• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Motivasi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII MTsN Pulosari Tahun Ajaran 2009 2010 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika

1. Hakekat Matematika

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang adakah pengaruh kecerdasan

emosional terhadap prestasi belajar matematika siswa, akan lebih baik jika

terlebih dahulu kita ketahui hakekat matematika dan juga tujuan pendidikan

matematika.

a. Definisi Matematika.

Istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau “matheinein”,

yang artinya “mempelajari”. Mungkin juga, kata tersebut erat hubungannya

dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”,

“ketahuan”, atau “intelegensi”.1 Herman Hudojo mengatakan bahwa,

“hakekat matematika adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur, dan

hubungan yang diatur menurut urutan yang logis”.2

Secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut,

diantaranya :3

1 Moch. Masykur Ag, Abdul Halim Fathani, Mathematical Intellegence, (Jogjakarta : Ar-Ruzz

Madia, 2007), hal. 42

2 Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas,

(Surabaya : Usaha Nasional, 1979), hal. 96

3 Abdul Halim Fathani, Matematika : Hakekat dan Logika, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2009), hal.

23-24

(2)

1) Matematika sebagai struktur yang terorganisasi.

Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan lain, matematika merupakan

suatu bangunan struktur yang terorganisasi. Sebagai sebuah struktur, ia

terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat,

pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk didalamnya

lemma (teorema pangantar / kecil) dan corolly / sifat).

2) Matematika sebagai alat (tool).

Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi

berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3) Matematika sebagai pola pikir deduktif

Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif.

Artinya, suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima

kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

4) Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking)

Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak

karena beberapa hal, seperti matematika memuat cara pembuktian yang

salah (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran

yang sistematis.

5) Matematika sebagai bahasa artifisial.

Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa

matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial yang baru

memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.

(3)

Penalaran yang logis dan efisien serta pembendaharaan ide-ide dan

pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut

sebagai seni, khususnya seni berpikir yang kreatif.

Selain dari definisi-definisi di atas, ada definisi-definisi lain tentang

matematika yang lebih ringkas, yaitu :4

a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematik.

b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan

kalkulasi.

c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran

logik dan berhubungan dengan bilangan.

d) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta

kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e) Matematika adalah pengetahuan tentang

struktur-struktur yang logik.

f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan

yang ketat.

Banyaknya ragam definisi tersebut hanyalah definisi-definisi yang

dikemukakan oleh para ahli berdasarkan sudut pandang, kemampuan,

pemahaman, dan pengalaman masing-masing. Untuk mendeskripsikan definisi

matematika, para matematikawan belum pernah mencapai satu titik “puncak”

kesepakatan yang “sempurna”.5 Oleh sebab itu, matematika tidak akan pernah

4 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia : Konstatansi Keadaan Masa Kini Menuju

Harapan Masa Depan, (Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas, 2000) hal. 11

(4)

selesai untuk didiskusikan, dibahas, maupun diperdebatkan. Penjelasan

mengenai apa dan bagaimana seharusnya matematika itu akan terus

mengalami perkembangan seiring dengan pengetahuan dan kebutuhan

manusia serta laju perubahan zaman.

b. Karakteristik matematika.

Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa pendefinisian matematika belum

mencapai kesepakatan . Meskipun demikian, setelah sedikit mendalami

masing-masing definisi yang beragam tersebut, dalam setiap pandangan

matematika tedapat beberapa ciri-ciri khusus atau karakteristik matematika

yang secara umum disepakati bersama. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Memiliki obyek kajian yang abstrak.

Matematika mempunyai obyek kajian yang bersifat abstrak,

walaupun tidak setiap yang abstrak adalah matematika. Sementara

beberapa matematikawan menganggap obyek matematika itu “konkret”

dalam pikiran mereka, maka kita dapat menyebut obyek matematika

secara lebih tepat sebagai obyek mental atau pikiran.6

2) Bertumpu pada kesepakatan.

Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat

penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep

primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam

pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan

berputar-putar pada pendefinisan.7

6Ibid., hal. 59

(5)

3) Berpola pikir deduktif

Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir

deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran

yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan

kepada hal yang bersifat khusus.8

4) Mempunyai simbol yang kosong arti.

Di dalam matematika, banyak sekali simbol baik yang hanya berupa

huruf latin, huruf Yunani, maupun simbol-simbol khusus lainnya.

Simbol-simbol tersebut membentuk kalimat dalam matematika yang

biasa disebut model matematika. Model atau simbol matematika

sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita

mengaitkannya dengan konteks tertentu.9

5) Memperhatikan semesta pembicaraan.

Dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam

lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraannya bilangan,

maka simbol-simbol itu diartikan trasformasi. Lingkup pembicaraan

inilah yang disebut dengan semesta pembicaraan.10

6) Konsisten dalam Sistemnya

Dalam matematika terdapat banyak sistem yang berkaitan satu sama

lain, tetapi adapula sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.

8Ibid.

9 Fathani, Matematika…, hal. 70

(6)

Kontradiksi antara sistem tersebut tetap bernilai benar pada sistem dan

strukturnya sendiri.11

2. Matematika Sekolah.

Definisi-definisi matematika yang telah diuraikan sebelumnya adalah

pengertian matematika sebagai ilmu. Sedangkan matematika yang diajarkan di

sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Umum

disebut matematika sekolah (School Mathematic). Definisi matematika sekolah

adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan

kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukkan

bahwa matematika sekolah tidak sepenuhnya sama dengan matematika sebagai

ilmu. Adapun perbedaannya terletak pada :

a. Cara penyajiannya, penyajian dalam buku matematika di sekolah tidak selalu

diawali dengan teorema atau definisi. Disesuaikan dengan perkembangan

intelektual peserta didik.

b. Pola pikirnya, dalam matematika sekolah meski tetap

diharapkan mampu berpikir deduktif, namun pada proses pembelajarannya

dapat menggunakan pola pikir induktif.

c. Keterbatasan semesta, dalam matematika di SD

terlihat secara bertahap diperkenalkan bilangan bulat positif, kemudian lebih

atas lagi diperkenalkan pecahan dan bilangan negatif. Jadi semestanya sempit

menjadi luas.

(7)

d. Tingkat keabstrakannya, diawal pendidikan tingkat

abstraksi rendah, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula tingkat

abstraksinya.

Terkait dengan fungsi matematika diajarkan di sekolah dalam hal ini

Madrasah Aliyah, matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan

berhitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri,

aljabar dan trigonometri. Selain itu matematika sekolah berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa

melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika,

diagram grafik atau tabel.

3. Tujuan Pendidikan Matematika.

Menurut pendapat Soedjadi bahwa :

“Matematika diajarkan kepada anak bukan untuk mengetahui matematika,

namun matematika diberikan kepada siswa untuk membentuk siswa agar

tertata nalarnya, terbentuk kepribadiannya serta terampil menggunakan

matematika dan penalarannya dalam kehidupan kelak”.12

Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika yang

dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa :

“Tujuan umum diberikannya matematika dijenjang pendidikan dasar dan

pendidikan umum adalah : 13

12 Ipung Yuwono, Pembelajarn Matematika secara Membumi, (Malang : Jurusan Matematika FMIPA

UNM, 2001), hal. 31

(8)

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di

dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan

bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat,

jujur, efektif dan efisien.

b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola

pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari

bebagai ilmu pangetahuan.”

Kemudian yang menjadi tujuan khusus pengajaran matematika di sekolah

menengah umum yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus

pengajaran matematika adalah : 14

a. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan

pendidikan ke pendidikan tinggi.

b. Siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan matematika

Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan kehidupan yang lebih luas (dunia

kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari.

c. Siswa mempunyai pandangan yang luas serta memiliki sikap menghargai

kegunaan matematika, sikap kritis, obyektif, terbuka, kreatif serta inovatif.

d. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable) melalui

kegiatan matematika.

Dari tujuan yang dikemukakan di atas memuat nilai-nilai tertentu yang

dapat mengarahkan klasifikasi atau pengelolaan tujuan pembalajaran matematika

(9)

di semua jenjang pendidikan perekolahan menjadi 1) Tujuan yang bersifat formal

dan 2) Tujuan yang bersifat material.

Adapun tujuan yang bersifat formal lebih menekankan penalaran dan

membentuk kepribadian. Sedangkan tujuan yang bersifat material lebih

menekankan kepada kemampuan menerapkan matematika dalam ketrampilan

matematika.15

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran

matematika di sekolah ditekankan pada penataan nalar, pembentukan sikap siswa

dan ketrampilan dalam menerapkan ilmu matematika.

4. Belajar Matematika.

Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan, ketrampilan,

kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan

berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat

diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang

mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.16

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata

mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi/materi pelajaran.17 Di samping itu, ada pula sebagian orang yang

memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak latihan membaca

dan menulis.18

15Ibid., hal. 45

16 Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika, (Malang : PKIP Malang, 1990), hal.

17 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosda Karya,

2003), hal. 89

(10)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indenesia, secara etimologis belajar mamiliki

arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki

pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau

ilmu.19 Di sini, usaha untuk mencapai ilmu atau kepandaian merupakan usaha

manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang

belum dipunyai sebelumnya.

Ada beberapa definisi belajar dari para ahli, diantaranya yaitu :20

a. Witherington, dalam buku Educational Psychology

mengemukakan : “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang

menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan,

sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.

b. Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978)

mengemukakan : “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam

tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.

c. Menurut Charles E. Skinner : “learning is a process of progressive

behavior adaptation,” bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku

ke arah yang lebih maju”.

d. Menurut Ernest R. Hilgard : “learning is the process by which an

activity priginates or is changed through responding a situation,” Belajar

adalah suatu proses yang menghasilkan suatu aktivitas atau mengubah suatu

aktivitas dengan perantara tanggapan kepada satu situasi.

19 Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,

2007), hal. 13

(11)

Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

proses perubahan tingkah laku baik aspek jasmani maupun rohani yang didahului

atau disertai usaha oleh yang bersangkutan. Selain itu ada beberapa hal unsur

penting sebagai ciri khas pengertian tentang belajar, yaitu:21

a. Adanya usaha atau aktivitas yang disengaja sehingga

menghasilkan suatu perubahan perilu, dimana perubahan tersebut ada dua

kemungkinan yaitu mengarah pada hal positif dan pada hal negatif.

b. Perubahan perilaku yang terjadi menyangkut berbagai

aspek kepribadian baik fisik maupun psikis.

c. Perubahan tersebut terjadi melalui pengalaman dan

latihan.

d. Perubahan relatif bersifat konstan.

Dalam kaitannya belajar Matematika, Herman Hudojo mengatakan bahwa :

”Belajar Matematika ada tiga transfer belajar, yaitu :

a. Teori disiplin formal menyatakan, bahwa kemampuan berfikir itu

adalah dilatih.

b. Teori unsur-unsur identik timbul dari koneksionisme yang

menyatakan bahwa belajar merupakan prose pembentukan asosiasi

antara stimulus (pesan panca indra) dan respon (kecederungan

bertindak).

c. Teori pengorganisasian kembali pengalaman, pengertian, atau

generalisasi kembali pengalaman dari stuasi keseluruhan.” 22

21 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1990), hal. 85

(12)

Sedangkan belajar Matematika sendiri merupakan suatu proses seorang

siswa untuk mengerti dan memahami tentang matematika. Tujuan Belajar

Matematika adalah :23

a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik

kesimpulan. Misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,

menunjukkan kesamaan, perbedaan konsistensi dan inkonsisten.

b. Mengembangkan ativitas kreatif yang melibatkan

imajinasi, institusi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran

divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta

mencoba-coba.

c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi

atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,

catatan grafik, peta, diagram didalam menyelesaikan gagasan.

Prinsip Cara Belajar Anak / Peserta Didik.

Prinsip cara belajar peserta didik aktif dalam pengajaran matematika adalah

bahwa : 24

a. Setiap konsep baru selalu diperkenalkan melalui kerja praktek yang cukup.

b. Kerja praktek merupakan bagian dari keseluruhan

pengajaran matematika, bahkan bagian yang terpadu dalam pengajaran

matematika secara keseluruhan.

23 Depdiknas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, (Jakarta : Depdiknas, 2003) hal. 2 24 Lisnawaty Simanjuntak, dkk, Metode Mengajar Matematika, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1993),

(13)

c. Dengan kerja praktek pengalaman peserta didik

akan bertambah.

d. Penerapan konsep baru melalui praktek kerja harus

dilakukan berulang kali dengan bervariasi, dengan maksud untuk lebih

menanamkan konsep dan untuk dapat memperbaiki segera.

e. Pemberian kesempatan untuk mengemukakan

pertanyaan dan hasil penemuan bagi peserta didik/anak perlu diberikan.

f. Mempergunakan pengalaman sehari-hari dalam

pengajaran matematika.

g. Kegiatan penilaian/evaluasi jangan hanya melihat

dari hasil yang dikerjakan peserta didik tetapi juga harus dilihat dari proses

kegiatan pelajaran atau keaktifan dalam bekerja.

1. Mengajar Matematika

Mengajar merupakan suatu kejadian dimana pengajar menyampaikan

pengetahuan / pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuannya supaya

pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik.25 Definisi lain

menyebutkan bahwa mengajar itu merupakan penyampaian pengetahuan dan

kebudayaan kepada siswa. Oleh karena itu tujuannya hanya berkisar sekitar

pencapaian penguasaan siswa atas sejumlah pengetahuan dan kebudayaan.26

Adapun pengertian mengajar menurut para ahli, diantaranya :

(14)

a. Nana Sudjana berpendapat mengajar adalah mengatur dan

mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat

mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.27

b. Oemar Hamalik mengartikan mengajar adalah aktifitas

mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga

menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara

aktif.28

c. Tartdif (1989) mendefinisikan mengajar adalah … any action

performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating

learning in another individual (the leaner). Artinya, mengajar adalah

perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan

membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini siswa) melakukan

kegiatan belajar.29

d. S. Nasution merumuskan pengertian mengajar sebagai berikut :

1) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada

murid.

2) Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada

anak, dan

3) Mengajar adalah aktifitas mengorganisasi atau mengatur

lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak

sehingga terjadi proses belajar mengajar.30

27 Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru, 1989), hal. 7 28 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2000), hal.

58.

29 Muhibbin Syah, Psikologis Pendidikan…, hal.182

(15)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan

kegiatan menyampaikan pengetahuan kepada anak sehingga dapat mendorong anak

untuk melakukan kegiatan belajar supaya dapat menerima, menanggapi, menguasai

dan mengembangkan pengetahuan yang telah disampaikan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Proses Mengajar dan Belajar Matematika.

Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, mengajar itu harus diarahkan agar

peristiwa belajar terjadi. Belajar matematika akan berhasil bila proses belajarnya baik

yaitu melibatkan intelektual peserta didik secara optimal. Peristiwa belajar yang kita

kehendaki bisa tercapai bila faktor-faktor berikut ini dapat kita kelola sebaik-baiknya.

a. Peserta didik.

Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung kepada

peserta didik, antara lain dipengaruhi faktor-faktor berikut ini :

1) Kemampuan dan kesiapan peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar matematika.

2) Sikap dan minat peserta didik terhadap matematika.

3) Kondisi fisiologis dan psikologis peserta didik.

4) Intelegensi peserta didik.

b. Pengajar.

Pengajar melaksanakan kegiatan mengajar dengan tujuan agar proses

belajar diharapkan dapat berlangsung efektif. Keberhasilan pengajar dalam

melaksanakan kegiatan mengajar matematika ditentukan oleh hal-hal sebagai

(16)

1) Kemampuan pengajar dalam menyampaikan materi matematika.

2) Penguasaan pengajar terhadap materi matematika.

3) Kepribadian, pengalaman dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika.

c. Sarana dan Prasarana.

Sarana dan prasarana mempunyai pengaruh yang penting dalam

memperlancar dan meningkatkan kualitas belajar peserta didik, antara lain:

1) Ruangan yang memadai (sejuk, bersih dan nyaman).

2) Penyediaan buku teks dan sumber belajar yang lain tentang pengajaran matematika.

3) Penyediaan alat bantu belajar matematika.

d. Penilaian.

Penilaian dipergunakan disamping untuk melihat bagaimana hasil

belajarnya, tetapi juga untuk melihat bagaiman berlangsungnya interaksi

antara pengajar dan peserta didik. Misalnya dapat menganalisasi tentang :

1) Keberhasilan peserta didik dalam belajar matematika.

2) Apakah di dalam proses belajar matematika itu didominasi pengajar ataukah komunikasi terjadi dua arah.

(17)

4) Apakah jenis pertanyaan yang diajukan pengajar menyangkut ranah kognitif rendah seperti ingatan dan pemahan saja, ataukah ranah

kognitif tinggi seperti penyelesaian masalah.31

B. Prestasi Belajar Matematika

1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Membahas tentang prestasi Belajar maka tidak akan terlepas dari pengertian

Prestasi dan Belajar.

Menurut Saifuddin Azwar, pengertian prestasi adalah “hasil yang telah dicapai

oleh siswa dalam belajar.”32

Hasil tersebut dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan

pengetahuan, ketrampilan berpikir maupun ketrampilan motorik. Tingkat penguasaan

pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut di sekolah dilambangkan

dengan angka-angka atau huruf. Seperti angka 0 –10 pada pendidikan sekolah dan

huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi.33

Sedangkan pangertian belajar menurut Oemar Hamalik adalah : “Suatu proses

perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”.34

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil

belajar yang diperoleh dari suatu usaha dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan

ketrampilan yang dilambangkan dengan angka atau huruf.

31 Herman Hudojo, Strategi Mengajar…, hal. 8-10

32 Saifuddin Azwar, Tes Prestasi : Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar,

(Jogjakarta: Pustaka Belajar, 2005), hal. 13

33 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : PT Remaja

Rosda Karya, 2005), hal. 102-103

(18)

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar diartikan

sebagai penguasaan ketrampilan atau pengetahuan yang dikembangkan oleh mata

pelajaran lazimnya ditunjukkan oleh nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.35

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, prestasi

belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa dalam pengusaan pengetahuan

dan ketrampilan yang dikembangkan untuk pelajaran matematika yang ditunjukkan

atau dilambangkan dengan nilai tes yang berupa angka atau huruf.

Untuk mengetahui keberhasilan peserta didik dalam mencapai prestasi dalam

belajar diperlukan suatu pengukuran yang disebut dengan tes prestasi. Tujuan tes

pengukuran ini memberikan bukti peningkatan atau pencapaian prestasi belajar yang

diperoleh, serta untuk mengukur sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap

mata pelajaran tersebut.

Tes prestasi belajar merupakan tes yang disusun secara terencana untuk

mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau

materi yang telah diajarkan.36 Tes prestasi ini bisaanya digunakan pada kegiatan

pendidikan formal.

Fungsi utama tes prestasi di kelas menurut Robert L. Ebel (1979) : “Mengukur

prestasi belajar para siswa dan membantu para guru untuk memberikan nilai yang

lebih akurat (valid) dan lebih dapat dipercaya (reliabel)”37

35 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

Pustaka, 1996), hal. 787

(19)

Pada umumnya bahwa suatu nilai yang baik merupakan tanda keberhasilan

belajar yang tinggi sedangkan nilai tes yang rendah merupakan kegagalan dalam

belajar. Karena nilai tes dianggap satu-satunya yang mempunyai arti penting maka

nilai tes itulah biasanya menjadi target usaha mereka dalam belajar.

Jenis tes tergantung maksud dari tes dan tujuan belajar yang akan diukur.

Bentuk dari jenis tes tersebut berupa tes obyektif dan tes subyektif.38

a. Tes obyektif adalah tes yang jawabannya dapat diberi skor

nilai secara lugas (seadanya) menurut yang ditentukan sebelumnya.39 Tes

obyektif berupa pilihan benar-salah, pilihan berganda, menjodohkan,

melengkapi dan isian.

Tes obyektif dalam kegiatan mengajar belajar matematika bermanfaat

untuk :

1) menilai bahan yang luas, jawaban tegas dan soalnya banyak serta dapat

dijawab dalam waktu yang singkat

2) memudahkan pemberian skor walaupun peserta didiknya banyak dan

obyektif dalam menilai

3) mendiagnosis kekuatan atau kelemahan peserta didik dalam belajar

matematika.40

b. Tes subjektif adalah tes yang hasil penilaiannya relatif

tergantung penilainya.41 Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban

yang diberikan oleh para siswa. Faktor kondisi pribadi penilai sangat

(20)

menentukan terhadap hasil penilaiannya. Tes subjektif biasanya berbentuk

uraian. Tujuan utama tes ini adalah agar peserta didik dapat menunjukkan

proses jawaban (yang ditunjukkan dengan langkah-langkahnya) secara terinci

tidak hanya hasilnya saja.

Tes subjektif dalam kegiatan mengajar belajar matematika bermanfaat

untuk :

1) Mengungkapkan kemampuan intelektual yang tinggi, sebab peserta didik

mengorgaisasikan pengetahuannya untuk menemukan jawaban dengan

menggunakan kata-kata sendiri.

2) Mengungkapkan cara berpikir matematika, namun tes tentang

membuktikan teorema yang sudah dibicarakan akan mendorong hafalan.

3) Mendorong peserta didik untuk terbiasa dalam menentukan langkah

penyelesaian masalah disertai alasan-alasannya.42

Jadi, bentuk tes obyektif dan tes subyektif tersebut dapat dugunakan dalam

kegiatan mengajar belajar matematika yaitu untuk mengetahui prestasi belajar yang

telah dicapai seorang siswa melalui hasil tes tersebut.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan

atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.43 Kedua faktor tersebut

saling mempengaruhi daam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas

prestasi belajar.

42Ibid., hal. 146

(21)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Prestasi Belajar diuraikan sebagai

berikut :

a. Faktor Internal

Yaitu faktor-faktor yang berasal dari daam diri individu dan dapat

mempengaruhi prestasi belajar :

1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi

fisik individu. Keadaan jasmani beserta fungsinya akan sangat

berpengaruh pada prestasi yang akan dicapai siswa. Kondisi fisik jasmani

yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif pada terhadap

kegiatan belajar individu. Sebaliknya, jika kondisi fisiknya lemah atau

sakit akan menghambat tercapai prestasi belajar yang maksimal. Oleh

karena itu, keadaan jasmani beserta fungsi jasmani harus selalu dijaga

kesehatannya.44

2) Faktor psikologis

Setiap manusia atau peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi

psikologis yang berbeda-beda. Sehingga akan berpengaruh pada proses

dan prestasi belajarnya masing-masing. Faktor-faktor rohaniah siswa

yang utama mempengeruhi proses dan prestasi belajar adalah tingkat

kecerdasan/intelegensi siswa, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa.45

b. Faktor Eksternal

44Ibid.

(22)

Faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar dapat

digolongkan menjadi dua faktor, yaitu :

1) Faktor lingkungan

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan prestasi

belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik (alam) dan dapat

pula berupa lingkungan sosial, sekolah dan masyarakat keluarga.

2) Faktor instrumental

Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

penggunaanya dirancang sesuai dengan prestasi (hasil) belajar yang

diharapkan.46 Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana

untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan.

Faktor-faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana, dan fasilitas.

C. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosinal

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990

oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional

yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering

disebut EQ sebagai :

46 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran : Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta : Gaung Persada (GP)

(23)

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan

memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain,

memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan

tindakan.”

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat

menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama

orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan

kecerdasan emosional.

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan

kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan

konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh

faktor keturunan.

Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa

bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih

sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan

tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik,

interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai

kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan

emosional.47

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi

yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka,

bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan.

(24)

Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi

terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu

model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk

menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara

efektif.”.48

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar

pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan

tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan

antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan

“akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk

membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun

tingkah laku”. 49

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey

memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan

sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu.

Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali

emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain

(empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang

lain.50

Anita FE. Woolfolk mengemukakan pengertian kecerdasan inteligensi

sebagai:

(25)

"Satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan

lingkungan. Dengan demikian yang dimaksud kecerdasan merupakan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi”.51

Menurut pandangan Stern, kecerdasan inteligensi adalah daya menyesuaikan

diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berfikir menurut

tujuannya. Stern menitikberatkan kepada soal adjusment terhadap masalah yang

dihadapi. Pada orang yang cerdas akan lebih cepat dan tepat didalam menghadapi

masalah-masalah baru bila dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas.52

Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses

kogitif seperti berfikir, daya menghubungkan, dan menilai atau mempertimbangkan

sesuatu. Atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah

dengan menggunakan logika.53

Dalam perkembangan selanjutnya, pemahaman tentang kecerdasan telah

berkembang. Howard Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan inteligensi itu

terdiri dari beberapa kawasan utama. Ia menyebutnya Multiple Intelligence.

Kecerdasan itu antara lain:

1. Kecerdasan linguistik yaitu kemampuan menggunakan kata secara efektif baik

lisan maupun tertulis.

2. Kecerdasan matematis logis yaitu kemampuan menggunakan angka dengan baik

dan melakukan penalaran dengan benar.

3. Kecerdasan spasial yaitu kemampuan memersepsi dunia spasial visual secara

akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial visual tersebut.

51 Yusuf al-Uqshari, Menjadi Pribadi yang Berpengaruh, (Jakarta : Gema Insani, 2005), hal 106 52 Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal 159

53 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islami, (Jakarta: Raja Grafindo

(26)

4. Kecerdasan kinestesis-jasmani yaitu keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk

mengekspresikan ide dan perasaan serta ketrampilan menggunakan tangan

untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.

5. Kecerdasan musikal yaitu kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal,

dengan cara memersepsi, membedakan, mengubah, mengekspresikan musik.

6. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan memersepsi dan membedakan

suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain.

7. Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan memahami diri sendiri dan

bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.

8. Kecerdasan naturalis yaitu keahlian mengenali dan mengkategorisasikan spesies

flora dan fauna di lingkungan sekitar.54

Dua kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner yaitu kecerdasan

interpersonal dan kecerdasan intrapersonal inilah oleh Goleman dinamakan

kecerdasan emosi atau kecerdasan emotional intelligence (EQ). Untuk pembahasan

awal ini maka penulis akan menyajikan definisi tentang kecerdasan emosional yang

diklarifikasikan kedalam dua tinjauan yaitu:

1. Tinjauan secara etimologi.

a.Kata emosi memiliki persamaan arti dengan emotion yang artinya perasaan,

emosi. 55

b. Dalam kamus bahasa Indonesia kata emosi berarti luapan perasaan yang

berkembang dan surut dalam waktu singkat, keadaan dan reaksi psikologis

(27)

dan filosofis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan),

keberanian yang bersifat subyektif.56

c.Emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan didalam oxford english

dictionary sebagai "setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu,

setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap, sedangkan Daniel

Goleman menyatakan bahwa " emosi merujuk pada suatu perasaan dan

pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan

serangkaian kecerdasan untuk bertidak. Pada dasarnya, semua emosi adalah

dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang

telah ditanamkan secara berangsur-angsur.57

d. William James (dalam wedge) mengatakan bahwa yang dimaksud emosi

adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas apabila

berhadapan dengan obyek tertentu dalam lingkungannya. Adapun Crow &

Crows mengartikan emosi sebagai sesuatu keadaan yang bergejolak pada

diri individu yang berfungsi sebagai inner adjusment (penyesuaian diri dari

dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan

individu.58 Menurut Carr, mengemukakan teori organic adjustment

(penyesuaian organis). Menurut teori ini emosi adalah penyesuaian organis

yang timbul secara otomatis pada manusia dalam menghadapi situasi-situasi

tertentu. Misalnya emosi marah timbul jika organisme dihadapkan pada

rintangan yang menghambat kebebasannya untuk bergerak, sehingga semua

tenaga dan daya dikerahkan untuk mengatasi rintangan itu dengan diiringi

56 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

cet 2, 2002), hal 298

(28)

oleh gejala-gejala denyut jantung yang meninggi, pernafasan semakin cepat

dan sebagainya.59 Emosi yakni satu reaksi komplek yang mengait satu

tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam serta

dibarengi dengan perasaan (feeling) yang kuat atau disertai dengan keadaan

afektif. Perasaan merupakan pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh

perangsang eksternal maupun oleh motivasi, sehingga antara emosi dan

motivasi terjadi hubungan interaktif.60

e.Coleman dan Hammer menyebutkan ada empat fungsi dari emosi : pertama,

emosi sebagai pembangkit energi. Kedua, emosi adalah pembawa informasi.

Ketiga, emosi bukan hanya pembawa informasi dalam komunikasi

intrapersonal. Keempat, emosi merupakan sumber informasi tentang

keberhasilan kita.61

f. Jeane Segal mengemukakan bahwa emosi adalah penyambung hidup bagi

kesadaran diri dan kelangsungan diri secara mendalam menghubungkan kita

sendiri dengan orang serta dengan alam.62

g. Di pihak kaum empiristik dapat kita catat nama-nama William James

(1842-1910), Amerika Serikat, dan Carl Lange (Denmark). Menurut pendapat atau

teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap

rangsangan-rangsangan yang datang dari luar.63

59 Ibid…,hal. 91

60 Netty Hartaty et.al, Islam…, hal 106 61 Wardiana,Psikilogi…,hal 165

62 Jeans Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, (Bandung: Kaifa, 2002), hal. 19

63 Abdul Rahman Shaleh, Muhib Abdul Wahab, Psikologi suatu pengantar dalam perspektif

(29)

h. Nana Syaodih Sukmadinata mengatakan bahwa emosi merupakan

perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relatif

tinggi, dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin, suatu stirred up or

aroused state of the human organization. Emosi seperti halnya perasaan juga

membentuk suatu kontinum, bergerak dari emosi positif sampai dengan

yang bersifat negatif.64

2. Tinjauan secara terminologi.

a. Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional merupakan

kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang yang mencakup pengendalian diri,

semangat dan ketekunan. Serta mampu untuk memotivasi diri sendiri.

Menurutnya pula dalam bukunya yang lain menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali

perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain. Kemampuan memotivasi diri

sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

dalam hubungan dengan orang lain.65

b. Menurut Usman Najati, mengartikan emotional quotient (EQ) sebagai

sebuah kecerdasan yang bias memotivasi kondisi psikologis menjadi

pribadi-pribadi yang matang.66

c. Kecerdasan emosional, menurut Ary Ginanjar Agustian. Secara luas dapat

diartikan sebagai kecerdasan yang mengantarkan kita kepada hubungan

kebendaan dan hubungan antar manusia. Secara khusus lagi, Agustian

64 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2005), hal 80

(30)

mengatakan bahwa EQ yang tinggi dapat diindikasikan melalui kemampuan

seseorang untuk menstabilkan tekanan pada amygdale (system syaraf

emosi), sehingga emosi selalu terkendali.67

d. Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk

menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri.

Mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat,

memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain, dan membina hubungan

dengan orang lain.68

e. Menurut Suharsono, keadaan emosional adalah kemampuan untuk melihat,

mengamati, mengenali, bahkan mempertanyakan tentang diri.69

f. Pengertian berikutnya tentang kecerdasan emosi adalah kemampuan

merasakan perasaan orang lain dan mengambilnya sebagai inspirasi untuk

menentukan keputusan. Setelah seseorang mampu mengendalikan emosinya

sendiri, akan lebih mudah baginya untuk memahami perasaan orang lain,

lantas menyelesaikan segala sesuatu permasalahan bukan hanya dengan

mempertimbangkan persepsi, pandangan dan pendapat sendiri, tetapi dengan

memperhatikan dan menggunakan cara pandang orang lain.70

g. Robert K. Cooper mendefinisikan kecerdasan emosi adalah kemampuan

merasakan, memahami, dan secara efektif menetapkan daya dan kepekaan

emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusiawi.71

67 Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga, 2005), hal

218

68 Abdul Mujib, Jusuf Muzdakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islami, (Jakarta: Remaja Rosdakarya,

2002), hal 321

69 Suharsono, Melejitkan IQ, EQ, (Depok: Insani Press, 2005), hal 114

70 Hamim Thohari, Ika Rais,Tim Nasma, Tumbuh Kembang Kecerdasan Emosi Nabi, (Bekasi:

Pustaka Inti, 2006), hal 1

(31)

Merujuk dari beberapa teori tentang kecerdasan emosi diatas maka penulis

menyimpulkan pengertian kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi

diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

dalam hubungan dengan orang lain. Dengan demikian bahwa kecerdasan emosi

sangat penting mengingat didalamnya terdapat sebuah interaksi antara manusia

yang memerlukan kemampuan bagaimana seseorang mampu mengelola emosinya

ketika bersosialisasi dan komunikasi dengan orang lain. Berbeda dengan kecerdasan

intelektual seseorang, hal ini menyangkut kepada proses berfikir seseorang dalam

mengoptimalkan kinerja otak sehingga mampu memberikan sinyal-sinyal untuk

memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka untuk memecahkan

masalah dan mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan demikian

disamping mampu dalam berfikir diperlukan juga mampu untuk mengendalikan

emosinya sehingga kedua kecerdasan ini bisa saling melengkapi dan mendukung

segala aktifitas yang dilakukan oleh seseorang baik secara individu maupun sosial.

2. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi memiliki beberapa komponen penting. Masing-masing

pakar mengemukakan pendapat yang berbeda-beda terkait dengan komponen atau

ciri-ciri tentang kecerdasan emosi tersebut.

Berikut ini adalah pemaparan dari masing-masing pakar mengenai

(32)

Salovey membagi kecerdasan emosi menjadi lima wilayah utama yaitu

kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotifasi diri sendiri,

mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.72

Jeans Segal menjelaskan wilayah kecerdasan emosi adalah hubungan

pribadi antar pribadi, tanggung jawab akan harga diri, kesadaran diri, kepekaan

sosial, kemampuan adaptasi sosial.73

Sedangkan Ary Ginanjar Agustian mengemukakan komponen-komponen

dalam mengembangkan kecerdasan emosi yaitu integritas, kejujuran, komitmen,

visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan,

penguasaan diri atau sinergi.74

Disamping itu ciri-ciri kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman

sebagai berikut:

1. Kecakapan pribadi, yaitu kecakapan tentang bagaimana kita mengelola diri

sendiri.

2. Kesadaran diri, yaitu mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya,

dan intuisi. Kecakapan ini meliputi:

- Kesadaran emosi, yaitu mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.

- Penilaian diri secara teliti, yaitu mengetahui kekuatan dan

batas diri sendiri.

- Percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan

kemampuan diri.

72 Goleman, Kecerdasan Emosional…, hal 58-59 73 Segal, Melejitkan…, hal 27

74Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual,

(33)

3. Pengaturan diri, yaitu mengelola kondisi, impuls, dan sumberdaya diri sendiri.

Kecakapan ini meliputi:

- Kendalikan diri, yaitu mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan yang

merusak.

- Sifat-sifat yang dipercaya, yaitu memelihara norma kejujuran.

- Kewaspadaan, yaitu tanggung jawab atas kinerja pribadi.

- Adaptabilitas, yaitu keluwesan dalam menghadapi perubahan.

- Inovasi, yaitu mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan

dan informasi-informasi baru.

4. Motivasi, yaitu kecenderungan emosi yang mengantarkan atau memudahkan

peraihan sasaran. Kecakapan ini meliputi:

- Dorongan prestasi, yaitu dorongan untuk menjadi lebih atau memenuhi

standar keberhasilan.

- Komitmen, yaitu menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau

perusahaan.

- Inisiatif, yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.

- Optimisme, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada

halangan atau kegagalan.

- Kecakapan sosial, yaitu kecakapan tentang bagaimana menentukan hubungan

dengan orang lain.

5. Empati, yaitu kesadaran terhadap perasaan atau kebutuhan orang lain.

(34)

- Memahami orang lain, yaitu mengindra perasaan dan perspektif orang lain,

dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.

- Orientasi pelayanan, yaitu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha

memenuhi kebutuhan pelanggan.

- Mengembangkan orang lain, merasakan kebutuhan perkembangan orang lain

dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.

- Mengatasi keragaman, yaitu menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan

bermacam-macam orang.

- Kesadaran politis, yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok

dan hubungannya dengan kekuasaan.

6. Ketrampilan sosial, yaitu kepintaran dalam menggugah tanggapan yang

dikehendaki pada orang lain. Kecakapan ini meliputi:

- Pengaruh, yaitu memiliki taktik untuk persuasi.

- Komunikasi, yaitu mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.

- Kepemimpinan yaitu membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan

orang lain. Katalisator perubahan, yaitu memulai dan mengelola perubahan.

- Manajemen konflik, yaitu negosiasi dan pemecahan silat pendapat.

- Kolaborasi dan kooperasi, yaitu kerjasama dengan orang lain demi tujuan

bersama.

- Kemampuan tim, yaitu menciptakan sinergi kelompok dalam

memperjuangkan tujuan mereka.75

Dalam bukunya Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata ada beberapa ciri-ciri

tentang emosi, yaitu :

(35)

1. Pengalaman emosional bersifat pribadi.

Kehidupan emosional seseorang individu tumbuh dari pengalaman

emosionalnya sendiri. Pengalaman emosional ini sangat subyektif dan bersifat

pribadi, berbeda antara seorang individu satu dengan individu yang lainnya. Ada

perangsang-perangsang tertentu yang secara umum menimbulkan rangsangan

emosional yang sama kepada individu, seperti rasa takut akan binatang buas,

api, suara yang sangat keras dan lain sebagainya. Dengan demikian pengalaman

sangat memegang peranan penting dalam pertumbuhan rasa takut, dan

jenis-jenis emosi lainnya. Pengalaman emosi ini tidak selalu terjadi secara sadar, bisa

juga berlangsung dengan tidak sadar. Kadang sesesorang tidak mengerti

mengapa ia merasa takut pada sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti,

merasa benci pada sesuatu atau seseorang yang tidak diketahui kesalahannya.

Pengalaman emosi tersebut terjadi secara tidak disadari.

2. Perubahan aspek jasmaniah.

Pada waktu individu menghayati suatu emosi, maka terjadi beberapa

perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu

terjadi secara serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Demikian

juga intensitas kekuatan perubahan pada sesuatu aspek berbeda dengan aspek

lainnya, dan pada seseorang individu berbeda dengan individu yang lainnya.

(36)

Emosi yang dihayati oleh seseorang dalam perilakunya, terutama dalam

ekspresi roman muka dan suara / bahasa. Seseorang yang sedang mengalami

rasa takut atau marah, akan dapat dilhat dari gerak-gerak tubuhnya, tetapi akan

lebih jelas nampak pada roman mukanya. Ekspresi ini juga dipengaruhi oleh

pengalaman, belajar dan kematangan.

4. Emosi sebagai motif.

Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk

melakukan kegiatan. Demikian juga halnya dengan emosi, dapat mendorong

sesuatu kegiatan apakah menjauhi atau mendekati sesuatu obyek yang

memberikan rangsangan emosional. Emosi merupakam suatu motif, sebab

keduanya berasal dari bahasa latin yang seakar, yaitu motive dari movere yang

berarti to move (bergerak), sedang emotion dari emovere yang berarti to move

out bergerak keluar dari. Keduanya berarti bergerak atau menggerakkan.76

Berdasarkan definisi kecerdasan emosi di atas, maka dapat dipahami ciri-ciri

orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi. Diantaranya sebagai berikut :

a. Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki kemampuan untuk

mempertahankan kondisi biologis tetap baik dengan adanya keyakinan,

optimisme, positif thingking.77

b. Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu untuk mengontrol

setiap emosi yang ada dalam dirinya yang cenderung merusak atau berekses

negative seperti permusuhan, perkelahian, emosi.78

76 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan..., hal 81-82 77 Najati, Belajar EQ…, hal. vi

(37)

c. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kemampuan

mengenali dan mengelola emosi diri setiap marah, takut, sedih, gembira, malu

dan lain sebagainya. Juga kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan

mengenali emosi atau perasaan orang lain (empati), serta kemampuan untuk

membina dengan orang lain atau masyarakat.79

d. Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mensinergiskan

fungsi IQ dan EQ dalam sosialisasinya dengan masyarakat. Interaksi dalam

seluruh tatanan sosial tidak bisa didasarkan pada logika atau sistematik. Dalam

hal itu, manusia memerlukan adanya dimensi lain sebagai penyeimbang yang

berupa kecerdasan intuitif yaitu kecerdasan emosional.80

e. Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mempunyai kemampuan

merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan

emosi sebagai sumber energi informasi, koneksi dan pengarah manusia. Selain

ciri tersebut, kecerdasan emosional dapat dilihat dari kemampuan kreatifitas,

kolaborasi, inisiatif, dan transformasi yang tinggi.81

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa ciri dari kecerdasan emosi dapat

diketahui dari kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengelola emosinya.

Pengendalian emosi seseorang sangat berpengaruh dalam hubungan dengan

masyarakat (sosial),seseorang yang mampu mengelola emosinya dengan baik dan

mampu menempatkan dirinya (empati dan simpati) tentu hubungan sosial

kemasyarakatan akan baik. Begitu pula sebaliknya, seseorang yang tidak dapat

mengendalikan emosinya tentu akan mengalami kesulitan dalam bermasyarakat,

79 Muhammad Albani, Anak Cerdas Dunia Akhirat Membangun, (Bandung: Mujahid Press, 2004),

hal 17-18

(38)

oleh karena itu, kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang berhubungan sangat erat

dengan sosial. Kemampuan sosial ini memungkinkan seseorang membentuk

hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang-orang lain membina

kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat orang merasa

nyaman. Hal ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam

pergaulan dengan orang lain. Itulah komponen kecerdasan sosial yang bisa memberi

manfaat dalam pembentukan kepribadian yang baik. Dengan kecerdasan emosi

tersebut akan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang kearah yang positif.

3. Dasar-dasar Kecerdasan Emosi dan Sosial.

Dalam kaitannya dengan ciri-ciri kecerdasan emosi, Goleman menjelaskan

lima dasar kecakapan emosi dan sosial sebagai berikut.82

1. Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu ketika dan

menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri.

Memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri

yang kuat.

2. Pengaturan diri, yaitu kemampuan untuk menangani emosi sedemikian rupa

sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan

sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu

pulih kembali dari tekanan emosi.

3. Motivasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan hasrat untuk menggerakkan

dan menuntun kita menuju sasaran, juga membantu dalam mengambil inisiatif

(39)

dan bertindak sangat efektif, serta mampu bertahan menghadapi kegagalan dan

frustasi.

4. Empati, yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain,

mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan kepercayan antara satu

dengan yang lain serta mampu menyelaraskan diri dengan bermacam-macam

orang.

5. Ketrampilan sosial, yaitu kemampuan untuk memahami emosi dengan baik

ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan teliti membaca situasi dan

kondisi sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan kemampuan ini untuk

mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan persoalan

dan untuk kerjasama dalam sebuah tim.

Dari pembahasan panjang lebar di atas, penulis mengambil kesimpulan

bahwa kecakapan emosi seseorang secara garis besar dapat dikategorikan kedalam

dua kelompok, yaitu kecakapan pribadi dan sosial. Kecakapan pribadi adalah

kemampuan emosional seseorang untuk mengelola emosi internal dalam kaitannya

dengan manajemen diri, sedangkan kecakapan sosial adalah kemampuan seseorang

dalam mengelola emosi dalam kaitannya dengan hubungan pribadi dengan orang

lain yang ada disekitarnya. Dasar-dasar kecakapan emosi tersebut merupakan

kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh orang yang memiliki kecerdasan emosi

(EQ) yang tinggi.

(40)

Daniel goleman menyatakan bahwa manusia memiliki dua jenis kecerdasan

yang berlainan yaitu kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional. Keberhasilan

kita dalam kehidupan ditentukan oleh keduanya, tidak hanya oleh IQ, tetapi

kecerdasan emosi-lah yang memegang peranan. Intelektualitas tidak dapat bekerja

dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosi.83

Secara lebih luas lagi, kecerdasan emosi tidak hanya berfungsi sebagai diri

semata akan tetapi lebih dari itu, kecerdasan emosioanal juga mencerminkan

kemampuan untuk mengolah atau mengelola ide, konsep, karya atau produk

sehingga hal itu menjadi minat bagi orang banyak. Menurut Suharsono, menyatakan

bahwa :

Orang-orang yang mempunyai IQ tinggi bisa saja gagal mengenali diri

sendiri. Karena itu ketika muncul problem-problem kedirian ia bisa gagal

mengantisipasinya. Sebaliknya, orang-orang yang IQ nya biasa saja bisa sukses

besar, karena sense emotionality nya cukup memadai.84

Berikut ini, penulis akan memaparkan tentang kegunaan kecerdasan emosi

yang berpijak pada komponen-komponen kecerdasan emosi yang sudah dipaparkan

diatas diantaranya sebagai berikut :

a. Mampu memegang kendali emosi, berkemampuan mengelola perasaannya, terhindar jauh dari pertentangan yang berkecamuk didalam diri sendiri, dengan

kendali yang baik emosi dapat menjadi teman dalam meraih sukses.

83 Ibid., hal 38

(41)

b. Mempunyai pandangan optimis, semangat bertanding dengan diri sendiri, bila jatuh gagal akan selalu siap mencoba lagi, berpotensi memfokuskan diri untuk

bekerja secara sistematis dan tuntas, berfikir jernih dan dalam.

c. Berperasaan halus dan tenggang rasa : selalu menggalang kerja sama secara harmonis dalam meraih cita-cita dan hasil maksimal.85

d. Mampu menentukan pilihan-pilihan terbaik tentang segala sesuatu dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi kita dengan kebutuhan orang lain.86 e. Dengan kecerdasan emosi dapat digunakan sebagai alat pengendalian diri

sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan bodoh yang merugikan

diri sendiri maupun orang lain.

f. Dengan memiliki kecerdasan emosi seseorang dapat memasarkan atau membesarkan ide, konsep atau bahkan sebuah produk.

g. Dengan memiliki kecerdasan emosi maka dapat digunakan untuk modal dalam mengembangkan bakat kepemimpinan dalam bidang apapun.87

h. Dengan kecerdasan emosi dapat hidup bermasyarakat termasuk didalamnya menjaga keutuhan hubungan sosial yang baik yang mampu menuntun seseorang

untuk memperoleh sukses didalam hidup seperti yang diharapkan.

Di dalam bukunya Yasin Musthofa tentang EQ untuk anak usia dini dalam

pendidikan Islam menyebutkan tentang manfaat kecerdasan emosi antara lain:

1. Bahwa pada dasarnya emosi mempunyai kemanfaatan bagi keberlangsungan hidup manusia, dengan emosi maka manusia bisa merasakan hal-hal yang

bersifat manusiawi.

85 Achmad Patoni, Dinamika…, hal 218-219 86 Segal, Melejitkan…, hal 27

(42)

2. Orang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari suasana hati yang tidak mengenakkan seperti marah,

khawatir dan kesedihan.

3. Orang yang cerdas emosinya akan dapat menjalani kehidupannya dengan tenteram, bahagia dan wajar, karena dia dapat mengenali dan mengelola

emosinya memberi makna yang lebih baik.

4. Orang yang memiliki kecerdasan emosi lebih memiliki harapan yang lebih tinggi karena ia tidak terjebak didalam kecemasan dan depresi.

5. Dengan kecerdasan emosi orang akan memiliki sikap optimisme yang

merupakan sikap pendukung bagi seseorang agar tidak terjatuh dalam keputus

asaan bila menghadapi kesulitan dan kegagalan karena dia melihat kesulitan

sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan dan melihat kegagalan adalah sesuatu

yang dapat diperbaiki.88

Dari penjelasan di atas, penulis dapat memberikan pernyataan bahwa

dengan adanya kecerdasan emosi seseorang itu mampu memegang kendali emosi

dan mampu mengelola perasaannya, maka ia akan jauh dari konflik yang ada dalam

pribadinya, pada dasarnya adalah bagaimana seseorang itu mampu mengoptimalkan

dalam proses pengendalian emosi yang ada pada dirinya, ia akan lebih mampu

mengontrol dalam segala keputusan yang akan ia jalankan, akan lebih berhati-hati

dalam setiap pengambilan keputusan dan juga menghargai sebuah keputusan yang

telah ia buat dan konsekwensinya ia sendiri yang akan menanggung. Demikianlah,

kenapa kecerdasan emosi sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam hidup,

jadi perlu kajian yang lebih dalam menyikapi tentang kecerdasan emosi ini sehingga

(43)

potensi-potensi sosial akan terwujud ketika kecerdasan emosi ini mampu dijalankan

dengan cara seksama dan kontinu untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik.

5. Pengaruh Kecerdasan Emosi Dalam Kehidupan

Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa kesuksesan seseorang tidak

sepenuhnya dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual seseorang (IQ) semata, namun

justru lebih banyak dipergunakan oleh kecerdasan emosi indikator kunci bagi

kesuksesan. Oleh karena itu, kecerdasan emosional seseorang berpengaruh terhadap

keberhasilan hidupnya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional

anda semakin dapat diprediksikan keberhasilan hidupnya akan lebih baik daripada

mereka yang memiliki EQ rendah. Penemuan menghebohkan ini dikemukakan oleh

Daniel Goleman yang telah melakukan riset sebelumnya tentang kecerdasan

emosional dan pengaruhnya dalam kehidupan seseorang.

Sebelum adanya penemuan tentang superioritas kecerdasan emosional (EQ),

pendidikan sangat mengagung-agungkan kecerdasan intelektual (IQ) seseorang

dalam menentukan kesuksesan hidup. Pendidikan sangat mendikotomikan peran

dan fungsi otak kiri. Otak kiri merupakan bagian vital otak manusia yang

membentuk seluruh kemampuan intelektual yang bersifat sistematik. Adapun

peranan otak kanan sangat terabaikan sehingga kecerdasan emosi, kreatifitas

seseorang terpasung oleh pola pendidikan tersebut. Akibatnya banyak sekali

orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi. Namur memiliki kecerdasan

sosial dan kreatifitas yang cukup rendah. Lebih jauh lagi, siswa sebagai hasil

(44)

mempertimbangkan faktor sosial, empati dan lain-lain dalam menjalankan

aktifitasnya. Tak sedikit diantara mereka yang rela mengorbankan orang lain demi

kepentingan sendiri, atau mereka memanfaatkan kecerdasan intelektualnya untuk

kepentingan pribadi walaupuan harus merugikan orang lain. Oleh karenanya,

banyak diantara mereka tidak mampu survive di tengah masyarakat karena

keegoisan maupun individualisnya. Kondisi seperti ini dikarenakan porsi

pendidikan untuk otak kanan tidak seimbang dengan otak kiri.

Fungsi perhatian pendidikan terhadap otak kanan tidak hanya berpengaruh

terhadap kreatifitas saja. Namun terhadap manajemen emosi anak didik. Untuk

memahami peran dan kontribusi kecerdasan emosi terhadap keberhasilan hidup

seseorang dapat kita pahami dari beberapa contoh di bawah ini:

1. Terdapat seorang anak "A" yang memiliki kemampuan sangat menonjol dintara

teman-temannya karena dia mempunyai intelektual (IQ) tinggi. Secara umum

dapat dikatakan bahwa ia adalah the best dikelasnya, karena setiap nilai mata

pelajaran (terutama exact) adalah diatas rat-rata dan selalu memiliki skor yang

paling tinggi. Beberapa tahun kemudian setelah lulus, siswa tersebut masih

kebingungan mencari tempat pekerjaan di perusahaan atau pabrik dan pada

akhirnya ia menjadi salah satu karyawan disebuah perusahaan swasta. Berbeda

halnya dengan kondisi tersebut, seorang anak "B" teman satu kelas "A" tersebut

diatas adalah anak yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang biasa-biasa

saja, namun keberhasilan hidupnya melebihi temannya yang memiliki IQ tinggi

darinya. Anak ini adalah siswa yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang

(45)

dengan orang lain dan mampu membaca peluang.89 Hasilnya ia mampu

menciptakan peluang kerja dan menjadi pengusaha besar karena ia mampu

berempati dan bekerjasama dengan orang lain. Kemampuan pengendalian emosi

itulah yang tidak dimiliki oleh siswa "A" yang cenderung menggunakan

kemampuan logiknya semata dalam menjalani kehidupan.

2. Salah satu hasil pendidikan kecerdasan emosional adalah toleransi terhadap

frustasi.90 Frustasi adalah ungkapan perasaan atau emosi seseorang dalam

keadaan tertentu, misalnya adanya problem atau konflik internal atau eksternal

yang kuat dan lain-lain. Luapan emosi frustasi yang berlebihan dapat berakibat

fatal terhadap diri sendiri atau orang lain. Emosi seperti ini apabila tidak

dikelola dengan baik dapat mengakibatkan seseorang mengalami depresi atau

putus asa. Seseorang yang memiliki emosi tinggi memiliki kemampuan

mengelola perasaan tersebut. Mereka yang mempunyai EQ tinggi mampu untuk

menyelesaikan koflik internal ini secara efektif. Tidak ada putus asa dan tidak

ada kata menyerah dalam menghadapi permasalahan, atau bahkan kegagalan

hidup, dengan demikian, seseorang yang memiliki EQ tinggi akan mampu

mengendalikan dirinya dan mampu memotivasi dirinya dalam berbagai situasi

dan kondisi. Apabila mereka adalah pengusaha, mereka akan menjadi orang

yang gigih dan pantang menyerah sampai keberhasilan dapat diraih.

3. Dalam dunia politik, kemampuan untuk mengendalikan diri, empati serta seni

mendengarkan, menyelesaikan pertentangan dan kerjasama mutlak diperlukan

untuk mencapai keberhasilan.91 Sebagaimana yang kita ketahui dalam

89 Goleman, Kecerdasan Emosi..., hal. 430 90Ibid, hal. 431

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkategorikan kemampuan pemecahan masalah siswa ke dalam level tertentu berdasarkan level taksonomi SOLO.. Taksonomi Solo mengelompokkan level

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Dalam rancangan implementasi protokol S/MIME pada layanan e-mail yang peneliti usulkan, telah ditentukan bahwa rancangan tersebut tidak akan mengubah konfigurasi mail

Membaca  pengertian   Ilmu ekonomi,  ruang   lingkup pembagian   Ilmu   ekonomi, dan   prinsip   ekonomi  dari berbagai   sumber   belajar

Demikian Berita Acara Penutupan Upload Dokumen Prakualifikasi pekerjaan Pembuatan Sistem Informasi Geografis (SIG) Infrastruktur Bidang Kebinamargaan dan Pengairan

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai peubah batasan fuzzy yang paling optimal untuk merubah titik pada batasan grafik fuzzy agar menghasilkan

© Centre fo r Indonesian Accounting and Management Research Postgraduate Program, Brawijaya

Bima Haria Wibisana,