• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahzab dan Pemikiran Islam talfiq dll

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mahzab dan Pemikiran Islam talfiq dll"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MAZHAB DAN PEMIKIRAN ISLAM

Disusun Oleh

:

1. Alfian Heru Prastianto (5302410029)

2. Riska Nur Fidiastuti

(4112310006)

3. Siti Barokah

(4311410005)

4. Areni Yulitawati S.

(2101410138)

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Mahasiswa merupakan generasi yang dianggap penting peranannya dalam

membangun sebuah kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam hal ini,

mahasiswa sebagai golongan terpelajar diharapkan sanggup membawa perubahan

dalam lingkungannya, sehingga peradaban dalam masyarakat akan lebih maju.

Perubahan dan perkembangan tidak hanya pada bidang politik, budaya,

pendidikan. Namun juga perubahan-perubahan yang sanggup mendasari sebuah

insan untuk bisa bertindak dan berfikir lebih maju dan rasional. Dalam hal tersebut,

yang mendasarinya tak lain adalah ilmu agama.

Sangatlah penting ilmu agama bagi para setiap insan. Ilmu agama yang

mendasari sikap dan perilaku seseorang. Namun, apa jadinya bila seseorang tidak

(3)

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian mazhab menurut hukum Islam?

2. Apakah yang dimaksud dengan Taqlid?

3. Siapa saja orang-orang yang diharuskan Taqlid?

4. Apakah pengertian Talfiq?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Masalah Mazhab

Mazhab artinya jalan. Dalam masalah agama sering disebut aliran.

Sebenarnya banyak sekali aliran dan mazhab yang dikenal dalam sejarah Islam.

Sejak masa sahabat dan munculnya perbedaan pendapat dalam masalah cabang

agama, setiap pendapat lalu disebut dengan istilah mazhab.

Sampai sekitar pertengahan abad keempat, ada sekitar 13 mazhab

terkenal yang pendapat mereka dikodifikasikan oleh para pengikut mereka,

termasuk di dalamnya mazhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.

Selanjutnya mazhab empat tersebut yang paling populer di kalangan

umat Islam sunni, serta mendapatkan perhatian intelektual yang sangat besar dari

para pengikutnya.

Mazhab selain mazhab empat yang juga cukup populer dan benyak

pengikutnya adalah Dawud al-Zahiri, Zainul Abidin (dari syiah), Ja'far Shadiq dan

(5)

Sebenarnya tidak ada keharusan bermazhab dalam agama, demikian juga

tidak ada keharusan mengikuti mazhab empat. Yang menjadi kewajiban adalah

mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah dan dalil-dalil lainnya secara benar.

Bagi orang awam bermazhab adalah semata untuk memudahkan mereka

mengikuti ajaran agama, sebab mereka tidak perlu lagi mencari setiap

permasalahan dari sumber aslinya yaitu Al-Qur'an, hadist, ijma', dll., namun

mereka cukup membaca ringkasan tata cara beribadah dari mazhab-mazhab

tersebut.

Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya beragama bagi orang awam, bila harus

mempelajari semua ajaran agamanya melalui Al-Qur'an dan Hadist. Betapa

beratnya beragama bila semua orang harus berijtihad.

Pada zaman sekarang ini, pengaruh mazhab ini sedemikian populer dan kuat

di kalangan umat Islam, sehingga tidak satu komunitas pun yang sebenarnya bebas

mazhab. Ini karena agama yang dianut oleh komunitas tertentu sudah pasti diambil

atau dipengaruhi oleh salah satu mazhab yang ada.

Contohnya dalam masyarakat kita Indonesia, meskipun ada yang mengklaim

tidak menggunakan mazhab, namun dalam praktiknya tetap saja secara ritual dan

tata cara beribadah masyarakat kita cenderung mengikuti mazhab syafi'i, karena

(6)

Arabia juga demikian, meskipun diklaim tidak bermazhab, namun praktiknya

mereka menerapkan mazhab Hanbali, karena masyarakatnya mengenal Islam

melalui mazhab Hanbali.

Dalam ilmu usuhul fiqh, terdapat istilah penting yang berkaitan dengan

(7)

B. Taqlid

Taqlid adalah mengambil pendapat ulama dengan tanpa mengetahui

dalilnya. Mengambil satu hukum dengan referensi empat madzhab atau lainnya

dengan tanpa mempelajari dalilnya, termasuk taqlid.

Taqlid boleh dilakukan oleh orang yang pengetahuan agamanya terbatas,

sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk bisa mengakses dalil-dalil yang ada.

Taqlid boleh dilakukan hanya kepada ulama-ulama yang benar-benar mengetahui

ilmu-ilmu agama, dan taqlid yang terbaik adalah dengan disertai memperlajari

dalil-dalil dari pendapat yang diikutinya. Taqlid buta, meskipun ia tahu itu

bertentangan dengan dalil yang ia ketahui, atau taqlid dengan fanatik, sehingga

merasa benar sendiri, sangat dicela dalam agama.

Bidang yang diperbolehkan taqlid, menurut sebagian besar ulama, secara

teoritis, adalah furu' (cabang-cabang fiqh), sedangkah masalah tauhid (keyakinan)

tidak boleh taqlid. Namun kalau dikaji secara empiris, tentu sulit untuk

menerapkan ketentuan seperti itu. Masyarakat yang pengetahuannya terbatas dalam

bidang apapun, pasti akan cenderung melakukan taqlid.

Bertaqlid kepada salah satu dari empat madzhab fiqh merupakan tindakan

(8)

bahwa madzhab yang dianutnya adalah yang terbaik bagi dirinya, artinya dari

pertimbangan memperkecil keraguannya. Namun fanatik dengan madzhab yang

dianutnya merupakan perbuatan tercela, karena ini berarti menganggap madzhab

lain salah.

Muqallid harus tetap berkeyakinan bahwa di sana ada pendapat lain yang

mungkin layak juga untuk dipakai.

Keuntungan dari menggunakan satu madzhab adalah dari aspek simplifikasi

pengajaran. Orang awam tentu akan lebih mudah belajar dan diajari dengan

pendekatan satu madzhab, karena ini tidak membingungkan.

Kerugiannya, antara lain: terkadang taqlid dengan satu madzhab bisa

merangsang fanatisme madzhab, apalagi pada kalangan awam yang tidak diberi

wawasan agama yang baik.

Terkadang taqlid kepada satu madzhab juga memperberat penerapan hukum,

apalagi bila kondisi tidak memungkinkan.

Sebagian besar ulama berpendapat tidak ada ketentuan yang mewajibkan

bertaqlid kepada satu imam saja, namun boleh kepada imam lain yang diyakininya

benar. Pendapat ini juga dipakai oleh para ulama terkemuka saat ini, karena

(9)

Adapun dalam pengertian istilah Taqlid ialah mengikuti pendapat orang lain

yang merupakan hasil ijtihad karena tidak mengerti dalil-dalil atas sebuah

persoalan. Pengertian ini terjadi;

Pertama, Taqlid ialah mengambil pendapat orang lain atas dasar ijtihad. Adapun mengambil dalil dari Al-Quran, Hadits, dan ijma tidak dikatakan Taqlid,

tetapi Ittiba namanya. Sedangkan yang dimakud dengan pendapat lain adalah hasil

ijtihad dari seorang imam mujtahid.

Kedua, taqlid itu terjadi karena tidak mengerti dasar atau dalil dari suatu peristiwa atau kejadian. Sebab secara umum muqallid (orang yang bertaqlid) ialah

orang bodoh yang tidak mampu dan tidak mempunyai pandangan dalam suatu

dalil. Bila seseorang mampu memberikan pandangan yang dapat menunjukkan

dasar-dasarnya dengan cara mengambil pendapat orang lain, serta mampu

menjelasakan dengan benar, ini tidak disebut taqlid, tetapi disebut tarjih dan

ikhtiar. Sebaliknya, bila seseorang mengambil pendapat oranglain tanpa

mendasarinya dengan dalil, meskipun ia mampu mengeluarkan pendapatnya yang

demikian disebut taqlid juga, sebab tidak ada alasan atas kemampuan hujjahnya

(10)

Ketiga, taqlid itu terbatas pada soal ijtihad, artinya sesuatu yang mubah dalam ijtihad dari berbagai masalah, maka yang demikian dibolehkan taqlid,

namun sesuatu yang haram dalam ijtihad haram pula ada taqlid didalamnya.

Keempat, orang yang bertaqlid hendaknya mengikuti imam mujtahid dalam hasil ijtihadnya, bukan untuk menguatkan, membenarkan atau menyalahkan.

Karena yang namanya Mukhalid itu tidak mampu atas hal itu. Yang demikian

boleh disebut taqlid yang mengikutkan, seolah-olah mukhalid meletakkan

persoalannya kepada seorang mujtahid, sama halnya sebuah kalung yang

dikalungkan perempuan di atas lehernya.

Taqlid dapat terjadi dalam dua tempat :

Pertama : seorang yang taqlid (muqollid) adalah orang awam yang tidak mampu mengetahui hukum (yakni ber-istimbath dan istidlal) dengan

kemampuannya sendiri, maka wajib baginya taqlid.

Kedua : terjadi pada seorang mujtahid suatu kejadian yang ia harus segera memutuskan suatu masalah, sedangkan ia tidak bisa melakukan penelitian maka

ketika itu ia boleh taqlid. Sebagian ‘ulama mensyaratkan untuk bolehnya taqlid:

hendaknya masalahnya (yang ditaqlidi) bukan dalam ushuluddin (pokok

(11)

masalah aqidah wajib untuk diyakini dengan pasti, dan taqlid hanya memberi

faidah dzonn (persangkaan).

Taqlid yang diperbolehkan harus memenuhi beberapa syarat :

1. Orang yang bertaqlid benar-benar bodoh tidak mampu memahami

hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya

2. Bertaqlid kepada orang yang diketahui memiliki ilmu ijtihad dan mujtahid

dari ahli agama dan ahli kebajikan.

3. Bagi mukhalid tidak perlu dijelaskan dan ditampakkan dalil atau pendapat

lain yang lebih kuat diluar yang diikutinya.

4. Materi taqlid tidak boleh bertentangan dengan nash-nash syar’i atau

bertentangan dengan kepentingan umat.

5. Seorang mukhalid tidak boleh menekankan pada mazhab tertentu dalam

berbagai masalah tetapi berjalan diatas kebenaran.

Adapun taqlid yang dilarang diantaranya :

1. Bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits

2. Bertaqlid kepada orang yang tidak mengerti kondisi orang yang bertaqlid

3. Taqlid terhadap pendapat yang bertentangan dengan firman dan sabda

Rasul-Nya

4. Taqlid tidak boleh setelah ada ketegasan yang benar dan mengetahui

(12)

5. Taqlidnya seorang mujtahid yang mampu melakukan ijtihad dan keleluasaan

waktu, meskipun tidak ada kebutuhan

6. Taqlidnya seorang mujtahid yang nyata kebenaran semua hasil ijtihadnya

Taqlid dibagi menjadi dua :

1. Taqlid A’ma (buta), yaitu menerima pendapat mentah-mentah.

2. Taqlid ’Alim Ghairu Mujtahidin, yaitu orang pandai yang belum sampai

pada tingkatan mujtahid.

(13)

Permasalahan taqlid yang telah mengundang polemik ulama dari

rentang waktu yang cukup panjang, pada sekitar abad ke-10 hijriyah

telah mengantarkan kepada gagasan pembatasan taqlid, yaitu dengan

konsep talfiq.

Mereka mengatakan bahwa taqlid sah apabila tidak mengantarkan

kepada talfiq. Talfiq didefinisikan: mencetuskan hukum dengan

mengkombinasikan berbagai madzhab, sehingga hukum tersebut

menjadi sama sekali baru, tidak ada seorang ulama pun yang

mengatakannya.

Mencampur-campur madzhab dengan sengaja dan mencetuskan

hukum baru yang sama sekali tidak ada dalilnya, itulah yang lebih tepat

disebut talfiq yang dicela agama. Adapun berpindah madzhab dalam satu

masalah agama dengan berlandasan kepada dalil atau karena kondisi

tertentu, tidak lah termasuk talfiq.

Dalam menggunakan pendapat madzhab yang berbeda-beda yang

(14)

1. Tidak dengan sengaja mencari-cari yang mudah (sengaja mencari

enaknya) dengan tujuan mempermainkan agama, apalagi yang

mengantarkan kapada hukum baru yang sama sekali tidak

dikatakan oleh salah seorang ulama. Misalnya mengambil

pendapat yang mengatakan boleh nikah tanpa wali, kemudian

mengambil pendapat kedua yang mengatakan boleh nikah tanpa

saksi, kemudian mengambil pendapat ketiga yang mengatakan sah

nikah tanpa mahar, lalu mencetuskan pendapat "boleh nikah tanpa

wali, saksi dan mahar". Pendapat ini tidak ada seorang pun ulama

yang mengatakannya.

2. Tidak mengantarkan kepada pendapat baru yang sama sekali

bertentangan dengan dalil.

3. Tidak memaksakan diri menggunakan pendapat yang telah

diketahui atau diyakini kelemahnya.

4. Tidak boleh dalam satu ibadah, misalnya dalam wudlu mengambil

mazhab Syafi'i dalam mengusap sebagain kepala, kemudian

(15)

kemaluan, padahal tanpa mengetahui dalil masing-masing dan

hanya bermazhab buta atau taqlid.

Talfiq seperti yang dijelaskan diatas dilarang oleh agama karena

dimungkinkan terjadinya plinplannya hukum atau yang disebut

Tatabbu Al-Rukhshah (mencari yang gampang-gampang) tidak

memanjakan umat Islam, untuk mengambil yang ringan-ringan saja.

Sehingga terhindar dari tala’ub (main-main) dalam hukum agama.

Talfiq ini sangat berbeda dengan tanaqul (berpindah-pindah

mazhab) atas dasar mudarat atau musyaqqah syar’i, misalnya karena

sangat susah untuk menjaga kesucian wudlu ketika melakukan thawaf

di Masjidil Haram yang menurut imam Syafi’i, menyentuh kulit

perempuan membatalkan wudlu, maka seseorang dibolehkan tanaqul

menggunakan mazhab Hanafi menyentuh kulit perempuan tidak

membatalkan wudlu. Dan hukum itu tetap orientasinya menjaga

agama, menjaga akal, menjaga jiwa, menjaga keturunan, menjaga

(16)

ANALISIS

Masalah Mazhab; menurut kelompok kami Mazhab itu merupakan tuntunan

dari berbagai Imam Mujtahid. Mazhab-mazhab yang kita ketahui yaitu Mazhab

Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Kita juga diharapkan menuruti satu Mazhab,

tapi dalam keadaan terdesak kita boleh menggunakan mazhab lain yang kita anut

sebelumnya.

Taqlid; menurut kelompok kami Taqlid adalah orang yang mengambil

pendapat ulama dengan tanpa mengetahui dalilnya dengan referensi empat

mazhab. Bertaqlid itu juga tidak terpaku pada satu imam saja, tetapi boleh brtaqlid

pada imam lain yang menurut kita benar. Bertaqlid juga mengambil dalil pada

Al-Qur’an, dan Hadits.

Talfiq; talfiq yaitu mengambil hukum dengan mengkombinasikan berbagai

hukum-hukum mazhab sehingga akan tercipta hukum baru. Tepatnya adalah

mencampur-campur mazhab dengan sengaja dan mencetuskan hukum baru yang

sama sekali tidak ada dalilnya. Dalam mencetuskan/membuat hukum baru, kita

(17)

BAB III

KESIMPULAN

 Mazhab adalah hukum-hukum dalam berbagai masalah yang diambil diyakini

dan dipilih oleh para imam mujtahid.

 Taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain yang diyakini kebenarannya sesuai

dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

 Taqlid merupakan sunatullah atau hukum alam yang tidak dapat dipungkiri

keberadaanya, namun demikian bukan berarti umat Islam harus terperangkap

pada taqlid buta karena hal ini menggambarkan keterbelakangan dan rendahnya

kualitas individu umat Islam.

 Talfiq adalah mencampur adukkan pendapat seorang imam mujtahid atau ulama

dengan pendapat imam mujtahid atau ulama lain dalam satu qadiah (masalah)

baik sebagian maupun keseluruhan, tetapi tidak menyimpang dari ajaran agama.

SARAN :

Seseorang yang awam seharusnya bertaqlid untuk menghindari diri dari

kesalahan, kesesatan dalam beribadah dan bermuamalah.

Bertaqlid sebaiknya kepada imam mujtahid atau para ulama yang mumpuni

keilmuannya minimal kepada seorang Kyai yang tidak diragukan kealimannya

ditengah masyarakat.

Kita harus berusaha untuk mengetahui dalil dan petunjuk dari sebuah kelakuan

atau perbuatan ibadah yang dilakukan sehari-hari.

(18)

Kita harus membiasakan bertanya atau berdialog bersama orang yang ahli

agama manakala ada musykilat hukum yang menimpa kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Busyairi, KH. 2010. Islam NU. Surabaya: Khalista.

http://www.forumbebas.com

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Aktifitas yang dilakukan BY_KK Ponorogo yaitu dengan mengambil karya fotografi seseorang tanpa izin ataupun kerjasama dengan yang bersangkutan kemudian dijadikan iklan

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan dengan mewawancarai 10 ibu pada masa klimakterium yang berkunjung ke RSUD Tasikmalaya menunjukkan bahwa

Bahasa Arab adalah sebuah konsep keagamaan yang bukan hanya menjadi kebutuhan individu tetapi juga menjadi hajat kehidupan sosial, itu sebabnya seseorang utamanya

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: (1) Mendeskripsikan karakteristik industri olahan ikan bandeng di Kecamatan Juwana, (2) Memetakan sebaran spasial industri

Dalam rangka mencapai target sasaran strategis yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam Renstra Bappeda Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2021, telah

Όσον αφορά τις ποικιλίες Kismy και Marady (τύπου Loose leaf) και την ποικιλία Adranita (τύπου Romaine) που καλλιεργήθηκαν στη διάρκεια

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving dengan strategi peta konsep dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar

Penampang patahan pada daerah necking (daerah yang mengalami penurunan ukuran diameter serat) menunjukkan bahwa serat nanas non perlakuan mengalami patahan yang terjadi