• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran dan Peradaban Islam docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemikiran dan Peradaban Islam docx"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agama islam secara garis besar berisi ajaran tentang akidah (keyakinan) dan tata akidah yang mengatur semua perikehidupan dan penghidupan manusia dalam berbagai hubungan, baik vertikal maupun horizontal. Dalam pengertian ini terkandung konsep keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, material dan spiritual.

Tasawuf merupakan salah satu aspek esoterik islam, sekaligus sebagai perwujudan dari ihsan yang menyadari adanya komunikasi langsung antara seorang hamba dan tuhannya. Sufisme bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan tuhan. Sementara itu, intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi rohaniyah antara manusia dan tuhan melalui komtemplasi. Dengan bertasawuf, seseorang akan menjadi bersih hati dan jiwanya, berarti pula ia akan dibimbing oleh cahaya ilahi. Dengan demikian, perlakuan seseorang akan tereflesikan dalam berbagai tindakan dan dalam berkomunikasi secara baik dengan tuhan sebagai perwujudan hablu minallloh (hubungan vertikal dan hubungan baik sesama manusia) sebagai perwujudan hablu minannas (hubungan horizontal).

Kajian-kajian tasawuf tidak lain adalah mementingkan kebersihan bathin dan kesucian jiwa dan lebih mementingkan aktivitas untuk mendekatkan diri kepada alloh. Dengan demikian, seluruh dimensi hidup dipenuhi dengan kondisi keadaan jiwa yang selalu berdzikir, mulai dari lisan, anggota tubuh, peredaran darah, pikiran (akal dan rasio), serta perasaan. Inilah yang membuat seseorang selalu istiqomah, stabil, penuh motivasi, serta optimisme.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a) Siapa tokoh-tokoh pro dan kontra tasawuf?

(2)

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

a) Untuk mengetahui siapa tokoh-tokoh pro dan kontra tasawuf

b) Untuk mengetahui argumentasi para tokoh pro dan kontra tasawuf

BAB II PEMBAHASAN

1.1 Pro Kontra Tasawuf

Tasawuf, yang dikalangan Barat dikenal dengan mistisme islam, merupakan salah satu aspek (esetoris) islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah SAW, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman merupakan hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti fiqh dan ilmu tauhid. Oleh karena itu, tasawuf seperti halnya ilmu-ilmu lainnya tidak terlepas dari kritikan-kritikan dari berbagai golongan yang menentangnya.

Menurut Sayyid Nur Bin Sayyid Ali, kritik terhdap tasawuf berlatar belakang insiden jelek yang terjadi pada permulaan abad ke-4 H, ketika aliran-aliran kebatinan, syi’ah, qaramithah, dan kafir zindik memanfaatkan tarekat-tarekat sufisme. Mereka menyebabkan islam berada pada `kondisi yang sangat berbahaya, tetapi sesungguhnya tak ada kelengahan bagi orang sufi. Kejadian itu ialah Ibnu Saba’, orang berdarah yahudi memanfaatkan cinta ahl bait sebagai tipu daya. Dia menebarkan benih fitnah dan perang sipil yang menyebabkan wafatnya khalifah Usman Bin Affan r.a dan gurunya sekitar 10.000 orang sahabat dan tabi’in sebagai syahid.

(3)

Tokoh besar yang juga khlifah keempat (dari tahun 35-40 H / 656/-661 M), dikenal sebagai seorang yang gagah berani serta memiliki kehidupan kerohanian yang subur. Pekerjaan, dedikasi, serta cita-cita yang besar menyebabkan beliau tidak mempedulikan lagi bahwa pakaian yang di kenakan telah robek karena mumuk. Kalau pakaiannya robek, dijahitnya sendiri. Pernah ada orang yang bertanya, “ mengapa sampai begini ya Amir al-Mu’minin?” beliau menjawab, “ untuk mengkhusyukkan hati dan untuk menjadi teladan bagi orang yang beriman” (Hamka, Tasawwuf perkembangan hal.31). wajar bila disamping sebagai khalifah, beliau juga dijadikan sebagai imam (pemimpin sepiritual) bagi umat, dan kewafatannya mengakhiri masa-masa al-Rasyidun , pemimpin yang berdasarkan atau mendapatkan petunjuk lurus (Hugh Kennedy, 1986:75-81).

Dalam tasawwuf tariqot, nama Ali menjadi otoritas dibawah nabi saw. Dari hampir semua silsilah tarekat. Selain itu, kehidupannya yang bersahajaa, berbasis pada sikap wira’i dan qanaah, membuat beliau sangat dicintai oleh orang-orang sufi. Dia juga terkenal dengan kezuhudannya, pengasih serta suka bekerja keras dalam mewujudkan cita-citanya (1984:245-250). Demikian pula halnya dengan keluarga serta anak-anaknya, tumbuh menjadi tokoh-tokoh sufi awal yang terkemuka.

Abu Yazid al Busthami

Lahir sekitar tahun 200 H/814 M di Bustam, bagian timur laut persia, dengan nama lengkap Abu Yazid bin Isa Syurusan al- Bustami. Ia meninggal dan dimakamkan pada tahun 261 H /875 M ditempat yang sama (Farid al-Din al-Attar,1979:100). Mengenai penulisan namanya, terdapat berbagai variasi, seperti Bayazid, bustami, Bistami, Al-Bastomi. Kuburannya berdampingan dengan sufi terkenal lainnya, yakni Al-Hujwiri, Nashiri Khusraw, dan Al-Yaquti. Tahun 1313 didirikan kubah megah oleh seorang sultan Mughal, Muhammad Khubandana atas nasihat gurunya, syekh syafr al-Din salah seorang keturunan Al-Bustami.1[3]

(4)

Ia terkenal dengan kezuhudannya yang aksetis, dengan meletakkan zuhud menjadi zuhud terhadap dunia, zuhud terhadap akhirat, dan zuhud kepada selai Allah sehingga menimbulkan ingatan yang manunggal, yakni tidak mengingat apa-apa selain Allah. Disinilah kemudian paham sufinya banyak ditentang ulama faqih. Sebab, dari asketismenya itu,kemudian Abu Yazid dipandang sebagai pembawa paham al fana’ dan al-baqa’, sekaligus mencetus paham al-ittihad. Arberry menyebutnya sebagai first of the intoxited sufis (sufi yang mabuk kepayang pertama kali). Abu yazid baru terkenal melalui Al-Attar yang banya menuliskan tentang ajaran serta latar belakang hidupnya.

Kepribadian serta paham dan ajarannya sangat mengesankan sekaligus membingungkan bagi orang sezaman dan sesudahnya sehingga Al-junaid memandang bahwa dia belum sampai pada ujung pencariannya. Nicholson berpendapat bahwa paham al-fananya mungkin dipengaruhi paham Hindu dari gurunya, Abu Ali al-Sindi.

Schimmel meragukan analisis itu sebab justru tampaknya Abu Yazid telah samapai di ujung pencariannya sendiri melalui pengalaman al-fananya. Sebab, dengan kefanaanya itu, Abu Yazid “pergi” meniggalkan dirinya menuju kepadanya. Kemudian muncul melalui syatahat darinya walaupun hal ini oleh Al-taftani dipandang sebagai ungkapan yang berlebiahn dari Abu Yazid. Ungkapan-ungkapan yang menunjukkan ketuhanan dirinya itulah yang kemudian disebut sebagai paham al-ittihad (Nasution, hal. 84-85; Mahmud, t.t.:310). Ketika ditanya mengenai sunnah dan fardu, Abu Yazid menjawab “ sunnah ialah meninggalkan dunia dengan segalanya isinya, dan fardu ialah bersahabat dengan Allah”.

Namun, yang perlu dicatat bahwa Al-Sulami dalam tabaqat al-shufiyah, Al-thusi dalam al-Luma’, telah membahas ungkapan-ungkapan Abu Yazid yang ternyata sejalan dengan Al-Quran dan sunnah, serta berpendapat bahwa tasawwuf yang diajarkannya seiring dengan kedua sumber ajaran islam tersebut.

(5)

Nama lengkap tokoh sufi legendaris ini adalah Abu Mughits al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi (Lewis, 1971:99), tetapi kemudian lebih dikenal sebagai Al-Hallaj. Ada berbagai pendapat tentang gelar Al-Hallaj ini. Al-Salma menyatakan bahwa gelar Al-Hallaj diperoleh ketika Al-Mansur berada di wasit menjumpai seorang penenun.

Ia lahir pada tahun 244 H/858 M di Thur, salah satu desa sebelah timur laut baidha’, persia, dimana Sibawai pernah dilahirkan. Kakeknya, Muhammad adalah seorang Majusi sebelum masuk islam. Namun, riwayat ini kurang begitu kuat. Adapun yang banyak dipegangi oleh ahli sejarah sufi adalah yang menyatakan bahwa ia keturunan Abu Ayub, sahabat Rasulullah.

Sejak usia dini, ia sudah bergaul dengan tokoh-tokoh sufi. Dalam usia 16 tahun, sudah berguru kepada sahl bin Abdullah al-Tustari. Setelah dua tahun belajar dengan latihan-latihan berat, ia pergi ke Basrah dan selanjutnya ke Baghdad. Pada tahun 873 hingga 879, ia hidup dalam petapaan bersama-sama dengan guru Tsuri, Amr Makki dan Junaid Al-Baghdadi. Dari sekian banyak ulama yang dia pernah belajar itu, kemudian membuatnya merumuskan ajaran sendiri sehingga pada usia 53 tahun telah menjadi orator yang banyak dibicarakan ulama karena paham tasaawwufnya yang berbeda dengan yang lain.

(6)

itu dibiarkan beberapa hari dan baru kemudian dihanyutkan ke sungai Dajlah.

Ibn Suraij memberikan informasi bahwa Al-Hallaj adalah tipe sempurna ulama islam. Ia hafal Al-Alquran dan syarat dengan pemahamannya, menguasai ilmu fiqih dan hadits, serta memiliki kemampuan tinggi dan sempurna dalam tasawwuf. Pribadinya pun dihiasi hampir dengan semua kesalehan (Ibnu Khalikan t.t. II:44) sehingga kepribadiannya ini mampu melahirkan karya-karya gemilang mengenai tasawuf.

Karya yang paling terkenal dan banyak dikaji oleh ulama dan pengamat adalah al-tawashin. Inti ajaran Al-Hallaj adalah meliputi tiga persoalan pokok : (1) al-hulul, (2) haqiqat muhammadiyah, dan (3) wahdat al-adyan (Nicholson,1976:29-32;A. Qdir Mahmud, 1966:337-361). Akan tetapi dalam studi tasawwuf, Al-Hallaj dipandang sebagai peletak pertama paham wahdat al-wujud, yang kemudian dijabarkan secara lebih rinci beserta proses menuju ke maqam tersebut oleh Ibnu Arabi di kemudian hari.

Ibn Athaillah as Sakandary

Nama lengkapnya Ahmad ibn Muhammad Ibn Athaillah as Sakandary (w. 1350M), dikenal seorang Sufi sekaligus muhadits yang menjadi faqih dalam madzhab Maliki serta tokoh ketiga dalam tarikat al Syadzili. Penguasaannya akan hadits dan fiqih membuat ajaran-ajaran tasawufnya memiliki landasan nas dan akar syariat yang kuat. Karya-karyanya amat menyentuh dan diminati semua kalangan, diantaranya Al Hikam, kitab ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran spiritual di kalangan murid-murid tasawuf. Kitab lainnya, Miftah Falah Wa Wishbah Al Arwah (Kunci Kemenangan dan Cahaya Spiritual), isinya mengenai dzikir, Kitab al Tanwir Fi Ishqat al Tadhbir (Cahaya Pencerahan dan Petunjuk Diri Sendiri), yang disebut terakhir berisi tentang metode madzhab Syadzili dalam menerapkan nilai Sufi, dan ada lagi kitab tentang guru-guru pertama tarekat Syadziliyah - Kitab Lathaif Fi Manaqib Abil Abbas al Mursi wa Syaikhibi Abil Hasan.

(7)

Nama lengkapnya Abu Abdullah Haris Ibn Asad (w. 857). Lahir di Basrah. Nama "Al Muhasibi" mengandung pengertian "Orang yang telah menuangkan karya mengenai kesadarannya". Pada mulanya ia tokoh muktazilah dan membela ajaran rasionalisme muktazilah. Namun belakangan dia meninggalkannya dan beralih kepada dunia sufisme dimana dia memadukan antara filsafat dan teologi. Sebagai guru Al Junaed, Al Muhasibi adalah tokoh intelektual yang merupakan moyang dari Al Syadzili. Al Muhasibi menulis sebuah karya "Ri'ayah Li Huquq Allah", sebuah karya mengenai praktek kehidupan spiritual.

Abdul Qadir Al Jilani (1077-1166)

Beliau adalah seorang Sufi yang sangat tekenal dalam agama Islam. Ia adalah pendiri tharikat Qadiriyyah, lahir di Desa Jilan, Persia, tetapi meninggal di Baghdad Irak. Abdul Qadir mulai menggunakan dakwah Islam setelah berusia 50 tahun. Dia mendirikan sebuah tharikat dengan namanya sendiri. Syeikh Abdul Qadir disebut-sebut sebagai Quthb (poros spiritual) pada zamannya, dan bahkan disebut sebagai Ghauts Al Azham (pemberi pertolongan terbesar), sebutan tersebut tidak bisa diragukan karena janjinya untuk memperkenalkan prinsip-prinsip spiritual yang penuh kegaiban. Buku karangannya yang paling populer adalah Futuh Al Ghayb (menyingkap kegaiban). Melalui Abdul Qadir tumbuh gerakan sufi melalui bimbingan guru tharikat (mursyid). Jadi Qadiriyah adalah tharikat yang paling pertama berdiri.

Tokoh-tokoh Tasawuf Moderat dan Ajarannya

(8)

Tasawuf ini berawal dari zuhud, kemudian tasawuf dan berakhir pada akhlak. Mereka adalah sebagian sufi abad kedua, atau pertengahan abad kedua, dan setelahnya sampai abad keempat hijriyah. Dan personal seperti Hasan Al-Bashri, Imam Abu Hanifa, Junaidi al-Bagdadi, al-Qusyairi, as-Sarri as-Saqeti, al-Harowi, adalah merupakan tokoh-tokoh sufi utama abad ini yang berjalan sesuai dengan tasawuf sunni. Kemudian pada pertengahan abad kelima hijriyah imam Ghozali membentuknya ke dalam format atau konsep yang sempurna, kemudian diikuti oleh pembesar syekh Toriqoh. Akhirnya menjadi salah satu metode tarbiyah ruhiyah Ahli Sunnah wal jamaah. Dan tasawuf tersebut menjadi sebuah ilmu yang menimpali kaidah-kaidah praktis.

Tasawuf ini juga dinamakan tasawuf nazhori (teori), demikian, karena tasawuf Islam terbagi kepada nazhari dan amali (praktek). Dan hal ini tidak berarti bahwa tasawuf nazhori ini kosong dari sisi praktis. Istilah teori ini hanya melambangkan bahwa tasawuf belum menjadi bentuk thoreqoh (tarbiyah kolekltif) secara terorganisir seperti toreqoh yang terjadi sekarang ini.

Junaid Al-Baghdadi

Nama lengkapnya adalah Abu Qasim Junaid bin Muhammad Kazzaz nihawandi. Dia adalah seorang putera pedagang barang pecah belah dan keponakan Surri al-Saqti serta teman akrab dari Haris al-Muhasibi. Dia meninggal di Baghdad pada tahun 297/910 M. dia termasuk tukoh sufi yang luar biasa, yang teguh dalam menjalankan syari`at agama, sangat mendalam jiwa kesufiannya. Dia adalah seorang yang sangat faqih, sering memberi fatwa sesuia apa yang dianutnya, madzhab abu sauri: serta teman akrab imam Syafi`i.

Dikatakan bahwa para sufi pada masanya, al-junaid adalah seorang sufi yang mempunyai wawasan luas terhadap ajaran tasawuf, mampu membahas secara mendalam, khusus tentang paham tauhid dan fana`. Karena itulah dia digelari Imam Kuam Sufi (Syaikh al-Ta`ifah); sementara al-Qusayiri di dalam kitabnya al-Risaalah al-Qusyairiyyah menyebutnya Tokoh dan Imam kaum Sufi. Asal-usul al-Junaid berasal dari Nihawan. Tetapi dia lahir dan tumbuh dewasa di Irak. Tentang riwayat dan pendidikannya, al-junaid pernah berguru pada pamannya Surri al-Saqti serta pada Haris bin `Asad al-muhasibi.

(9)

dalam memberikan amanat kepadanya untuk dapat tampil dimuka umum. Al-Junaid dikenal dalam sejarah atsawuf sebagai seorang sufi yang banyak membahas tentang tauhid. Pendapat-pendapatnya dalam masalah ini banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab biografi para sufi, antara lain sebagaimana diriwayatkan oleh al-qusyairi: “oang-orang yang mengesakan Allah adalah mereka yang merealisasikan keesaan-Nya dalam arti sempurna, meyakini bahwa Dia adalah Yang Maha Esa, dia tidak beranak dan diperanakkan.

Di sini memberikan pengertian tauhid yang hakiki. Menurutnya adalah buah dari fana` terhadap semua yang selain Allah. Dalam hal ini dia menegaskan Al-Junaid juga menandaskan bahwa tasawuf berarti “allah akan menyebabkan mati dari dirimu sendiri dan hidup di dalam-Nya.” Peniadaan diri ini oleh Junaid disebut fana`, sebuah istilah yang mengingatkan kepada ungkapan Qur`ani “segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya (QA. 55:26-27); dan hidup dan hidup dalam sebutannya baqa`. Al-Junaid menganggap bahwa tasawuf merupakan penyucian dan perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya. Disamping al-Junaid menguraikan paham tauhid dengan karakteristik para sufi, dia juga mengemukakan ajaran-ajaran tasawuf lainnya.

Al-Qusyairi An-Naisabury

Dialah Imam Al-Qusyary an-Naisabury, tokoh sufi yang hidup pada abad kelima hijriah. Tepatnya pada masa pemerintahan Bani Saljuk. Nama lengkapnya adalah Abdul Karim al-Qusyairy, nasabnya Abdul Karim ibn Hawazin ibn Abdul Malik ibn Thalhah ibn Muhammad. Ia lahir di Astawa pada Bulan Rabiul Awal tahun 376 H atau 986 M. Sedikit sekali informasi penulis dapat yang menerangkan tentang masa kecilnya. Namun yang jelas, dia lahir sebagai yatim. Bapaknya meninggal dunia saat usianya masih kecil. Sepeninggal bapaknya, tanggungjawab pendidikan diserahkan pada Abu Qosim al-Yamany.

(10)

Naisabur merupakan kota yang menyimpan peluang besar untuk perkembangan berbagai macam disiplin ilmu, karena banyak kaum intelektual yang hidup disana. Di kota inilah, untuk pertama kalinya Al-Qusyairy bertemu bertemu Sheikh Abu ‘Ali Hasan ibn ‘Ali an-Naisabury, yang lebih dikenal dengan panggilan Ad-Daqqaq. Pertemuan itu menyisakan kekaguman Al-Qusyairy pada peryataan-pernyataan Ad-Daqqaq.

Al-Harawi

Nama lengkapnya adalah Abu isma`il `Abdullah bin Muhammad al-Ansari. Beliau lahir tahun 396 H. di Heart, kawasan khurasan. Seperti dikatakan Louis Massignon, dia adalah seorang faqih dari madzhab hambali; dan karya-karyanya di bidang tasawuf dipandang amat bermut. Sebagai tokoh sufi pada abad kelima Hijriyah, dia mendasarkan tasawufnya di atas doktrin Ahl al-Sunnah. Bahkan ada yang memandangnya sebagai pengasas gerakan pembaharuan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan ungkapan-ungkapan yang anah, seperti al-Bustami dan al-Hallaj.

Di antara karya-karya beliau tentang tasawuf adalah Manazil Sa`irin ila Rabb al-`Alamin. Dalam dalam karyanya yang ringkas ini, dia menguraikan tingkatan-tingkatan rohaniyah para sufi, di mana tingakatan para sufi tersebut, menurutnya, mempunyai awal dan akhir, seperti katanya; ”kebanyakan ulama kelompok ini sependapat bahwa tingkatan akhir tidak dipaandang benar kecuali dengan benarnya tingkatan awal, seperti halnya bangunan tidak bias tegak kecuali didasarkan pada fondasi. Benarnya tingkatan awal adalah dengan menegakkannya di atas keihklasan serta keikutannya terhadap al-Sunnah”. Dalam kedudukannya sebagai seorangpenganut paham sunni, al-harawi melancarkan kritik terhadap para sufi yang terkenal dengan keanehan ucapan-ucapannya, sebagaimana katanya.

(11)

ucapan yang menyesatkan itu adalah seperti ungkapan-ungkapan yang diriwayatkan dari Abu yazid dan lain-lain. Berbeda dengan al-Jinaid, Sahl al-Tusturi dan lainnya; karena mereka ini memiliki ketenangan yang membuat mereka tidak mengucapkan ungkapan-ungkapan yang anah.

Karena itu dapat dikatakan bahwa ungkapan-ungkapan yang aneh tersebut timbul dari ketidak tenangan, sebab, seandainya ketenangan itu telah bersemi di kalbu, maka hal itu akan membuatnya terhindar dari mengucapkan ungkapan-ungkapan yang menyesatkan tersebut. Kemudian yang dimaksud dengan batas tingkatan adalah tegaknya seorang sufi pada batas tingkatan kedudukannya sebagai seorang hamba. Tegasnya, di sekali-kali tidak melewati tingkatan kedudukannya sebagai seorang hamba. Ketenangan tersebut, menurut al-harawi, tidak di turunkan kecuali pada kalbu seorang nabi atau wali.

1.3 Tokoh-Tokoh dan Argumentasi Kontra Tasawuf

Tasawuf merupakan salah satu aspek esotoris islam sekaligus perwujudan ihsan yang menyadari adanya komunikasi langsung dengan tuhan. Esensi ajaran ini sebenarnya telah ada sejak masa Rasulullah SAW. Meskipun demikian tasawuf merupakan hasil kebudayaan sebagaimana ilmu keislaman lainnya seperti ilmu fiqih dan ilmu tauhid. Oleh karena itu, tasawuf tidak lepas dari berbagai kritik.

Ada pihak yang menggap bahwa tasawuf tidak berasal dari Rasulullah dan para sahabat. Mereka menganggap ajaran ini merupakan ajaran sesat yang diambil dari ajaran Nasrani, Hindu, Yahudi dan Budha. Disamping itu juga ada yang berpendapat bahwa tasawuf merupakan konspirasi yang menghancurkan islam.menurut mereka diantara tujaun terpenting dari konspirasi tersebut yaitu :

1. Menjauhkan kaum muslim dari ajaran yang hakiki dengan kedok islam.

2. Menyebarkan akidah Yahudi,Kristen,Hindu dan Budha

Para kritikus memiliki persepsi bahwa tasawuf bersumber dari luar islam berikut adalah komentar mereka.

(12)

Berpendapat bahwasanya tasawuf itu hina. Setan telah membuatnya untuk memerangi Allah dan Rasulullah serta menipu para hambanya. Tasawuf adalah topenng kaum majusi agar terlihat seperti orang yang ta’at kepada tuhannya bahkan juga topeng semua musuh islam.

Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir

Ihsan Ilahi Zhahir bin Zhuhur Ilahi bin Ahmduddin bin Nizhamuddin., salah seorang saudara beliau lahir pada tahun 1940 di kota Siyalkut wafat th.1407 H. Yaitu sebuah kota tua di Pakistan, di sebelah utara kota Propinsi Punjab. Kota ini terkenal dengan kelahiran tokoh-tokoh dan ulama. Dan lingkungan yang sangat subur dengan ulama, tentu sangat kondusif bagi perkembangan seorang anak. Demikian juga dengan keberadaan Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir disana.

Jika kita memperhatikan dengan teliti tentang tasawuf dan pendapat para sufi, maka kita akan melihat dengan jelas perbedaanya dengan al qur’an dan sunnah. Kita juga tidak melihat adanya bibit-bibit tasawuf di dalam perjalanan hidup nabi dan para sahabat. Mereka itu manusia pilihan Allah. Namun kita dapat melihat bahwa tasawuf diambil dari kependetaan nasrani, brahmana, hindu, ibadah yahudi, dan zuhud agama budha.

Syaikh Al Fauzan

Pendaptnya jelaslah bahwa tasawuf adalah ajaran dari luar yang menyusup ke dalam islam. Hal itu tampak dari kebiasaan-kebiasaan yang dinisbahkan kepadanya. Tasawuf adalah ajaran yang asing di dalam islam dan jauh dari Allah.

Syaikh Shabir Tha’im

Jelas bahwa tasawuf terpengaruh oleh kehidupan para pendeta nasrani. Mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara.

(13)

Ibnu Ajibah memiliki nama lengkap Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Al Mahdi bin Al Husain bin Muhammad bin Ajibah Al Hajujiy Al Hasani. Lahir di tengah kabilah Hoz desa A'jabisy Anjra, Tetouan Maroko tahun 1161 H atau 1160 H bertepatan tahun 1748 M. beliau lahir dari keluarga sederhana, leluhurnya Muhammad bin Ajibah adalah seorang waliyullah terkenal di kampungnya, begitu pula ayahnya Muhammad bin Al Mahdi (wafat 1196 H / 1781 M) dikenal sebagai orang soleh di kampungnya A'jabisy.

Mengklaim bahwa peletak Tasawuf adalah Rasulullah sendiri. Menurut Ibnu ‘Ajibah, mendapatkannya dari Allah melalui wahyu dan ilham. Kemudian Ibnu ‘Ajibah berbicara panjang lebar tentang hal ini dengan sekian banyak bumbu keanehan dan kedustaan, yaitu: “Jibril pertama kali turun kepada Rasulullah dengan membawa ilmu syariat. Ketika ilmu itu telah mantap, turunlah ia untuk kedua kalinya dengan membawa ilmu hakikat. Beliaupun mengajarkan ilmu hakikat ini pada orang-orang khusus saja. Dan yang pertama kali menyampaikan Tasawuf adalah ‘Ali bin Abi Thalib z, dan Al-Hasan Al-Bashri menimba darinya.

Pernyataan Ibnu Ajibah dibantah oleh Asy-Syaikh Muhammad Aman bin ‘Ali Al-Jami berkata: “Perkataan Ibnu ‘Ajibah ini merupakan tuduhan keji lagi lancang terhadap Rasulullah. Dengan kedustaan, ia menuduh bahwa beliau menyembunyikan kebenaran. Dan tidaklah seseorang menuduh Nabi dengan tuduhan tersebut, kecuali seorang zindiq yang keluar dari Islam dan berusaha untuk memalingkan manusia dari Islam jika ia mampu. Karena Allah telah memerintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikan kebenaran .

1.4 Menyikapi Pro dan Kontra Tasawuf Menurut Ibnu Taimiyah

(14)

Abd al-Halim ibn al-Imam Majd ad-Din Abi al-Barakat Abd al-Salam ibn Abi Muhammad ibn Abdullah ibn Taimiyyah al-Harrani. Nama Taimiyyah lebih dikenal sebagai sebuah nama keluarga dari etnis kurdi meskipun ada pendapat lain yang mengaitkannya dengan nama tempat di dekat Tabuk. Ibn Taimiyyah berasal dari keluarga intelektual yang islami serta dihormati dan disegani masyarakat luas pada masanya. Ayahnya bernama Syihab ad-Din Abd al-Halim ibn Abd Al-Salam (w. 1284 M). Ayah Taimiyyah selain seorang alim besar beliau juga guru tafsir dan guru hadis di Masjid Raya Kota Damaskus juga sebagai Direktur madrasa Dar al-Hadis al-Sukkariyah.

Ibn Taimiyyah sejak kecil dikenal sebagai anak jenius yang berkemauan keras dalam belajar, tekun dancermat, tegas dan teguh pendirian, ikhlas dan rajin beramal serta rela berkorban dan selalu siap dalam perjuangan membela kebenaran. Ia juga mempunyai daya hafalan yang luar biasa. Ini terbukti sejak usia tujuh tahun sudah hafal seluruh Qur’an.

(15)

Ibn Taimmiyah yang sepanjang hidupnya konon tidak pernah menikah, telah dapat menyelesaikan studi keagamaannya secara formal sebelum melewati usia 17 tahun dan dalam usia yang sama tela mengarang kitab,kemudian ketika berusia 20 tahun ia menjadi mufti. Bahkan ketika ayahnya wafat ketika dia berusia 21 tahun dia menggantikan jabatan ayahnya sebagai Direktur Madrasah Dar al-Hadis al-Sukkariyyah. Pada masanya dia pun muncul sebagai tokoh dan pemimpin utama mazhab Hanbali.

Ibn Taimiyah menulis banyak karya besar yang menentang kaum Syi’ah, Ahli Tasawuf, Kalam, Filsafat, perilaku taklid dalam fiqih, dan agama Kristen. Salah satu karyanya berupa kitab yang sebagian berisi kritikan dan tantangan terhadap ajaran Wahdat al-Wujud Ibn Arabi (w. 1240 M), ajaran tawassul dan istigasah serta ajaran tasawuf lainnya yang oleh Ibn Taimiyyah dinilai menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya.

Semasa hidupnya Ibn Taimiyyah sering mendapatkan hukuman di penjara yang salah satu sebabnya adalah fatwa-fatwanya yang dijelaskan dalam bentuk tulisan. Walaupun begitu Ibn Taimiyyah terus mengarang hingga akhirnya, pena, tinta, dan kertasnya diambil darinya dan dia dilarang menulis lagi. Maka keluarlah surat perintah sultan untuk merampas buku-buku dan perlengkapan alat tulis dengan maksud untuk membendung kreativitas maupun pengaruh Ibn Taimiyyah. Pada tanggal 9 Jumadil al-Akhir 728 H., atas nama pemerintah, semua alat baca dan tulis berikut buku-buku yang ada di kamar Ibn Taimiyyah dikeluarkan dan disita.

Bagi Ibn Taimiyyah, dibandingkan dengan hukuman yang lain, hukuman pelarangan untuk membaca dan menulis agaknya dirasakan sebagai tekanan dan pukulan yang paling berat, oleh karena itu Ibn Taimiyyah jatuh sakit selama tiga minggu sampai akhirnya wafat pada malam 22 Dzu al-Qa’dah 728/26 atau 27 September 1328 M. Dalam usia 67 tahun.

(16)

sehingga menamakan pandangan tasawufnya dengan istilah at-Tasawuf al-Masyru’ (tasawuf yang disyariatkan) untuk membedakan dengan tasawuf lain yang dipandang telah terkontaminasi oleh unsur-unsur di luar syariat Islam.

Pandangan realis-empiris Ibn Taimiyyah dalam bidang tasawuf tercermin pada penolakannya terhadap pemikiran tasawuf yang bersifat spekulatif-intuitif dan usahanya untuk selalu mendekatkan tasawuf dengan syariat serta melucutinya dari unsur-unsur ekstatik (kefanaan). Juga pandangan positif terhadap dunia sehingga konsep sufismenya cenderung dinamis dan empiris. Sehingga Fazlur Rahman menyebutnya sebagai pionir neo-sufisme. Pandangan lain adalah kendati Ibn Taimiyyah meyakini adanya pengetahuan lewat pengalaman kasyf atau ilham para sufi tetapi secara rasional dia tidak menganggapnya sebagai standar kebenaran yang pasti dan tidak terbantahkan. Menurutnya kebenaran yang pasti hanya ada pada wahyu Allah yang diterima para rasul karena secara intrinsik bersifat untestable. Ia juga menyalahkan para sufi yang menjadikan pengalaman kasyf sebagai tujuan akhir atau ultimate goal bagi perjalanan spiritual dan menganggapnya sebagai kriteria kebesaran dan otoritas seorang wali. Baginya kebesaran dan otoritas seseorang lebih ditentukan oleh sejauh mana ia sepenuhnya menjalankan seluruh aturan syariat yang telah dicontohkan Rasul dan para sahabatnya. Dengan kata lain Ibn Taimiyyah ingin membawa pengalaman kasyf kepada tingkat proses intelektual yang sehat dan realistis serta menolat finalitas kasyf karena tidak empiris dan realis.

(17)

tasawuf untuk disesuaikan dengan apa yang diajarkan maupun dipraktikkan Rasul dan para pengikutnya yang salih (al-Salaf as-Salihin).

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam aliran-aliran tasawuf, banyak orang memandang dengan pandangan yang berbeda-beda. Diantaranya ada tokoh-tokoh yang pro yang kontra terhadap tasawuf. Masing-masing dari para tokoh tersebut mempunyai argumentasinya sendiri.

(18)

2. Abu Yazid Al-Busthami 3. Abu Mansyur Al-Hallaj 4. Ibn Athaillah as Sakandary 5. Al Muhasibi

6. Abdul Qadir Al Jilani (1077-1166) 7. Junaid Al-Baghdadi

8. Al-Qusyairi An-Naisabury 9. Al-Harawi

Disamping itu, ada pula para tokoh yang kontra terhadap tasawuf, diantaranya :

1. Abdur Rahim Al-Wakil 2. Ihsan Ilahi Dhahir 3. Ibnu ‘Ajibah

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui variabel- variabel yang memberikan pengaruh yang signifikan variabel bebas yang terdiri dari variabel umur, pendidikan, jumlah sapi, jumlah anggota

Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar

Adapun hadits yang digunakan oleh Ulama‟ yang mengatakan bahwa sholat tasbih adalah sunnah berupa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab al-sholat

Salah satu bentuk dokumen ilmiah kegiatan KKIN 2016 adalah diterbitkannya buku Prosiding ber- ISSN yang merupakan kumpulan artikel hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

Analisis dilakukan berdasarkan pada kurva didih dan fluks kalor kritis (CHF) selama perpindahan panas pendidihan di celah sempit anulus yang berukuran 2,0 mm dengan tiga variasi

Dari hasil penelitian dan pembahasan diperolah bahwa efektivitas pembelajaran matematika kelas XI di SMA Negeri 1 Waru Sidoarjo termasuk dalam pembelajaran yang efektif

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Makalah Tugas Perencanaan Unit Pengolahan Pangan dengan judul “Perencanaan