• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kebersihan Diri dengan Resiko Kecacingan pada Keluarga yang Memiliki Balita Di Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kebersihan Diri dengan Resiko Kecacingan pada Keluarga yang Memiliki Balita Di Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh Tenggara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kebersihan Diri

2.1.1 Pengertian Kebersihan Diri

Personal Higiene berasal dari bahasa Yunani, yaitu personal yang artinya

perorangan dan higiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun secara psikologis (Alimul, 2006).

2.1.2 Tujuan Kebersihan Diri

(2)

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebersihan Diri

Citra tubuh merupakan gambaran terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri. Misalnya, kerana adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

Praktik sosial pada anak-anak yang selalu dimanjakan dalam hal kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola kebersihan diri.

Status sosioekonomi yang mempengaruhi kebersihan diri. Kebersihan diri memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

Pengetahuan tentang kebersihan diri sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus yang harus selalu menjaga kebersihan kakinya.

Budaya juga mempengaruhi kebersihan diri. Di sebagian masyarakat, jika individu memiliki penyakit tertentu tidak boleh dimandikan.

Kebiasaan seseorang sangat mempengaruhi keberihan dirinya. Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri, seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

Kondisi fisik pada keadaan sakit tentu kemampuan merawat diri bekurang dan perlubantuan untuk melakukannya (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

2.1.4 Komponen Kebersihan Diri

a. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun

(3)

tangan pakai sabun dan tingginya tingkat efektivitas perilaku cuci tangan pakai sabun dalam mencegah penularan penyakit, maka sangat penting adanya upaya promosi kesehatan bermaterikan peningkatan cuci tangan tersebut. Dengan demikian dapat dipahami betapa perilaku ini harus dilakukan, antara lain karena berbagai alas an sebagai berikut : 1) Mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah penyakit yang dapat menyebabkan ratusan ribu anak meninggal setiap tahunnya, 2) Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup, 3) CTPS (cuci tangan pakai sabun) adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling “cost-effective” jika dibandingkan dengan hasil yang diperolehnya.

Waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan, yaitu saat-saat sebagai berikut: 1) Sebelum makan, 2) Sebelum menyiapkan makanan, 3) Setelah buang air besar, 4) Setelah menceboki bayi/anak, 5) Setelah memegang unggas atau hewan.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh setelah seseorang melakukan cuci tangan pakai sabun, yaitu anatara lain : 1) Membunuh kuman penyakit yang ada ditangan, 2) Mencegah penularan penyakit seperti typus, disentri flu, flu burung, flu babi, 3) Tangan menjadi bersih dan bebas kuman. Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut: 1) Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun seperlunya, 2) Bersihkan telapak tangan menggunakan lap (Rahmani, 2010 dalam Lestari, 2011).

b. Kebiasaan kontak dengan tanah dan penggunaan alas kaki

(4)

dengan larva filariform yang inefektif menyebabkan terjadunya penularan. Pola bermain anak pada umumnya tidak terlepas dari tanah sementara pada saat itu anak bermain seringkali lupa menggunakan alas kaki (Sumanto,2010).

c. Kebersihan kuku

Kuku merupakan lempeng keratin mati yang dibentuk oleh sel-sel epidermis matriks kuku.Matriks kuku terletak dibawah bagian proksimal dilempeng kuku dalam dermis kuku. Bagian ini dapat terlihat sebagai suatu daerah putih yang disebut lunula, yang tertutup oleh lipatan kuku bagian proksimal dan kutikula. Oleh karena rambut maupun kuku merupakan struktur keratin yang mati , maka rambut dan kuku tiak mempunyai ujung saraf dan tidak mempunyai aliran darah. Kuku akan melindungi jari-jari tangan dan kaki dengan menjaga fungsi sensoriknya yang sangat berkembang, serta meningkatkan fungsi-fungsi halus tertentu seperti fungsi mengangkat benda-benda kecil (Muttaqin dan Sari, 2011).

(5)

2.1.5 Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Kebersihan Diri

a. Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan yang baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak Psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan kebersihan diri adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

2.2 Resiko Kecacingan

2.2.1 Pengertian Infeksi Cacingan

Cacingan (atau sering disebut kecacingan) merupakan penyakit endemic dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat (Zulkoni, 2010).

2.2.2 Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil-Transmitted

Helminths)

(6)

1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

a. Distribusi Geografis

Cacing ini tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis yang kelembapan udaranya tinggi. Di beberapa daerah di Indonesia infeksi cacing ini dapat dijumpai pada lebih dari 60% dari penduduk yang diperiksa tinjanya.

b. Habitat

Cacing dewasa terdapat didalam usus halus, tetapi kadang-kadang dijumpai mengembara dibagian usus lainnya. Hospes defenitifnya adalah manusia, tetapi diduga dapat merupakan penyakit zoonosis yang hidup pada usus babi (Soedarto, 2008).

c. Siklus Hidup

(7)

usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai cacing dewasa (menurut Depkes RI, 2004 yang dikuti oleh Zulkhriadi, 2008).

Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides adalah sebagai berikut : Cacing dewasa hidup di saluran usus halus. Seekor cacing betina mampu menghasilkan telur sampai 240.000 per hari, yang akan keluar bersama feses. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infektif setelah 18 hari sampai beberapa minggu di tanah. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum: lembab, hangat, tempat teduh). Telur infektif tertelan. Masuk ke usus halus dan merasa mengeluarkan larva yang kemudian menembus mukosa usus, masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10-14 hari), menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai dari tertelan telur infektif sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hdup 1 sampai 2 tahun di dalam tubuh (Menurut Albert, 2006 yang dikutip oleh Zulkhriadi 2008).

d. Gejala Klinis

Infeksi biasa yang mengandung 10-20 ekor cacing sering berlau tanpa diketahui penderita dan baru ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin atau bila cacing dewasa keluar sendiri bersam tinja (Menurut Brown, 1983 yang dikutip oleh Zulkhriadi, 2008).

(8)

mengalami siklus dalam jumlah besar akan menyebabkan pneumonitis. Apabila larva menembus jaringan masuk alveoli, larva mampu merusak epitel bronkus (Muslim, 2009).

Askariasis juga sering tidak bergejala tetapi jika jumlah cacing ini di dalam perut semakin banyak, maka berbagai macam gejala akan muncul (Zulkoni, 2010).

Gejala infestasi cacing yang masih ringan dapat berupa: 1) Ditemukannya cacing dalam tinja

2) Batuk mengeluarkan cacing 3) Kurang nafsu makan

4) Demam

5) Bunyi mengi pada saat bernapas (wheezing)

Gejala infeksi cacing yang berat antara lain adalah: 1) Muntah

2) Napas pendek 3) Perut buncit 4) Usus tersumbat

5) Saluran empedu tersumbat

e. Diagnosis

(9)

Diagnosis pasti askariasis ditegakkan bila melalui pemeriksaan makroskopis terhadap tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa. Melalui pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan telur cacing yang khas bentuknya di dalam tinja atau cairan empedu penderita.

Untuk membantu menegakkan diagnosis askariasis usus maupun askariasis organ, dapat dilakukan pemeriksaan radiografi dengan barium. Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofilia pada awal infeksi, atau dilakukan scratch test pada kulit.

f. Pengobatan

Obat-obat cacing yang baru yang efektif, dan hanya menimbulkansedikit efek samping adalah mebendazol, pirantel pamoat, albendazol dan levamisol. Piperasin dan berbagai obat cacing lain masih dapat digunakan untuk mengobati penderita askariasis.

g. Pencegahan

Melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang baik, misalnya membuat kakus yang baik untuk menghindari pencemaran tanah dengan tinja penderita, mencegah masuknya cacing yang mencemari makanan atau minuman dengan selalu memasak makanan dan minuman sebelum dimakan atau diminum, serta menjaga kebersihan perorangan.

(10)

2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

a. Distribusi Geografis

Cacing ini tersebar luas di daerah tropis berhawa panas dan lembab. Trichuris trichiura hanya dapatditularkan dari manusia ke manusia sehingga cacing ini bukan parasit zoonosis.

b. Habitat

Cacing dewasa melekat pada mukosa usus penderita, terutama di daerah sekum dan kolon, dengan membenakan kepalanya didalam dinding usus. Kadang-kadang cacing ini ditemukan hidup di apendiks dan ileumbagian distal.

c. Siklus Hidup

Infeksi terjadi jika manusia tertelan telur cacing yang infektif, sesudah telur mengalami pematangan di tanah dalam waktu 3-4 minggu lamanya. Didalam usus halus dinding telur pecah dan larva caing keluar menuju sekum lalu berkembang menjadi caing dewasa. Satu bulan sejak masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing dewasa yang terjadi sudah mulai mampu bertelur. Cacing dewasa dapat hidup beberapa tahun di dalam usus manusia.

d. Gejala Klinis

Cacing dewasa yang menembus dinding usus menimbulkan trauma dan kerusakan pada jaringan usus. Selain itu cacing menghasilkan toksin yang menimbulkan iritasi dan peradangan.

(11)

kadang-kadang terjadi prolaps dari rectum yang melalui pemeriksaan proktoskopidapat dilihat adanya cacaing-cacing dewasa pada kolon atau rectum

penderita.

e. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis pasti, dilakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan telur cacing yang khas bentuknya. Pada infeksi yang berat pemeriksaan proktoskopi dapat menunjukkan adanya cacing dewasa pada rektum penderita.

f. Pengobatan

Sebaiknya diberikan kombinasi obat-obat cacing, yaitu : pirantel pamoat (10 mg/kg berat badan) dan oksantel pamoat (10-20 mg/kg berat badan/hari) yang diberikan bersama dalam bentuk dosis tunggal, atau kombinasi Mebendazol dan pirantel pamoat.

Pemberian satu jenis obat dapat diberikan: Mebendazol dengan dosis 2x100 mg/hari sealam 3 hari berturut-turut dan Levanisol dapat diberikan dengan dosis tunggal 2,5 mg/kg berat badan/hari

Bila terdapat anemia, berikan preparat besi disertai dengan perbaikan gizi penderita.

g. Pencegahan

Pencegahan penularan trikuriasis dilakukan melalui pengobatan penderita atau pengobatan masal untuk terapi pencegahan terhadap terjadinya reinfeksi di daerah endemis.

(12)

yang baik di setiap rumah. Memasak makana dan minuman dengan baik dapat membunuh telur infektif cacing.

3. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

Pada manusia terdapat beberapa jenis cacing tambang (hookworm) yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Cacing dewasa Ancylostoma duodenale menimbulkan ankilostomiasis, cacing dewasa Necator americanus

menimbulkan nekatoriasis, larva Ancylostoma branziliensis dan larva Ancylostoma caninum. Keduanya menimbulkan dermatitis (creeping eruption).

a. Distrbusi Geografis

Cacing tambang tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah tropis dan subtropics, terutama yang bersuhu panas dan mempunyai kelembapan tinggi. Di Eropa, Cina, dan Jepang, infeksi cacing-cacing ini banyak dijumpai pada pekerja tambang, sehingga cacing-cacing ini disebut cacing tambang.

Infeksi cacing tambang di Indonesia disebabkan oleh Necator americanus yang menyebabkan nekatoriasis dan Ancylostoma duodenale yang menimbulkan ankilostomiasis.

b. Habitat

(13)

c. Siklus Hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif N. americanus maupun A. duodenale. Telur yang keluar dari usus penderita dalam waktu dua hari akan

tumbuh di tanah menjadi larva rabditiform (tidak infektif). Sesudah berganti kulit dua kali, larva rabditiform dalam waktu seminggu berkembang menjadi larva filariform yang infektif.

Lung migration. Larva filariform akan menebus kulit sehat manusia, memasuki pembuluh darah dan limfe, beredar dalam aliran darah, masuk ke jantung kanan, lalu masuk ke dalam kapiler paru. Larva menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Larva cacing kemudian mengadakan migrasi ke bronki, trakea, laring dan faring, akhirnya tertelan masuk ke esophagus.

Di esofagus larva berganti kulit untuk ketiga kalinya. Migrasi larva berlansung sekitar sepuluh hari. Dari esofagus larva masuk ke usus halus, berganti kulit yang keempat kalinya, lalu tumbuh menjadi cacing dewasa. Dalam waktu satu bulan,cacing betina sudah mampu bertelur (Soedarto, 2008).

Ingesti telur infektif dari tanah yang terkontaminasi dengan feses. Tidak ada dari orang ke orang. Tanah yang terinfeksi dapat terbawa oleh kaki atau alas kaki. Siklus hidup memerlukan 4 sampai 8 minggu (Stanhope dan Knollmueller, 2010).

d. Gejala Klinis

(14)

cacing), serta gejala bronkitis seperti batuk, kadang-kadang dahak berdahak (Soedarto, 2008).

e. Diagnosis

Diagnosis pasti infeksi cacing tambang ditetapkan melalui pemeriksaan mikroskopis tinja untuk menemukan telur cacing. Diagnosis banding untuk infeksi cacing tambang adalah penyakit-penyakit : penyebab lain anemia, tuberculosis, penyebab gangguan perut lainnya. Pemeriksaan darah menunjukkan gambaran hemoglobin menurun <11,5 g/dl (wanita) <13,5 g/dl (pria) dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) kurang dari 31-36 g/dl (Soedarto, 2008).

Pemeriksaan mikroskopik terhadap telur terhadap telur dan feses atau observasi terhadap orang dewasa jika cacing keluar dari anus, hidung, atau mulut (Stanhope dan Knollmueller, 2010).

Pemeriksaan sumsusm tulang, menunjukkan gambaran hiperplasi normoblastik. Pada hapusan darah terdapat gambaran : hipokromik mikrositer, terdapat leukopeni dengan limfositosis relatif, jumlah leukosit kurang dari 4.000 /ml, eosinofilia dapat mencapai 30%, anisositosis atau poikilositosis.

f. Pengobatan

(15)

dosis tunggal dewasa 120 mg dan dosis tunggal anak 2,5 mg/kg berat badan dan pyrantel dengan dosis tunggal 10 mg/kg berat badan.

g. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya infeksi baru maupun reinfeksi, dilakukan : pengobatan massal dengan perorangan dengan obat cacing, dan pendidikan kesehatan membuat jamban yang baik dan berjalan ditanah selalu menggunakan alas kaki (Soedarto, 2008).

Ajarkan pada masyarakat untuk menggunakan fasilitas toilet. Ajarkan cara membuang feses yang tepat dan cegah kontaminasi tanah di area yang dekat dengan rumah atau tempat bermain anak. Cuci tangan yang benar sebelum makan atau memegang makanan (Stanhope dan Knollmueller, 2010).

2.2.3 Faktor yang Menyebabkan Resiko Kecacingan

Beberapa faktor yang mempengaruhi resiko kecacingan adalah sanitasi lingkungan yang belum memadai, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi rendah dan perilaku hidup sehat yang belum memadai (Rampengan, 1997 dalam Baharuddin, 2010).

2.3 Balita

2.3.1 Pengertian Balita

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan pemahaman mengenai perencanaan karir yang yang matang baik dari aspek pekerjaan maupun dalam hal studi lanjutan atau (belajar),

Penerimaan Remaja terhadap Gaya Hidup Remaja dalam film Indonesia bertema Remaja.. Surabaya: Departemen Ilmu Komunikasi

8 Dari pendapat tersebut dapat disim- pulkan OPAC merupakan suatu sistem temu balik informasi yang berbasis teknologi in- formasi dan dapat digunakan oleh

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa minuman fungsional serta untuk mengetahui pengaruh interaksi antara konsentrasi CMC dan perbandingan sari

Atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis rayap yang menyerang rumah-rumah adat Minangkabau ada tiga jenis yang tergolong ke dalam

Telur-telur ini dibuahi dengan cara pembuahan sendiri ( self fertilisation ) yaitu sel telur dibuahi oleh sel sperma dalam proglotid yang sama, perkawinan antara

Hasil dari penelitian ini adalah Koperasi XYZbertanggung jawab atas pengenaan berbagai macam pajak, yaitu PPh pasal 21 atas gaji 7 orang karyawan tetap, PP 46 tahun