)

„2

menentukan media yang digunakan. Proses improvisasi dilakukan dengan menulis notasi musik, membuat sketsa tata panggung, dan percobaan lainnya. Selanjutnya adalah proses pembentukan untuk menyatukan segala sesuatu dari proses eksplorasi dan improvisasi.

Eksplorasi

Proses eksplorasi dimulai ketika perkulihaan semester dua. Hal yang diamati pada tahap ini adalah suasana persawahan di beberapa daerah di Bali, seperti persawahan di daerah Payangan, Gianyar; sawah di daerah Belayu, Tabanan; sawah di daerah Baha, Badung; dan sawah yang masih aktif di Kota Denpasar. Hal yang diamati dari beberapa persawahan tersebut adalah aktivitas para petani, kehidupan padi dan tumbuhan yang hadir, dan suara-suara dari kehidupan satwa liar.

Sawah-sawah tersebut masih hadir, tetapi di sekelilingnya terdapat banyak perumahan penduduk. Seiring dengan peninjauan terhadap lingkungan persawahan lahirlah ide untuk menciptakan suatu karya musik dengan tema pelestarian lingkungan berbingkai perbedaan sawah dahulu dan kini. Pada salah satu sudut persawahan masih terdapat aktivitas petani mengolah lahan di bawah pepohonan rindang dengan burung-burung yang berkicau dan ocehan serangga yang bersahutan. Namun, di sisi lain terdapat suasana yang berbeda dengan adanya pembangunan perumahan penduduk. Rangsangan ini mendorong daya imajinasi penata untuk berkarya dan menentukan karya musik Not for Sale yang disajikan di lahan persawahan di Jalan Anyelir, Gang Rama, Denpasar.Lokasi tersebut dipilih karena di kawasan tersebut terdapat lahan persawahan yang berdampingan dengan banyak permukiman penduduk.Diharapkan lokasi tersebut dapat mendukung suasana dan menggugah masyarakat tentang pentingnya lahan persawahan.

Gambar 1. Sawah yang masih terdapat di Gang Rama

(Dok. Yudi Krisnajaya, 2017)

Penata mengeksplorasi suara yang hadir di persawahan tersebut mulai dari satwa-satwa liar yang hadir, suara pindekan, okokan, sunari, suara motor yang berlalu lalang, dan adanya pembangunan perumahan yang dekat dengan areal persawahan tersebut. Hal ini dilakukan agar lebih memahami dan merangsang imajinasi di samping menyatu dengan alam.

Selanjutnya ditentukan media ungkap yang dianggap cocok untuk terciptanya karya ini, yaitu gamelan pesel.

Gamelan pesel digunakan dalam

penggarapan karya musik Not for Sale karena merupakan gamelan baru dengan nada diatonis memakai nada dasar C=do yang terkonsep dari dua ensambel gamelan Bali, yaitu gamelan semar pegulingan dan gamelan selonding. Dari pemikiran tersebut tercipta nama pesel. Pesel merupakan penggabungan dua kata, yaitu kata pegulingan dan selonding.Gamelan pesel merupakan gamelan baru yang diciptakan oleh I Wayan Arik Wirawan.Secara umum gamelan pesel memakai bahan pelat besi sebagai bilah atau daun gamelan. Dalam hal ini sama dengan bahan pembuatan gamelan selonding, hanya tungguhan reong, kajar,

dan ceng-cengkecek berbahan dasar

kerawang.Gamelan pesel digunakan

sebagai media karena gamelan ini merupakan gamelan baru. Jadi, dalam proses penciptaan musiknya dapat digarap baru dan tidak lepas dari norma-norma dalam penciptaan musik pada umumnya.

(5)

„ 3

empat tungguh jegog, satu tungguh reong, satu buah kendang gupekan, satu buah kendang lanang cetutan, sepasang kendang krumpungan, satu buah ceng-ceng kecek, satu buah kajar trenteng, tiga buah kempli, enam buah suling, dua buah gong, dan tiga buah kempur

Gambar 2. Barungan Gamelan Pesel

(Dok. Yudi Krisnajaya, 2016)

Langkah selanjutnya adalah menentukan pendukung karena pendukung karya merupakan hal penting dalam terwujudnya sebuah karya musik.Penata memilih pendukung karya musik yang berkualitas dalam arti memiliki kemampuan dan teknik yang baik dalam memainkan gamelan, disiplin dengan waktu, dan bertanggung jawab.Pendukung karya musik ini adalah Sekaa Gong Remaja Merta Jaya Banjar Kepisah dan Sekaa Gamelan Pesel Kesiman.

Improvisasi

Dalam proses ini digunakan simpanan imajinasi dari lingkungan sekitar dan mereproduksi dalam wujud baru. Rangsangan yang timbul dari melihat perbedaan sawah dahulu dan kini serta suara-suara yang hadir kemudian ditindaklanjuti dengan mencoba mencatat hasil imajinasi tersebut ke dalam notasi.Pencatatan notasi dilakukan secara bertahap untuk menghindari kehilangan bahan garap di samping sebagai bahan dokumentasi.Beberapa eksperimen juga dilakukan dengan mencoba mencari karakter warna suara gamelan pesel.

Langkah selanjutnya adalah upacara nuasen, yaitu menentukan hari baik untuk memulai latihan bersama. Tujuan

upacara nuasen adalah untuk memohon kelancaran dan keselamatan dalam proses penggarapan. Upacara nuasen diadakan di

sanggah Gang Meregan Nomer 11a,

Denpasar.Pada pertemuan awal, terlebih dahulu dijelaskan ide, konsep garap, dan bentuk karya kepada pendukung agar nantinya pendukung lebih memahami, mengerti, dan mempunyai pemikiran yang sejalan dengan penata. Proses selanjutnya adalah memperkenalkan instrumen-instrumen yang digunakan dan menentukan peran pendukung berdasarkan kemampuan yang telah diamati.

Proses improvisasi tidak hanya dilakukan dengan mengolah media ungkap, tetapi juga berbagai elemen pendukung pertunjukan, seperti panggung, properti, tata cahaya, dan video mapping. Berikut gambaran panggung yang dirancang di tengah areal persawahan.

Gambar 3. Rancangan Panggung di Sawah Gang Rama

(Dok. Yudi Krisnajaya, 2016)

Percobaan properti juga dilakukan, seperti mengolah bambu untuk digunakan sebagai pindekan, lelakut, dan membuat instalasi dengan bambu dan besi untuk mendukung suasana panggung pementasan.Penambahan tata cahaya dan

penambahan video mapping digarap

(6)

„4

Pembentukan

Karya musik Not for Sale dibagi menjadi tiga bagian. Tiap-tiap bagian tersebut memiliki makna akan kepedulian penata terhadap fenomena yang kian hari kian marak terjadi di masyarakat. Bagian pertama dan kedua karya musik ini sudah diujikan pada ujian penciptaan seni II dan III. Bagian pertama dipentaskan pada ujian penciptaan seni II yang menggambarkan eksplorasi suara yang hadir di areal persawahan, yaitu adanya keseimbangan antara alam dan satwa liar.Adapun instrumen yang digunakan adalah enam buah suling dengan ukuran kecil, sedang, dan besar, tiga buah kajar trenteng, dan tiga buah kempli dengan durasi pertunjukan kurang lebih tiga belas menit.Komposisi bagian pertama ini diujikan di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar dan mendapatkan nilai A. Pendukung komposisi bagian pertama berjumlah tujuh orang termasuk penata.

Bagian kedua dipentaskan pada ujian penciptaan seni III yang menggambarkan nuansa peralihan dari sawah yang masih asri, tenang ke nuansa awal adanya konversi lahan.Komposisi

bagian kedua menggunakan barungan

gamelan pesel dengan durasi pementasan kurang lebih sebelas menit.Adapun pendukung komposisi bagian kedua berjumlah empat belas orang termasuk penata.Komposisi musik bagian kedua yang diujikan pada ujian penciptaan seni III dipentaskan di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar dan mendapatkan nilai B dari dosen penguji.

Selanjutnya bagian ketiga digarap pada semester IV dan V yang merupakan klimaks karya musik ini dengan dinamika modernisasi menggambarkan adanya suatu puncak konversi lahan.Fenomena tersebut ditransformasikan dalam media gamelan pesel dengan jumlah pendukung sebanyak enam belas orang termasuk penata.Agar tiap bagian karya musik Not for Sale menjadi satu kesatuan, selanjutnya dibuatkan transisi yang menghubungkan antara bagian satu, dua, dan tiga. Proses latihan dan pembentukan karya ini berlangsung di rumah penata di Jalan Hayam Wuruk Gang Meregan Nomer 11a,

yaitu dari Juni hingga Desember, 2017. Ketiga bagian tersebut dirakit dan ditata agar sesuai dengan komposisinya, napas lagu, dinamika, tempo, dan penjiwaan.Di samping itu, juga terus diadakan perbaikan hingga akhirnya terbentuk satu kesatuan karya musik Not for Sale.

HASIL ANALISIS DAN

INTERPRETASI DATA

Musik baru sebagai bentuk karya musik Not for Sale mengacu pada sikap dalam menggarap karya musik, yaitu berusaha mencari dan menghasilkan sesuatu yang baru atau kekinian. Kebaruan dalam karya musik ini dapat dilihat dari alur karya, bentuk struktural, wilayah suara, pengaruh baru, media baru, dan cara untuk memahaminya. Musik baru merupakan suatu bentuk musik yang dalam penciptaannya tetap menggunakan gamelan sebagai instrumen penciptaan.Proses penciptaan musik baru dapat merangkum elemen dari banyak jenis musik, termasuk musik gamelan klasik, musik dunia (world music), musik klasik yang berakar pada tradisi musik barat (classical music), dan sebagainya.Dapat diartikan bahwa musik baru merupakan musik yang baru saja digubah oleh komponis yang masih hidup. Dengan musik baru diharapkan penata bisa mencurahkan sesuatu yang bernuansa, sesuatu yang mencerminkan kebenaran tentang dirinya dengan lingkungan persawahan, apa pun bentuk dan bahasa komposisinya.

(7)

„ 5

Struktur karya musik Not for Sale dibagi menjadi tiga bagian. Pembagian struktur tersebut dimaksudkan agar terlihat tiap-tiap alur cerita, penonjolan, keragaman motif, dan perbedaan karakteristik proses penggarapan. Struktur karya musik ini dihubungkan dengan sebuah jembatan yang disebut dengan transisi. Transisi dalam karya musik ini menjadi pengatur perubahan ritme agar terlihat perbedaan suasana antara bagian satu dan bagian yang lain. Adapun tiga bagian karya musik Not for Sale adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Struktur Karya Musik (Dok. Yudi Krisnajaya, 2017)

Sinopsis

Not for Sale merupakan sebuah

karya musik baru yang terinspirasi dari fenomena kekinian yang marak terjadi di masyarakat. Konversi lahan persawahan atau lebih sering disebut alih fungsi lahan merupakan fenomena perubahan lahan persawahan menjadi perumahan dan industri yang memberikan dampak negatif

terhadap potensi lahan persawahan.Persawahan mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat, misalnya sebagai sumber ekonomi, media untuk menghasilkan bahan pangan, kawasan hijau, dan sumber budaya. Apabila kawasan tersebut tidak digunakan sebagaimana fungsi aslinya, akan terjadi kerusakan yang menghilangkan keharmonisan antara manusia dan alam.

Gambar 5. Tempat Pertunjukan di Gang Rama Anyelir

(Dok. Yudi Krisnajaya, 2017)

Karya musik Not for Sale disajikan di lahan persawahan, yaitu di Jalan Anyelir, Gang Rama, Denpasar. Lokasi tersebut dipilih karena di kawasan tersebut terdapat lahan persawahan yang berdampingan dengan banyak permukiman penduduk. Di lahan tersebut didirikan sebuah panggung musik dengan luas enam kali sembilan meter yang menghadap sisi barat. Lokasi tersebut sangat menguntungkan untuk diadakannya pertunjukan karya musik. Di samping itu, karena letaknya berdekatan dengan rumah penata, memberikan kemudahan, baik pada proses latihan maupun untuk persiapan instrumen gamelan yang digunakan.

Karya musik Not for Sale disajikan di sebuah panggung musik yang didirikan di tengah areal persawahan. Bentuk panggung yang digarap merupakan panggung terbuka proscenium sehingga penonton hanya dapat menyaksikan dari satu arah.Untuk menunjang nilai estetis pertunjukan ditambahkan beberapa properti, seperti pindekan, lelakut, instalasi dengan bambu dan besi.Di samping itu, juga terdapat penambahan layar untuk video mapping.Layar itu bermanfaat untuk mendukung dan memberikan gambaran persawahan dahulu dan kini.

Gambar 6. Setting Panggung Karya Musik Not for Sale

(8)

„6

Karya musik Not for Sale disajikan di panggung konser terbuka yang berbentuk proscenium di tengah areal persawahan. Pada penyajian itu terdapat jarak yang memisahkan antara penonton, dewan penguji, dan para penyaji karya musik. Tiap-tiap instrumen gamelan diatur

sedemikian rupa berdasarkan konsep dan kebutuhan penggarapan karya.Adapun penempatan tiap-tiap instrumen dalam karya musik Not for Sale adalah seperti berikut.

Gambar 7. Setting Instrumen Karya Musik Not for Sale

(Dok. Yudi Krisnajaya, 2017)

Keterangan:

1. Kendang gupekan

2. Kendang lanang

cetutan

3. Ceng-ceng kecek 4. Kajar trenteng

5. Gangsa

6. Kendang

krumpungan wadon

7. Kendang

krumpungan lanang 8. Kantil

9. Jublag

10. Reong

11. Jegog 12. Gong I 13. Gong II 14. Kempur I 15. Kempur II 16. Kempur III 17. Suling

menengah 18. Suling besar 19. Suling kecil 20. Kempli

Untuk mempertegas suasana persawahan pada karya ini tata busana penata dan para pendukung tidak mengenakan baju.Penata hanya menggunakan kain kamen putih, batik, endek, rembang, selendang blengket, udeng putih, dan batik untuk mengaplikasikan

konsep zaman dahulu.Tata rias yang digunakan adalah tata rias natural dengan menggunakan pelembap dan bedak yang sesuai dengan warna kulit, serta menggunakan lipstik dengan warna satu tingkat di atas warna bibir untuk mengaplikasikan konsep terdahulu. Tata busana dan rias penata dengan pendukung karya secara umum hampir sama, hanya dibedakan pada kain kamen dan udeng yang digunakan. Adapun tata busana dan rias penata dan pendukung karya musik Not for Sale adalah sebagai berikut.

Gambar 8. Tata Busana dan Rias Penata (Dok. Yudi Krisnajaya, 2017)

Gambar 8. Tata Busana dan Rias Pendukung Karya

(9)

„ 7

Karya musik Not for Sale disajikan pada sore hari dengan durasi pementasan sekitar 35-40 menit.Waktu ini dipilih karena suasana alam sekitar sangat mendukung suasana karya musik ini yang juga menggunakan pencahayaan alam matahari senja yang dipadukan dengan bantuan tata cahaya lampu.Artinya, cahaya saat pementasan karya musik Not for Sale ditata sesuai dengan suasana yang diungkapkan, yaitu sebagai berikut.

Tata suara yang digunakan adalah sound system 5.000 watt, 20 microphone, mixer 24 yamaha, dan floor monitor. Penataan suara pada karya musik Not for Sale memerlukan pelaksana teknis yang baik.Tujuannya adalah agar tidak terjadi pengerasan suara yang menimbulkan benturan suara sehingga penyampaian suara menjadi kurang jelas.Tiap-tiap instrumen gamelan pada karya musik ini memerlukan microphone agar suara yang dihasilkan benar-benar baik sehingga pola-pola yang dimainkan terdengar jelas dan padat.

PENUTUP

Karya musik Not for Sale

merupakan sebuah karya musik baru yang bertemakan pelestarian lingkungan persawahan.Adapun topik yang diangkat berdasarkan fenomena konversi lahan persawahan ke penggunaan nonpertanian. Proses penciptaan karya musik Not for Sale diwujudkan dalam tiga tahap yang mengacu pada teori proses kreatif Alma M. Hawkins, yaitu eksplorasi (exploration),

improvisasi (improvisation), dan

pembentukan (forming). Proses eksplorasi tersebut mulai dari menentukan lokasi untuk pementasan karya, yaitu di lahan persawahan di Jalan Anyelir, Gang Rama, Denpasar. Selanjutnya penata mendapatkan ide penggarapan, menentukan media yang digunakan, yaitu menggunakan gamelan pesel, dan menentukan pendukung, yaitu Sekaa Gong Remaja Merta Jaya Banjar Kepisah dan Sekaa Gamelan Pesel Kesiman. Proses improvisasi dilakukan dengan melihat perbedaan sawah-sawah dahulu dan kini, suara-suara yang hadir, menulis notasi musik, menentukan hari baik untuk memulai proses latihan karya, membuat sketsa tata panggung, dan

percobaan properti, seperti mengolah bambu untuk pindekan, lelakut, instalasi,

dan penambahan video

mapping.Selanjutnya adalah proses

pembentukan untuk menyatukan segala sesuatu dari proses eksplorasi dan improvisasi.

Penciptaan karya musik Not for Sale diwujudkan dalam bentuk musik baru. Musik baru adalah proses penciptaan musik yang penggarapannya tetap menggunakan gamelan Bali. Musik baru juga berarti eksplorasi permainan musik yang mendobrak batasan menuju wilayah suara baru, pengaruh baru, teknik baru, bentuk struktural baru, media baru, dan cara baru untuk memahami dunia tempat kita hidup sekarang ini.

Struktur karya musik Not for Sale ini secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu bagian I, II, dan III.Bagian pertama menggambarkan eksplorasi suara yang hadir di areal persawahan, yaitu adanya keseimbangan antara manusia, alam, dan satwa liar.Bagian kedua menggambarkan nuansa peralihan dari sawah yang masih asri, tenang ke nuansa awal adanya konversi lahan dengan adanya industri dan pembangunan permukiman penduduk yang kian meresahkan yang masuk ke areal persawahan.Bagian ketiga merupakan klimaks dari karya musik ini dengan dinamika modernisasi menggambarkan adanya suatu puncak konversi lahan karena makin banyaknya pembangunan dan industri liar yang merusak ekosistem yang ada di areal persawahan tersebut. Dalam penggarapannya karya musik ini

menggunakan gamelan pesel yang

terkonsep dari dua ensambel gamelan Bali, yaitu gamelan semar pegulingan dan

gamelan selonding.Gamelan pesel

merupakan gamelan baru yang terinspirasi dari nada diatonis yang disajikan dalam program musik digital.

(10)

„8

terbuka persawahan yang diapit dengan banyaknya perumahan sehingga menimbulkan ruang imajinasi yang sangat luas. Dari segi musikal karya ini menampilkan ornamentasi gamelan pesel yang terlihat baru dengan pengembangan teknik permainan ritme, melodi, dinamika, harmoni disertai struktur yang diatur sehingga dihasilkan suatu karya musik baru yang bisa dinikmati bersama. Makna kebersamaan terwujud berdasarkan rasa tanggung jawab orang-orang yang terlibat untuk menemukan solusi terwujudnya karya musik baru yang peduli akan lingkungan demi terciptanya keseimbangan alam. Makna pelestarian lingkungan disampaikan dengan menampilkan ekspresi alam yang disalurkan secara musikal. Pementasan karya musik Not for Sale merupakan kritik akan kesadaran penata terhadap dampak pariwisata yang kebablasan dan perkembangan jumlah penduduk di Kota Denpasar. Dalam karya musik ini terdapat banyak pesan moral sehingga diharapkan dapat menginspirasi banyak orang, terutama para petani dan masyarakat yang peduli akan lingkungan persawahan. Keindahan lingkungan persawahan dahulu dan perkembangannya kini dengan kesewenangan manusia dalam pengelolaannya ditransfer secara musikal ke dalam media gamelan pesel yang disajikan di persawahan Jalan Anyelir, Gang Rama, Denpasar.

DAFTAR RUJUKAN

Bandem, I Made. Ensiklopedi Musik Bali. Denpasar: Proyek Pengembangan ASTI, 1982/1983.

Banoe, Pono. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Berger, Arthur Asa. Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer. Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2010.

De Saussure, Ferdinand. A Course in

General Linguistics. New York:

McGraw Hill, 1966.

Djelantik, A.A.M. Pengantar Dasar Ilmu Estetika. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar, 1990.

Djohan.Psikologi Musik.Yogyakarta: Best Publisher, 2009.

Hardjana, Suka. Corat-coret Musik

Kontemporer Dulu dan Kini.

Jakarta: Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2003.

Hawkins, Alma Ma. Mencipta Lewat Tari (Terjemahan Y. Sumandiyo Hadi). Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, 1990.

Hawkins, Alma Mb. Bergerak Menurut

Kata Hati (Terjemahan I Wayan

Dibia). Jakarta: Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2003.

Mack, Dieter. Musik Kontemporer dan

Persoalan Interkultural. Bandung: Arti Line, 2001.

Murgiyanto, Sal. “Menelusuri Perjalanan

Tari Kontemporer Indonesia”.Dalam Mudra, Jurnal

Seni Budaya No. 3, Tahun III,

Maret 1995. Denpasar: ISI Denpasar, 1995.

Purnomo, Meizal Agung Setiawan. “Prinsip Kekaryaan dan Model Penuangan Karya Komponis Musik Kontemporer di Surakarta”. Sebuah Skripsi untuk Mencapai Gelar Sarjana (S1) STSI Surakarta, 2003. Sardiman.Sejarah 1 SMA Kelas X. Jakarta:

Yudhistira Ghalia Indonesia, 2006. Sukerta, Pande Made. Metode Penyusunan

Karya Musik (Sebuah Alternatif). Surakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Program Pascasarjana, ISI Surakarta, 2011.

Suryatini, Ni Ketut. “Gamelan Slonding di Desa Asak Karangasem”. Sebuah Skripsi untuk Mencapai Gelar Sarjana Muda pada Akademi Seni Tari Indonesia. Denpasar: ASTI Denpasar, 1983.

Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2009. Wartono, Teguh dkk.Pengantar Pendidikan Seni Musik. Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Windia, Wayan. Transformasi Sistem

Gambar

Gambar 1. Sawah yang masih terdapat di Gang
Gambar 2. Barungan Gamelan Pesel (Dok. Yudi Krisnajaya, 2016)
Gambar 4. Struktur Karya Musik (Dok. Yudi Krisnajaya, 2017)
Gambar 8. Tata Busana dan Rias Penata (Dok. Yudi Krisnajaya, 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Based on the reality, it is important to seek the intersection of religions in Indonesia as an alternative solution to prevent the problem of

Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Pramintari (2013) yang dilakukan pada anak SMA di perkotaan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat

Dalam hal ini, budi pekerti menurut Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional diartikan sebagai sikap atau perilaku sehari- hari baik individu, keluarga, maupun masyarakat

Maslaha Ramalan Kemunculan Golongan Ghuluw (Ekstrem) di dalam masyarakat Islam. Tidak keterlaluan jika dikatakan kemunculan golongan ekstrem ini memang telah diramalkan

Hutchison Telecommunications (Hong Kong) Limited (“Hutchison Telecom Hong Kong”) is currently one the largest mobile telecommunication service operators in Hong Kong. Since 1983,

Tipe pertanyaan ini sering digunakan oleh guru karena dalam pembelajaran guru juga perlu menanyakan keadaan siswa, tidak melulu menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan

2.  Keputusan  Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah  Provinsi  Kalimantan  Timur  Nomor  04  Tahun  2005  tentang  Persetujuan  Penetapan  Rancangan  Peraturan 

Dengan disaksikan para peserta ujian, telah dibuka Sampul Naskah Ujian dengan kode ..3. yang