• Tidak ada hasil yang ditemukan

MARKAH MOLEKULER DALAM IDENTIFIKASI DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MARKAH MOLEKULER DALAM IDENTIFIKASI DAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MARKAH MOLEKULER DALAM IDENTIFIKASI DAN ANALISIS

KEKERABATAN TUMBUHAN SERTA IMPLIKASINYA

BAGI MATA KULIAH GENETIKA

(Telaah keilmuan genetika molekuler tumbuhan)

SUPARMAN 1

1

Dosen Pada Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Khairun

Email : suparman@yahoo.co.id

ABSTRAK

Sifat morfologi tanaman meliputi batang, variasi bunga dan bagian-bagian bunga serta variasi bentuk daun telah lama menjadi acuan identifikasi, pemetaan kekerabatan dan taksonomi tanaman, namun sifat morfologi dinilai terbatas karena langsung dipengaruhi lingkungan. Penanda lain yang lebih stabil berupa penanda biokimia seperti isozyma. Penanda ini lebih baik, kurang dipengaruhi kondisi pertumbuhan karakter kuantitatif dan lebih cocok untuk identifikasi varietas, namun terkadang penanda ini juga tidak menunjukan perbedaan yang nyata antar genotip yang diuji. Keterbatasan tersebut, memunculkan markah molekuler, yakni penanda yang ditentukan langsung oleh materi genetik berupa DNA. Sekuen DNA memberikan banyak character state karena perbedaan laju perubahan basa-basa nukleotida di dalam lokus yang berbeda dan lebih akurat serta menghasilkan kekerabatan yang lebih alami. Karakter markah molekuler berupa sekuen DNA pada tumbuhan dapat diambil dari genom nDNA, cpDNA, dan mtDNA. Sekuen DNA yang banyak digunakan pada tumbuhan ialah : mikrosatelit, ITS, gen rbcL, gapC, ndhF, matK, dan psaA. Gen rbcL secara khusus telah direkomendasikan sebagai DNA pada tumbuhan. Perkembangan markah molekuler memberikan implikasi berupa penambahan materi pada kuliah genetika yakni materi dasar bioinformatika dan filogenetik molekuler sebagai tool dalam analisis data molekuler. Lebih jauh lagi, bioinformatika dan filogenetika molekuler ini dapat direkomendasikan menjadi matakuliah pilihan.

Kata kunci : markah molekuler, sekuen DNA, kekerabatan tumbuhan, DNA barkode

Karakter morfologi yang berupa bentuk

bunga, daun, batang, biji dan karakter fisiologi

yang berupa kandungan fitokimia merupakan

landasan utama identifikasi dan klasifikasi

tumbuhan. Sistem taksonomi yang ada

sekarang ini berdasarkan kemiripan morfologi

dan fisiologi tersebut. Salah satu panduan

pengelompokan tumbuhan adalah Cronquist

(1981) dalam Suparman (2011) yang

mengklasifikasikan ribuan tumbuhan dalam

sistem terintegrasi berdasarkan karakter

morfologi. Backer dan Van Den Brink (1965)

juga membukukan ratusan tamanan yang ada di

(2)

Pengelompokan berdasarkan morfologi

pada tumbuhan masih memiliki banyak

keterbatasan, contoh nyata pada klasifikasi

Genus Mangifera terbaru yang dipublikasi oleh

Kostermans Bompard mengindikasikan

keraguan pengelompokan (Yonemori, dkk.

2002). Hal ini dapat dianalisis pada kelompok

uncertain position untuk 11 spesies dari

Mangifera yang telah diidentifikasi.

Keterbatasan markah morfologi juga dapat

terlihat pada pengelompokan tanaman

Philantus niruri (Hidayat, dkk. 2008) yang

karakter warna tumbuhannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Perkembangan biologi molekuler mulai

berperan penting dalam perkembangan

berbagai cabang Biologi, begitu juga peranan

biologi molekuler dalam identifikasi dan

pengelompokan kekerabatan tumbuhan. Semua

proses kehidupan seperti perkembangan,

fisiologi, dan reproduksi semua organisme

dapat dilihat dengan pendekatan molekuler.

Studi evolusi saat ini dipengaruhi oleh

perkembangan Biologi molekuler, dan

sebaliknya pendekatan evolusi juga digunakan

untuk memahami dan mengembangkan Biologi

molekuler (Nei dan Kumar, 2000).

Perkembangan kedua ilmu tersebut

berpengaruh pada pendekatan filogenetik,

sehingga kekerabatan antar organisme yang

awalnya hanya berdasarkan data morfologi,

anatomi, fisiologi dan paleontologi tetapi

sekarang berkembang teknik molekuler dalam

rekonstruksi filogenetik. Hal ini juga untuk

menjembatani adanya organisme kompleks

yang sulit dibedakan hanya dengan data

morfologi. Data molekuler tersebut seperti peta

restriksi, hibridisasi DNA, sekuen protein dan

sekuen DNA. Peneliti cenderung menggunakan

sekuen DNA karena dianggap lebih mudah

dibanding dengan informasi molekuler yang

lain (Li dan Graur, 1991).

Latar belakang tersebut memicu penulis

untuk memaparkan penggunaan markah

molekuler berupa sekuen DNA yang spesifik

dalam menganalisis kekerabatan dan

identifikasi tumbuhan sebagai karakter

alternatif yang menyediakan data lebih akurat

serta implikasi dari perkembangan ilmu

genetika molekuler ini terhadap matakuliah

genetika.

MARKAH MOLEKULER SEBAGAI SUATU PENANDA

Markah molekuler merupakan penanda

yang berbasiskan asam amino, protein atau

sekuen DNA sebagai bahan utama. Penggunaan

sekuen DNA sebagai penanda baik dalam

identifikasi maupun taksonomi telah lama

digunakan karena lebih menunjukan sifat yang

alami. Pada dasarnya prinsip penggunaan

(3)

morfologi, yakni untuk mengenali suatu

individu atau spesies. Pada suatu individu yang

lengkap, penggunaan ciri dan tanda morfologi

dapat langsung membantu ahli taksonomi.

Keterbatasan sifat morfologi mulai terlihat pada

saat keterbatasan sampel morfologi, misalnya

tidak ditemukan secara lengkap

karakter-karakter morfologi yang merupakan kunci

identifikasi bagi suatu jenis. Karakter

morfologi yang ditemukan secara lengkap

namun beda usia juga akan mengalami masalah

dalam identifikasi, hal ini disebabkan ada

beberapa tanaman yang menghasilkan senyawa

tertentu misalnya minyak atsiri pada saat

dewasa sehingga pada saat masih muda tidak

ditemukan.

Karakter morfologi berupa warna cendrung

berbeda pada perlakuan lingkungan yang

berbeda seperti pada kasus tanaman

Phyllanthus niruri/meniran (Hidayat dkk,

2008). Pada sistem klasifikasi sebelumnya,

meniran digolongkan menjadi tiga kelompok

berdasarkan karakter morfologi warna batang

dan cabang, yaitu meniran merah, meniran

kuning, dan meniran hijau, tetapi karakter

warna batang ini cenderung mengecoh karena

sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

Penggunaan sifat morfologi dalam

filogenetik dan taksonomi sering mengecoh

karena bersifat tentatif. Objek-objek yang

sedang dianalisis harus berada dalam kondisi

sama, berasal dari tempat yang berkondisi sama

dan usia yang relatif sama. Objek penelitian

dari spesies yang sama menghasilkan

kesimpulan berbeda jika berasal dari usia yang

berbeda, atau berasal dari tempat dengan

kondisi lingkungan yang berbeda, atau

pengambilan sampel beda usia. Analisis dari

awetan kering juga sangat sulit untuk

identifikasi, karena tidak cukup hanya

membandingkan satu bagian saja, misalnya

daun atau batang saja, tetapi dibutuhkan semua

bagian tumbuhan. Penggunaan markah

molekuler ternyata memudahkan dalam

pengambilan sampel, karena dapat

menggunakan sampel dari semua bagian tubuh

tumbuhan dengan jumlah kuantitaif yang tidak

banyak, hal ini karena DNA pada tubuh

tumbuhan terdapat pada semua bagian

manapun dengan pola yang sama.

Pengaruh lingkungan terhadap perubahan

morfologi dan fisiologi yang tidak permanen

memperlihatkan bahwa karakter luar yang

dihasilkan oleh tumbuhan karena respon

lingkungan tidak stabil. Hal ini mengecohkan

identifkasi dan analisis kekerabatan tumbuhan

bahkan pada makhkuk hidup secara umum.

Markah molekuler dinilai lebih stabil sebagai

penanda dan identifikasi serta dalam analisis

taksonomi, Li dan Graur (1991),

mengungkapkan bahwa DNA menyediakan

(4)

morfologi dan fisiologi, serta lebih cepat,

praktis, dan efisien dalam pengerjaan.

Sekuen DNA memberikan banyak

character state karena perbedaan laju

perubahan basa-basa nukleotida di dalam lokus

yang berbeda dan lebih akurat serta

menghasilkan kekerabatan yang lebih alami.

Sistematika molekuler dengan menggunakan

markah molekuler pada tanaman telah

digunakan secara luas sebagaimana pada

organisme lain dalam determinasi hubungan

filogenetik (Asahina, dkk. 2010). Pada

sistematika Angiospermae pendekatan

filogenetik dengan karakter molekuler telah

digunakan dan efektif dalam mengelompokan

takson yang belum terselesaikan dengan

pendekatan fenetik (Reddy, 2009).

Penggunaan sekuen DNA juga dapat

mengatasi kelemahan dari data morfologi yang

diketahui memiliki keterbatasan karakter dan

cenderung dipengaruhi lingkungan. Kelebihan

penggunaan markah molekuler, pertama sekuen

DNA memberikan data yang lebih akurat

terhadap karakter-karakter yang ada (Hidayat

2008), kedua sekuen DNA menyediakan

banyak character state karena perbedaan laju

perubahan basa-basa nukleotida di dalam lokus

yang berbeda adalah besar, ketiga sekuen DNA

telah terbukti menghasilkan sebuah hubungan

kekerabatan yang lebih alami. Karakter dari

markah molekuler berupa sekuen DNA pada

tumbuhan dapat diambil dari Inti, kloroplas,

dan mitokondria.

JENIS-JENIS MARKAH MOLEKULR

Banyaknya gen pada genom makhluk

hidup menyebabkan kesulitan jika harus

dianalisis secara keseluruhan untuk identifikasi

dan analisis kekerabatan dari satu atau lebih

tingkat takson makhkuk hidup. Langkah yang

sedang dilakukan oleh para ahli molekuler ialah

mencari suatu gen yang dapat mencirikan suatu

jenis sekaligus membedakan antara satu jenis

dengan jenis lainnya. Gen tersebut akan

berfungsi sebagai suatu barkode sehingga lebih

praktis dan efisien dalam identifikasi jenis

tumbuhan dan analisis kekerabatan dari suatu

genus.

Gen yang dijadikan markah molekuler

pada makhkuk hidup harus gen yang lestari

moderat “moderate conserved” dan memiliki

variasi yang cukup pada tiap spesies, hal ini

akan sangat bermanfaat dalam rekonstruksi

filogenetik dan analisis pada level populasi.

Perbedaan laju mutasi pada kingdom hewan,

tumbuhan, protista dan jamur menyebabkan

seleksi pengambilan gen penanda yang

berbeda. Masing-masing gen penanda yang

dapat diajadikan rujukan dalam identifikasi dan

taksonomi pada tiap kingdom ditunjukan pada

(5)

Tabel 1. Markah molekuler pada level spesies pada masing-masing kingdom (Hajibabaei, 2007)

Secara umum untuk kelompok hewan telah

direkomendasikan COI, 16s-RNA, dan Cytb

dalam identifikasi dan penggunaan dalam

markah molekuler. Semua gen tersebut

merupakan bagian dari genom mitokondria.

COI, merupakan gen cytochrome c oxidase

yang terdapat pada genom mitokondria, gen ini

merupakan bagian dari subunit kompleks

sitokrom oksidase yang merupakan bagian dari

rantai transpor elektron. Beberapa penelitian

menunjukan bahwa sekuen dari COI telah

efektif dalam identifikasi, secara khusus dalam

kelompok hewan lebih dari 95% berhasil

dipisahkan dalam level sepesies pada hewan

dengan menggunakan sekuen COI

(Ratnasingham dan Hebert, 2007).

Sekuen nonkoding yang banyak digunakan

sebagai markah molekuler ialah ITS, “Internal Transcribed Spacer” merupakan suatu daerah non fungsional RNA yang ada antara struktur

rRNA pada prekursor transcript umum. ITS

berukuran kecil kurang lebih 700 pasang basa

dan memiliki salinan yang banyak pada genom

inti. Pada kelompok jamur, ITS

memperlihatkan hasil yang lebih efektif

dibandingkan dengan sekuen lain dan

dierekomendasikan sebagai DNA barkode

universal dalam semua kingdom fungi pada

consortium barcode of life (CBOL). Sementara

kelompok protista dapat juga menggunakan

sekuen ITS.

Pada kelompok tumbuhan, beberapa gen

telah banyak digunakan untuk analisis

filogenetik dan identifikasi tumbuhan

diantaranya mikrosatelit, ITS, gen rbcL, gapC,

ndhF, matK, dan psaA (Suparman, 2011).

Mikrosatelit adalah sekuen DNA sederhana

terdiri dari dua sampai enam pasang basa

berulang yang disebut pula dengan Simple

Sequence Repeat (SSRs). Penggunaan

mikrosatelit banyak pada penelitian eukariotik

karena terdistribusi merata pada genom

eukariotik. Markah ini bersifat kodominan dan

dapat mendeteksi keragaman alel pada level

tinggi.

Gen/sekuen Lokasi genomik Jumlah sekuen genomik

Hewan Tumbuhan Protista Jamur

CO1-barkod Mitokondria 19577 520 1931 410

16s-RNA Mitokondria 41381 221 2059 285

Cytb Mitokondria 88324 165 1920 1084

ITS1-rDNA Inti sel 12175 57693 68839 56675

ITS2-rDNA Inti sel 13923 58065 67332 56349

18S-Rdna Inti sel 21063 17121 32290 33327

(6)

Gambar 1. Ilustrasi posisi, arah dan panjang basa gen rbcL pada genom kloroplas, berdasarkan Judd, dkk. (2002) ; Yoshinaga, dkk. (1996).

Salah satu markah molekuler yang banyak

digunakan dalam filogenetik tumbuhan yakni

rbcL. Gen rbcL tanaman merupakan pengkode

sub unit besar enzim riboluse-1,5-bisphosphate

carboxylse (RubisCo) yang berada di genom

kloroplas (Judd dkk, 2001) dan merupakan gen

yang universal pada hampir semua tanaman,

sehingga penggunaanya akan efektif mengenali

keragaman dalam semua tanaman. Penggunaan

markah gen rbcL pada analisis filogenetik

diantara spesies dalam satu genus telah

dilakukan, seperti pada genus Zygophyllum dari

famili Zygophyllaceae (Bellstedt dkk, 2008)

dan genus Caragana dari famili Leguminoseae.

Gen rbcL merupakan gen pengkode salah

satu enzim fotosintesis yakni large subunit

Ribulosa-1,5-bisphosphate carboxylase

(RuBisCo) atau RUBP karboksilase (Judd, dkk.

2002; Lane, 1984) yang berperan pada tahap

awal siklus Calvin dari fotosintesis, selain

fungsi utamanya dalam menghasilkan

RuBisCo, rbcL telah umum digunakan untuk

menyediakan sekuen data dalam analisis

filogenetik tumbuhan (Chase, dkk. 1993; Judd,

dkk. 2002). Penggunaan gen rbcL dalam

filogenetik tumbuhan karena gen ini dimiliki

oleh semua spesies tumbuhan kecuali

tumbuhan parasit, bahkan ditemukan pula pada

sejenis flagelata (La Du, dkk,.2002), jika dilihat

dari protein yang dihasilkan maka gen rbcL

mudah dideteksi. Hal ini karena RuBisCo yang

dihasilkan oleh gen rbcL sangat melimpah

dalam sel tumbuhan yakni sampai 15% dari

total protein tumbuhan (Lane, 1984), dan

melebihi 50% dari total protein dalam kloroplas

(Alberts, dkk. 2002). Gen yang terdapat pada

genom kloroplas tumbuhan ini memiliki

panjang basa nukleotida sekitar 1428 base pair

(2006; Judd, dkk. 2002).

Efektivitas penggunaan gen rcbL dalam

filogenetik pada tumbuhan bunga telah

memperlihatkan hubungan kekerabatan evolusi

diantara kelompok organisme (taxon) yang

diteliti, selain itu gen rbcL juga merupakan gen

yang sangat lestari pada hampir semua

(7)

2005). Consortium Barcode Of Life (CBOL)

pada kelompok kerja bidang tanaman juga

merekomendasikan penggunaan rbcL sebagai

barcode salah satu penanda pada identifikasi

tumbuhan secara umum yang dikombinasikan

bersama dengan gen matK (CBOL, 2009), hal

ini berdasarkan eksistensi, efektifitas dan

kelestarian laju mutasi kedua gen tersebut pada

hampir semua spesies tumbuhan. DNA barcode

ini, pada bidang sistematika dapat digunakan

dalam mengidentifikasi spesies tumbuhan, juga

berguna dalam analisis filogentik dan analisis

populasi (Hajibabaei dkk, 2007), rekomendasi

ini memperkuat alasan penggunaan rbcL dalam

analisis filogenetik dan kekerabatan tanaman

dalam satu genus.

Penggunaan gen rbcL pada penelitian

filogenetik menunjukan pola filogenetik yang

tidak bertentangan dengan sistematika

tumbuhan berdasarkan karakter morfologi

dalam sistem Cronquist, misalnya analisis pada

Caryophyllidae menghasilkan pohon yang yang

bersifat monofiletik, begitu juga Apocynaceae,

Apiaceae, dan Brassicaseae (Judd, 2002).

Kelajuan mutasi rbcL yang lebih lambat dari

gen-gen kloroplas lainnya, memungkinkan

rbcL masih membawa informasi gen nenek

moyang lebih. Barraclough (1996)

mengemukakan terdapat korelasi positif antara

kelajuan evolusi sequen gen rbcL dengan

diversifikasi spesies pada Angiospermae.

Lambatnya laju mutasi pada gen rbcL ini

kemungkinan berkaitan dengan fungsinya yang

sangat esensial bagi tumbuhan sebagai

pengkode enzim rubisko. Pada beberapa

spesies tumbuhan, perkiraan lokasi gen rbcl

dalam genom dapat diketahui degnan melihat

peta genom kloroplas yang telah ada, misalnya

pada tanaman Jagung, Kentang dan Tomat,

serta 87 spesies lainnya yang telah

diidentifikasi (Ravi, dkk. 2008), berdasarkan

peta kloroplas tersebut dapat digambarkan

posisi gen rbcL dari gen-gen lainnya pada

kloroplas.

BIOINFORMATIKA DAN FILOGENETIK MOLEKULER

Penggunaan markah molekuler dalam

identifikasi, analisis kekerabatan dan taksonom

tumbuhan tidak lepas dari ilmu bioinformatika

yang merupakan perangkat pembantu dari

tahap awal sampai akhir dari pengolahan

pengolahan data molekuler. Bioinformatika

merupakan ilmu interdisiplin yang

menghubungkan ilmu komputer dan biologi,

atau gabungan dari biologi dan informatik yang

mengembangkan teknologi menggunakan

komputer untuk menyimpan, mengambil,

memanipulasi dan mendistribusikan data yang

berhubungan dengan makromolekuler biologi

seperti DNA, RNA, dan protein.

(8)

Gambar 2. Proses amplifikasi DNA/gen target (a) DNA awal yang mengalami denaturasi, yakni pemisahan DNA dengan pasangannya. (b) Anealling proses menempelnya primer dengan gen target. (c) ekstensi, proses pemanjangan gen target yang telah ditempeli primer dan tahap akhir dari siklus pertama PCR. (Newton & graham, 1995).

dan analisis fungsi gen dan genom, serta

produknya (Xiong, 2006).

Penggunaan markah molekuler setelah

diketahui gen target yang akan digunakan

untuk identifikasi maka hal yang pertama

dilakukan ialah desain primer dengan perangkat

bioinformatika. Desain primer biasanya

dilakukan setelah mengetahui sekuen DNA

yang lestari dengan cara mensejajarkan

beberapa sekuen gen yang sama dari jenis yang

berbeda. Primer ini berfungsi sebagai

penginisiasi dalam mengisolasi gen target

dalam proses PCR. DNA genom yang telah

diisiolasi selanjtunya di PCR untuk

mengamplifikasi gen target. Proses PCR ini

menggunakan prinsip denaturasi, anealling dan

elongasi DNA target.

Hasil PCR gen dilakukan elektroforesis

dan dilihat dibawah sinar ultraviolet, untuk

lebih akurat dapat dilakukan proses sekuensing

yakni pembacaan sekuen DNA dengan

menggunakan dDNTp sehingga didapatkan

huruf-huruf yang mencerminkan basa-basa

nitrogen yang ada pada sekuen DNA tersebut.

Hasil sekuensing dapat dianalisis dengan fungsi

BLAST pada genebank, yakni membandingkan

sekuen gen dengan gen yang telah ada di

genebank. Langkah selanjutnya dapat

dilakukan analisis bioinformatika tingkat lanjut

baik filogenentik molekuler maupun

identifikasi open reading frame (orf).

Proses isolasi DNA, yang diawali dengan

desain primer gen untuk isolasi serta analisis

filogenetik molekuler dan beberapa analisis

(9)

molekuler yang belum diaajarkan di prodi

Pendidikan Biologi Universitas Khairun, materi

ini sudah mulai dikenalkan pada matakuliah

genetika lanjut. Lebih khusus akan di

rekomendasikan pada matakuliah tersendiri

pada pilihan bioinformatika, filogenetik

molekuler, dan rekayasa genetik.

Kesimpulan

Penggunaan markah molekuler telah

memberikan paradigma baru yang berguna

dalam identifikasi tumbuhan, analisis

filogenetik, dan analisis taksonomi tumbuhan

karena tidak dipengaruhi langsung oleh

lingkungan. Sekuen gen rbcL telah

direkomendasikan oleh barcode of life sebagai

DNA barkode pada tumbuhan. Secara khusus

perkembangan markah molekuler berimplikasi

pada penambahan materi perkuliahan genetika

lanjut di prodi Pendidikan Biologi Unkhair

serta rekomendasi penambahan matakuliah

pilihan bioinformatika, filogenetik molekuler,

dan rekayasa genetik.

REFERENSI

Asahina, H., Shinozaki, J., Masuda, K., Morimitsu, Y., dan Satake, M. (2010) : Identification of medicinal Dendrobium species by phylogenetic analyses using matK and rbcL sequences. The Japanese Society of Pharmacognosy and Springer. J Nat Med 64:133–138.

Backer, C.A. dan Van Den Brink, R.C.B. (1965) : Flora of Java (Spermatophytes

only) Vol. II, Angiospermae, Families 111-160. N.V.P Nordhoff, Groningen, Netherland.

Bellstedt, D.U., van Zyl, L., Marais, E.M., Bytebier, B., de Villiers, C.A., Makwarela, A.M., dan Dreyer, L.L. (2008) : Phylogenetic relationships, character evolution and biogeography of Southern African members of Zygophyllum (Zygophyllaceae) based on three plastid regions. Molecular Phylogenetics and Evolution 47 : 932– 949. Elsevier Inc

Ga Hun Boo, Kyung Min Lee, et al., 2009, Classification of the Genus Ishige (Ishigeales, Phaeophyceae) in the North Pacific Ocean with Recognition of Ishige Foliacea Based on Plastid rbcL and Mitochondrial Cox3 Gene Sequences1, J. Phycol 45: 906–913, Phycological Society of America

Hajibabaei, M, Singer, G.A.C, Hebert, P.D.N, and Hickey, D.A. (2007). DNA barcoding: how it complements taxonomy, molecular phylogenetics and population genetics. TRENDS in Genetics Vol.xxx No.x: 1-6

Hidayat, et al., 2008, Analisis Filogenetik Molekuler pada Phylantus niruri L (Euphorbiaceae), Jurnal Matematika dan Sains Vol. 13 No 1.

Judd, W.S., Campbel, C.S., Kellog, E. A., Stevens, P. F., dan Donoghue, M. J. (2002) : Plant Systematics : Phylogenetic Approach, 2nd edition. Sinauer Associates, Inc. Publisher, Sunderland, Massachusets-USA.

(10)

Li, W., dan Graur, D. (1991) : Fundamental of Molecular Evolution. Sinauer Associates, Inc.

Li, Xiaoxian and Zhou, Zhekun, 2008, Phylogenetic studies of the core Alismatales inferred from morphology and rbcL sequences, Progress in natural Science 19: 931-945, Elsevier limited and Science in China Press.

Maistro, Silvia, et al., 2007, Moleclular Phylogeny and Evolution Of The Order Tribonematales (Heterokonta, Xanthophyceae) Based On Analysis Of Plastidial Genes rbcL and psaA, Molecular Phylogeny and Evolultion 43: 407-417, Elsevier Inc.

Nei, M., dan Kumar, S. (2000) : Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press.

Newton, C.R, Graham, A., (1995) : PCR, Intoduction to Biotechniques. Bios Scientific Publisher ltd.

Ratnasingham, S., Hebert, P.D., 2007. The Barcode of Life Data System. Molecular ecology Notes.

Reddy, B.U. (2009) : Molecular phylogeny of Angiospermic plant families using rbcL gene Sequences. International Journal of Bioinformatics Research, 1(2) : pp-27-36.

Roche, 2009. PCR Applications Manual 3rd .

Barcode Loci May Not Work in Complex Groups: A Case Study with Indian Berberis Species. PLoS ONE 5(10): e13674.

doi:10.1371/journal.pone.0013674

Suparman. 2011. Analisis filogenetik Genus Mangifera Menggunakan Gen rbcL DNA Kloroplas. (Tesis S2 tidak diterbitkan). SITH-ITB. Bandung

Xiong, J. 2006. Essential Bioinformatics. Cambridge University Press: New York.

Yonemori, K., Honso, C., Kanzaki, S., Wiadthong, W., dan Sugiura, A. (2002) : Phylogentic relathionship of mangifera species revealed by ITS sequences of nuclear ribosomal DNA and a possibility of their hybrid origin. Plant Syst. Evol. (Fabaceae) based on DNA sequence data from rbcL, trnS–trnG, and ITS. Journal Molecular Phylogenetics and Evolution

Gambar

Tabel 1. Markah  molekuler pada level spesies pada masing-masing kingdom (Hajibabaei, 2007)
Gambar 2. Proses amplifikasi DNA/gen target (a) DNA awal yang mengalami denaturasi, yakni pemisahan DNA dengan pasangannya

Referensi

Dokumen terkait

Sekarang ternyata kotak yang kedua tingginya kurang. Kita harus mengedit hasil boolean ini. Tahan [ctrl] dan dekatkan pointer anda ke objek anda. Menahan [ctrl] akan mengaktifkan

penelitian tafsir tematik yang digagas oleh '‘Abd al -Hayy al-Farmawi, 16 sebagaimana yang dikutip oleh M.Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Qur'an yakni, (1)

Di samping itu pohon soni ( Dillenia serrata ) yang merupakan salah satu jenis tumbuhan endemik di Sulawesi ini juga perlu mendapat perhatian, karena banyak manfaatnya baik

Gambar 4.17.Perbandingan Karakteristik Akustik Hasil Simulasi dan Hasil Pengukuran Tabung Kecil(500 – 8000Hz) Bahan Gabungan AB 4825 dan AB 4850.Koefisien Serapan,

Normitettujen sukupuoliroolien toistaminen ei välttämättä ole mi- tenkään tarkoituksellista, vaan kertoo pikemminkin siitä, että roolit ovat niin juurtuneita kulttuurissamme,

Soetjipto, S.H., Notaris di Surabaya, yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Dalam rangka Penawaran Umum Perdana Saham kepada

mengungkapkan 5 hal mendasar yang sangat perlu dilakukan oleh setiap orang tua: melakukan ibadah keluarga yang rutin sehingga setiap anggota keluarga dapat saling

Keunikan koleksi Museum Sandi tidak semata-mata untuk dipamerkan akan tetapi, sebagai media untuk menginterpretasikan kisah (intangible) sehingga menjadi sumber ilmu