• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBAL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

GLOBALIZATION AND POPULAR CULTURE

“KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN

BUDAYA POP”

DISUSUN OLEH :

IRA RAMBU TEBA HIKA

2012160953

IR 16 – 2C

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Globalization and Pop Culture, pada semseter VI di tahun ajaran 2015/2016, dengan judul : “Konsumerisme Sebagai Dampak Dari Globalisasi dan Budaya Pop” .

Dengan membuat makalah ini penulis diharapkan dapat mampu menganalisa dampak dari globalisasi dan budaya popular yang merajalela di Indonesia serta mencari tahu bagaimana seharusnya peran masyarakat dan pemerintah terkait konsumerisme yang merajalela.

Penulis sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca serta membuat pembaca dapat lebih selektif lagi dalam menerima informasi yang masuk.

(3)

BAB I maupun kita sendiri kerap membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Akar dari konsumerisme adalah agar ekonomi bisa terus berjalan dengan baik. Anggota masyarakat harus terus membeli. “Membeli”, dalam konteks ini, merupakan suatu kewajiban dan suatu tindakan individual dan berangkat dari sebuah kebutuhan. Maka, orang membeli meskipun tiddak membutuhkan barang yang dibeli. Konsumerisme kemudian tidak menjadi sesuatu yang negative, melainkan menjadi sesuatu yang positif dan dipandang sebagai sesuatu yang bernilai sosial.

Konsumerisme memiliki dua nilai, yang pertama adalah sebagai wujud pemuasan kebutuhan identitas dan makna Kedua, sebagai fungsi sosial dan ekonomis. Seseorang tidak melihat alasan untuk tidak mengonsumsi sebanyak mungkin yang ia bisa. Semula, kemampuan konsumsi dibatasi oleh penghasilan. Namun, melalui layanan kredit, kemampuan konsumsi terus meningkat dan selanjutnya menjerumuskan si konsumen tersebut. Inilah yang tidak disadari oleh masyarakat. Malahan, yang muncul adalah angggapan bahwa “selama saya mampu membeli, maka yang saya butuhkan itu bisa saya dapatkan”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Dampak globalisasi dan pop culture apa yang perkembangannya merajalela di Indonesia?

2. Apa dampak negatif dari konsumerisme?

3. Bagaimana peran masyarakat dan pemerintah dalam terkait dengan budaya konsumerisme?

(4)

Dengan penulisan makalah ini , penulis berharap agar pembaca dapat mengerti dan memahami apa saja dampak yang dibawa oleh globalisasi dan pop culture yang berkembang dan merajalela di Indonesia.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apa itu globalisasi dan budaya pop

2. Untuk mengetahui salah satu dampak dari globalisasi dan budaya pop

3. Untuk mengetahui perkembangan dari dampak yang dihasilkan dari globalisasi dan budaya pop

4. Untuk mengetahui dampak negative dari konsumerisme yang merupakan akibat dari globalisasi dan budaya pop

5. Untuk mengetahui peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi dampak dari globalisasi

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 GLOBALISASI

(5)

namun budaya pun dapat dengan mudahnya disebarkan melalui media massa.

Globalisasi budaya yang terus berkembang dalam segala lingkup kehidupan masyarakat ini, kemudian memunculkan suatu istilah baru yaitu budaya popular. Budaya pop atau budaya popular berkaitan dengann nilai-nilai dan budaya tertentu dari suatu negara ke negara-negara lain di seluruh dunia.

2.2 BUDAYA

Dalam buku Teori Budaya dan Budaya Pop yang ditulis oleh John Storey, Raymond Williams menyebut budaya bagai “satu dari dua atau tiga kata yang paling rumit dalam bahasa Inggris”. Williams menawarkan tiga definisi yang sangat luas.

Pertama, budaya dapat digunakan untuk mengacu pada “suatu proses umum perkembangan intelektual spiritual, estetis, para filsuf agung, seniman, dan penyair-penyair besarnya. Ini rumusan budaya yang paling mudah dipahami.

Kedua, budaya bisa berarti “pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode, atau kelompok tertentu.” Ketiga, Williams menyatakan bahwa budaya pun bisa merujuk pada “karya dan praktik-praktik intelektual , terutama aktivitas artistik.” Dengan kata lain, teks-teks dan praktik-praktik itu diandaikan memiliki fungsi utama untuk menunjukkan, menandakan, memproduksi, atau kadang menjadi peristiwa yang menciptakan makna tertentu.

Maka, berbicara tentang budaya pop berarti menggabungkan makna budaya yang kedua dengan makna ketiga di atas. Makna kedua-pandangan hidup tertentu-memungkinkan kita untuk berbicara tentang praktik-praktik, seperti liburan ke pantai, perayaan Natal, dan aktivitas pemuda subkultur sebagai contoh-contoh budayanya. Semua hal ini biasanya disebut sebagai praktik-praktik budaya. Makna ke tiga – praktik kebermaknaan – memungkinkan pembahasan mengenai drama, musik pop, komik, fashion dan sebagainya sebagai contoh budaya pop.

2.3 BUDAYA POP

Menurut Raymond Williams dalam buku Teori Budaya dan Pop Culture yang ditulis oleh John Storey, mendefinisikan budaya pop (pop cultures)

(6)

rendahan”, “karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang”, “budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri.” Kemudian, untuk mendefinisikan budaya pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah, yakni “budaya” dengan “popular” yang keduanya memiliki formulasi definisinya sendiri-sendiri. Dari sisi sejarah, perjalanan teori budaya dengan budaya pop adalah suatu sejarah di mana dua istilah itu terhubung satu sama lain oleh pemakaian teoretis dalam konteks historis dan sosial tertentu.

Ada satu titik awal yang menyatakan bahwa budaya pop memang budaya yang menyenangkan atau banyak disukai orang. Kita bisa melihatnya dari lakunya penjualan buku novel atau larisnya album

single R&B. Kita juga bisa meneliti konser, pesta olahraga, festival. Kita bisa meneliti kesukaan audiens terhadap program TV melalui riset pasar. Kita dapat menemukan budaya pop pada apa yang banyak disukai orang-orang, namun kita pun bisa menemukan pada banyak hal secara teoretis tidak bisa digunakan sebagai definisi konseptual. Definisi budaya pop dengan demikian harus pula mencakup dimensi kuantitatif. Pop-nya budaya popular menjadi sebuah prasyarat. Namun, ada hal lain yang di dalam dirinya muatan jumlah tidak lagi cukup memadai untuk mendefinisikan budaya pop. Pengakuan ini mencakup juga pengakuan resmi akan istilah “budaya tinggi” terutama pada penjualan buku, rekaman, dan juga rating audiens TV yang dinyatakan sebagai budaya “pop”.

Setelah memfokuskan perhatian pada budaya maju (tinggi), cara

(7)

menyebut satu contoh, “konsumsi budaya”. Bagi Bourdieu, konsumsi budaya “sudah ditentukan, sadar dan disengaja, atau tidak untuk tujuan memenuhu fungsi sosial pengabsahan perbedaan sosial”. Pembatasan ini didukung oleh pernyataan bahwa budaya pop adalah budaya komersial dampak dari produksi massal, sedangkan budaya tinggi adalah kreasi hasil kreativitas individu. Karena itu budaya tinggi adalah budaya yang mendapatkan penerimaan moral dan estetis yang lebih, sementara budaya pop malah mendapatkan pengawasan secara sosiologis untuk mengendalikan sedikit yang bisa diberikannya.

Cara ketiga mendefinisikan budaya pop adalah menetapkannya sebagai “budaya massa”. Definisi ini akan sangat tergantung pada definisi sebelumnya. Persoalan pertama adalah mereka yang menyebut budaya pop sebagai budaya massa dengan tujuan menegaskan bahwa budaya massa secara komersial tidak bisa diharapkan. Ia diproduksi massa untuk konsumsi massa. Audiensnya adalah sosok-sosok konsumen yang tidak memilih. Budaya itu sendiri dianggap hanya sekedar rumusan, budaya ini dikonsumsi tanpa berpikir panjang dan tanpa perhitungan.

Definisi keempat menyatakan bahwa budaya pop adalah budaya yang berasal dari “rakyat”. Ia mengangkat masalah ini melalui pendekatan yang beranggapan bahwa budaya pop adalah sesuatu yang diterapkan pada “rakyat”. Budaya pop adalah budaya otentik “rakyat”. Budaya pop seperti halnya budaya daerah merupakan budaya dari rakyat untuk rakyat. Definisi pop dalam hal ini sering kali dikait-kaitkan dengan kosep romantisme budaya kelas buruh yang kemudian ditafsirkan sebagai sumber utama protes simbolik dalam kapitalisme kontemporer.

(8)

proses “kepemimpinan” intelektual dan moral. Teori hegemoni neo – Gramscian, menganggap budaya sebagai tempat terjadinya pergulatan antara usaha perlawanan kelompok subordinasi dan inkorporasi kelompok dominan dalam masyarakat. Dalam penggunaan ini, budaya pop bukan merupakan budaya yang diberlakukan oleh teoritikus budaya massa ataupun muncul secara spontan dari bawah sebagai budaya oposisi seperti yang sudah ada dalam empat definisi budaya pop diatas. Definisi keenam budaya pop berasal dari pemikiran postmodernisme yang menyatakan bahwa budaya postmodern adalah budaya yang tidak lagi mengakui adanya perbedaan antara budaya tinggi dan pop. Akibatnya postmodernis menyatakan sekarang “semua budaya adalah budaya postmodern”. Mereka juga menentang pembatasan tegas budaya pop dengan budaya massa.

2.4 KONSUMERISME

Budaya konsumen dilatarbelakangi oleh munculnya masa kapitalisme yang diusung oleh Karl Marx yang kemudian disusul dengan liberalisme. Budaya konsumen yang merupakan jantung dari kapitalisme adalah sebuah budaya yang di dalamnya terdapat bentuk halusinasi, mimpi, artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian dikonstruksi sosial melalui komunikasi ekonomi (iklan, show, media) sebagai kekuatan tanda (semiotic power) kapitalisme.

Asal mula konsumerisme dikaitkan dengan proses industrialisasi pada awal abad ke-19. Karl Marx menganalisa buruh dan kondisi-kondisi material dari proses produksi. Menurutnya, kesadaran manusia ditentukan oleh kepemilikan alat-alat produksi. Prioritas ditentukan oleh produksi sehingga aspek lain dalam hubungan antarmanusia dengan kesadaran, kebudayaan, dan politik dikatakan dikonstruksikan oleh relasi ekonomi.

(9)

tersedia untuk dijual di pasar. Sedangkan komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme di mana objek, kualitas, dan tanda berubah menjadi komoditas.

Seorang ilmuwan bernama Jean Baudrillard memandang bahwa budaya posmodernisme sebagai budaya masyarakat konsumen, tahapan kapitalis baru setelah Perang Dunia II. Selain itu, ilmuwan lain, Peter N. Stearnsmengungkapkan bahwa kita hidup dalam dunia yang sangat diwarnai konsumerisme. Istilah konsumerisme, menurut Stearns :

.. consumerism is best defined by seeing how it emerged.but obviously we need some preliminary sense of what we are talking about. Consumerism describes a society in which many people formulate their goals in life partly through acquiring goods that they clearly do not need for subsistence or for traditional display. They become enmeshed in the process of acquisition shopping and take some of their identity from a posessionof new things that they buy and exhibit. In this society , a host of institutions both encourage and serve consumerism.. from eager shopkeepers trying to lure customers into buying more than they need to produce designer employed toput new twists on established models, to advertisers seeking ti create new needs..”

Konsumerisme, pada masa sekarang telah menjadi ideologi baru kita. Ideologi tersebut secara aktif memberi makna tentang hidup melalui mengkonsumsi material. Bahkan ideologi tersebut mendasari rasionalitas masyarakat kita sekarang, sehingga segala sesuatu yang dipikirkan atau dilakukan diukur dengan perhitungan material. Ideologi tersebut jugalah yang membuat orang tiada lelah bekerja keras mangumpulkan modal untuk bisa melakukan konsumsi.

(10)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 GAYA HIDUP KONSUMERISME SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI DAN BUDAYA POP

Gaya hidup merupakan cara hidup seseorang yang dapat diidentifikasikan dengan menilai bagaimana seseorang mengabiskan waktu mereka, apa yang mereka anggap penting bagi mereka (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga tentang lingkungan sekitar. Gaya hidup setiap masyarakat tentu saja berbeda-beda dan tentu saja memiliki perubahan yang dinamis dari masa ke masa.

Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. Masyarakat yang terus menerus berkonsumsi. Namun konsumsi yang dilakukan bukan lagi hanya sekedar kegiatan yang berasal dari produksi. Konsumsi tidak lagi sekedar kegiatan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan fungsional manusia. Konsumsi telah menjadi budaya, budaya konsumsi.

Perkembangan budaya konsumen telah mempengaruhi cara-cara masyarakat mengekspresikan estetika dan gaya hidup. Dalam masyarakat konsumen, terjadi perubahan mendasar berkaitan dengan cara-cara mengekspresikan diri dalam gaya hidupnya.

(11)

tindakannya sendiri dan orang lain. Dalam kaitannya dengan budaya konsumen, gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas, ekspresi diri serta kesadaran diri yang stylistic. Tubuh, busana, gaya pembicaraan, aktivitas rekreasi, dsb adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen. Gaya hidup adalah juga salah satu bentuk budaya konsumen. Karena gaya hidup seseorang dilihat dari apa yang dikonsumsinya, baik barang ataupun jasa. Konsumsi tidak hanya mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi, seperti televisi dan handphone. Akan tetapi, juga mengkonsumsi jasa, seperti rekreasi. Beberapa contoh dari gaya hidup yang nampak menonjol saat ini adalah nge-mall, hang out, fitness, dll.

3.2 PERKEMBANGAN MALL SEBAGAI PENUNJANG BERKEMBANGNYA KONSUMERISME

Perubahan gaya hidup masyarakat tidak bisa dilepaskan dari kehadiran pusat-pusat perbelanjaan modern. Era baru budaya konsumen ditandai dan dilembagakan dengan lahirnya pusat-pusat perbelanjaan. Gedung yang selalu berlimpah barang ini menawarkan kebebasan baru dan kesempatan untuk masyarakat menjadi gemar berbelanja. Belanja ditransformasikan dari persediaan kebutuhan atau negosiasi terhadap kepemilikan baru. Di pusat-pusat perbelanjaan, masyarakat akan dibimbing oleh suatu pola konsumtif yang sistematis, dan ini memang sudah dipelajari dari sikap dan gaya hidup masyarakat melalui berbagai penelitian mendalam dan dan waktu yang panjang. Oleh sebab itu masyarakat saat ini bukan saja hanya menjadi pelaku ekonomi namun juga sebagai produk budaya yang lahir dari suatu tatanan sistematis sebagai dampak dari neoliberalisme.

Kecenderungan masyarakat saat ini berbelanja di mal, hipermarket, dan supermarket sering kali melampaui kebutuhan dan keperluan yang semestinya. Ciri dari masyarakat konsumsi yang paling menonjol, yaitu bahwa arena konsumsi adalah kehidupan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat, dalam hal ini mal, hipermarket, dan supermarket sebagai sarana konsumsi memfasilitasi berbagai aktivitas masyarakat ikut andil dalam membentuk sikap dan perilaku konsumen.

(12)

rekreasi atau mencari suasana lain, hal ini tentu saja merupakan penunjang semakin terbukanya budaya konsumerisme di Indonesia.

3.3 DAMPAK NEGATIF DARI PERKEMBANGAN KONSUMERISME DAN PEMBANGUNAN MALL YANG MERAJALELA DI INDONESIA

Dari penjelasan sebelumnya, konsumermisme memang memiliki dampak yang baik bagi stabilitas perputaran ekonomi Negara namun disisi lain tentu saja budaya konsumerisme memiliki dampak negative seperti hilangnya kesadaran masyarakat akan nilai guna barang yang ia beli dan juga aktivitas konsumsi pada dasarnya bukan dilakukan karena alasan kebutuhan, namun lebih kepada alasan simbolis: kehormatan, status dan prestise. Maka jelas bahwa realitas sosial dalam masyarakat konsumsi saat ini cenderung memprioritaskan tanda dan nilai simbol sebagai motif utama aktivitas konsumsi. Barang-barang dibeli karena makna simbolik yang ada di dalamnya dan bukan karena harga atau manfaatnya. Selain itu beberapa dampak negatif dari konsumerisme diantaranya adalah :

 Hidup boros dan enggan untuk berbagi

 Bersikap pamer dan menimbulkan prilaku sombong

 Bersikap individual.

 Orang tsb akan selalu mencari kesenangan dan kepuasan hidup

 Uniformitas dan Alienasi

Uniformitas diambil dari kata uniform yang berarti seragam, sedang uniformitas itu sendiri adalah membuat suatu kelompok entah itu mayarakat lokal atau komunitas internasional menjadi sama atau seragam. Akibat adana uniformitas inilah mereka yang tidak sama atau menolak untuk menjadi sama menjadi teralienasi dan dianggap asing dari suatu kelompok. Konsumerisme secara tidak langsung membuat pola yang kemudian akan mendorong kita pada uniformitas. Contohnya penggunaan Handphone dikalangan remaja kini sangat marak bahkan jika tidak menggunakan atau tak memiliki Handphone dinilai rendah oleh kawan di sekitarnya.

Selanjutnya, pembangunan mall sebagai penunjang berkembangnya budaya konsumerisme juga tentu saja memiliki beberapa dampak negatif, antara lain ialah :

 Mall menjadi tempat untuk menghomogenisasikan budaya.

(13)

berjam-jam untuk berada disana entah hanya untuk jalan-jalan dan melihat-lihat atau membeli perlengkapan yang dibutuhkan.

 Dengan tingginya pertumbuhan mall dapat menyebabkan matinya usaha-usaha reatail kecil milik lokal.

 Kurangnya interaksi social

3.4 PERAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH TERKAIT KONSUMERISME DAN MARAKNYA PEMBANGUNAN MALL

Dalam arus globalisasi yang begitu pesat ini masyarakat harusnya mampu menyortir informasi yang layak untuk diperoleh. Perkembangan budaya konsumerisme hanya menguntukan para pemilik modal dan memanfaatkan masyarakat yang menjadi obyek. Budaya konsumerisme telah banyak merubah gaya hidup masyarakat saat ini. Masyarakat perlu untuk lebih teliti dan selektif lagi dalam menyaring informasi-informasi yang masuk.

(14)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Seperti yang telah kita ketahui bahwa globalisasi adalah hal yang tidak dapat dihindari, tentu saja hal tersebut tidak menutup kemungkinan jika kita pun akan terbawa dan mengikuti arus globalisasi tersebut. Perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan tidak bisa dilepaskan dari kehadiran pusat-pusat perbelanjaan modern. Era baru budaya konsumen ditandai dan dilembagakan dengan lahirnya pusat-pusat perbelanjaan. Dalam masyarakat modern saat ini konsumsi telah menjadi suatu kebutuhan vital yang tidak hanya berguna secara instrumental atau sekedar mengambil atau menghabiskan nilai fungsional dari suatu komoditi. Saat ini pengertian konsumsi sendiri telah mengalami perubahan.

Budaya konsumerisme mengakibatkan orang boros, tidak produktif, dan hanya memberikan kesadaran palsu kepada masyarakat. Budaya ini hanya menghargai orang dari sebanyak apa dia mengeluarkan uang untuk mengonsumsi. Semakin banyak dan prestisius barang yang dibeli seseorang, semakin ia akan dihargai. Supaya mendapat penghargaan, orang rela membeli barang-barang yang sebetulnya tidak terlalu dia perlukan atau diluar kemampuannya.

DAFTAR PUSTAKA

(15)

Barker, Chris. 2004. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Bantul : Kreasi Wacana.

Chaney, David. 2004. Life Styles, Sebuah Pengantar Komprehensif.

Bandung : Jalasutra.

Featherstone, Mike. 2005. Posmodernisme dan Budaya Konsumen (Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gramsci, Antonio. 1971. Selections from Prison Notebooks (hlm 57). London : Lawrence& Wishart.

Soedjatmiko, Haryanto. 2008. Saya Berbelanja Maka Saya Ada : Ketika Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris. Bandung : Jalasutra.

Storey, John. 2003. “Teori Budaya dan Budaya Pop” (disunting dan diterjemahkan oleh Dede Nurdin). Yogyakarta : CV Qalam Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Yoeti (2008) bahwa pengertian penawaran dalam pariwisata meliputi semua macam produk dan pelayanan / jasa yang dihasilkan oleh kelompok perusahaan industri

Pada suatu ketika di tengah laut kapal Nabi Nuh As melakukan putaran ( maneuver ) sebanyak tiga kali kemudian meneruskan pelayarannya. Lokasi kapal melakukan maneuver

Perangkat sistem ini memiliki fungsionalitas untuk mengambil data dari ledakan suara nyamuk yang telah mati terperangkap di dalam alat, suara ledakan nyamuk yang mati akan

Ciri-ciri yang dimiliki biasanya tidak jauh berbeda antar berbagai bentuk implementasi, baik dalam lingkup pertanian ataupun kehutanan, yaitu antara lain: (1) Komposisi hanya

PKMK ini ditulis dengan tujuan untuk memperkenalkan produk olahan tomat, yaitu Torakur di lingkungan IPB pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, membuka

Pada pelaksanaan uji coba produk yang telah dilaksanakan dan dianalisis maka dapat diketahui aspek keterlaksanaan flipbook dengan pendekatan kontekstual berbasis

(1) Menyiapkan siswa agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan