• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PEMERIKSAAN KADAR CADMIUM (CD) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR KADMIUM (CD) DALAM URIN PADA OPERATOR STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM (SPBU) DI

BEBERAPA WILAYAH JABODETABEK PADA TAHUN 2014

Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Pada Mata kuliah Bahan Kimia Berbahaya dan Biomonitoring

Disusun oleh : Amalia Fauzia 1111101000072

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pencemaran atau polusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun atau toksik yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Pencemaran juga dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia, biasanya senyawa-senyawa mempunyai bahan aktif dari logam-logam berat.( Heryando Palar, 1994)

Logam ditemukan dan menetap dalam alam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisiokimia, biologis, atau akibat aktifitas manusia. Toksisitasnya dapat berubah drastis bila bentuk kimianya berubah. Umumnya logam bermanfaat bagi manusia karena penggunaanya di bidang industri, pertanian atau kedokteran. Sebagian merupakan unsur penting karena dibutuhkan dalam berbagai fungsi biokimia/faali. Dilain pihak, logam dapat berbahaya bagi kesehatan masyarakat bila terdapat dalam makanan, air, atau udara, dan dapat berbahaya bagi para pekerja tambang, pekerja peleburan logam berbagai jenis industri.

Kebanyakan logam dan “metaloid” terdapat di alam, tersebar dalam batu-batuan, bijih tambang, tanah, dan udara. Tetapi distribusinya nyata sekali tidak rata. Umumnya, kadar dalam tanah, air, dan udara relatif rendah. Kadar ini dapat meningkat bila ada aktivitas geologi, misalnya pendegasan, yang melepaskan 25.000-125.0000 ton merkuri setahun. Aktivitas manusia dapat lebih bermakna dalam hubungannya dengan pajanan manusia karena mereka menaikkan kadar logam itu di tempat aktivitas manusia.

(3)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam yang dikelompokkan dalam jenis logam berat non-esensial. Logam ini jumlahnya relatif kecil, tetapi dapat meningkat jumlahnya dalam lingkungan karena proses pembuangan sampah industri maupun penggunaan minyak sebagai bahan bakar (Pacyna, 1987). Profesi sebagai pegawai SPBU adalah profesi yang berpotensi untuk terpapar pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor.

Menurut Sudarmadji (2006), dalam tubuh manusia kadmium terutama dieliminasi melalui urin. Hanya sedikit yang diabsorbsi, yaitu sekitar 5-10%. Absorbsi dipengaruhi faktor diet seperti intake protein, kalsium, vitmin D dan trace logam seperti seng (Zn). Jika kadar kadmium dalam tubuh melebihi batas tersebut maka akan menimbulkan dmpak diantaranya adalah iritasi saluran pernafasan bagian atas, mual, muntah, salivasi, mencret dan kejang pada perut. Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara. Proporsi yang besar adalah absorbsi melalui pernafasan yaitu antara 10-40% tergantung keadaan fisik. Uap kadmium sangat toksis dengan lethal dose melalui pernafasan diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190 mg/m3 atau sekitar 8 mg/m3 selama 240 menit akan dapat menimbulkan kematian.

Kelompok orang yang sering berada di jalan seperti polisi, pedagang kaki lima, pengemis, serta anak jalanan, dan yang paling berat terkena keracunan. Kadmium (Cd) adalah operator pompa bensin di SPBU yang mempunyai peranan yang sangat vital. Pekerjaan tersebut mempunyai risiko yang cukup besar, terutama risiko terkena paparan polutan udara yang dikeluarkan oleh emisi kendaraan bermotor. Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan maka perlu dilakukan pengujian Kadmium (Cd) dalam Urin petugas operator SPBU.

Pekerja di SPBU adalah pekerja yang bekerja baik yang melayani pengisian bahan bakar maupun yang tidak berhubungan langsung dengan pengisian bahan bakar minyak namun demikian keduanya memiliki potensial terhadap pola penyakit akibat kerja, pekerja yang melayani pengisian bahan bakar memiliki potensial bahaya yang lebih besar terhadap penceamran logam berat kadmium (Cd) dibandingkan dengan pekerja yang tidak berhubungan dengan pengisian bahan bakar.

B. Pertanyaan Penelitian

(4)

2. Bagaimana gambaran usia pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014

3. Bagaimana gambaran masa kerja pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014? 4. Bagaimana gambaran perilaku merokok pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun

2014?

5. Bagaimana gambaran pemakaian apd pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014? 6. Apakah faktor usia berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU

di wilayah Ciputat ahun2014

7. Apakah faktor masa kerja berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014

8. Apakah faktor perilaku merokok berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014

9. Apakah faktor pemakaian APD berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014

C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Diketahui faktor-faktor yang brhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di Ciputat

Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di beberapa beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014?

2. Diketahuinya gambaran usia pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014

3. Diketahuinya gambaran masa kerja pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014? 4. Diketahuinya gambaran kebiasaan merokok pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun

2014?

5. Diketahuinya gambaran pemakaian apd pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014?

(5)

7. Diketahuinya hubungan masa kerja berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014

8. Diketahuinya hubungan perilaku merokok berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014

9. Diketahuinya hubungan pemakaian APD berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014

D. Manfaat Penelitian Bagi SPBU

Mendapatkan bahan masukan dalam pemikiran dan referensi untuk mengambil kebijakan dalammerancang dan mengatur pekerjaan operator SPBU dalam memberikan pelayanan secara aman

Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang dampak pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor yang dapat mempengaruhi kadar kadmium dalam uri pada operator SPBU. Mahasiswa juga dapat mengaplikasikan teori yang didapat saat kuliah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan langsung di lapangan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran di tempa kerja sebagai sarana pemantapan keilmuan dan bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut.

E. Ruang Lingkup Penelitian

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara

Pencemaran atau polusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun atau toksik yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Pencemaran juga dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia, biasanya senyawa-senyawa mempunyai bahan aktif dari logam-logam berat. Daya racun yang dimiliki oleh aktif dari logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh.

B. Logam

Logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu atau lebih electron dan menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik penting sebagai berikut :

 Refleksifitas tinggi  Mempunyai kilau logam  Konduktivitas listrik tinggi  Konduktivitas termal tinggi

 Mempunyai kekuatan dan kelenturan Logam dapat dikelompokkan menjadi :

 Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat jenis >5 dan yang ringan <5.

 Logam essensial bagi kehidupan dan yang tidak essensial.

(7)

Menurut Duffus (1980), dari 80 elemen yang tergolong logam hanya/baru 50 saja yang berarti secara ekonomis dan industrial.

Logam ini ditemukan dan menetap dalam alam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisiokimia, biologis, atau akibat aktifitas manusia. Toksisitasnya dapat berubah drastis bila bentuk kimianya berubah. Umumnya logam bermanfaat bagi manusia karena penggunaanya di bidang industri, pertanian atau kedokteran. Sebagian merupakan unsur penting karena dibutuhkan dalam berbagai funsi biokimia/faali. Dilain pihak, logam dapat berbahaya bagi kesehatan masyarakat bila terdapat dalam makanan, air, atau udara, dan dapat berbahaya bagi para pekerja tambang, pekerja peleburan logam berbagai jenis industri.

Proses Tebentuknya Logam

Kebanyakan logam dan “metaloid” terdapat di alam, tersebar dalam batu-batuan, bijih tambang, tanah, dan udara. Tetapi distribusinya nyata sekali tidak rata. Umumnya, kadar dalam tanah, air, dan udara relatif rendah. Kadar ini dapat meningkat bila ada aktivitas geologi, misalnya pendegasan, yang melepaskan 25.000-125.0000 ton merkuri setahun. Aktivitas manusia dapat lebih bermakna dalam hubungannya dengan pajanan manusia karena mereka menaikkan kadar logam itu di tempat aktivitas manusia.

Penggunaan dan Pajanan Logam pada Manusia

Di zaman dulu, logam tertentu, misalnya tembaga, besi, dan timah digunakan untuk membuat peralatan, perlengkapan mesin, dan senjata. Penambangan dan peleburan dilakukan untuk memasok kebutuhan itu. Aktifitas ini menyebabkan meningkatnya kadar logam dan lingkungan. Selain itu, karena bijih tambang sering menganduung logam lain, misalnya timbal dan arsen, kadar “pencemaran” ini juga meningkat. Dalam tahun belakangan ini lebih banyak lagi jenis logam yang digunakan dalam industri, pertanian dan kedokteran.

Contohnya :

(8)

 Timbal : digunakan dalam baterai dan industri kabel, selain itu timbal sebagai insektisida, zat tamabahan bahan bakar dan pigmen dalam cat secara berangsur-angsur dihentikan.

Belakangan ini, industri angkasa luar dan profesi kedokteran serta kedokteran gigi membutuhkan bahan yang kuat, tahan karat, dan bersifat noniritan. Karenanya aloi titanium dan logam lain kini menjadi semakin penting.

Tempat kerja

Kerja utama logam adalah menghambat enzim. Efek ini biasanya timbul akibat interaksi antar logam dengan gugus SH pada enzim itu. Suatu enzim dapat juga dihambat oleh logam toksik melalui penggusuran kofaktor logam yang penting dalam enzim. Contohnya, timbal dapat menggantikan zink dalam enzim yang bergantung pada adanya zink, misalnya asam δ-aminolevulinat hidratase (ALAD).

Melanisme lain dalam mengganggu fungsi enzim adalah menghambat sintesisnya. Contohnya, nikel dan platina menghambat asam δ-aminolevulinat sintetase (ALAS), sehungga mengganggu sintesis hem, zat yang merupakan komponen penting bagi hemoglobin dan sitokrom ( Maines dan Kappas, 1977). Enzim dapat dilindungi dari logam toksik dengan pemberian “ zat pengkelat”, misalnya di merkaprol ( BAL), yang membentuk ikatan stabil dengan logam.

Logam Berat

Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densi tas lebih dari 5 gr/cm3 (Fardiaz, 1992). Hg mempunyai densitas 13,55 gr/cm3. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat

lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Waldchuk, 1984, di dalam Fardiaz, 1992).

Logam berat adalah unsur logam dengan molekul tinggi. Dalam kadar yang rendah sekalipun logam berat umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. (Notohadiprawiro,T.1993)

(9)

Logam berat jika sudah terserap kedalam tubuh akan menumpuk hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan. Kontaminasi logam berat ini dapat berasal dari faktor alam seperti kegiatan gunung berapi dan kebakaran hutan atau factor manusia seperti pembakaran minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses industry, kegiatan pertanian, peternakan dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga. (Putra.J.A.2006).

C. Kadmium

Dilaporkan kandungan kadmium (Cd) dalam air laut di dunia di bawah 20 ng/l. Variasi lain kandungan kadmium dari air hujan, freshwater dan air permukaan di perkotaan dan daerah industri, kadmium pada level 10–4000 ng/l tergantung pada spesifikasi lokasi atau saat pengukuran larutan kadmium (WHO 1992).

Kadmium masuk kedalam freshwater dari sumber yang berasal dari industri. Air sungai dan irigasi untuk pertanian yang mengandung kadmium akan terjadi penumpukan pada sedimen dan Lumpur. Sungai dapat mentrasport kadmium pada jarak sampai dengan 50 km dari sumbernya.

Kadmium dalam tanah bersumber dari alam dan sumber antropogenik. Yang berasal dari alam berasal dari batuan atau material lain seperti glacial dan alluvium. Kadmium dari tanah yang berasal dari antropogenik dari endapan penggunaan pupuk dan limbah. Sebagian besar kadmium dalam tanah berpengaruh pada pH, larutan material organic, logam yang mengandung oksida, tanah liat dan zat organik maupun anorganik. Rata-rata kadar kadmium alamiah dikerak bumi sebesar 0,1 -0,5 ppm.

Kadmium (Cd) ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama Friedric Strohmeyer pada tahun 1817. Logam Cd ini ditemukan dalam bebatuanCalamine (Seng Karbonat). Nama kadmium sendiri diambil dari nama latin dari “calamine” yaitu “Cadmia”.

(10)

seperti: OH, - COO-, -OPO3H-, -C=O,-SH, -S-S-, -NH2 dan NH yang dpat membentuk ikatan kompleks dengan logam.

Kadmium( Cd) merupakan logam yang ditemukan dalam endapan alam seperti bijih dan berikatan dengan unsur-unsur lainnya. Logam ini digunakan untuk pelapisan logam dan pengerjaan pelapisan termasuk peralatan transportasi, mesin, fotografi dan lain-lain.

Berdasarkan FAO/WHO, nilai ambang batas kadar logam kadmium yang diperbolehkan dalam tubuh hewan laut yang dapat dikonsumsi manusia yakni 0,1 ppm. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia No. 01-3548-1994 tentang maksimum cemaran logam pada makanan yang diperbolehkan untuk logam kadmium adalah sebesar 0,2 mg/kg (ppm). Apabila kadmium yang terkandung dalam makanan dikonsumsi terus menerus maka akan terakumulasi di berbagai jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan konsumen. Dampak tersebut berupa kerapuhan tulang dan resiko fraktur, kerusakan sistem reproduksi dan respirasi, anemia serta hipertensi (Palar, 2008).

Karakteristik Kadmium (Cd)

Kadmium (nama latin cadmia) adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48, berat atom 112,4, titik leleh 321oC, titik didih 767oC

dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3 (Widowati dkk, 2008).

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium Oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd Klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Oleh karena sifat-sifatnya, Cd banyak

dipakai sebagai stabilizer dalam pembuatan (polyvini & clorida). Cd didapat pada limbah berbagai jenis pertambangan logam yang tercampur Cd seperti Pb, dan Zn. Logam kadmium (Cd) biasanya selalu dalam bentuk campuran dengan logam lain terutama dalam pertambangan timah hitam dan seng (Darmono 1995). Dengan demikian, Cd dapat ditemukan di dalam perairan baik di dalam sedimen maupun di dalam penyediaan air minum.

Sumber Kadmium (Cd)

(11)

gabung yang tinggi terhadap sulfur (S), sehingga sumber cadmium dan song yang paling utama adalah mineral sulfida, dimana kandungan kadmium dalam mineral tersebut dapat mencapai 5% (Winter, 1982).

Keberadaan kadmium di alam berhubungan erat dangan hadirnya logam Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn, proses pemurniannya akan selalu memperoleh hasil samping kadmium yang terbuang dalam lingkungan (Palar, 2004).

Kadmium banyak digunakan untuk pelapisan logam, yang mutunya lebih baik daripada pelapis seng, walaupun harganya lebih mahal. Proses tersebut biasanya dilakukan dangan cara elektrolisis, pencelupan atau penyemprotan. Dari proses tersebut kemungkinan akan terbuang kadmium ke dalam alam lingkungan dan terbawa melalui air, serta udara, sehingga menyebar luas ke daerah pertanian dan permukiman, sehingga berpengaruh terhadap kehidupan tanaman, hewan maupun manusia melalui rantai pakan.

Masuknya Kadmium Kedalam Lingkungan

Kadmium merupakan zat kimia yang tidak dapat didegradasi di alam. Cadmium bebas berada di lingkungan dan akan tetap berada didalam sirkuasi atau udara. Cadmium yang berikatan dengan senyawa logam berat lainnya biasanya akan mempengaruhi pembentukannya di air.

Kadmium yang ada di air berasal dari berbagai proses yaitu cadmium masuk kedalam perairan karena adanya proses erosi tanah, pelapukan batuan induk. Cadmium lebih banyak masuk kedalam air karena kegiatan manusia seperti perindustrian dimana limbah hasil dari pabrik tersebut dibuang langsung kedalam perairan yang akan terakumulasi di dasar perairan yang membentuk sedimen.

Kadmium yang ada di dalam tanah dapat berasal dari alam dan antropogenik. Cadmium dapat masuk kedalam tanah karena adanya proses pelarutan batuan induk seperti batuan glasial dan alluvial. Manusia juga berkontribusi dalam proses masuknya cadmium kedalam lingkungan seperti penggunaan pupuk kimia, kotoran yang mengendap karena aktivitas manusia.

Sumber Kadmium yang Berasal dari Bensin

(12)

penggunaan minyak sebagai bahan bakar. Di samping itu daerah pertambangan seng, timbal maupun tembaga selalu mengandung kadmium sebagai bahan sampingan. Baik kadmium maupun seng mempunyai daya gabung yang tinggi terhadap sulfur, sehingga sumber kadmium dan seng yang paling utama adalah mineral sulfida, dimana kandunga kadmium dalam mineral tersebut dapa mencapai 5%. Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung kadmium sampai 0,5 ppm, batubara mengandung sampai 2 ppm, pupuk superpospatjuga mengandu kadmium bahkan ada yang sampai 170 ppm.

Metabolisme (Absorbsi, Distribusi dan Ekskresi) Kadmium dalam Tubuh

Kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara

b. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman

c. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar Kadmium d. Melalui rantai makanan

e. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium. Jalur Pemajanan Kadmium

A. Inhalasi

Paparan melalui inhalasi terutama terjadi di tempat kerja. Senyawa kadmium yang terhirup sebagai partikel baik sebagai asap dengan ukuran sangat kecil atau sebagai debu. Setelah paparan inhalasi, penyerapan senyawa kadmium sangat bervariasi dan tergantung ukuran partikel dan kelarutan kadmium tersebut. Besar partikel, debu (> 10 um diameter) cendrung masuk dan menembus ke dalam alveoli. Sementara senyawa kadmium terlarut (CdCl2 dan CdSO4 ) dapat mengalami penyerapan terbatas disbanding dengan partikel. Hanya sekitar 5% dari partikel 10 µm akan disimpan dalam alveoli dan akan diserap. Ukuran partikel merupakan penentu utama penyebab kadmium dalam paru-paru. (ATSDR, 2010) Pada manusia , 10-30% debu kadmium akan diserap, 25-50% akan diserap melalui asap rokok. Kadmium akan masuk melalui saluran pernapasan, diendapkan pada mukosa nasofaring, trakea, bronkus kemudian akan masuk lagi ke alveoli dan alveoli akan diserap oleh darah (widiowati, 2008).

B. Oral

(13)

ug/hari. Penyerapan kadmium dari saluran pencernaan biasanya sekitar 5%. Penyerapan dipengaruhi faktor yaitu :

1. Umur

Pada dewasa 2 kali lebih cepat dari anak-anak. Sebagai racun kumulatif, kadmium meningkatkan beban tubuh.

2. Jenis Kelamin

Perempuan memiliki kandungan kadmium lebih tinggi dari laki-laki. 3. Merokok

Perokok memiliki kadar kadmium lebih tinggi dari bukan perokok karena: a. Rokok berisi 2,0 mg kadmium, 2-10% dari yang ditransfer asap utama

b. Kadmium asap rokok utama , hampir 50% diserap paru-paru ke sirkulasi sistemik selama merokok aktif.

c. Perokok biasanya memiliki darah kadmium dan beban tubuh lebih dari dua kali lipat yang tidak merokok

4. Status Gizi

Status gizi lebih rendah lebih mudah terpapar setelah pemaparan oral Kadmium.

C. Kulit

Penyerapan kadmium melalui kulit sangat rendah sekitar 0.5%. kontak dengan kulit akan semakin parah bila terpapar selama beberapa jam atau lebih (ATSDR)

Waktu Paruh dalam Tubuh

Kadmium memiliki banyak efek diantaranya kerusakan ginjal dan karsiogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu paruh dari kadmium dalam lingkungan adalah 10-30 tahun sedangkan waktu paruh kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan. Kadmium bisa juga menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian tulang belakang, tulang kaki) dan bittlebones (kerusakan tulang) (Lentech, 2010).

D. Efek Kadmium Terhadap Kesehatan 1. Efek Kadmium terhadap Hepar

(14)

(-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas kadmium (Cd) disebabkan oleh interaksi antara kadmium (Cd) dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh (Darmono, 2001).

2. Efek Kadmium terhadap Tulang

Efek keracunan kadmium (Cd) juga dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang. Gejala rasa sakit pada tulang sehingga menyulitkan untuk berjalan. Terjadi pada pekerja yang bekerja pada industri yang menggunakan kadmium (Cd). Penyakit tersebut dinamakan “itai-itai”. (Palar, 2004).

3. Efek Kadmium terhadap Paru-Paru

a. Emphysema, yaitu penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. (Palar, 2004).

b. Edema, yaitu pembengkakan yang diakibatkan kelebihan cairan di dalam tubuh (Palar, 2004)

4. Efek Kadmium (Cd) Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh kadmium (Cd) juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organya. Pada konsentrasi tertentu kadmium (Cd) dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar oleh uap logam kadmium (Cd) dapat mengakibatkan impotensi. (Palar, 2004).

5. Efek Kadmium (Cd) Terhadap Ginjal

Logam kadmium (Cd) dapat menimbulkan gangguan dan bahkan mampu menimbulkan kerusakan pada sistem yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat terjadi pada tubulus tubulus ginjal. Petunjuk kerusakan yang dapat terjadi pada ginjal akibat logam kadmium (Cd) yaitu terjadinya asam amniouria dan glokosuria, dan ketidaknormalan kandungan asam urat kalsium dan fosfor dalam urin (Palar, 2004).

6. Efek Kadmium terhadap Pankreas

(15)

Hipertrofi ventrikular adalah membesarnya ukuran ventrikel jantung. Perubahan ini sangat baik untuk kesehatan jika merupakan respon atas latihan aerobik, akan tetapi hipertropi ventrikular juga dapat muncul akibat penyakit seperti tekanan darah tinggi. (Palar, 2004).

E.Kerangka Teori

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, maka variabel independen yang akan di teliti oleh peneliti adalah : usia pekerja, masa kerja, perilaku merokok, pemakaian APD. Sedangkan variabel lainnya yang terdapat dalam kerangka teori tidak diikutsertakan dalam penelitian ini seperti

TEL,

Cd dalam darah Cd dalam urin

Cd dalam feses

(16)

dosis,lama paparan, pengetahuan, kelangsungan paparan, dan jalur pemaparan disebabkan keterbatasan penelitian. Sedangkan variabel diet dan jenis kelamin tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui mayoritas responden memiliki karakteristik jenis kelamin mayoritas laki-laki (homogen) dan tidak dalam keadaan melakukan diet makanan. Maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

(17)

urin pekerja sectional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin pada pekerja SPBU di Jabodetabek tahun 2014

(18)

penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model point time yang diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Praktinya dalam Andri, 2010)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa SPBU di Jabodetabek pada bulan Juni 2014, termasuk dalam pengumpulan data primer, pengolahan seta penyajian data. Uji Coba kuesioner dilakukan di beberapa SPBU di Jabodetabek dan pengujian Urine di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

C. Populasi dan Sampel Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu pada pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek namun jumlah populasi tidak diketahui.

Sampel

Penelitian menggunakan non probability sampling karena waktu penelitian yang singkat dan tidak diketahui jumlah populasi karyawan SPBU di Jabodetabek sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 48 orang dengan 48 sample urine dengan kriteria inklusi karyawan bersedia menjadi responden penelitian.

D. Alat dan Cara Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan pengambilan sampel urine pada setiap responden dan didapat sebanyak 48 sebagai objek penelitian.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan cara :

a. Data Primer

Data yang didapat dengan melakukan penyebaran kuesioner dan analisis laboratorium. b. Data Sekunder

(19)

E. Metode Analisis

Analisi data dalam penelitian ini adalah univariat dan untuk sampel urine diperiksa konsentrasi kadmiumnya dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) di Laboratorium Health Enviromental (LHE). Hasil yang diperoleh dioleh dengan menggunakan SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, kemudian dinarasikan. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Coding

Yaitu proses pemberian kode pada jawaban kuesioner untuk memudahkan data ketika dimasukkan ke dalam komputer. Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.

2. Editing

Yaitu menyunting data yang akan dimasukkan dan mengidentifikasi kembali variabel pertanyaan yang belum dicoding serta melihat kelengkapan, kejelasan, relevan dan konsistensi jawaban sebelum dientry.

3. Entry data

Yaitu proses mengentry data dari kuesioner ke daalm komputer dengan menggunakan bantuan program komputer setelah semua jawaban kuesioner diberikan kode serta

(20)

1. Analisis Univariat

a. Gamabaran Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU Di Beberapa beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Tabel 2

Dsitribusi Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja Di Beberapa beberapa wilayah Jabodetabek 2014

No Rata-rata kadar Kadmium (Cd) Urin

Jumlah Persentase (100%)

1. >0,00001486 33 68.8

2. ≤ 0,00001486 15 31.2

Total 48 100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi kadar kadmium (Cd) dalam urin pada pekerja SPBU di beberapa beberapa wilayah Jabodetabek yaitu tidak ada pekerja SPBU yang memiliki kadar kadmium melebihi 0,1 mg/mL. Namun berdasarkan rata-rata yang didapat dari uji statistik diatas didapatkan bahwa pekerja yang memiliki kadar kadmium (Cd) dalam urin melebihi 0,00001486 mg/mL yakni 33 pekerja (68.8%), sedangkan pekerja yang memiliki kadar kadmium (Cd) urin ≤ 0,00001486 sebanyak 15 pekerja (31.2%)

b. Gambaran Usia Pekerja SPBU di Beberapa beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Tabel 3

Distribusi Usia Pekerja SPBU di Beberapa beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Kelompok Usia Jumlah Persentase (%)

>28 tahun 10 20.8

≤ 28 tahun 38 79.2

(21)

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi usia pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek yaitu yang memiliki usia > 28 tahun sebanyak 10 pekerja (20.8%). Dibandingkan dengan operator yang memiliki usia ≤ 28 tahun sebanyak 38 pekerja (79.2%).

c. Gambaran Masa Kerja Pekerja SPBU di Beberapa Wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Tabel 4

Distribusi Masa Kerja Pekerja SPBU di Beberapa beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014 Masa Kerja Frekuensi Persentase

(%)

≥ 4 tahun 10 22.2

< 4 tahun 35 77.8

Total 45 100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi masa kerja pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek yaitu yang memiliki masa kerja ≥ 4 tahun sebanyak 10 pekerja (22.2%%), dibandingkan dengan operator yang memiliki masa kerja < 4 bulan sebanyak 35 pekerja (77.8%).

d. Gambaran Perilaku Merokok Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Tabel 5

Distribusi perilaku merokok pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Perilaku Merokok

Frekuensi Persentase (%)

Ya 19 41,3

Tidak 27 58,7

(22)

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi perilaku merokok pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek yaitu pekerja yang memiliki perilaku merokok sebanyak 19 pekerja (41.3%), sedangkan pekerja yang tidak memiliki perilaku merokok sebanyak 27 (58.7%).

e. Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker Pekerja SPBU Di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Tabel 6

Distribusi Perilaku Penggunaan APD Berupa Masker Pekerja SPBU Di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Penggunaan APD Frekuensi Persentase (%)

Tidak 35 76.1

Ya 11 23.9

Total 46 100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa masker pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek yaitu pekerja yang menggunakan masker saat bekerja sebanyak 11 pekerja (23.9%), sedangkan pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) masker saat bekerja sebanyak 35 pekerja (76.1%).

f. Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) berupa sarung tangan Pekerja SPBU Di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

Tabel 6

Distribusi Perilaku Penggunaan APD Berupa sarung tangan Pekerja SPBU Di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014

(23)

tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) sarung tangan saat bekerja sebanyak 43 pekerja (91.5%).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Usia Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014

Tabel 7

(24)

Kadar Cd di urin

Total OR 95% CI P.value Variabel Kategori >1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

Usia > 28 tahun 7 3 10

1,077 1,000 70.0% 30.0% 100.0%

≤ 28 tahun 26 12 38

68.4% 31.6% 100.0%

Total 33 15 48

68.8% 31.2% 100.0%

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa hubungan antara usia pekerja dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang memiliki usia > 28 ada 7 operator (70,0%) dari 10 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5 . Dari hasil uji statistik, pada tingkat

kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue =1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden usianya > 28 tahun dengan responden yang usianya ≤28 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan kadar Cd dalam urin).

b. Hubungan Masa Kerja Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014

Tabel 7

(25)

Kadar Cd di urin

Total OR 95% CI P.value Variabel Kategori >1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

Masa Kerja ≥ 4 tahun 5 5 10

0,296 0,124 50.0% 50.0% 100.0%

< 4 tahun 27 8 35

77.1% 22.9% 100.0%

Total 32 13 45

71.1% 28.9% 100.0%

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa analisis hubungan antara masa kerja dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun ada 5 operator (50,0%) dari 10 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada

tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue =0,124. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun dengan responden yang masa kerjanya < 4 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kadar Cd di urin).

c. Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014

Tabel 8

(26)

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara perilaku merokok dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang merokok ada 13 operator (68,4%) dari 19 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai

Pvalue = 1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang merokok dengan responden yang tidak merokok (tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan kadar Cd di urin).

d. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Berupa Masker Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada tahun 2014

Kadar Cd di urin

Total OR 95% CI P.value Variabel Kategori >1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

merokok Ya 13 6 19

1,083 1,000 68.4% 31.6% 100.0%

Tidak 18 9 27

66.7% 33.3% 100.0%

Total 31 15 46

(27)

Kadar Cd di urin

Total OR 95% CI P. Value Variabel Kategori >1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

Pengunaan Masker

Tidak 25 10 35

1,429 0,713 71.4% 28.6% 100.0%

Ya 7 4 11

63.6% 36.4% 100.0%

Total 32 14 46

69.6% 30.4% 100.0%

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penggunaan masker dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang tidak menggunakan masker ada 25 operator (71,4%) dari 35 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari hasil uji statistik, pada tingkat

kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue = 0,713. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang menggunakan masker dengan responden yang tidak menggunakan masker (tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan masker dengan kadar Cd di urin).

(28)

Kadar Cd di urin

Total OR 95% CI P.value Variabel Kategori >1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

Penggunaan Sarung Tangan

Tidak 30 13 43

2,308 0,583

69.8% 30.2% 100.0%

Ya 2 2 4

50.0% 50.0% 100.0%

Total 32 15 47

68.1% 31.9% 100.0%

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penggunaan sarung tangan dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang tidak menggunakan sarung tangan ada 30 operator (69,8%) dari 43 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari hasil uji

statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue = 0,583. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang menggunakan sarung tangan dengan responden yang tidak menggunakan sarung tangan (tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kadar Cd di urin).

B. Pembahasan

(29)

Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kadmium (Cd) dalam Urin pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014, data yang dikumpulkan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner dan analisis Atomic Absorption Spectrophotometry ( AAS ).

Terdapat beberapa keterbatasan dalam hal ini, yaitu :

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak terdapat menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, secara efektif dari segi waktu dan biaya

2. Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh kejujuran pekerja dalam menjawab pertanyaan dari variabel yang diteliti, sehingga benar-benar dapat menunjukkan hubungan yang sebenarnya terhadap kadar kadmium (Cd) dalam urin pada pekerja SPBU

3. Pada penelitian ini peneliti hanya melihat faktor individu pekerja saja karena keterbatasan penelitian untuk melakukan pemeriksaan lingkungan kerja, sehingga tidak dapat diketahui hubungannya dengan faktor lingkungan kerja

4. Keterbatasan sampel penelitian, karena yang dijadikan sampel adalah pekerja yang ingin diperiksa urinnya saja, sehingga sampe penelitian ini adalah sampel jenuh

5. Keterbatasan dalam penelitian ini, data yang didapat dari hasil kuesioner banyak memiliki mising sehingga sebenarnya penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk dianalisis dan kuesioner yang tidak valid dan realiabel.

(30)

Cadmium yang berada pada tubuh petugas SPBU didapatkan dari bebarapa sumber dianataranya adalah hasil pembakaran bahan bakara kendaraan bermotor ataupun kontak langsung dengan bahan bakar yang ada seperti bensin, premium ataupun pertamax. Kadar cadmium yang ada paa tubuh pekerja dapat diketahui dengan hasil analisis pada urin, darah ataupun rambut. Beberapa teori menyebutkan bahwa terdapat beberapa hasil yang mempengaruhi kadar Cd dalamtubuh diantaranya adalah faktor individu dan faktor pekerjaan. Penganalisaan urin untuk mengetahui kadar cadmium dapat menggunakan metode AAS. Berdasarkan hasil analisis urin dengan AAS diketahui bahwa sebenarnya kadar cadmium pada petugas SPBU tidak melebihi nilai ambang batas (nab) yang ditetapkan oleh FAO ataupun WHO. Berdasarkan FAO/WHO, nilai ambang batas kadar logam kadmium yang diperbolehkan dalam tubuh hewan laut yang dapat dikonsumsi manusia yakni 0,1 ppm. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia No. 01-3548-1994 tentang maksimum cemaran logam pada makanan yang diperbolehkan untuk logam kadmium adalah sebesar 0,2 mg/kg (ppm). Apabila kadmium yang terkandung dalam makanan dikonsumsi terus menerus maka akan terakumulasi di berbagai jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan konsumen. Dampak tersebut berupa kerapuhan tulang dan resiko fraktur, kerusakan sistem reproduksi dan respirasi, anemia serta hipertensi (Palar, 2008).

Kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu: f. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara

g. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman

h. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar Kadmium i. Melalui rantai makanan

j. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium.

(31)

pekerja saat bekerja. Namun penanganan dari pihak managemen SPBU terkait kegiatan kerja yang dilakukan oleh para pekerja masih harus diperkuat baik dari penyediaan alat pelindung agar pekerja tidak terpapar secara langsung, kebutuhan gizi untuk menyeimbangi pekerjaan seperti pemberian susu serta pemantauan seluruh proses dan program yang dilaksanakan agar pekerja yang saat ini tidak tercemar kadmium dilihat dari kadar kadmium dalam urin selalu memiliki status kesehatan yang baik agar dapat terciptanya peningkatan derajat kesehatan pekerja.

Hubungan usia dengan kadar kadmium dalam urin

Umur merupakan salah satu variabel yang diduga berhubungan dengan kadar kadmium (Cd)dalam urin pada pekerja SPBU di beberapa beberapa beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014. Pada usia muda pada umumnya lebih peka terhadap aktivitas kadmium (Cd), hal ini berhubungan dengan perkembangan organ dan fungsinya yang belum sempurna. Sedangkan pada usia tua kepekaannya lebih tinggi dari rata-rata orang dewasa, biasanya karena aktivitas enzim biotransformase berkurang dengan bertambahnya umur dan daya tahan organ tertentu berkurang terhadap efek kadmium (Cd). Pada tabel 3 diketahui bahwa hubungan antara usia pekerja dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang memiliki usia > 28 ada 7 operator (70,0%) dari 10 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5 . Dari hasil uji statistik, pada

tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue =1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden usianya > 28 tahun dengan responden yang usianya ≤28 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan kadar Cd dalam urin).

Hubungan masa kerja dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin

(32)

pekerja SPBU bekerja ≥ 48 bulan sebanyak 35 pekerja (72,9%). Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa analisis hubungan antara masa kerja dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun ada 5 operator (50,0%) dari 10 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai

Pvalue =0,124. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun dengan responden yang masa kerjanya < 4 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kadar Cd di urin).

Hubungan perilaku merokok dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin

Rokok merupakan bahan yang dapat merugikan manusia dari berbagai faktor diantaranya adalah kesehatan, ekonomi, dan kecerdasan pada anak usia sekolah. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tobacum, Nicotiana rustica, dan bahan tambahan (PP NO. 81,1999). Berdasarkan tabel 5 didapatkan distribusi hubungan antara perilaku merokok dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang merokok ada 13 operator (68,4%) dari 19 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai

Pvalue = 1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang merokok dengan responden yang tidak merokok (tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan kadar Cd di urin).

Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan kadar Kadmium (Cd) dalam urin

Berbagai jenis alat pelindung diri dalam pencegahan paparan zat toksik harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan, kondisi lingkungan, faktor agen, pemakaian dan waktu berlakunya. Dalam menjalankan pekerjaanya seorang pekerja SPBU dapat menggunakan beberapa APD yang diantaranyamasker, sarung tangan dan topi untuk menghindari paparan kadar kadmium (Cd) ketika bekerja

Berdasarkan tabel 6 didapatkan distribusi perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek yaitu responden yang tidak menggunakan masker ada 25 operator (71,4%) dari 35 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5, dan di antara

(33)

yang kadar Cd >1486 x 10-5. . Dari hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai

Pvalue = 0,713. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang menggunakan masker dengan responden yang tidak menggunakan masker (tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan masker dengan kadar Cd di urin). Dari hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue = 0,583. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang menggunakan sarung tangan dengan responden yang tidak menggunakan sarung tangan (tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kadar Cd di urin).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

(34)

1. Gambaran kadar kadmium (Cd) dalam urin pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014 bahwa tidak ada pekerja yang memiliki kadar kadmium dalam urin melebihi ambang batas yaitu 0.1 mg/mL.

2. Gambaran usia pada pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014 bahwa yang memiliki usia > 28 tahun sebanyak 10 pekerja (20.8%)

3. Gambaran masa kerja pada pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014 bahwa 10 pekerja (22.2%) memiliki masa kerja ≥ 4 tahun

4. Gambaran perilaku merokok pada pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014 bahwa sebanyak 19 pekerja (41.3%) memiliki perilaku merokok

5. Gambaran pekerja penggunaan alat pelindung diri (APD) pekerja SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014 bahwa sebanyak 35 pekerja (76.1%) yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) masker saat bekerja dan sebanyak 43 pekerja (91.5%) tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) sarung tangan saat bekerja

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji statistik bivariat dengan uji Chi Square antara variabel dependent dan independent maka diketahui bahwa :

1. Hubungan antara variabel usia dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin diketahui tidak ada hubungan yang signifikan dengan melihat Pvalue sebesar 1,000

2. Hubungan antara variabel masa kerja dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin diketahui tidak ada hubungan yang signifikan dengan melihat Pvalue sebesar 0,124

(35)

4. Hubungan antara vairabel penggunaan APD masker dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin diketahui tidak ada hubungan yang signifikan dengan melihat Pvalue sebesar 0,713

5. Hubungan antara vairabel penggunaan APD masker dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin diketahui tidak ada hubungan yang signifikan dengan melihat Pvalue sebesar 0,583

B. SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka terdapat beberapa saran yang terkait dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin yaitu :

1. Bagi Manajemen SPBU

a. Perlu dilakukannya pemeriksaan urin secara berkala untuk selalu mengetahui kondisi kesehatan pekerja agar dapat mencegah resiko kadmium (Cd) terhadap tubuh pekerja

b. Perlu diberikannya minuman tinggi kalsium untuk membantu mencegah dan mengurangi kadar kadmium (Cd) dalam tubuh pekerja.

2. Bagi pekerja

a. Perlu diperhatikannya posisi tubuh saat melayani yaitu posisi tubuh saat pengisian berlawanan arah dengan arah datangnya angin agar uap bensin yang mengandung kadmium (Cd) tidak terhirup, serta menjaga kebersihan personal agar dapat mengurangi penyerapan kadar kadmium (Cd) ke dalam tubuh, contohnya seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja serta sebelum dan sesudah makan.

(36)

3. Bagi peneliti

Dalam peneliian yang dilakukan oleh peneliti masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dalam penelitian sehingga ada beberapa hal yang perlu disempurnakan dalam penelitian selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Titin. 2010. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan Dan Dampaknya Pada ` Kesehatan. Teknubuga Volume 2 No 2

(37)

ANALISIS LOGAM BERAT CADMIUM(Cd),CUPRUM(Cu),CROMIUM(Cr),FERRUM - Chapter II.pdf , diakses dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27896/4/Chapter Analisis Rambut untuk Mendeteksi Kandungan Logam Berat dalam Tubuh

-T05_K04_DraftProposal_PenelitianVer04.pdf :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21396/5/Chapter%20I.pdf

Belawan Secara Spektofotometer Serapan Atom. Medan : Jurusan Kimia FMIPA USU BSNI. 2009. Batas Maksimum Camaran Logam Berat Dalam Pangan.

Budiarto, Eko. Metodologi Penelitian Kedokteran. 2002. Jakarta: EGC Lisha Ruqayyah. 2013. Toksikologi Lingkungan. Diakses dari :

http://lisharuqayyah.blogspot.com/2013/06/toksiologi-lingkungan.html

Mukono. 2009. Efek Gas Terhadap Kesehatan Lingkungan. Universitas Airlangga. Diakses dari : http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/efek-gas-terhadap-kesehatan-lingkungan/ http://old.analytical.chem.itb.ac.id/coursesdata/37/moddata/assignment/5/945/T05_K04_DraftPr oposal_PenelitianVer04.pdf

(38)

Gambar

Tabel 1NoVARIABELDEFINISI
Tabel 2
Tabel 4
Tabel 6
+3

Referensi

Dokumen terkait

Lloyd sangat bersimpati pada kebutuhan pekerja untuk beristirahat “kita semua telah bekerja pembongkaran di sini,” katanya, tapi cepat menjepit pada orang-orang yang tidak sah..

Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional Studi yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian musculoskeletal disorders pada

Terdapat hubungan yang signifikan konsentrasi dengan hasil penalty stroke pada permainan hoki field, bahwa korelasi antara konsenrasi dengan penalty stroke

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

[r]