• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SALAM DAN ISTISNA DALAM LEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI SALAM DAN ISTISNA DALAM LEM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI SALAM DAN ISTISNA’ DALAM LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAH

Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun Oleh :

Fajar Tirta Asta 14127869

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO LAMPUNG

(2)

Implementasi Jual Beli Salam dan Istisna’ dalam Lembaga

Keuangan Syariah

A. Latar Belakang

Sudah menjadi ketentuan Allah Yang Maha Pencipta bahwa manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang berarti tidak mungkin dapat hidup sendiri, manusia saling membutuhkan satu dengan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam aksi saling memenuhi kebutuhan tersebut, manusia perlu melakukan transaksi dengan lainnya. Salah satunya ialah melakukan kegiatan jual beli.

Dalam hukum Islam kegiatan jual beli tidak dilarang selama tidak mengandung riba, ada beberapa jenis jual beli yang dibolehkan. Di antaranya adalah Bay’ as-Salam (jual beli salam), Bay’ al-Muqayyadah (barter), Bay’ al-Mutlaq, Bay’ al-Musawah, Bay’ Bisamail ajil, Bay’ Samsarah, dan bay’ Is”ishna’. Makalah ini berkonsentrasi pada pembahasan aktivitas bisnis Lembaga Keuangan Syariah yaitu BMT dan bank syariah dalam bentuk bay’ as-Salam dan Istisna’. Perbedaan salam dan istishna’ yang paling menonjol adalah cara penyelesaian pembayaran salam dilakukan diawal saat kontrak secara tunai dan cara pembayaran istishna’ tidak secara kontan bisa dilakukan di awal, tengah atau akhir.

Jual beli salam adalah jual beli sesuatu yang disebutkan sifatsifatnya dalam perjanjian dengan harga pemabayaran secara tunai. Sedangkan jual beliIstishna’merupakan kontrak jual beli dalam bentukpemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratanteretntu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual(pembuat). Dalam hal pembayaran, transaksiIstishna’dapat dilakukandimuka, melaluicicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu padamasa yang akan datang.1

Dalam penulisan ini akan dijelaskan lagi secara detail tentang persamaan dan perbedaan implementasi antara jual beli salam dan jual beli istisna’ agar lebih mempertegas pemahaman kedua akad tersebut khususnya dalam implementasinya di BMT dan bank syariah.

(3)

PEMBAHASAN

A. Implementasi jual beli salam di Lembaga Keuangan Syari’ah

Jual beli salam artinya pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka2. Dalam praktik LKS adalah salam pararel.

Salam pararel merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi barang, kemudian LKS memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau produsen. Biasanya LKS melakukan pembayaran atas barang tersebut secara tunai. Barang tersebut kemudian dijual kepada konsumen atau nasabah, bisa secara tunai atau secara angsuran.3

Prinsip salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada.4 Oleh karena itu barang yang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sedangkan nasabah bertindak sebagai penjual. Dalam prakteknya bank dapat menjual barang tersebut kembali kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri baik secara iunai maupun cicilan. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

Dalam jual beli salam, spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal ini Bank bertindak sebagai pembeli, Bank Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari risiko yang merugikan Bank. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.5

Biasanya jual beli salam dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung, dan cabai dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, maka dilakukan akad bay’ al salam

2 Kasmir, “ Dasar-Dasar Perbankan”, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 251

3 Imam Mustofa, “Fiqh Mu’amalah Kontemporer”, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), h. 76 4 Chandra Utama, “Pengenalan Produk dan Akad dalam Perbankan Syariah”, Majalah Ilmiah, (Universitas Khatolik Parahayangan, Vol. 13 no 2 Agustus 2009), h. 46

(4)

kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, dan grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai salam pararel (Antonio, 1999).6

Salam dalam teknis perbankan syariah berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dengan pembayaran dimuka dengan pihak I (Nasabah I) dan dijual lagi kepada pihak lain (nasabah II) dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Modal/harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang, melainkan dalam bentuk tunai yang dibayarkan segera. Ketentuan umum Salam :

1. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 ton cabe merah keriting dengan harga Rp. 10.000-/kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.

2. Apabila hasil produksi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab, dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.

3. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua). Mekanisme seperti ini disebut dengan salam parallel.7

Menurut Imam Mustofa tahapan pelaksanaan salam adalah sebagai berikut: 1. Nasabah memesan barang kepada bank syariah dengan menjelaskan

spesifikasinya kepada penjual.

2. Setelah menerima pesanan nasabah, maka bank syariah segera memesan barang kepada pembuat/produsen. Produsen membuat/memberikan barang sesuai pesanan bank syariah.

3. Setelah barang yang dipesan ada, produsen mengirimnya kepada nasabah. 4. Bank syariah membayar barang kepada produsen.

5. Nasabah membayar harga barang kepada bank syariah, biasanya dengan mengangsur.

Setelah barang selesai dibuat, maka diserahkan oleh produsen kepada nasabah atas perintah bank syariah.8

1. Ketentuan Implementasi Akad Salam

6 Wiwik Fitria Ningsih, “Modifikasi Pembiayaan Salam dan Implikasi Perlakuan Akuntansi Salam”, Jurnal Akuntansi Universitas Jember, (Jember: Universitas Jember, Volume 13, No. 2, Desember 2015), h. 20

7 Ibid h. 19

(5)

SEBI No. 10/14/DPbs tertanggal 17 Maret 2008 memberikan ketentuan implementasi akad salam dalam produk pembiayaan sebagai berikut:

a. Bank bertindak baik sebagai pihak peyedia dana maupun sebagai pembeli barang untuk kegiatan transaksi salam dengan nasabah yang bertindak sebagai penjual barang;

b. Barang dalam transaksi salam adalah objek jual beli dengan spesifikasi, kualitas, jumlah jangka waktu, tempat dan harga yang jelas, yang pada umumnya tersedia secara reguler dipasar, serta bukan objek jual beli yang sulit diidentifikasi ciri-cirinya dimana antara lain nilainya berubahubah tergantung penilaian subyektif;

c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad salam, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan bank indonesia mengenai transparasi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;

d. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar salam kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (condition);

e. Bank dan nasabah wajib munuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar salam;

f. Pembayaran atas dasar nasabah oleh bank harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera atas pembiayaan atas dasar akad salam disepakati atau paling lambat tujuh hari setelah pembiyaan atas dasar akad salam disepakati; dan

g. Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank.9

2. Aplikasi pembiayaan salam a. Tujuan pembiayaan salam

Pembiayaan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali. Dengan

(6)

melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambil manfaat tersebut.

Hasil produksi dari pertanian, perkebunan dan peternakan harus diketahui dengan jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti: jenis, macam, ukuran, kualitas dan kuantitasnya. Hasil produksi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi yang telah diperjanjikan. Apabila terjadi kekeliruan atau cacat, maka produsen harus bertanggung jawab.

b. Harga

Ketentuan harga jual ditetapakan diawal perjanjian dan tidak boleh berubah selama jangka waktu perjanjian. Harga dalam jual beli antara bank syariah dan nasabah produsen lebih rendah dibanding harga jual beli antara bank dan produsen dengan harga antara bank dan pemesan menjadi keuntungan salam.

c. Jangka waktu salam adalah jangka pendek, yaitu paling lama satu tahun.10

Pembiayaan salam dilakukan oleh bank syariah untuk pembiayaan pada sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan. Berikut ini ilustrasi jual beli salam:

Misalnya, anton (petani) sedang membutuhkan dana untuk menanam padi. Anton mengajukan pembiayaan pada bank syariah. Sebelum memberikan pembiayaan kepada anton, bank syariah menawarkan padi kepada PT Bima dengan harga Rp.6000,-/kg. Pt Bima setuju akan membeli 10 ton padi dengan harga Rp.6000,-/kg, yang mana padi ini akan dikirim pada tanggal 01 september 2010. Pada tanggal 01 mei 2010, bank syariah membeli 10 ton padi dari anton dengan harga Rp.5000,-/kg. Bank syariah melakukan pembayaran pada saat akad salam yaitu pada tanggal 01 mei 2010, namun padinya akan dikirim oleh anton pada tanggal 01 september 2010 sesuai akad.pembayaran oleh PT Bima dilakukan pada tanggal 01 september 2010.

Dari contoh tersebut , maka keuntungan bank syariah atas transaksi salam paralel ini adalah sebesar Rp.10.000.000,- dengan perhitungan sebagai berikut:

Harga beli dari Anton : 10.000 kg x Rp. 5.000,- = Rp. Harga jual kepada PT Bima : 10.000 kg x Rp. 6.000,- = Rp. Marjin keuntungan salam. = Rp.

Keuntungan sebesar Rp.10.000.000,- itu diperoleh bank syariah untuk jangka waktu mulai dari 01 mei 2010 hingga 01 september 2010.11

10 Menurut Ismail yang dikutip oleh Frida Umami dalam “Implementasi Jual Beli Salam Dalam Lembaga Keuangan Syariah, Makalah tahun 2016 (tidak dipublikasikan), h. 6

(7)

B.Implementasi jual beli istisna’ di Lembaga Keuangan Syari’ah

Jual beli dalam praktik LKS adalah istisna’ pararel. Istisna’ merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi barang, kemudian LKS memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau produsen. biasanya LKS melakukan pembayaran atas barang tersebut secara tunai. Barang tersebut kemudian dijual kepada konsumen atau nasabah, bisa secara tunai atau secara angsuran.12 Prinsip istihna pada dasarnya merupakan transaksi jual beli cicilan seperti murabahah muajjall namun bedanya barang diserahkan pada akhir cicilan.13

Melalui fasilitas istisna’ bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan tahap-tahap proses produksi.14

Berikut tahapan dari pelaksanaan istisna’ dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS):

1. Nasabah memesan barang kepada bank selaku penjual. Dalam memesan barang telah dijelaskan spesifikasinya, sehingga bank syariah akan menyediakan barang sesuai dengan pemesanan nasabah.

12 Imam Mustofa, “Fiqh Mu’amalah Kontemporer”…., h. 83

13 Chandra Utama, Pengenalan Produk dan Akad dalam Perbankan Syariah Majalah Ilmiah Vol. 13 no 2 Agustus 2009

(8)

2. Setelah menerima pesanan nasabah, maka bank syariah segera memesan barang kepada pembuat/produsen. Produsen membuat barang sesuai pesanan bank syariah.

3. Bank menjual barang kepada pembeli/pemesan dengan harga sesuai dengan kesepakatan.

4. Setelah barang selesai dibuat, maka diserahkan oleh produsen kepada nasabah atas perintah bank syariah.15

Selain model diatas, LKS juga bisa mewakilkan pembelian barang kepada nasabah. Berikut tahapan pelaksanaan istisna’ tersebut:

1. Nasabah mengajukan pemesanan barang dengan menjelaskan spesifikasinya kepada LKS.

2. Kemudian antara pihak nasabah dengan LKS melakukan akad istisna’. 3. Setelah akad, LKS mewakilkan pemesanan atau pembelian barang kepada

nasabah dengan memberikan sejumlah uang.

4. Nasabah memesan dan membeli barang kepada pihak produsen.

5. Nasabah membayar harga barang kepada pihak LKS, biasanya secara angsur.16

1. Ketentuan Akad Jual Beli Istisna’

a. Akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir.

b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

c. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 22/DSN-MUI/III/2004 tertanggal 28 Maret 2002, tentang jual beli istisna’ pararel khususnya ketetapan pertama mengenai “Ketentuan Umum”,

d. Jika LKS melakukan transaksi istisna’ untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istisna’ lagi dengan pihak lain dengan objek yang sama, dengan syarat istisna’ pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istisna’ yang kedua.

e. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istisna’ (Fatwa DSN No.06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula pada istisna’pararel.17

15 Menurut Ismail yang dikutip oleh Imam Mustofa dalam “Fiqh Mu’amalah Kontemporer”, h.84 16 Imam Mustofa, “Fiqh Mu’amalah Kontemporer”…., h. 84

(9)

Pihak Bank Syari’ah boleh menggunakan jual beli istishna’ paralel, namun demikian mempunyai konsekuensi sebagai berikut :

a. Bank Syari’ah sebagai kontrak pertama, tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya. Artinya, pihak Bank Syariah tetap bertanggung jawab atas kesalahan, kelalaian atau pelanggaran yang berasal dari sub kontrak yang disetujui.

b. Pihak yang menjadi sub kontrak hanya bertanggung jawab kepada pihak Bank Syariah sebagai pemesan barang. Dia tidak mempunyai hubungan hukum dengan nasabah atau pengusaha yang memesan barang kepada pihak Bank Syariah.

c. Pihak Bank Syariah dan sub kontraktor bertanggung jawab terhadap nasabah atau pengusaha atas kesalahan atau kelalaian yang terjadi18

2. Aplikasi Jual Beli Istishna’ Paralel

Dalam aplikasinya bank syariah melakukan istisna paralel, yaitu bank (sebagai penerima pesanan/shani’) menerima pesanan barang dari nasabah (pemesan/mustashni’), kemudian bank (sebagaipemesan/mustashni’) memesankan permintaan barang nasabahkepada produsen penjual (shani’) dengan pembayaran di muka, cicil,atau di belakang, dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Bagan proses pembiayaan istisna paralel dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Dari penjelasan dan gambar tersebut, dalam melakukan istisna’ pararel bank syariah menggunakan 2 (dua) akad. Akad I antara bank dengan nasabah pemesan, kemudian pada akad II dilakukan antara bank dengan pihak produsen pembuat (kontraktor).19 Ilustrasi jual beli istisna’:

(10)

Pak Badu ingin membangun ruko di atas tanah yang dimilikinya maka Pak Badu melakukan transaksi jual beli kepada Bank Syariah. Bank Syariah akan menetapkan harga jual ruko yang akan dibangun tersebut kepada Pak Badu dan Pak Badu harus mencicil sampai dengan lunas berdasarkan kesepakatan. Bank Syariah juga akan menunjuk kontraktor yang akan membangun ruko tersebut dan membayar kontraktor sesuai dengan termin pembayaran yang disepakati sampai bangunan ruko tersebut selesai dikerjakan.20

Ilustrasi lain:

Sebuah CV Utama yang menangani bisnis mubiler mengajukan pembiayaan 10 set perabot rumah tangga kepada Bank Syariah seharga Rp 200.000.000. Produksi tersebut akan dibayar oleh pihak CV Utama 3 bulan yang akan datang. Harga satu set perabot di pasaran Rp 20.000.000. Dalam kaitan ini, pihak Bank dapat memesan barang tersebut kepada pihak lain dengan harga Rp 18.000.000 satu set. Kedua belah pihak yaitu pihak Bank Syariah dan Produsen wajib bertanggung jawab kepada CV Utama. Antara Produsen dengan CV Utama tidak ada hubungan hukum dan tidak boleh campur tangan dengan soal harga dari pihak Bank Syariah. Pihak Produsen juga tidak perlu memberitahu kepada pihak lain tentang modal yang dikeluarkan untuk satu set perabot.21

Pihak Bank Syari’ah boleh menggunakan jual beli istishna’ paralel, namun demikian mempunyai konsekuensi sebagai berikut :

d. Bank Syari’ah sebagai kontrak pertama, tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya. Artinya, pihak Bank Syariah tetap bertanggung jawab atas kesalahan, kelalaian atau pelanggaran yang berasal dari sub nasabah atau pengusaha atas kesalahan atau kelalaian yang terjadi22

19 Abdul Mujir, Analisis Perlakuan Akuntansi Istisna’ Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h.95 dikutip oleh Anto Gillas

20 Anto Gillas, “Implementasi Jual Beli Istisna’ dalam Lembaga Keuangan Syariah”, Makalah (tidak dipublikasikan),2016, h. 7

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Anto Gillas, Implementasi Jual Beli Istisna’ dalam Lembaga Keuangan Syariah, Makalah tahun 2016.

Chandra Utama, Pengenalan Produk dan Akad dalam Perbankan Syariah Majalah Ilmiah Vol. 13 no 2 Agustus 2009.

Erdi Marduwira, Akad Istishnā’ Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri, Jakarta : UIN Syrif Hidayatullah, 2010.

Frida Umami “Implementasi Jual Beli Salam Dalam Lembaga Keuangan Syariah, Makalah tahun 2016.

Imam Mustofa, “Fiqh Mu’amalah Kontemporer”, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014. Kasmir, “ Dasar-Dasar Perbankan”, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.

Rizal Yahya, Akuntansi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Selemba Empat, 2009.

Siti Mujiatun, “Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam dan Istisna’”, Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Sumatera Utara: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Volume 13, No. 2, September 2013.

Referensi

Dokumen terkait

20 Kambey, Landasan Teori Administrasi Manajemen (sebuah Intisari).. Tiga STAI yang peneliti cantumkan pada tabel tersebut di atas hanya sebagai contoh dari

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas metode pembelajaran permainan kooperatif

Skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Perilaku Cooperative LearningMelalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas VIII C SMP 2Bae KudusTahun Pelajaran

Terdapat pengaruh simultan harga minyak mentah dunia, inflasi, suku bunga ( central bank rate ), dan nilai tukar (kurs) terhadap indeks harga saham sektor

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh perbedaan warna daun pada 9 varietas dan perbedaan umur tanaman terhadap kandungan klorofil tanaman puring (puring cobra,

Sljedeća potpoglavlja odnose se na prikaz utjecaja krize na poslovanje odabranih pet kompanija iz djelatnosti zaštite okoliša (Cian d.o.o., Dezinsekcija d.o.o.,

Karena terdapat perbedaan rata-rata ketiga kelas tersebut, maka dilakukan uji hipotesis 2, 3, dan 4 dengan menggunakan uji scheefe’ pada hasil belajar siswa

Dalam berkomunikasi dengan anggota customer service KSPPS BINAMA selalu menggunakan Bahasa Indonesia agar mudah dipahami semua anggota. Selain berkomunikasi secara