• Tidak ada hasil yang ditemukan

T IPA 1402878 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T IPA 1402878 Chapter1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang memiliki peran besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran IPA yang dimulai dari SD dan SMP hendaknya dapat mengakomodasi kebutuhan akan pemahaman konsep terhadap IPA. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang terdapat di permukaan bumi, di dalam perut bumi, dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati dengan indera maupun yang tidak dapat diamat dengan indera (Trianto, 2014). Adapun penjelasan lain yang mengatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Kemdikbud, 2014).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu, pendidikan IPA di sekolah diharapkan menjadi wahana bagi perserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

(2)

Pada bidang ilmu fisika di sekolah menengah hingga universitas, siswa memiliki kesulitan dalam mengkoordinasikan pemahaman mereka tentang fenomena ilmiah dan representasi dari fenomena tersebut (Mathewson, 1999). Sebagai contoh siswa yang sedang belajar mengenai gas ideal, siswa jarang mempelajari bagaimana mentranslasikan antara konsep makroskopik (misalnya, tekanan, suhu) dengan persamaan matematika (misalnya, hukum gas ideal) dengan baik. Terlebih dari hal tersebut, siswa mengalami kesulitan dalam menjelaskan bagaimana diagram dan ilustrasi dari interaksi molekul dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan fenomena makroskopik yang diamati dengan persamaan matematika. Kesulitan dalam penalaran siswa seperti ini perlu menjadi perhatian khusus karena merupakan salah satu komponen kompentesi ilmiah, yakni kemampuan untuk mengkoordinasikan diantara deskripsi dan representasi yang berbeda dari fenomena tertentu. Pembelajaran sains bertujuan untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan mereka dalam memilih representasi yang tepat untuk mengkomunikasikan mengenai fenomena makroskopik dan mikroskopis (Kozma dan Russell, 1997).

Johnstone (1993) berpendapat bahwa kesulitan dalam menginterpretasi dan menggunakan representasi untuk menjelaskan konsep-konsep ilmiah lebih umum terjadi pada bidang kimia. Terdapat beragamnya modus representasi untuk mewakili suatu konsep submikroskopik dan beberapa modus representasi matematika dan simbolik untuk mewakili konsep makroskopik dalam ilmu kimia merupakan tantangan bagi siswa pemula. Tantangan yang berkaitan dengan memilih dan menginterpretasi representasi telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting dalam pembelajaran sains secara umum dan penghalang utama untuk mempelajari kimia (Johnstone, 1993).

(3)

adalah kemampuan untuk menginterpretasi dan menerapkan berbagai konsep untuk memecahkan masalah (dalam hal ini adalah IPA) secara tepat (Kohl dan Noah, 2006).

Pemecahan masalah merupakan bagian dari pembelajaran IPA. Berbagai strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk membantu siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA. Upaya yang dapat dilakukan adalah siswa perlu memiliki keterampilan dalam merepresentasikan konsep dan prinsip IPA tersebut dalam banyak cara atau yang dikenal dengan nama multi representasi. Penyampaian konsep dan prinsip IPA melalui multi representasi dapat menggunakan berbagai modus representasi. Pembelajaran yang menekankan pada penggunaan beberapa modus representasi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan konsep dan proses saintifik dari siswa. Setidaknya untuk siswa pada tingkat SMP sudah memiliki kemampuan literasi sains yang cukup baik. Berdasar pandangan ini, menurut Ainsworth (1999) metode dan konsep saintifik dalam pembelajaran mengharuskan pada pemahaman dan secara konseptual menghubungkan beberapa bentuk modus yang dibuat melalui multi representasi.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Berthold dan Renkl (2009), penggunaan representasi dapat membantu pembentukan pemahaman yang lebih dalam ketika siswa menggabungkan beberapa informasi dari representasi. Pembelajaran dengan penggunaan representasi menuntut siswa untuk dapat menghubungkan representasi yang satu dengan yang lainnya, dan menginterpretasikan persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih representasi. Hal ini didukung juga dengan pendapat dari Ainsworth (dalam Adadan, Trundle, dan Irving 2010) yang mengemukakan bahwa multi representasi memberikan beberapa kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan yang sama dari perspektif yang berbeda.

(4)

representasi, dan (d) mengetahui fungsi bentuk representasi untuk menjelaskan dalam membuat representasi mereka sendiri. Dalam hal ini, menerjemahkan berarti mampu mengenali hubungan antara konsep dan representasi. Ainsworth (1999) mengemukakan bahwa keterlibatan siswa dengan representasi dapat mendukung pembelajaran dalam tiga cara, yaitu (a) representasi sebagai pelengkap, (b) representasi sebagai pembatas interpretasi, dan (c) representasi sebagai pembentuk pengetahuan. Representasi sebagai pelengkap dalam proses berfikir dan kognitif siswa dalam mendapatkan konsep-konsep yang lebih sempurna. Selain itu dengan representasi dapat digunakan untuk membatasi kemungkinan-kemungkinan kesalahan dalam meginterpretasikan sebuah konsep, prinsip, dan hukum-hukum IPA. Yang ketiga, representasi digunakan untuk mendorong siswa membangun pemahaman terhadap situasi secara lebih mendalam.

Kemampuan siswa dalam merepresentasikan merupakan hal yang perlu diketahui, karena dapat menjadi bahan evaluasi terhadap keberhasilan seorang guru dalam mengelola pembelajaran (Erlich, 2002). Berdasar hasil evaluasi tersebut, seoang guru dapat merencanakan strategi pembelajaran lain yang lebih tepat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kohl dan Noah (2006) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan pembelajaran guru terhadap representasi siswa.

Secara umum, untuk meningkatkan kompetensi ilmiah berupa representasi siswa dapat didukung dengan representasi yang diaplikasikan pada bahan ajar dan langkah-langkah pembelajaran yang sistematis. Pemanfaatan gambar, skema, atau diagram dalam mentransfer ilmu IPA perlu dilakukan agar siswa yang belum memiliki ilmu dan wawasan yang cukup pada bidang IPA dapat memahami fenomena IPA lebih mudah meskipun terkadang modus visual tidak selalu mendukung pemahaman siswa terhadap modus verbal (Cheng dan Gilbert, 2009). Ketidaksesuaian ini dapat terjadi akibat representasi yang diberikan tidak sesuai dengan representasi internal siswa (Gkitzia, Salta, dan Tzougraki, 2010).

(5)

pengetahuan awal siswa terlebih dahulu dan bagaimana cara siswa memperoleh pengetahuan tersebut. Dengan demikian, perlu adanya suatu informasi bagi guru mengenai representasi awal siswa yang dapat menjadi bahan masukan dalam merancang stratgei pembelajaran selanjutnya. Hasil akhirnya, diharapkan pembelajaran dapat mencakup multi representasi.

Selain melalui pembelajaran guru, salah satu cara untuk mengakomodasi representasi kepada siswa adalah melalui buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran merupakan buku yang umum digunakan dalam pembelajaran dan guru menggunakannya dalam menentukan apa dan bagaimana materi pelajaran akan diajarkan pada siswa (Osterlund , Berg, dan Ekborg., 2009). Buku teks pelajaran memegang peran penting sebagai sumber materi pembelajaran, mempengaruhi strategi pembelajaran, hingga ke penyusunan RPP.

Adanya representasi dalam buku teks pelajaran dapat digunakan secara individu maupun lembaga yang tidak terfasilitasi oleh sarana penunjang multimedia, meskipun penelitian mengenai representasi saat ini lebih ditekankan pada multimedia (Kozma et al., 2000). Selanjutnya Chandrasegaran,Treagust, dan Mocerino (2007) berpendapat bahwa saat ini buku teks pelajaran kurang menekankan perbedaan antara tiga level representasi kimia. Oleh karena itu, agar buku teks dapat mengakomodasi siswa maupun guru dalam pemahaman konsep-konsep IPA diperlukan adanya pengembangan multi representasi dalam buku teks pelajaran dan perlu disesuaikan dengan modus representasi siswa. Untuk itu, dengan meningkatnya kemampuan multi representasi serta mengaitkan konsep yang akan dipelajari dengan telah dipelajari maka pemahaman siswa terkait konsep dapat lebih mendalam (Treagust dan Chandrasegaran, 2009).

(6)

representasi submikroskopik saja. Hasil penelitian selanjutnya dilakukan oleh Coradi, Elen, dan Clarebout (2012) adalah bagi siswa dengan tingkat pengetahuan sebelumnya yang rendah, konten materi yang disampaikan melalui kombinasi teks dan simbol sudah cukup untuk meningkatkan pemahaman siswa secara konseptual.

Selanjutnya terdapat beberapa penelitian mengenai pengembangan bahan ajar berupa buku maupun software pembelajaran. Metafisika (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengembangan model buku teks pelajaran berbasis representasi kimia pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa buku lebih dominan menampilkan deskripsi konsep pada representasi simbolik, dan representasi makroskopik, dan yang paling sedikit adalah deskripsi pada representasi submikroskopik. Selanjutnya Mahardika (2011) telah berhasil mengembangkan bahan ajar mekanika (BAM) untuk meningkatkan representasi verbal, matematis, gambar, dan grafik dari mahasiswa calon guru fisika. Penggunaan bahan ajar mekanika dapat meningkatkan representasi verbal, gambar, dan grafik mahasiswa calon guru fisika pada kategori sedang, dan dapat meningkatkan representasi matematik mahasiswa calon guru fisika pada kategori tinggi. Hal serupa dilakukan oleh Hadi (2014) melakukan penelitian mengenai pengembangan software pembelajaran multimedia representasi kimia dengan tujuan untuk mengakomodasi representasi kimia kepada siswa. Hasil penelitiannya yaitu software pembelajaran berbasis representasi kimia yang dikembangkan memiliki kualitas baik. Berdasar beberapa penelitian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kajian penelitian representasi lebih kepada keterlibatan dua arah yaitu antara siswa dengan guru, atau antara siswa dengan buku atau media pembelajaran.

(7)

perubahan wujud zat dapat direpresentasikan dengan modus bentuk verbal (teks), visual (gambar, diagram), maupun simbolik (simbol-simbol IPA, persamaan matematika).

Materi perubahan wujud zat ini melibatkan konsep yang abstrak sehingga siswa terkadang sulit untuk memahami proses yang menyertai dalam perubahan wujud zat. Hal tersebut terlihat dari hasil dari penelitian Prain, et al., (2009) mengenai multi representasi pada topik evaporasi untuk menjelaskan kesulitan dan miskonsepsi siswa, serta mengidentifikasi tahapan kesiapan siswa untuk memahami topik tersebut secara konseptual. Kesulitan tersebut terjadi dalam mentransfer dari sifat makroskopik (seperti ekspansi pada proses pemanasan), menuju sifat mikroskopis. Bukti lainnya adalah kesulitan mengenai partikel (Scott dalam Prain, et al., 2009) yakni, siswa menggambarkan idenya berdasarkan pada pemahaman mereka sehari-hari, berusaha untuk memahami hubungan antara bau dengan senyawa, adanya perubahan bentuk zat, dan hubungan antara molekul dengan sifat senyawa.

Bar, et al. (dalam Prain, et al., 2009) telah mengidentifikasi empat tahap yang berbeda dalam perkembangan siswa memahami topik penguapan dan kondensasi yaitu, air menghilang, air diserap ke permukaan, air berpindah ke atas, dan menyebar ke udara. Pada penelitian tersebut, perkembangan konseptual siswa secara empiris dibentuk, dan sebagian besar dijelaskan melalui konsep abstrak (seperti kesulitan membayangkan air yang menghilang, tak terlihat, dalam udara).

Penelitian yag dilakukan oleh Bucat dan Fenshman (1995) menunjukkan bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan dalam memahami konsep perubahan wujud dan sifat materi pada tingkat makroskopis dan mikroskopis. Padahal konsep perubahan wujud zat ini adalah konsep yang telah dipelajari lebih awal sebelum mempelajari konsep kimia yang lebih kompleks. Ini adalah salah satu contoh kesulitan siswa, lebih karena pengaruh “konsepsi siswa” yang rancu dan mengganggu proses konstruksi pemahaman konsep yang sesuai dengan konsep kimiawan.

(8)

dini agar tidak terjadi miskonsepsi kedepannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Johnson, Novak dan Musonda (dalam Prain, et al., 2009) bahwa teori partikel sangat penting dalam mendukung representasi fenomena penguapan seperti air mendidih, karena tanpa ide mengenai partikel maka konsep ide perubahan wujud gas - cair tidak dapat berhasil dibayangkan. Novak dan Musonda (dalam Prain, et al., 2009) memberikan bukti bahwa pengenalan konsep partikel pada usia dini adalah hal yang penting untuk kedepannya. Papageorgiou dan Johnson (dalam Prain et al., 2009) mengemukakan bahwa siswa sekolah dasar bisa belajar dari keterlibatannya dengan konsep partikel dalam memahami proses mencair dan pelarutan, dan ide sebelumnya yang tertanam dalam memori siswa bisa membantu siswa dalam memahami karakteristik zat yang berwujud gas.

Konsep partikel materi ini sangat berkaitan dengan fenomena yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Konsep partikel materi sebagai bagian dari konten ilmu fisika memegang peran penting dalam kurikulum pembelajaran sains di sekolah-sekolah USA (Adadan, Trundle, dan Irving, 2009). Hal ini dikarenakan dengan mengembangkan pemahaman mengenai partikel materi secara menyeluruh sangat diperlukan dalam mempelajari berbagai topik di bidang kimia, fisika, dan biologi. Terutama pada bidang kimia, misalnya untuk menjelaskan topik larutan, ikatan kimia, reaksi kimia, kesetimbangan kimia (Haidar dan Abraham, 1991). Snir, Raz, dan Smith (2003) menyatakan bahwa guru harus memberikan kesempatan siswa untuk belajar mengemukakan ide-idenya mengenai partikel materi karena kegagalan atau kesalahan siswa dalam mempelajari konsep partikel akan mengganggu siswa dalam mempelajari ilmu pengetahuan di masa mendatang.

(9)

penelitian ini lebih meluas dengan melibatkan tiga domain yaitu siswa, guru, dan buku pegangan siswa untuk dianalisis keterkaitan di antara ketiga domain tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan representasi pada buku pegangan siswa terhadap konstruksi pemahaman siswa melalui representasi.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran deskriptif kemampuan siswa dalam menggunakan modus representasi (baik tunggal maupun multirepresentasi) pada tema kalor dalam perubahan wujud zat untuk kemudian pada penelitian lanjutan dapat dikembangkan suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami tema perubahan wujud zat melalui multirepresentasi dan pengembangan buku ajar berbasis multirepresentasi. Untuk itu, dalam penelitian akan dikaji mengenai “Analisis Representasi Siswa SMP pada Tema Kalor dalam Perubahan Wujud Zat”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, secara umum rumusan masalah yang diambil yaitu: “Bagaimanakah profil representasi siswa pada tema kalor dalam perubahan wujud zat?”. Dari rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil representasi siswa sebelum dan setelah pembelajaran pada tema kalor dalam perubahan wujud zat?

2. Bagaimana representasi pada buku IPA pegangan siswa dan representasi siswa pada tema kalor dalam perubahan wujud zat?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran tentang representasi siswa pada tema kalor dalam perubahan wujud zat. Tujuan penelitian secara khusus yaitu untuk:

(10)

2. Mendapat gambaran tentang representasi pada buku IPA pegangan siswa yang kemudian dikaitkan dengan representasi siswa pada tema kalor dalam perubahan wujud zat.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai salah satu bahan masukan, informasi, dan bukti empiris mengenai representasi siswa SMP pada pembelajaran IPA. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan representasi siswa untuk digunakan dan dikembangkan pada penelitian lanjutan oleh peneliti lain dibidang pendidikan, guru IPA, dan mahasiswa.

E. Struktur Organisasi Tesis

Pada bab I dipaparkan mengenai latar belakang dari penelitian yang meliputi alasan menganalisis representasi siswa ditinjau dari tindakan guru dalam pembelajaran dan buku IPA pegangan siswa, serta pemilihan tema kalor dalam perubahan wujud zat. Selain itu dipaparkan juga mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat dari penelitian yang dilakukan.

Pada bab II dipaparkan mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan representasi, multi representasi, dan modus representasi. Selain itu dijelaskan juga peran buku IPA pegangan siswa dalam memfasilitasi siswa belajar IPA. Tema kalor dalam perubahan wujud zat juga dijelaskan ditinjau dari analisis kompetensi dasar, dilanjutkan dengan uraian materi yang seharusnya dipahami oleh siswa kelas VII.

Pada bab III dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan yaitu dengan desain penelitian berupa metode deskriptif. Selain itu dijelaskan juga secara rinci mengenai subyek penelitian, instrumen penelitan, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data hasil penelitian.

(11)

dan setelah pembelajaran, dan analisis representasi pada buku IPA pegangan siswa yang dikaitkan dengan representasi siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Pembiayaan syariah dapat dipahami sebagai penyediaan barang, uang atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan kontrak transaksi syariah yang berupa transaksi

Manfaat yang diperoleh dari pihak perusahaan adalah sebagai informasi untuk menjadi masukan mengenai seberapa besar peranan kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa variabel, yaitu total assets turnover, equity multiplier, rasio leverage keuangan dan intensitas modal terhadap

Bangkalan adalah salah satu kabupaten yang luar biasa di Pulau Madura yang juga sebagai penghasil tanaman sorgum, terutama di Kecamatan Trageh.. Sorgum biasanya dimanfaatkan

Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut Retribusi atas pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman

Kelemahan bentuk tes uraian bebas yaitu : (a) sangat tidak efisien untuk mengukur pengetahuan karena pertanyaan bisa menjadi sangat luas dan setiap siswa dapat

Metoda : Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan the post test only control group design pada hewan coba mencit Balb/c yang terdiri dari 20 ekor mencit jantan,

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan pelaksanaan human relations yang dilakukan oleh pemerintah Desa Kalisari, mendiskripsikan hambatan yang