BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dari prespektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah
memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB),
tetapi juga di negara-negara maju (NM). Di negara maju, usaha mikro, kecil, dan
menengah sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap
paling banyak tenaga kerja di bandingkan Usaha Besar (UB), seperti halnya di
NSB, tetapi juga di banyak negara Usaha mikro, kecil, dan menengah
memberikan kontribusi yang paling besar dibandingkan dengan UB terhadap
pembentukan dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (Tulus T.H.Tambunan,
2009) .
Sejak tahun 1970-an, NSB sebenarnya telah mengalami pertumbuhan
ekonomi yang relatif menggembirakan. Akan tetapi pada waktu yang sama NSB
ini mulai menyadari bahwa mereka belum berhasil menyediakan lapangan kerja
layak kepada tenaga kerjanya baik ditinjau dari segi pendapatan maupun
kesesuaian jenis pekerjaan dengan keahlian yang dimiliki (Irsan Azhary
Saleh,1986). Di samping itu, sebagian NSB yang pendapatannya sebagian besar
bergantung kepada minyak dan gas, mulai menyadari kenyataan bahwa minyak
dan gas bersifat non-renewable dan sering mengalami fluktuasi harga (soleha
Abdil Hamid,1997). Kondisi dan kenyataan ini menyebabkan NSB mulai
pengusahanya semakin serius karena keberhasilan negara-negara industri baru
(NIC’s) sering dihubungkan dengan keberhasilan pengembangan UKM (Rahma
Ismail, 1995). Tindakan dan kebijakan seperti ini dianggap benar, sebab
diberbagai negara maju seperti Amerika, Kanada dan beberapa Negara Eropa pun,
UKM telah menjadi mesin penggerak utama pembangunan ekonomi
negara-negara yang bersangkutan (Clotefi,1999, Smith Nixon, 1999).
Limpahan kekayaan sektor industri yang membawa kemewahan dan
kesejahteraan ekonomi di dunia barat, menyebab NSB ingin mencontoh dan
mengidamkannya (Mountjoi, 1978). Hal ini dianggap wajar sebab eksistensi
UKM diberbagai sektor memberikan banyak kebaikan dan keuntungan seperti
menyerap tenaga kerja, menekan pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan
dan sebagainya (Yep Putih, 1985). Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika suatu
negara memberikan perhatian dan keistimewaan yang luas dalam pengembangan
UKM disamping sektor-sektor unggulan lainnya. Malaysia misalnya, sejak
penetapan Rancangan Malaysia I (RM-I) (1967-1970) telah menetapkan berbagai
bantuan dan dukungan negara terhadap pembangunan UKM-nya (Moha Asri
Abdullah,1997).
Eksistensi UKM memang sudah tidak diragukan lagi karena terbukti
mampu bertahan dan menggerakkan roda perekonomian, terutama pasca krisis
ekonomi. Banyak perusahan besar yang gulung tikar akibat mengalami kerugian
yang sangat besar sehingga kegiatan operasional perusahaan lumpuh total. Namun
disisi lain UKM juga mengalami banyak permasalahan yaitu modal kerja yang
sebagai akibat dari lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM). Keterbatasan
infrastruktur dan akses pemerintah dengan perizinan dan birokrasi serta tingginya
pungutan menjadi persoalan utama bagi UKM. Hal ini telah menghambat potensi
besar yang dimilki UKM.
Sejalan dengan kenyataan seperti diatas, Pemerintah Indonesia terus
memberikan perhatian yang serius terhadap eksistensi UKM. Perhatian ini
diberikan dalam berbagai bentuk fasilitas seperti penyederhanaan pengurusan
perizinan, kenyamanan dan kepastian hukum, pendidikan dan pelatihan, informasi
pemasaran dan sebagainya. Bahkan lebih jauh dari itu, pemerintah sangat konsen
membantu dan memfasilitasi pengusaha UKM dari aspek permodalan dan
pembiayaan. Misalnya, Kementrian Koperasi dan UKM pada februari 2015
mengatakan menurunkan suku bunga Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir Kredit
Usaha Kecil Menengah (LPDB KUKM) dan berlaku mulai maret 2015.
Penurunan ini salah satunya bertujuan mencapai target penyaluran dana
pembiayaan bagi pengusaha UKM sebesar Rp 2,65 Triliun (Bisnis.Com).
Kebijakan pemerintah ini akan membantu seluruh pengusaha UKM di Indonesia
termasuk pengusaha-pengusaha UKM di Sumatera Utara.
Kebijakan pengembangan UKM secara nasional harus diikuti dengan
adanya keselarasan kebijakan pengembangan UKM diberbagai daerah sehingga
memberikan kontribusi positif yang paling maksimum. Tugas dan beban ini
merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan semua pihak yang terkait. Semua pihak
pengembangan UKM yakni meningkatkan kesejahteraan ekonomi tercapai dengan
efektif. Dalam hal pendanaan dan pembiayaan misalnya, kerjasama dan kemitraan
antara bank dan lembaga keuangan lainnya dengan para pengusaha UKM harus
terbina dan berjalan dinamis, saling menguntungkan dan lain-lain seperti mana
maksud penetapan PP No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan.
Kemampuan UKM dalam menghadapi terpaan arus persaingan global
memang perlu dipikirkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan
perekonomian Indonesia. Strategi pengembangan UKM untuk tetap bertahan
dapat dilakukan dengan peningkatan daya saing dan pengembangan sumber daya
manusianya agar memiliki nilai dan mampu bertahan, diantaranya melalui
penyaluran kredit dan pelatihan lembaga keuangan.
Perbankan dan pengusaha adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya memiliki potensi sebagai pemicu laju pertumbuhan ekonomi suatu
daerah. Dengan adanya modal yang diperoleh pengusaha dari pihak perbankan
akan memberikan dampak positif kepada masyarakat. Misalnya, pengurangan
pengangguran, kenaikan pendapatan masyarakat, tersedianya berbagai barang
kebutuhan di pasar, serta meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Begitu
pun dengan bank, bank akan memperoleh keuntungan secara finansial dari
kesuksesan pengusaha tersebut sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Berkaitan dengan kemitraan dan kerjasama ini, pengusaha-pengusaha
UKM Sumatera Utara, khususnya di Tanjung balai dianggap relatif beruntung
karena di Sumatera Utara telah eksis berbagai bank dan lembaga keuangan yang
banyak bank konvensional dan banyak bank syariah / unit syariah. Pengusaha
muslim mempunyai sarana institusi keuangan Islam yang cukup sehingga mereka
tidak semestinya terlibat dengan riba yang dilarang Allah SWT. Penyebaran bank
dan lembaga keuangan konvensional dan syariah diseluruh 33 daerah kabupaten /
kota di Sumatera Utara pula membantu memudahkan pengusaha-pengusaha UKM
khususnya dari aspek pendanaan, kredit dan pembiayaan. Eksistensi perbankan
syariah sebanyak 9 bank dan 13 Unit Usaha Syariah.
Tabel 1.1 menunjukkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia,
Sumatera Utara dan Tanjung Balai. Dari 11 perbankan syariah yang ada di
Indonesia ternyata sebanyak 9 bank atau 82% ada dan beroperasi di Sumatera
Utara dan sebanyak 4 bank yang beroperasi di Kota Tanjung Balai. Dengan kata
lain, hampir semua perbankan syariah yang ada beroperasi di daerah Sumatera
Utara karena hanya 2 saja ( PT Bank Victora Syariah dan PT Bank Jabar dan
Banten Syariah) yang tidak / belum beroperasi di Sumatera Utara. Kondisi ini
lebih sempurna lagi karena masih ada 13 Unit Usaha Syariah yang juga
memberikan layanan dan fasilitas kepada masyarakat Sumatera Utara termasuk
para bersama puluhan di Sumatera Utara diyakini memberi corak beragam
Tabel 1.1
Eksistensi Bank Umum Syariah di Indonesia, Sumatera Utara dan Tanjung Balai Tahun 2015 No Bank Umum Syariah Indonesia
Sumatera Utara
Tanjung Balai 1. PT Bank Syariah Muamalat
Indonesia
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia
Eksistensi perbankan konvensional dan perbankan syariah serta unit usaha
syariah yang sedemikian banyak di Sumatera Utara merupakan lembaga-lembaga
pengusaha UKM antara lain: Kredit Usaha Tani, Kredit KUD, Kredit Koperasi
Primer untuk Anggota, Kredit Kelayakan Usaha dan sebagainya.
Bank syariah memiliki perbedaan operasional yang cukup mendasar
dengan bank konvensional dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi. Konsep halal adalah konsep yang paling utama dalam investasi yang
dilakukan perbankan syariah, yang menjadi pembeda utama antara kedua sistem
perbankan tersebut. Hal ini disebabkan adanya sifat transedental dari setiap
transaksi dalam setiap aktivitas muamalah dan hukum Islam (Gemala Dewi, 2007
:98).
Tanjung Balai merupakan salah satu kota di Sumatera Utara yang
mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan sudah tersentuh dengan
sistem perbankan syariah. Tanjung Balai dewasa ini menjadi kota yang semakin
padat penduduknya. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang semakin
bertambah sedangkan luas wilayahnya tetap. Pada Tahun 2014 penduduk di
Tanjung Balai mencapai 164.675 jiwa. Sebagian besar penduduk terpusat di
Kecamatan Tanjung Balai Utara yaitu sebesar 20.134 jiwa. Mayoritas penduduk
Tanjung Balai bekerja di sektor jasa yaitu sebesar 70,65 persen, yang diikuti oleh
sektor pertanian dengan persentase 22,79 persen, sementara sisanya bekerja di
sekor industri sebanyak 6,56 persen. Jumlah pengusaha yang terdaftar di Tanjung
Balai mengalami penurunan dari Tahun 2011-2013. Pada Tahun 2011 jumlah
pengusaha yang terdaftar mencapai 289 pengusaha kemudian menurun pada
Tahun 2012 menjadi 262 dan pada Tahun 2013 kembali menurun menjadi 233
semakin ketat dan minimnya modal kerja yang dimiliki. Dalam hal ini perbankan
memiliki peran yang sangat penting untuk menunjang perkembangan UKM di
Tanjung Balai. Para pengusaha dan perbankan memiliki hubungan yang saling
bersinergi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Saat ini para pengusaha
dihadapkan dengan dua sistem perbankan yaitu perbankan konvensional dan
perbankan syariah.
Tingkat kepekaan atau kesadaran masyarakat/pengusaha UKM muslim di
Kota Tanjung Balai terhadap eksistensi bank syariah belum diketahui secara pasti.
Dengan adanya dua sistem perbankan di Kota Tanjung Balai diyakini
menimbulkan konsekuensi bagi pengusaha UKM khususnya pengusaha muslim
yang dituntut agar tidak terlibat dengan riba.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “ANALISIS PERSEPSI PENGUSAHA UKM
MUSLIM TERHADAP PERBANKAN SYARIAH DI KOTA TANJUNG BALAI”. (studi kasus di Kota Tanjung Balai).
1.2 Perumusan Masalah
Dari kondisi dan kenyataan seperti diuraikan pada bagian 1.1 penelitian
ini, maka perumusan masalah dibatasi pada 3 persoalan utama, yakni:
1. Bagaimana profil pengusaha UKM Muslim di Kota Tanjung Balai.
2. Bagaimana profil perusahaan UKM Muslim di Kota Tanjung Balai.
3. Bagaimana persepsi pengusaha UKM muslim terhadap sistem perbankan
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian yang bersifat deskriptif-eksploratif serta menggunakan data-data
primer ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis profil pengusaha UKM muslim di
Kota Tanjung Balai.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis profil perusahaan UKM muslim di
Kota Tanjung Balai.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis persepsi pengusaha UKM Muslim
terhadap eksistensi perbankan syariah di Tanjung Balai.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diyakini bermanfaat luas terutama bagi:
1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yakni sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan dan menjalankan kebijakan khususnya
yang berkaitan dengan pengembangan UKM khususnya di Tanjung Balai.
2. Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya, yakni sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan peningkatan dan perluasan
layanan bagi masyarakat khususnya para pengusaha UKM muslim.
3. Pengusaha UKM, yakni sebagai data dan informasi dan pengembangan diri dan usaha yang lebih baik dan kontributif.
4. Dunia Akademik, yakni sebagai data, informasi, bahan acuan, bahan perbandingan dan lain-lain terutama bagi mahasiswa, dosen dan civitas
5. Masyarakat Umum, yakni sebagai sumber informasi ilmiah dalam menentukan keputusan dan kegiatan terutama yang berkaitan dengan