• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan dalam Ketimpangan Tradisi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perempuan dalam Ketimpangan Tradisi dan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Perempuan Perempuan

PerempuanPerempuan dalamdalamdalamdalam KetimpanganKetimpanganKetimpanganKetimpangan TradisiTradisiTradisiTradisi dandandandan AgamaAgamaAgamaAgama :::: SebuahSebuahSebuahSebuah PembicaraanPembicaraanPembicaraanPembicaraan

Oleh Else Liliani

Pengantar Pengantar Pengantar Pengantar

Quota 30 % yang diberikan anggota DPR bagi kaum perempuan yang ingin mengembangkan karirnya di bidang politik bukan merupakan hal yang istimewa, meski bagi beberapa golongan itu sudah dianggap sebagai kemajuan yang luar bisaa. Mengapa dikatakan demikian? Pewatasan quota yang hanya 30 % itu memberikan interpretasi lain bahwa kapabilitas perempuan masih di bawah laki-laki. Seandainya saja tidak ada pembatasan seperti itu dan murni diadakannya seleksi akan kapabilitas dan akuntabilitas kesamaan hak laki-laki dan perempuan dalam bergabung di kursi pemerintahan tentu lain soal.

(2)

bahkan terkadang melewati “pertempuran” cukup sengit, terutama dengan mereka yang masih “belum melek” jender).

Melihat Nasib Kaum Perempuan di Indonesia

Pada beberapa hal, kaum perempuan di Indonesia saat ini boleh dikatakan nasibnya lebih baik dibandingkan dengan duapuluh atau limapuluh tahun yang lalu. Saat ini, bukanlah suatu hal yang aneh jika melihat perempuan banyak menjadi pemimpin, mulai dari presiden, menteri kabinet, gubernur, camat, dan lurah. Bandingkan dengan zaman Orde Baru!

Keberhasilan ini tentu saja patut disambut dengan terbuka. Ini mengindikasikan, bahwa kaum perempuan Indonesia sudah selangkah lebih maju. Namun, apakah benar demikian? Yang muncul di permukaan tampaknya memang ya. Tapi ketika melihat pada akarnya, akan tampak beberapa hal yang masih menjadi kendala bagi perempuan di Indonesia untuk menjadi lebih maju. Berikut ini akan dipaparkan beberapa hal yang terkait dan kadang menjadi akar permasalahan adanya ketimpangan peran dan kedudukan perempuan dalam masyarakat.

1. 1. 1.

1. AgrarisAgrarisAgrarisAgraris dandandandan PatriarkiPatriarkiPatriarkiPatriarki

Tidak dapat dipungkiri, luasnya tanah dan tingkat kesuburan yang menghampar di Indonesia menjadi salah satu penyebab tidak langsung dari ketidakadilan yang dijumpai perempuan. Kemampuan untuk menaklukkan alam yang kejam dan ganas menyebabkan laki-laki (yang memang diciptakan dengan otot-otot yang lebih kuat dan dengan tekstur yang lebih kasar daripada perempuan) lebih sering berada di luar untuk menghidupi keluarga. Sedangkan perempuan, lebih banyak tinggal di dalam rumah untuk mengurus rumah dan anak-anak selagi suaminya mencari penghidupan di luar.

(3)

Laki-laki yang lebih sering tampil di dunia publik pada akhirnya lahir sebagai sebuah anggota masyarakat yang menduduki status sosial tertinggi, sedang perempuan berada di bawahnya. Bahkan, ada guyonan yang cukup “menyakitkan”, bahwa setelah tuhan-laki-laki, perempuan adalah lapis masyarakat yang paling rendah karena ada lapis anak-anak yang berada di atas perempuan. Opini yang jelas tidak bisa dibenarkan. Mengapa anak-anak diletakkan di atas kedudukan perempuan? Tak lain dan tak bukan adalah karena lebih seringnya perempuan disodori segala aktivitas dalam dunia domestisitas. Mereka terbiasa dan dibiasakan untuk bergumul dengan hal-hal kerumahtanggaan.

Demikanlah, ketika dunia agraris (yang berelasi dengan dunia masyarakat tradisional) sangat kental dengan alam patriarki, maka dapat dipastikan bahwa kaum perempuan tak lebih adalah suatu golongan lata.

2. 2. 2.

2. KetikaKetikaKetikaKetika IndustriIndustriIndustriIndustri MengubahMengubah Segalanya,MengubahMengubahSegalanya,Segalanya,Segalanya, SorotSorotSorotSorot BalikBalikBalikBalik

Era kemajuan suatu tatanan masyarakat ditandai dengan adanya revolusi industri. Ketika teknologi diciptakan untuk mempermudah kerja manusia, maka dapat dipastikan banyak terjadi “pengangguran” yang dialami oleh sebagian kaum perempuan di negara-negara maju. “Masa pengangguran” itu kemudian banyak diisi dengan kegiatan membaca-baca buku para suami. Perempuan pun tersadar, bahwa dunia luar itu lebih luas dan memiliki banyak hal menarik yang belum dijamah oleh mereka.

(4)

gagasan, ide-ide mereka melalui “laki-laki”. Ya, para perempuan itu mengubah dirinya menjadi “laki-laki” agar diterima oleh masyarakat.

Namun, itu pun belum mampu menempatkan perempuan dalam posisinya yang setara dengan laki-laki. Laki-laki, bahkan merasa “ditampar” mukanya ketika mengetahui bahwa isteri-isteri mereka tidak lagi mengindahkan kerajaan domestik mereka. Stigma negatif pada akhirnya muncul pada perempuan yang mulai mengarahkan perhatiannya tidak hanya pada domestik, tapi mulai bergeser ke publik. Hingga akhirnya, perempuan yang berkecimpung di dunia publik itu dianggap sebagai perempuan yang aneh, bukan lagi citraan seorang angel of the house (Fakih (dalam Bainar, 1998:27). Hingga sampai saat ini, perempuan di berbagai belahan dunia konsisten memperjuangkan nasib kaum mereka, ketika mereka pada akhirnya menyadari bahwa mereka memiliki kemampuan dan hak yang sama dengan lelaki. 3.

3. 3.

3. KetikaKetikaKetikaKetika TradisiTradisiTradisiTradisi BerbicaraBerbicaraBerbicaraBerbicara

‘Sumur’ – ‘dapur’ – ‘kasur’ – ‘pupur’ atau ‘manak’ – ‘macak’ – ‘masak’, merupakan idiom-idiom yang kental dengan eksistensi perempuan (terutama Jawa). Dalam masyarakat kita, perempuan telah diletakkan sedemikian rupa dalam tataran fungsi kerja reproduksi (‘kasur’-‘manak’), objek-pelengkap (‘macak’, ‘pupur’), dan pekerja suka rela (‘sumur’, ‘masak’, ‘dapur’).

Memang, tidak ada yang salah dengan tugas-tugas kerumahtanggaan tersebut. Masalah muncul tatkala perempuan kemudian dikotakkan dalam peran-peran itu saja. Celakanya, masyarakat telah mengadopsi nilai-nilai itu sedemikian lamanya. Kondisi seperti ini, terutama sekali terlihat di daerah-daerah yang tingkat pendidikannya belum begitu maju, atau di pedesaaan.

(5)

Pendidikan akan mengantarkan seseorang ke arah kemajuan, suatu perubahan yang akan dialaminya dari proses belum mengerti hingga menjadi paham dan mengerti.

Di suatu daerah, misalnya pedesaan, di mana kultur masih begitu kuat mewarnai kehidupan masyarakat, sangat kecil sekali dimungkinkan bagi mereka-mereka yang hidup di dalamnya untuk tidak terikat pada konvensi-konvensi yang telah dibangun oleh masyarakat adapt sebelumnya. Masyarakat pedesaan umumnya lebih patuh dan berlaku hormat terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Apalagi perempuan. Di pedesaan, umumnya kaum perempuan eksistensinya hanya ‘nunut’ saja kepada kaum laki-laki. Mereka umumnya mempercayai kaum lelaki dalam segala aspek kehidupan, seperti penentu kebijakan keluarga (misalnya dalam urusan sekolah anak—memutuskan siapa yang berhak untuk mendapatkan pendidikan). Hal ini bisa dipahami ketika pada kenyataannya, banyak perempuan yang tidak bekerja. Atau, kalaupun bekerja, maka pekerjaan mereka bukanlah tulang punggung dari seluruh kehidupan keluarga, suami lah tulang punggung utama keluarga.

Dalam kaitannya dengan masalah tradisi, di perkotaan mungkin akan ditemui adanya sikap-sikap yang lebih permisif terhadap perubahan-perubahan nilai yang terjadi di masyarakat. Karenanya, kepatuhan terhadap nilai dan adapt setempat lebih bersifat longgar. Tapi ini bukan menjadi jaminan bahwa masyarakat perkotaan lebih melek terhadap permasalaha perempuan. Tingkat pendidikan yang diterima, serta tingkat kemakmuran seseorang sangat berpengaruh. Bagi masyarakat miskin, tentunya masalah kesetaraan peran laki dan perempuan ini –mungkin- belum menjadi perhatian utama, karena urusan utama tentulah tak jauh dari masalah perut.

(6)

nyawa, belum pelecehan-pelecehan yang diterima sebagai konsekuensi dari pekerjaan syahwatnya itu!

Dari uraian yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa hal yang terkait dengan masalah pendidikan dan tradisi. Pertama, bahwa tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap sikap dan pemikiran seseorang terhadap suatu gejala atau permasalahan yang ada. Seseorang yang berpikiran maju dan terbuka tentu saja akan menerima segala perubahan yang terjadi dengan berbaik sangka. Termasuk di dalamnya adalah perubahan yang dialami oleh segolongan kaum perempuan: bahwa mereka memiliki hak dan peran yang sama dengan lelaki. Mereka adalah partner, subjek yang sama, dengan lelaki, bukan objek apalagi pelengkap. Kondisi seperti ini tidak bisa hadir dengan sendirinya, tetapi harus diciptakan. Dengan kata lain, pemelekan terhadap fungsi dan peran yang sama antara laki-perempuan harus diciptakan dan ditumbuhkan dalam segenap elemen masyarakat.

Kedua, nilai-nilai tradisi yang dinilai merugikan hak dan posisi kaum perempuan di tengah masyarakat kiranya perlu dilihat secara kritis. Stigma negatif dan salah kaprah tentang peran perempuan dalam masyarakat dan keluarga perlu ditinjau ulang. Kondisi ini dapat diperparah ketika masyarakat terlanjur memegang nilai-nilai adapt dengan penuh kesakralan. Atau, justru ketika suatu masyarakat menjadi begitu adaptif terhadap nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan suatu masyarakat, yang pada akhirnya justru dapat berakibat fatal (seperti prostitusi yang banyak dilakukan oleh kaum urban di kota, yang biasanya berpendidikan rendah, dan memandang sesuatu dari bagaimana cara termudah untuk mendapatkan sesuatu itu, tanpa melihat proses di belakangnya). Kondisi dan situasi seperti inilah yang harus dihindari.

4. 4. 4.

4. Agama:Agama:Agama:Agama: TinjauanTinjauanTinjauanTinjauan KritisKritisKritisKritis

(7)

Agama-agama samawi bisaanya memiliki hukum yang mengatur peranan perempuan. Beberapa hal yang diatur dalam Al-Qur’an, yang terkait dengan peran dan eksistensi perempuan dalam fungsinya antara lain adalah sebagai berikut.

a. a. a.

a. EksistensiEksistensiEksistensiEksistensi PerempuanPerempuanPerempuanPerempuan

Pandangan-pandangan seperti perempuan diciptakan dari tulang rusuk lelaki, perempuan lahir dari najis atau akibat ulah setan, perempuan diperalat setan dan menjadi penyebab diusirnya manusia dari surga merupakan contoh kekeliruan terhadap tafsir tentang perempuan. Bahkan, sampai sekarang ada beberapa orang, yang beranggapan bahwa perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Pendapat yang keliru mengenai penciptaan perempuan ini muncul dari tafsir yang keliru atas hadis nabi, yakni saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Ini bukan berate bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Karena jika yang dimaksud demikian, maka maknanya bisa mengarah pada kerendahan derajat perempuan dibandingkan laki-laki. Tafsir yang keliru ini juga muncul sebagai akibat dari terkontaminasinya aqidah (terutama muslim) atas Kitab Perjanjian Lama (Kejadian II;21) yang mencantumkan kejadian Adam dan Hawa (dalam Shihab, 1999:270).

Tulang rusuk dalam hadis di atas merupakan sebuah kiasan yang artinya agar dalam memperingatkan perempuan, seorang lelaki kiranya dapat berlaku dengan amat bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan bawaan perempuan yang tidak sama dengan laki-laki. Karenanya, mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan.

Kepribadian bawaan perempuan sejak lahir itu tercatat dalam Al-Qur’an surat AL-Isra’ ayat 70 yang dengan tegas menyatakan bahwa:

(8)

kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk-makhluk yang Kami ciptakan.

Ayat di atas menunjukkan bahwaanak-anak Adam dan penghormatanNya itu meliputi lelaki dan perempuan. Keduanya sama dari segi asal kejadian dan kemanusiaannya (QS Ali Imran:195). Peran lelaki dan perempuan yang koordinat juga dibahas lagi dalam QS 3:195. beberapa nukilan ayat-ayat di atas kiranya dapat menjadi koreksi atas pandangan yang keliru tentang perempuan yang beranggapan bahaw eksistensi asal mula kejadian perempuan itu berasal dari seorang lelaki. Perempuan dan lelaki pada hakikatnya adalah sama di mata Tuhan, dan diciptakan dalam porsinya yang sama, yakni engan bertemunya sel telur (ovarium) dengan sel sperma.

b. b. b.

b. Hak-hakHak-hakHak-hakHak-hak perempuanperempuanperempuanperempuan

beberapa hal yang perlu dicatat terkait dengan persoalan hak perempuan dalam kaitanya dengan agama (terutama Islam) adalah banyak dijumpainya pemahaman atau penafsiran keliru atas kata qawamun yang diterjemahkan sebagai tasalluth. Dalam pengertian yang keliru ini, perempuan ditempatkan sebagai sosok yang menjadi subordinate dengan perempuan. Karena, laki-laki merupakan pemimpin bagi kaum perempuan. Penafsiran yang seperti ini, merupakan bentuk.

Menurut Engineer (1999:41), makna kataqawwamun lebih tepatnya bukanlah dominasi laki-laki atas perempuan. Engineer kemudian mencontohkan beberapa tafsir atas qawwamun yang ‘lebih bersahabat’. Misalnya, pendapat Abdullah Yusuf Ali yang menerjemahkan kata tersebut sebagai ‘pelindung kaum perempuan’, dan Muhammad Assad yang menafsirkannya dengan ‘memelihara hak perempuan’. Maulana Muhammad Ali menerjemahkan kata qawwamundengan ‘penjaga’.

(9)

Dalam kehidupan praktis, permasalahan persamaan hak antara perempuan dengan laki-laki ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Contoh kasus, ketika Megawati Soekarno Putri mencalonkan dirinya menjadi presiden (baca: pemimpin), maka tak sedikit dari kalangan umat Islam yang menolak dengan dalil hadis nabi yang menyatakan “tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan”. Dalil seperti ini jugalah yang biasanya dipergunakan untuk menggoyang calon-calon pemimpin dari kaum perempuan.

Sebenarnya, penggunaan hadis sebagai dasar penentu boleh atau tidaknya perempuan menjadi penentu itu tidak serta merta dipahami secara mentah. Karena, suatu hadis adakalanya muncul karena dilatarbelakangi suatu peristiwa yang sifatnya kondisional, dan tidak berlaku kepada semua umat. Hadis di atas merupakan salah satu contohnya.

Mengapa nabi mengeluarkan pernyataan tersebut? Ini dilatarbelakangi peristiwa penyerbuan kerajaan Romawi di Persia. Saat iru Kisra Persia wafat dan anak perempuannya diangkat menjadi penggantinya. Di samping situasi kerajaan yang masih kacau, diperkirakan Buran, putri Raja Persia itu tidak memiliki kemampuan untuk memimpin kerajaan besar seperti Persia (Sukri, 2002:118). Dengan demikian, sabda Rasulullah itu tidak berlaku untuk semua kaum perempuan. Karena, ada pula nama-nama tokoh perempuan Islam yang juga menjadi pemimpin suatu kaum. Sebutlah Ratu Balqis. Bahkan, isteri nabi, Aisyah pun pernah menjadi pemimpin dalam perang Jamal. Karenanya, sikap kritis terhadap hukum-hukum agama itu perlu dilakukan. Hal ini sangat penting, terutama untuk menghindari ketidakadilan jender.

c.

c.c.c. PerempuanPerempuanPerempuanPerempuan dandandandan PerkawinanPerkawinanPerkawinanPerkawinan

(10)

Perceraian, dalam Islam tidak dapat dilakukan dengan tanpa alas an atau semena-mena – dari sudut pandang suami saja. Dalam agama Islam, perceraian dilakukan melewati tiga tahapan. Jika pasangan rujuk kembali setelah talak pertama, maka mereka dapat hidup bersama lagi sebagai suami and isteri. Demikian juga dengan talak kedua, mereka dapat merekonsiliasi lagi dan hidup sebagai suami isteri. Tetapi, jika talak diberikan untuk ketiga kalinya maka itu menjadi bukti bahwa perkawinan itu tidak dapat diteruskan dan lebih baik bila berpisah selamanya. Demikian moderatnya hukum perceraian dalam Islam. Dengan adanya hukum seperti ini, perceraian tidak dapat dilakukan secara semena-mena, mengabaikan hak sang isteri.

Isteri, dalam hukum Islam pun boleh menuntut cerai jika selama kurang lebih dua bulan berturut-turut tida diberikan nafkah lahir dan batin oleh suaminya. Perjanjian ini diucapkan oleh calon suami isteri ketika mereka berada di hadapan penghulu dan disaksikan oleh para saksi pernikahan.

Laki-laki didesak untuk mencintai isteri mereka, harus menghormati dan memperlakukan mereka dengan cara yang baik, serta memberi dengan tata cara yang santun. Perempuan diminta taat kepada suami, harus mencintai, dan loyal terhadap mereka. Tenjtang perceraian dikatakan bahwa tidak ada di muka bumi ini yang dibenci oleh Allah lebih daripada perceraian. Dikatakan juga kepada kaum perempuan, bahwa laki-laki yang minta cerai tampa memiliki alas an yang kuat dan tanpa mencari solusi yang memungkinkan, mereka tidak akan masuk surga (Engineer, 2003:204).

(11)

Aat yang sering disitir terkait dengan isu poligami adalah QS An-Nisa: 3, yakni: “Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil kepada anak-anak yatim, maka kawinilah perempuan di antara mereka yang menurut kamu baik, dua, tiga, atau empat; tapi jika kamu tidak dapat berbuat adil maka kawinilah satu atau dari budak perempuan yang kamu miliki.” Yatim di sini maksudnya adalah ‘perempuan yang belum kawin yang ayahnya telah meninggal’ atau ‘gadis-gadis’. Sir Syed, seperti yang dikutip Enginner (2003: 245-256), mengatakan bahwa dalam ayat ini dan ayat sebelumnya, ketidakadilan dalam bentuk apapun kepada gadis-gadis yatim dan kaum perempuan sangat dilarang. Dalam ayat ini, laki-laki telah didesak: “Jika kamu takut tidak dapat berlaku adil kepada para gadis yatim dalam hal kekayaan dan hak-hak mereka, maka kawinilah perempuan lain.” Hal ini dikarenakan adanya perhatian yang besar dalam melindungi hak-hak dan kekayaan para gadis yatim dan perempuan.

Kemudian, Sir Syed menjelaskan ayat selanjtunya dengan mengutip sebuah hadits dari Aisyah, isteri nabi yang diriwayatkan dalam Tafsir Al Kabir. Hadits ini semakin memperjelas diperbolehkannya seorang laki-laki mengawini empat isteri, dengan maksud untuk melindungi hak-hak mereka. Seseorang dapat mengawini para anak yatim dan perempuan asalkan mereka dapat berlaku adil kepada mereka.

Yang menjadi persoalan adalah ketika poligami itu dilakukan, tanpa memperhatikan hal-hak perempuan. Di sekitar masyarakat kita, kasus poligami yang bermasalah itu banyak sekali. Bahkan, ada pula yang melakukan poligami tanpa sepengetahuan dan seijin isterinya. Tentu saja, hal ini tidak boleh dilakukan. Poligami tanpa sepengetahuan dan seijin isteri, tentu saja tidak sah.

(12)

Menjadi lebih parah lagi, jika hukum poligami hanya diambil “diperbolehkannya mengawini lebih dari satu isteri”. Pernah terjadi kasus, seorang tukang becak di Jakarta membunuh isterinya sendiri karena ditentang niatannya untuk melakukan poligami. Kasus ini sempat mencuat di berbagai televise. Dalam pemikiran penulis, poligami akan berhasil jika para pelakunya melek terhadap hukum agama dan memiliki kearifan dalam menjalani kehidupannya ketika harus berbagi suami. Materi pun harus dipikirkan. Karena, orang berumah tangga itu membutuhkan materi. Baik isteri maupun suami harus memiliki kekuatan secara ekonomi untuk melangsungkan kehidupan sebuah keluarga.

d. Kekerasan dalam Rumah Tangga

Al-Qur’an tidak membenarkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Permaslahan acap kali muncul ketika terjadi penafsiran yang kurang tepat atas ayat ini.

Laki-laki adalah pemimpin kaum perempuan, atas apa yang telah Allah lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dank arena mereka telah menafkahkan sebagian harta mereka. Oleh karena itu, perempuan yang baik adalah yang taat (qanitat), memelihara diri dari yang ghaib, seperti Allah telah memelihara. Dan mereka yang kamu takut desersi, maka nasihatilah mereka dan tinggalkanlah mereka sendiri di tempat tidur, dan hukumlah mereka (wadhribuhunna). Sehingga, jika mereka mentaatimu, janganlah mencari-cari kesalahan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya, Allah Mahatinmggi lagi Mahabenar (QS An-Nisa’:34).

(13)

tidak bekerja dan bergantung kepada laki-laki untuk memenuhi hidup mereka. Karena itu, ayat ini perlu dipahami secara sosiologis supaya tidak keliru.

Soal pemukulan, menurut Ahmad Ali, Al-Qur’an tidak membolehkan pemukulan isteri sama sekali. Tetapi, kebanyakan para penafsir klasik setuju bahwa setelah mengambil semua tindakan untuk membujuk isterinya, bila ternyata sang isteri terus melawan, maka dia dapat diberi pukulan ringan, tidak untuk melukai tetapi untuk menghukum.

Kata wadhribuhunna dalam ayat di atas sebenarnya juga memunculkan tafsir yang beragam. Apakah dengan demikian Al-Qur’an memperbolehkan kekerasan terhadap isteri? Ath-Thabari mengatakan bahwa mereka sulit atau tidak mau dibujukm, maka pemukulan boleh dilakukan sepanjang tidak sampai menyakitinya. Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa pemukulan tidak boleh melukai dan tidak boleh menyebabkan luka, atau merusak tulang apa pun, dan wajah tidak boleh disentuh. As-Syafei mengatakan bahwa pemukulan boleh dilakukan, dengan memperhatikan syarat-syarat yang kurang lebih sama dengan Az-Zamakhsyari, namun akan lebih baik jika tidak dilakukan.

(14)

Tanpa harus dipukul, mereka dapat mengerti dengan baik. Ketiga, ada solusi yang lebih baik daripada memukul. Yakni, meminta bantuan nasihat kepada orang yang lebih paham mengenai hukum, baik hukum agama (ulama) atau hukum secara umum (pengacara, polisi). Meminta bantuan advis dari ulama sangat diperlukan. Harapannya, akan ada pemecahan terhadap masalah yang dihadapi. Atau, meminta bantuan pihak kepolisian untuk menyelesaikannya secara hukum jika ternyata dari keagamaan masalah itu belum selesai juga. Yang jelas, pemukulan bukanlah solusi dari segalanya. Komunikasi yang terbuka dan kesadaran untuk menghormati dan menghargai satu sama lain itu yang lebih utama.

Kekerasan dalam rumah tangga ini pada praktiknya masih banyak ditemui di sekitar masyarakat kita, baik yang dengan menggunakan dalil agama maupun yang tidak. Kasus kekerasan dalam rumah tangga begitu merebak. Akibatnya, saat ini fenomenanya adalah banyak perempuan yang menuntut cerai karena diperlakukan dengan tidak hormat oleh suami. Umumnya, mereka yang berani menuntut cerai ini dari kalangan yang sudah mapan? Bagaimana dengan yang kurang mapan? Biasanya, mereka bertahan dalam perkawinan karena berbagai pertimbangan, seperti pertimbangan anak dan ekonomi. Untungnya, Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam penegakan hak-hak perempuan dalam rumah tangga kini banyak bermunculan. Salah satunya adalah Rifka Annisa. Lembaga ini banyak memperhatikan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. Namun, keberadaan lembaga ini tentu saja masih akan kurang efektif jika pelaku-pelaku dalam kehidupan rumah tangga itu sendiri belum melek terhadap keberadaan masing-masing. Situasinya akan menjadi lain jika semua elemen masyarakat mulai menyadari akan hakikat peran dan kedudukan satu sama lain dalam keluarga. Usaha penyadaran terhadap hak dan penghargaan terhadap sesame, kiranya perlu lebih gencar digalakkan di semua unsur masyarakat.

Kesimpulan Kesimpulan Kesimpulan Kesimpulan

(15)

saat ini. Masyarakat yang ada saat ini merupakan sambungan dari masyarakat yang terdahulu. Namun, bukan berarti semua yang telah dibawa masyarakat terdahulu itu diterima dan dilestarikan. Ada kalanya, norma, keyakinan, budaya ataupun tradisi yang keliru, yang dapat merendahkan posisi perempuan itu perlu dikaji ulang. Hukum-hukum agama yang keliru ditafsirkan atau dipahami perlu diluruskan dan dikritisi. Perhatian dari berbagai pihak, seperti pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, ulama, dan semua elemen masyarakat perlu dikerahkan demi menuju terbentuknya masyarakat yang sadar akan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Bila perlu, usaha pemelekan jender itu dimulai dari keluarga inti dan diteruskan di sekolah-sekolah. Dengan demikian, perlakuan-perlakuan yang miring terhadap perempuan dapat dikurangi, ditepis, bahkan dihilangkan.

Daftar Daftar Daftar

Daftar BacaanBacaanBacaanBacaan

Wolf, Naomi. 1997. Gegar Gender (dialihbahasakan oleh Omi Intan Naomi). Yogyakarta: Pustaka Semesta Press.

Bainar (ed). 1998. Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemodernan. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia dan PT Pustaka Cidesindo.

Engineer, Asghar Ali. 2003. Pembebasan Perempuan (diterjemahkan oleh Agus Nuryanto). Yogyakarta: LKIS.

Shihab, Quraish. 1992.Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian persediaan bahan baku air kelapa yang dilakukan oleh PT Keong Nusantara Abadi belum

Anna Julia Cooper, lebih dari seratus tahun lalu sudah menuliskan, ”dunia perlu mendengar suara perempuan” yang sekian lama dibungkam, termasuk di

Konsep gaya hidup dapat membantu pemasar memahami nilai konsumen yang berubah dan bagaimana juga gaya hidup mempengaruhi perilaku pembelian, sehingga untuk mengetahui bagaimana

12 peserta didik memiliki motivasi belajar IPA tinggi dan 15 peserta didik memiliki motivasi belajar IPA sangat tinggi.Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran pada konsep sistem pernapasan, siswa juga memberikan repon positif terhadap penilaian keterampilan kolaborasi

Hal ini juga menjadi faktor penghambat bagi advokat mendampingi klien dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Pekanbaru dikarenakan SDM advokatnya bukan

Motor Diesel adalah motor pembakaran dalam ( internal combustion engine ) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan suatu prinsip

Hasil penelitian menunjukkan sport massage lebih efektif dibandingkan circulo massage dalam penurunan tingkat kelelahan yang dialami karyawan laki-laki Gadjah Mada