PENGARUH VARIASI PROSES AKTIVASI TERHADAP
KULIT JAGUNG (Zea Mays L.) SEBAGAI ADSORBEN
PADA PENYISIHAN LOGAM BESI (Fe) DAN
MANGAN (Mn) DARI AIR TANAH
Shinta Indah, Lisda Yosefa
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang
Email : shintaindah@ft.unand.ac.id
ABSTRAK
Air tanah sebagai salah satu sumber air bersih mempunyai kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) yang biasanya relatif tinggi. Metode adsorpsi dengan limbah kulit jagung sebagai adsorben dapat digunakan untuk menyisihkan logam dalam air tanah dan dikategorikan low-cost adsorption material karena murah dan mudah didapat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variasi proses aktivasi secara kimia terhadap kulit jagung sebagai adsorben untuk menyisihkan logam Fe dan Mn dari air tanah dengan sistem batch. Variasi aktivasi yang dilakukan adalah perlakuan tanpa aktivasi, pencucian dengan HCl, pencucian dengan etanol, pencucian dengan HCl + etanol dan pencucian dengan HCl + akuades + etanol. Dari hasil percobaan aktivasi kulit jagung pada penyisihan logam Fe didapatkan perlakuan tanpa aktivasi memberikan kapasitas adsorpsi terbesar yaitu 0,154 mg Fe/g serbuk kulit jagung dibandingkan variasi aktivasi lainnya, sementara pada penyisihan logam Mn, aktivasi dengan etanol memberikan kapasitas adsorpsi terbesar yaitu 0,024 mg Mn/g serbuk kulit jagung dibandingkan variasi aktivasi lainnya. Pada percobaan aplikasi terhadap sampel air tanah asli dengan menerapkan proses aktivasi terbaik untuk masing-masing penyisihan logam, didapatkan kapasitas adsorpsi Fe adalah sebesar 0,158 mg Fe/g dan kapasitas adsorpsi Mn adalah sebesar 0,003 mg Mn/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorbat yang berbeda memerlukan proses aktivasi yang berbeda.
PENDAHULUAN
Air tanah mengandung logam-logam terlarut yang diperoleh secara alami maupun akibat aktivitas manusia, di antaranya adalah besi (Fe) dan mangan (Mn). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada beberapa lokasi di Kota Padang, didapatkan konsentrasi logam Fe dalam air
Pemerintah melalui Permenkes No. 907/Menkes/
SK/VII/2002 tentang persyaratan kualitas air minum, menetapkan konsentrasi besi adalah 0,3 mg/l dan konsentrasi mangan adalah 0,1 mg/l. Sedangkan menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/19 91 tentang baku mutu air sumur, kadar besi untuk air sumur adalah 1 mg/l dan kadar mangan adalah 0,5 mg/l. Oleh karena itu diperlukan metode pengolahan yang tepat untuk menurunkan logam-logam terlarut tersebut agar memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyisihkan logam dalam air adalah metode adsorpsi. Adsorpsi adalah proses pengumpulan suatu substansi pada permukaan padatan adsorben. Proses
adsorpsi ini melibatkan dua komponen utama yaitu adsorben yang merupakan padatan dimana di atasnya terjadi pengumpulan substansi yang disisihkan dan adsorbat yaitu substansi yang sehingga memiliki area permukaan yang relatif besar. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan media adsorpsi yang low-cost
bermanfaat sama dengan media komersial dan konvensional lainnya (seperti ion exchange
dan karbon aktif) dalam menyisihkan logam dari air yang tercemar (Somerville, 2007) .
Penggunaan hasil-hasil pertanian dan limbahnya sebagai material penyerap bahan beracun yang dikenal dengan istilah biomaterial, mendapat perhatian khusus dan telah diuji karena mempunyai banyak gugus fungsi, harganya relatif murah, dapat diregenerasi dan di
reuse, mudah didapat serta menunjukkan efisiensi penyisihan yang besar (Munaf, dkk, 2004).
Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dari adsorben diperlukan proses aktivasi. Adsorben tanpa dilakukan aktivasi terlebih dahulu, kadang kala tidak efektif dalam penyisihan logam berat (Huang dalam Yan, 2001). Aktivasi dapat dikelompokkan atas aktivasi secara fisik dan kimia. Contoh aktivasi secara fisik adalah pemanasan dan pendidihan dengan air (Yan, 2001). Sedangkan contoh aktivasi secara kimia adalah pencucian dengan asam, basa, alkohol atau kombinasinya. Asam klorida (HCl) telah digunakan untuk mengaktifkan sekam padi pada penelitian tentang penggunaan sekam padi dalam tentang penyisihan 3,4-Diklorofenol dengan menggunakan serbuk tongkol jagung sebagai adsorben didapatkan aktivasi terbaik adalah pencucian
menggunakan HCl + akuades + etanol + akuades dengan kapasitas adsorpsi 0,26 mg/g serbuk tongkol jagung (Nurman, 2000). Sementara itu, penelitian Indrayati (2000) tentang penyisihan amoniak dari air limbah dengan
menggunakan serbuk tongkol jagung sebagai adsorben didapatkan aktivasi terbaik adalah pencucian tongkol jagung. Kulit jagung sebagai salah satu limbah pertanian mengandung selulosa dan hemiselulosa pada strukturnya (Kurakake, dkk, 2001). Kulit jagung sebagai adsorben telah diaplikasikan secara
batch untuk ion-ion logam Zn2+, Pb2+, dan
Cd2+. Hasilnya
menunjukkan
kemampuan adsorpsi maksimum yang menyisihkan logam Cr(VI) dengan sistem dipelajari pengaruh variasi proses aktivasi secara kimia terhadap kulit jagung sebagai adsorben pada penyisihan logam Fe dan Mn dari air tanah. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana proses aktivasi mempengaruhi
logam Fe dan Mn dalam air tanah. Sistem adsorpsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem batch dengan variasi proses aktivasi secara kimia.
METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat
Bahan kimia yang akuades. Peralatan penelitian meliputi alat
jar-test, gelas kimia berkapasitas 500 ml dan kertas saring untuk memisahkan larutan dari adsorben serta digunakan diambil dari industri rumah tangga yang berlokasi di Belakang Olo, Padang. Kulit jagung tersebut dibersihkan, dicuci dengan air, dipotong-potong dan dijemur di udara terbuka (Munaf, 1997). Kulit jagung yang sudah kering direduksi ukurannya dan diayak hingga didapat diameter (0,075-0,250) mm. Diameter ini adalah diameter optimum kulit jagung pada penyisihan Cr(VI) (Mardona, 2007). Sebelum digunakan sebagai adsorben, kulit jagung yang telah diayak, dicuci dengan akuades,
disaring dan dikeringanginkan pada suhu kamar selama 1 hari.
Percobaan Pengaruh Aktivasi Adsorben
Variasi aktivasi yang dilakukan yaitu:
a. Tanpa perlakuan b. Pencucian
dengan HCl c. Pencucian
dengan etanol d. Pencucian Percobaan aktivasi dilakukan pada larutan artifisial menggunakan 4 parameter percobaan yaitu: pH adsorbat, konsentrasi adsorbat, diameter dan berat adsorben kulit jagung dengan kondisi tetap tanpa variasi pada kecepatan pengadukan 100 rpm. Percobaan dilakukan dengan mencampurkan larutan artifisial terhadap adsorben yang ada pada beacker glass dan dilakukan pengadukan selama waktu yang ditetapkan. Efisiensi penyisihan diukur setiap 15 menit selama 60 menit. Konsentrasi sebelum dan setelah pengadukan diukur dengan Kondisi percobaan aktivasi pada larutan
artifisial dapat dilihat dalam Tabel.1.
Tabel 1 Kondisi Percobaan Aktivasi
pada
Larutan
Artifisial
Percobaan Aplikasi dengan Air Tanah Asli
Sampling air tanah dilakukan pada dua lokasi titik pengambilan, yaitu di daerah Padang Baru (sampel 1) yang memiliki kandungan konsentrasi Fe yang dilakukan analisis.
Pengolahan dan
Pembahasan Data
Efisiensi penyisihan merupakan besarnya penyisihan logam Fe dan Mn oleh serbuk kulit jagung. Besarnya efisiensi dapat dihitung berdasarkan Konsentrasi larutan influen (mg/L)
Cw = Konsentrasi larutan akhir (mg/L)
Kapasitas adsorpsi dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
m
Konsentrasi larutan influen (mg/L)
V = Volume larutan influen (L)
m = Berat adsorben (gram)
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan Aktivasi pada Larutan Artifisial kapasitas penyerapan terbesar yaitu 0,154 mg Fe /g serbuk kulit memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses adsorpsi logam Fe, terbukti dengan perlakuan tanpa aktivasi memberikan kapasitas penyerapan terbesar dibandingkan dengan variasi aktivasi lainnya. Perlakuan proses aktivasi diperkirakan
mengganggu proses adsorpsi dari adsorben dalam penyisihan logam Fe.
Gambar 1. Kapasitas Adsorpsi Fe pada
Variasi Aktivasi terhadap Waktu
Kontak
Hasil yang didapatkan ini juga didapatkan oleh Misran (2006) dimana dengan aktivasi tidak memberikan pengaruh signifikan dalam penyisihan ion Pb dari limbah cair dengan menggunakan batang pisang sebagai adsorben. Dari hasil percobaan, ditetapkan perlakuan tanpa aktivasi merupakan perlakukan terbaik terhadap adsorben kulit jagung dalam menyisihkan Fe dari larutan.
Kapasitas adsorpsi Fe dengan aktivasi HCl yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa aktivasi diperkirakan karena struktur polimer permukaan adsorben menunjukkan
perubahan negatif menjadi ion organik dan anorganik (Hughes dan Poole, 1989 dalam Yan, 2001). Diperkirakan juga karena adanya pengikatan ion H+ oleh
adsorben setelah dilakukan aktivasi. Ion H+ diperkirakan
mengurangi keelektronegatifan (unsur yang mudah menerima satu atau lebih elektron dari unsur lain) adsorben. Bux dan Kasan (dalam Yan, 2001) menyatakan bahwa semakin tinggi keelektronegatifan adsorben maka semakin besar kemampuan
adsorpsinya dalam penyisihan logam berat. Dengan berkurangnya
keelektronegatifan akibat pengikatan ion H+ oleh adsorben maka
mengurangi
kemampuan dalam adsorpsi.
Pengurangan
kemampuan adsorben setelah aktivasi dengan asam dalam menyisihkan logam juga dihasilkan oleh Kapoor dan Viraraghavan (dalam Yan, 2001) dalam penelitian biomaterial
A. niger terhadap penyisihan logam Cd, Cu, Ni dan Pb dimana kapasitas adsorpsi dari adsorbennya
mengalami penurunan setelah diaktivasi dengan menggunakan asam.
Hasil kapasitas adsorpsi Fe dengan aktivasi etanol yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa aktivasi diperkirakan disebabkan oleh berkurangnya jumlah adsorben dalam proses adsorpsi sehingga mengurangi
kemampuan dalam penyisihan logam. Penelitian tentang
biomaterial A. niger
terhadap penyisihan logam Cd, Cu, Ni dan Pb, aktivasi dengan NaOH mengurangi berat adsorbennya sekitar 26% selama proses adsorpsi (Kapoor et al dalam Yan, 2001) sedangkan Fourest dan Volesky kehilangan berat adsorbennya sekitar 39% selama proses adsorpsi setelah diaktivasi dengan NaOH (Yan, 2001). Pada penelitian dengan biomaterial M. Rouxii
terhadap penyisihan logam Pb, Cd, Ni dan Zn, Yan (2001) kehilangan berat adsorben terbesar pada aktivasi dengan NaOH. Etanol diperkirakan mempunyai sifat yang sama dengan NaOH karena sama-sama memiliki ion OH sehingga selama proses adsorpsi berat adsorben menjadi berkurang dengan demikian kemampuan dalam menyisihkan logam menjadi berkurang juga.
Aktivasi dengan HCl + etanol memberikan kapasitas adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa aktivasi terhadap penyisihan logam Fe dari larutan artifisial. Diperkirakan
disebabkan oleh pengikatan ion H+
sehingga mengubah keelektronegatifan dari adsorben setelah aktivasi dengan HCl ditambah lagi dengan pengurangan berat adsoben setelah
aktivasi dengan etanol. Dengan demikian semakin mengurangi kemampuan adsorben untuk menyisihkan logam Fe sehingga kapasitas adsorpsi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa aktivasi.
Kapasitas adsorpsi dari aktivasi HCl + akuades + etanol yang juga lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa aktivasi diperkirakan disebabkan oleh berubahnya
keelektronegatifan dari adsorben akibat pengikatan ion H+
setelah aktivasi dengan HCl. Pencucian dengan akuades diperkirakan tidak mampu bekerja sesuai dengan fungsinya yaitu menghilangkan
senyawa-senyawaa polar pada permukaan adsorben akibat telah terikatnya ion H+ oleh
adsorben. Hal ini ditambah lagi dengan berkurangnya berat adsorben selama proses adsorpsi setelah diaktivasi dengan etanol sehingga kapasitas adsorpsi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa aktivasi.
mempengaruhi
penurunan atau peningkatan hasil kapasitas adsorpsi terhadap ion logam. Adanya variasi aktivasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses adsorpsi logam Fe, terbukti dengan perlakuan tanpa aktivasi memberikan kapasitas adsorpsi terbesar dibandingkan dengan variasi aktivasi lainnya. Perlakuan proses aktivasi diperkirakan
mengganggu proses adsorpsi dari adsorben dalam penyisihan logam Fe. Hasil yang didapatkan ini juga didapatkan oleh Misran (2006) dimana dengan aktivasi tidak memberikan pengaruh signifikan dalam penyisihan ion Pb dari limbah cair dengan menggunakan batang pisang sebagai adsorben.
Percobaan
Aktivasi Penyisihan Mn
Gambar 2. Kapasitas Adsorpsi Mn pada
Variasi Aktivasi terhadap Waktu
Kontak
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa proses aktivasi dengan etanol memberikan nilai paling besar, sehingga merupakan proses aktivasi terbaik untuk penyisihan Mn dari larutan. Kapasitas penyerapan dengan aktivasi menggunakan etanol berkisar antara (0,022-0,024) mg Mn/g serbuk kulit jagung sementara kapasitas penyerapan dengan perlakuan yang lain berkisar di bawah nilai tersebut.
Lebih tingginya kapasitas penyerapan Mn yang diperoleh pada aktivasi dengan etanol dibandingkan dengan variasi aktivasi lainnya diperkirakan karena etanol menghilangkan polutan dan kotoran pada permukaan adsorben. Selain itu, adanya pemutusan dinding sel dari adsorben sehingga memudahkan
penyisihan logam setelah diaktivasi dengan etanol diperkirakan salah satu alasan kemampuan adsorben menjadi meningkat Hal ini juga ditemukan oleh Down dan Rubery dimana terjadi pemutusan dinding sel dari M.
Rouxii setelah
diaktivasi dengan menggunakan NaOH (Yan, 2001). Etanol diperkirakan memiliki sifat yang sama yaitu sama-sama mempunyai ion OH dengan NaOH. Galun et al melaporkan bahwa alkohol dapat meningkatkan
kemampuan penyisihan
U(VI) dalam jumlah yang signifikan pada penelitiannya dengan menggunakan adsorben
P. digitatum (Yan, 2001). Etanol merupakan salah satu jenis dari alkohol sehingga hasil kapasitas adsorpsi yang signifikan juga didapatkan pada penelitian ini. Peningkatan kapasitas adsorpsi logam Cu dengan aktivasi menggunakan etanol juga didapatkan pada penelitian Huang et al (dalam Yan, 2001) dengan menggunakan adsorben S. cerivisiae. Sama seperti pada percobaan aktivasi penyisihan Fe, kapasitas adsorpsi Mn dengan aktivasi HCl yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivasi etanol diperkirakan karena struktur polimer permukaan adsorben menunjukkan
perubahan negatif menjadi ion organik dan anorganik (Hughes dan Poole dalam Yan, 2001). Diperkirakan juga karena adanya pengikatan ion H+ oleh
adsorben setelah dilakukan aktivasi. Ion H+ diperkirakan
mengurangi keelektronegatifan (unsur yang mudah menerima satu atau lebih elektron dari unsur lain) adsorben. Bux dan Kasan (1994) menyatakan bahwa semakin tinggi keelektronegatifan adsorben maka semakin besar kemampuan
adsorpsinya dalam penyisihan logam berat (Yan, 2001). Dengan berkurangnya
keelektronegatifan akibat pengikatan ion H+ oleh adsorben maka
mengurangi
kemampuan dalam adsorpsi. Penelitian dengan biomaterial A.
niger terhadap
penyisihan logam Cd, Cu, Ni dan Pb juga didapatkan penurunan kapasitas adsorpsi dari adsorbennya setelah diaktivasi dengan menggunakan asam (Kapoor dan Viraraghavan dalam Yan, 2001).
Aktivasi dengan HCl + etanol memberikan kapasitas adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivasi menggunakan etanol terhadap penyisihan logam Mn dari larutan artifisial. Diperkirakan
disebabkan oleh pengikatan ion H+
sehingga mengubah keelektronegatifan dari adsorben setelah aktivasi dengan HCl. Aktivasi dengan etanol diperkirakan tidak mampu menghilangkan polutan dan kotoran pada permukaan adsorben karena telah terikatnya ion H+ oleh
adsorben sehingga kapasitas adsorpsi Mn yang dihasilkan lebih rendah.
Kapasitas adsorpsi dari aktivasi HCl + akuades + etanol yang juga lebih rendah dibandingkan dengan aktivasi menggunakan etanol diperkirakan disebabkan oleh
berubahnya
keelektronegatifan dari adsorben akibat pengikatan ion H+
setelah aktivasi dengan HCl. Pencucian dengan akuades diperkirakan tidak mampu bekerja
adsorben. Aktivasi dengan etanol diperkirakan juga tidak mampu menghilangkan polutan dan kotoran pada permukaan adsorben karena telah terikatnya ion H+ oleh
adsorben sehingga kapasitas adsorpsi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan aktivasi menggunakan etanol.
Perlakuan tanpa aktivasi juga menghasilkan kapasitas adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan dengan aktivasi menggunakan etanol. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyisihan logam Mn memerlukan
pengaktifan adsorben terlebih dahulu dengan demikian perlakuan tanpa aktivasi
Dari percobaan aktivasi pada larutan artifisial didapatkan perlakuan aktivasi yang berbeda terhadap penyisihan logam Fe dan Mn.
Perlakuan tanpa aktivasi memberikan kapasitas adsorpsi tertinggi untuk penyisihan logam Fe sedangkan aktivasi menggunakan etanol memberikan kapasitas adsorpsi tertinggi untuk penyisihan logam Mn. Perbedaan ini diperkirakan karena adanya perubahan terhadap penyisihan logam Mn dan berdampak negatif terhadap penyisihan logam Fe sehingga mempengaruhi hasil kapasitas adsorpsi dari adsorben. Perbedaan dari karakteristik adsorbat (jenis logam) juga mempengaruhi hasil percobaan aktivasi ini.
Hal ini didukung oleh penelitian Galun et al dimana dengan aktivasi yang sama yaitu menggunakan asam pada biomaterial
Penicillium
menghasilkan
perbedaan penyisihan terhadap logam Ni, Cu dan Zn (Yan, 2001). Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa perubahan struktur dari adsorben diperkirakan terjadi setelah dilakukan aktivasi dan perbedaan karakteristik adsorbat memberikan pengaruh dalam proses adsorpsi.
Dari segi ekonomis yang ditinjau dari pengadaan bahan kimia, perlakuan tanpa aktivasi lebih ekonomis
dibandingkan dengan aktivasi menggunakan etanol. Perlakuan tanpa aktivasi adalah hanya dengan mencuci serbuk kulit jagung menggunakan air bersih sedangkan perlakuan aktivasi etanol memerlukan biaya karena menggunakan etanol dimana 1 gr serbuk kulit jagung dibutuhkan 50 ml etanol 20% sehingga ketika diaplikasikan terhadap air tanah akan memerlukan biaya yang lebih besar. dengan perlakuan tanpa aktivasi.
Percobaan Aplikasi
Percobaan aplikasi ini dilakukan pada air tanah dengan menggunakan aktivasi terbaik yaitu perlakuan tanpa aktivasi untuk mm dan berat adsorben 6 gr.
Hasil Sampling Air Tanah
Pengambilan sampel air tanah dilakukan pada dua lokasi titik di kota Padang. Hasil
analisis sampling air tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Data Hasil
Sampling Air
Tanah
Logam SamplingLokasi (mg/l)C
Baku Mutu
Percobaan Aplikasi Penyisihan Fe
Percobaan aplikasi penyisihan Fe dari air tanah dilakukan dengan menggunakan kulit jagung sebagai adsorben yang tanpa mengalami aktivasi karena merupakan perlakuan terbaik pada percobaan dengan menggunakan kulit jagung yang mengalami aktivasi dengan etanol. Hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.
menempati permukaan aktif adsorben. Perbedaan kemampuan penyerapan ion dalam air akibat selektivitas ion terhadap media adsorben, dapat diurutkan sebagai berikut (Kawamura, 1991).
Fe3+>Al3+>Pb2+>Ba2+>Sr2+>
Cd2+>Zn2+>Cu2+>Fe2+>
>
Mn2+>Ca2+>Mg2+>K+>NH 4
>H+>Li+
Sesuai dengan urutan selektivitas ion di atas, maka penyerapan serbuk kulit jagung terhadap ion logam dalam air tanah menyebabkan ion logam Fe3+ lebih kuat
teradsorp dari pada ion terlarut lainnya. Begitu juga dengan ion logam Fe2+ akan lebih kuat
teradsorp dibandingkan ion Ca2+ dan Mg2+ yang
dikategorikan
konsentrasinya cukup banyak dalam air tanah dan juga ion Mn2+.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ion logam Fe lebih banyak terserap pada permukaan adsorben akibat kemampuan penyerapan ion logam Fe lebih besar dibandingkan ion terlarut lainnya dalam air terhadap media adsorben, sehingga kapasitas adsorpsi Fe cukup tinggi, sedangkan kapasitas adsorpsi Mn rendah, karena diperkirakan kalah bersaing dengan ion yang lain. Ditambah lagi dengan konsentrasi Fe yang lebih besar dibandingkan dengan
konsentrasi Mn dalam air tanah, dimana semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan, maka semakin banyak juga jumlah yang terserap pada permukaan adsorben (Eckenfelder, 2000).
Gambar 3. Kapasitas Adsorpsi Fe dan Mn
pada Percobaan Aplikasi terhadap
Waktu Kontak
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perlakuan tanpa aktivasi pada percobaan aktivasi dengan larutan artifisial
memberikan kapasitas adsorpsi terbesar dalam menyisihkan logam Fe yaitu sebesar 0,154 mg Fe/g serbuk kulit jagung.
2. Aktivasi dengan etanol pada percobaan aktivasi dengan larutan artifisial
memberikan kapasitas adsorpsi terbesar dalam menyisihkan
logam Mn yaitu sebesar 0,024 mg Mn/g serbuk kulit jagung.
3. Adsorbat yang berbeda
memerlukan proses aktivasi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan. 2005.
Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes No.
907/Menkes/S K/VII/2002.
http://www.de pkes.go.id Dinas Kesehatan. 2005.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/Menkes/p er/IX/1991.
http://www.de pkes.go.id Eckenfelder. 2000.
Industrial Water Pollution Control. Singapura: Mc Graw-Hill. Effendi, H. 2003.
Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yokyakarta :Kanisius. Gustilisa, Rosa. 2006.
Penyisihan Logam Fe dengan Menggunakan Expanded Perlite
Sungai Geringging Pariaman Sebagai Adsorben. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik. Padang: Universitas Andalas. Indrayati, dkk. 2000.
Penyerapan Amoniak dari Air Limbah dengan Menggunakan Serbuk Tongkol Jagung Sebagai Adsorben.
Jurusan Kimia Fakultas MIPA. Padang: Universitas Andalas. Kurakake, M, et al.
2001.
Pretreatment with Ammonia Water for Enzymatic hidrolysis of Corn Husk, Bagasse, and Switchgrass.
Applied BioChemistry and
Biotechnology . Vol 90: Humana press.
Mardona. 2007.
Pengaruh Variasi Laju Alir Influen dan Diameter Adsorben Kulit Jagung (Zea Mays L.) Terhadap
Penyerapan Kromium (VI) Dalam Air. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Padang: Universitas Andalas. Misran, E. 2006.
Penyisihan Ion Pb dari Limbah Cair dengan Menggunakan Batang Pisang Sebagai Adsorben. Makalah Peserta HEDS-SST 2006.
Munaf, E, dkk. 1997.
The Use of Rice Husk for Removal of Phenol from Waste Water As Studied
Using
4-Aminoantipyri ne
Spectrophoto metric Method. Environmenta l Technology. Vol.18. Munaf, E, dkk. 2004.
Penyerapan Ion Kromium dalam Air Limbah Oleh Biosorben Kulit Kacang dengan Pendeteksi Spektrofotome ter Serapan Atom. Jurnal Kimia
Andalas, Jurusan Kimia
Fakultas MIPA. Padang: Universitas Andalas. Munaf, E & Zein, R.
1997. The Use of Rice Husk for Removal
of Toxic
Metals from Waste Water. Environmenta l Technology. Vol.18. Nurman, Yulita. 2000.
Penyerapan
3,4-Diklorofenol
dari Air
Limbah dengan Menggunakan Serbuk Tongkol Jagung Sebagai Adsorben.
Jurusan Kimia Fakultas MIPA. Padang: Universitas Andalas.
Reynolds, Tom D. 1996. Unit Operation and Processes in
Environmenta l Engineering. California: Brooks/Cole Engineering Division. Somerville, R. 2007.
Low-Cost Adsorption Materials For Removal Of Metals From Contaminated Water. TRITA-LWR Master Thesis.
KTH Architecture and the Built Environment. Yan, Guangyu. 2001.
Heavy Metal Biosorption
by The
Fungus, Mucor Rouxii.