• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Penerima Hibah Yang Melebihi Ketentuan Dalam Fiqih Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 616 Pdt.G 2010 Pa-Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Penerima Hibah Yang Melebihi Ketentuan Dalam Fiqih Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 616 Pdt.G 2010 Pa-Mdn)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau menghadiahkan sebagian harta kekayaannya ketika masih hidup kepada orang lain. Dalam Al-Qur‟an bagian terakhir dari Surah (2) Al-Baqarah ayat 177 menyatakan “dan mendermakan harta yang sedang dicintai kepada keluarganya yang miskin, anak yatim, orang

miskin, orang dalam perjalanan dan orang yang meminta.” Makna ayat ini dapat

dijadikan alasan kebenarannya bahwa selama hidup di dunia hendaklah jangan membiarkan orang yang memerlukan bantuan tetap menderita tanpa diperhatikan oleh orang yang dapat memberikan bantuan terlebih bantuan tersebut diberikan kepada keluarga terdekat.1

Salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah dengan harta dalam artian dengan keberadaan harta manusia diharapkan memiliki sikap syukur dan dermawan yang memperkokoh sifat kemanusiaannya, dan salah satu cara untuk menafkahkan harta atau memindahkan hak milik adalah dengan jalan hibah. Dalam syariat Islam, hibah berarti akad yang pokoknya adalah pemberian harta milik

1

(2)

seseorang kepada orang lain di waktu ia masih hidup tanpa adanya imbalan apapun.2 Inilah hibah dengan makna yang khusus.

Adapun hibah dengan makna yang umum, meliputi:

1. Ibraa yaitu menghibahkan hutang kepada orang lain yang berhutang;3

2. Sadaqah yaitu suatu pemberian yang ada kaitannya dengan kehidupan keagamaan. Artinya pemberian yang dilakukan melalui sadaqah kalau pemberi memang benar-benar ikhlas tentu ada harapan memperoleh pahala di akhirat nantinya. Karena itu dapat diartikan bahwa sadaqah adalah pemberian sesuatu yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain tanpa balasan dengan harapan memperoleh pahala di akhirat;4

3. Hadiah yaitu yang menuntut orang yang diberi hibah untuk memberi imbalan.5 Tujuan utama dari hibah merupakan pemberian dengan sukarela tanpa mengharapakan adanya kontrapretasi dari pihak penerima pemberian, dan dalam pemberian hibah itu timbang terimanya dilakukan pada saat pemberi hibah masih hidup.6 Hal inilah yang membedakan dengan wasiat yang merupakan pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang berwasiat mati.7

R.Abdul Djamali, Op.Cit. hal 179-180

5

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 14, Terj.Mudzakir AS, (Bandung: Alma‟arif, 1994), hal

168.

6

IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal.315

7

(3)

Hibah yang merupakan salah satu bentuk hubungan sosial kemasyarakatan telah diatur secara jelas dan rinci dalam kitab fiqh muamalah yang berpedoman pada

Al-Qur‟an dan Al-Hadist dan kini telah dipositifisasi dalam bentuk Kompilasi Hukum

Islam (KHI), demikian pula hukum positif lainnya khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Hibah menurut KUHPerdata adalah perjanjian yang dilakukan oleh penghibah ketika masih hidup untuk memberikan suatu barang dengan cuma-cuma kepada penerima hibah. “Hibah merupakan perbuatan hukum yang dilakukan atas kehendak ikhlas dari pemberi hibah. Dengan kata lain, inisiatif

pemberian hibah berasal dari pemberi hibah dan bukan dari penerima hibah.”8

Berdasarkan Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam (KHI), hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pengertian ini sama dengan definisi yang banyak disebut dalam kitab-kitab fikih tradisional bahwa yang dimaksud dengan hibah adalah pemilikan sesuatu melalui akad tanpa mengharapkan imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika si pemberi hibah masih hidup. Kerelaan dalam melakukan perbuatan hukum tanpa ada paksaan dari pihak lain merupakan unsur yang harus ada dalam pelaksanaan hibah. Jadi asasnya adalah sukarela.9

Banyak riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya memberi atau menerima sesuatu dalam bentuk hibah, salah satunya adalah

8

Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarka n Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Cet.3, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2003), hal 75.

9

(4)

hadist yang menyatakan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah SAW, bersabda “saling memberi hadiahlah, maka kamu akan saling mencintai.” Dalam prakteknya

ternyata Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya dalam memberi dan menerima hadiah tidak saja diantara sesama muslim tetapi juga dari atau kepada orang lain yang berbeda agama, bahkan dengan orang musyrik sekalipun. Nabi Muhammad SAW pernah menerima hadiah dari kisra, hadiah dari kaisar, demikian pula beliau memberikan hadiah dan hibah kepada orang kafir.10

Dari kenyataan di atas hibah dapat dikatakan sebagai sarana untuk menjalin ikatan pergaulan antar sesama umat manusia. Berkaitan dengan fungsi hibah sebagai fungsi sosial, maka Nabi Muhammad SAW melarang keras untuk menarik kembali hibah yang sudah diberikan dan hukumnya haram, kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Hal ini dapat dipahami bahwa hibah yang ditarik kembali akan menimbulkan kebencian dan merusak hubungan sosial. Perumpamaan hibah yang ditarik kembali sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad SAW adalah seperti seekor anjing yang menjilati air liur yang sudah dimuntahkannya, sungguh suatu perumpamaan yang tidak menyenangkan.

Hibah dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan, bahkan telah ditetapkan dengan tegas bahwa dalam Hukum Islam, pemberian berupa harta tidak bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis. Akan tetapi jika selanjutnya dikehendaki bukti-bukti yang cukup tentang terjadi

10

(5)

peralihan hak milik, maka pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam bentuk tulisan.11 Obyek hibah dapat berupa benda-benda bergerak maupun tidak bergerak ataupun setiap barang yang boleh dijual, boleh dihibahkan.

Hibah merupakan suatu perjanjian yang tidak bersifat timbal balik, karena hanya ada satu pihak yang wajib berprestasi dan pihak lainnya hanya mempunyai hak saja atas prestasi tersebut. Dalam Islam adanya hibah sangat dianjurkan mengingat hibah lebih bersifat tolong menolong (ta‟awun) antar sesama. Sebagai sebuah perbuatan hukum hibah tentu saja memiliki dasar hukum yang terdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadist Khalid bin „Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: “Barang siapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya

yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya.” Pihak penerima dalam hadist ini sangat dianjurkan untuk menerima

pemberian dari orang lain. Karena pemberian orang lain yang tidak didahului dengan meminta-minta merupakan rezeki karunia Allah kepada hamba-hambaNya.12

Prinsip pelaksanaan hibah orang tua kepada anaknya haruslah sesuai petunjuk Rasulullah SAW. Dalam beberapa hadist dikemukakan bahwa bagian mereka supaya disamakan dan tidak dibenarkan memberi semua harta kepada salah seorang anaknya. Jika hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya melebihi dari ketentuan

11

Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2013), hal.82-83.

12

(6)

Hukum Islam, maka hibah tersebut dapat diperhitungkan sebagai warisan. Sikap seperti ini menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) didasarkan pada kebiasaan yang dianggap positif oleh masyarakat. Karena bukan suatu hal yang aneh apabila bagian waris yang dilakukan tidak adil akan menimbulkan penderitaan bagi pihak tertentu, lebih-lebih kalau penyelesaiannya sampai ke Pengadilan Agama tentu akan terjadi perpecahan keluarga. Sehubungan dengan hal ini Umar Ibnul Khattab pernah mengemukakan bahwa kembalikan putusan itu diantara sanak keluarga, sehingga mereka membuat perdamaian, karena sesungguhnya putusan pengadilan itu sangat menyakitkan hati dan menimbulkan penderitaan.13

Menurut madzhab jumhur ulama, orang boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain. Berkata Muhammad Ibnul Hasan dan sebagian pentahqiq madzhab Hanafi: tidak sah menghibahkan semuar harta meskipun dalam kebaikan. Orang yang berbuat demikian dianggap sebagai orang dungu yang wajib dibatasi tindakannya.14 Pendapat ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam yang mengatakan bahwa hibah itu 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta yang dimilkinya. Pengarang kitab Ar-Raudhah An-Nadiyyah mentahqiq masalah ini, “Barang siapa yang sanggup bersabar atas kemiskinan dan kekurangan harta, maka tidak ada halangan baginya untuk menyedekahkan sebagian besar atau semua hartanya, dan barang siapa yang menjaga dirinya dari meminta-minta kepada manusia di waktu

13

Abdul Manan, Op.Cit., hal.139

14

(7)

memerlukan, maka tidak halal baginya untuk menyedekahkan semua harta atau sebagian besar hartanya.15

Hibah merupakan fenomena yang umum dan lazim terjadi dalam masyarakat, tetapi fenomena ini menarik ketika dihadapkan pada permasalahan baru di masyarakat, misalnya pemberian hibah yang lebih dari sepertiga, sepertinya telah dijelaskan sebelumnya dimana para ulama berbeda pendapat mengenai kadar pemberian hibah, begitu juga dalam hukum positif Indonesia (Kompilasi Hukum Islam) yang mengatur tegas pada pasal 210, bahwa pada dasarnya besarnya hibah itu maksimal adalah 1/3 (sepertiga) dari milik penghibah. Apabila hibah akan dilaksanakan menyimpang dari ketentuan tersebut, diharapkan agar tidak terjadi pemecahan di antara keluarga.16

Dalam praktik di masyarakat, banyak ditemukan kasus pemberian hibah atas keseluruhan harta milik pewaris, sehingga melanggar bagian mutlak ahli waris. Dalam beberapa kasus penarikan kembali hibah tersebut bukan dari para ahli waris melainkan dari yang memberi hibah, dimana orang yang memberi hibah itu tidak menerima imbalan atau balasan dari orang yang menerima hibah, padahal imbalan dan balasan yang baik dari orang yang menerima hadiah itu sangat diharapkan karena ia sudah uzur. Misalnya seorang yang telah berusia lanjut memberikan hibah kepada orang tertentu dengan harapan orang yang menerima hibah itu mau merawatnya. Tetapi setelah hibah diberikan, orang yang menerima hibah tidak mau memerhatikan

15

Ibid,.

16

(8)

nasib orang yang memberi hibah itu. Dalam keadaan seperti ini tidak ada halangan bagi orang yang memberi hadiah itu menarik kembali hadiah yang telah diberikan itu. Ketentuan hukum tentang hal ini didasarkan kepada hadist yang oleh Salim dari ayahnya di mana Rasulullah SAW pernah bersabda barangsiapa yang bermaksud memberikan suatu hibah, maka dia lebih berhak terhadap barang yang dihibahkannya sebelum sampai pada ganti yang ditetapkan sebelumnya.17

Hal ini dapat dilihat dalam sebuah sengketa pembatalan hibah yang terjadi di Pengadilan Agama Medan Nomor 616/Pdt.G/2010/PA.Mdn, tertanggal 26 Oktober 2010, yaitu Sofyan Syafii dan Yarnis menghibahkan rumah yang ditempatinya yang merupakan satu-satunya harta yang dimiliki, kepada salah seorang anaknya yang bernama Elfyani berdasarkann akta Hibah Nomor 34/2008 tertanggal 22 Juni 2008, atas kesepakatan bersama dengan seluruh anak-anak pewaris, yaitu Yan Hendry, Yan Kusmyadi, Yan Rusnadi, Yan Ahmadi, Yan Ahmadani.

Pemberian hibah kepada Elfyani dengan harapan agar nantinya Elfyani dapat merawat orang tuanya dengan syarat agar rumah tersebut tidak dijual dan dapat dipergunakan untuk tempat perkumpulan keluarga. Selain itu karena menurut kebiasaan adat Minangkabau bahwa harta milik orang tua yang lebih berhak menerimanya adalah anak perempuan kandung dari pada anak laki-laki, namun setelah terjadi penghibahan kepada Elfyani, ternyata Elfyani bersikap tidak baik dan berkeinginan untuk menjual rumah tersebut dengan melakukan perubahan pemegang

17

(9)

Sertifikat Hak Milik Nomor 1729 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan tertanggal 17 Juni 2008, sehingga Sofyan Syafii dan Yarnis keberatan dan ingin menarik kembali hibah tersebut, pada putusan Pengadilan Agama Kelas I A Medan tersebut membatalkan akta Hibah Nomor 34/2008 tertanggal 22 Juni 2008 dan menyatakan Sertipikat hak milik nomor 1729 tertanggal 17 Juni 2008, tidak berkekuatan hukum.

Berdasarkan uraian tersebut diatas hibah yang diberikan telah melanggar ketentuan dalam ketentuan Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana harta yang di hibahkan melebihi dari 1/3 (sepertiga) harta warisan milik pewaris. Seseorang boleh memberi hibah dari hartanya seberapa ia suka kepada siapa saja yang ia kehendaki, tetapi sebaik-baiknya janganlah ia memberikan lebih dari sepertiga, karena menurut Hadist Ibnu Abbas terdahulu Rasulullah melarang berwasiat melebihi sepertiga harta, sebab hibah ini sama dengan wasiat dalam hal merugikan ahli waris.18

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 210 ayat 1, Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun,19 berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) harta bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki. Madzhab Imam Ahmad menjelaskan bahwa tidak dihalalkan bagi seorangpun untuk melebihi sebagian anak-anaknya dalam hal pemberian di atas anak-anaknya yang lain, karena

18

Mukhlis Lubis dan Mahmun Zulkifli, Ilmu Pembagian Waris, (Bandung: Citapustaka Media, 2014), hal.153

19

(10)

yang demikian akan menanamkan permusuhan dan memutuskan hubungan silaturrahim yang diperintahkan Allah untuk menyambungnya. Imam Ahmad, Ishak, Ats-Tsauri dan sebagian orang-orang Maliki berpendapat demikian ini. Mereka berkata sesungguhnya melebihkan sebagian anak-anak diatas sebagian yang lainnya itu perbuatan yang bathil dan curang. Maka orang yang melakukan perbuatan itu hendaklah membatalkannya, karena Al-Bukhari pun telah menjelaskan hal ini.20

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka penelitian tesis ini akan difokuskan mengenai hibah yang melebihi ketentuan didalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Analisis Yuridis

Terhadap Penerima Hibah Yang Melebihi Ketentuan Di Dalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 616/Pdt.G/2010/PA-Mdn).”

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah: 1. Mengapa Kompilasi Hukum Islam memberikan pembatasan dalam pemberian

hibah?

2. Bagaimanakah akibat hukum hibah yang melebihi ketentuan di dalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam?

20

(11)

3. Apakah yang menjadi pertimbangan hukum hakim terhadap kasus hibah yang melebihi ketentuan Hukum Islam di Pengadilan Agama Medan Nomor 616/Pdt.G/2010/PA-Mdn?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai alasan pembatasan pemberian hibah didalam Kompilasi Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum hibah yang melebihi ketentuan dalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal yang menjadi pertimbangan hukum hakim terhadap kasus hibah yang melebihi ketentuan Hukum Islam di Pengadilan Agama Medan Nomor 616/Pdt.G/2010/PA-Mdn.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

(12)

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait yaitu pihak-pihak yang akan menghibahkan sebahagian harta kekayaannya kepada ahli warisnya maupun kepada orang lain sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan didalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penulusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Penerima Hibah Yang Melebihi Ketentuan

dalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 616/Pdt.G/2010/PA.Mdn)”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang

menyangkut mengenai Hibah antara lain penelitian yang dilakukan oleh:

1. Lila Triana, NIM: 027011035, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Hibah Kepada Anak

Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat (Studi Kota Medan)”,

permsalahan yang diteliti yaitu:

1) Bagaimana motif terjadinya pengangkatan anak secara adat yang dapat diakui oleh Hukum Islam?

(13)

3) Apakah hibah yang telah diberikan dapat dibatalkan kembali menurut hukum adat dan Hukum Islam?

2. Nita Nilan Sri Rezki Pulungan, NIM: 127011094, mahasiswa Magister Kenotariatan Programa Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: Perlindungan Hukum Kepentingan Anak Dibawah Umur Terhadap Hibah yang melanggar Legitieme Portie, permasalahan yang diteliti yaitu:

1) Bagaimana membuktikan bahawa suatu hibah yang dilakukan oleh pewaris itu telah melanggar Legitieme Portie?

2) Bagaimana upaya untuk melindungi hak mewaris dari anak dibawah umur dalam hal penghibahan oleh pewaris yang melanggar Legitieme Portie?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.21

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan

21

(14)

perbandingan, pegangan teoritis.22Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dalam artian adil terhadap hak-hak individu, dimana setiap orang memiliki haknya masing-masing (menempatkan sesuatu pada tempatnya).23

Adil, atau dalam bahasa Arab biasa disebut al-Adlu, merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka menegakkan kebenaran kepada siapapun tanpa kecuali, walaupun akan merugikan dirinya sendiri.24 Bila seseorang bertanya apa arti adil, lain ulama lain arti adil menurut dia tergantung kepada peristiwa, kondisi dan situasi dan dalam situasi bagaimana peristiwa itu terjadi. Dalam bahasa Indonesia adil ini diartikan dengan tidak berat sebelah atau tidak memihak, dan sepatutnya, tidak sewenang-wenang.25 Adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya, pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada tempatnya, atau memberikan hak kepada mustahaknya.” Pengingkaran terhadap hal ini adalah

merupakan kezaliman, yaitu telah dijumpai adanya pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.26

Untuk itu diperlukan teori pendukung lainnya yaitu teori maqashid

al-Syari‟ah dalam hal pemeliharaan harta. Dalam ilmu ushul fiqih, bahasan maqashid

al-Syari‟ah bertujuan untuk mengetahui tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh

22Ibid

., hal.27.

23

M.Hasballah Thaib, Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al-Qur-an II, (Medan: Pustaka Bangsa, 2007) , hal.245.

24

Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013), hal.95.

25

Pagar, Pembaharuan Hukum Islam Indonesia, Kajian Terhadap Sisi Keadilan Ahli Waris Pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citapustaka Media, 2007), hal.3.

26

(15)

perumusnya dalam mensyariatkan hukum. Tujuan hukum ini merupakan salah satu faktor penting dalam menetapkan Hukum Islam yang ditetapkan melalui ijtihad.27

Menurut Satria Effendi M. Zein, maqasid al-syari‟ah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadist sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan manusia. 28 Sebagaimana ungkapan Al-Syatibi: “Sesungguhnya syari‟at itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat dan hukum-hukum disyari‟atkan untuk kemaslahatan hamba”.29 Maqasid al-syari‟ah merupakan intisari utama dari hukum Islam, dimana tujuan Allah menurunkan hukum-Nya bagi manusia adalah untuk merealisasikan lima tujuan utama (Al-Kulliyat Al-Khamsah), sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Syatibi yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara aqal pikiran, memelihara keturunan, dan memelihara harta benda.30

Al-Kulliyat Al-Khamsah sebagai prinsip pokok dalam hukum Islam, salah satu

diantaranya dalam hal memelihara harta. Harta merupakan perhiasan dalam kehidupan manusia. Harta juga dapat menjadi fitnah dalam kehidupan. Dalam terminologi Fuqaha, harta didefenisikan dengan sesuatu yang tabiat manusia cenderung terhadapnya, dan dapat disimpan sampai dengan waktu yang diperlukan. Dalam pandangan Islam, harta adalah wasilah (sarana) untuk mendekatkan diri

27

Zamakhsyari, Op.Cit., hal.1

28

Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, Cet. I, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 233.

29

Asafri Jaya Bakri, “Maqashid Syari‟ah Menurut Al-Syatibi”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 61.

30

(16)

kepada Allah, bukan ghayah (tujuan akhir). Untuk itu, ketika seseorang diamanahkan harta yang banyak, ia dituntut untuk menyisihkan dan mengeluarkan hak-hak orang lain yang dititipkan Allah kepada dirinya.31

Hubungan antara teori al-maqhasid syari‟ah dengan hibah yaitu dalam hal menafkahkan harta di jalan Allah SWT, sebagaimana dalam firman Allah dalam surah An-Nur ayat 33, yang artinya: “Dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari

harta Allah yang dikaruniakannya kepadamu.”32

Hibah merupakan cara halal untuk mendapatkan harta. Hibah dan hadiah ini memiliki peranan penting dalam menjauhkan sifat-sifat yang tercela seperti iri hati, dengki, dan lainnya. Salah satu hikmah Islam dalam hukum hibah adalah seseorang yang telah memberi hibah dan hadiah tidaklah boleh meminta kembali apa yang telah dihibahkannya itu kecuali hibah ayah kepada anaknya, maka seorang ayah dapat meminta kembali apa yang telah dihibahkannya.33

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

31

Zamakhsyari, Op.Cit., hal 13-27

32

M.Hasballah Thaib, Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al-Qur-an III, (Medan: Pustaka Bangsa, 2007) , hal.140.

33

(17)

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.34 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.35

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: a. Hibah adalah sedekah yang dilakukan dengan harta atau barang mubah yang

dimilikinya.36 Hibah juga merupakan pemberian suatu benda secara suka rela tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Setiap orang yang berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta bendanya kepada orang lain atau pada suatu lembaga untuk dimiliki.37 Hibah harus dilakukan di hadapan dua orang saksi dan harta yang dihibahkan itu haruslah barang-barang milik pribadi (hak milik) orang yang memberi hibah.38 b. Pemberi Hibah adalah setiap orang yang dewasa (orang itu sudah baliq dan

mampu untuk melakukan tindakan hukum sendiri dalam bidang Hukum Islam), berpikiran sehat (dapat menggunakan akalnya secara baik tidak terganggu karena gila atau keborosan), pemilik bendanya (orang tersebut benar sebagai pemilik

34

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.31.

35

Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal.19..

36

Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Mu‟amalah, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1991), hal.153

37

Abdul Manan, Op.Cit., hal.144.

38

(18)

dan menguasai benda yang akan dihibahkan, bukan sebagai pemegang atau penerima titipan dari orang lain.39

c. Penerima hibah adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan hukum serta layak untuk memiliki barang yang dihibahkan padanya. Penerima hibah diisyaratkan sebagai orang yang cakap melakukan tindakan hukum. Kalau ia masih dibawah umur, diwakili oleh walinya atau diserahkan kepada pengawasan walinya sampai pemilik hibah cakap melakukan tindakan hukum. Selain itu, penerima hibah dapat terdiri atas ahli waris atau bukan ahli waris, baik orang muslim maupun non-muslim, yang semuanya adalah sah hukumnya.40

d. Kompilasi Hukum Islam menganut prinsip bahwa hibah hanya boleh dilakukan 1/3 dari harta yang dimiliki pemberi hibah.41

e. Fiqih adalah ilmu mengenai hukum-hukum syar‟i (hukum Islam) yang berkaitan dengan perbuatan/tindakan (bukan akidah) yang didapatkan dari dalil-dalilnya yang spesifik.42

f. Kompilasi Hukum Islam adalah rangkuman dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama fiqih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan. 43

39

R.Abdul Djamali, Op.Cit., hal 181.

40

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal 138.

41

Abdul Manan, Op.Cit., hal.138.

42

A.Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab Sebuah Ikhtiar Menuju Ijtihad Saintifik-Modern,

(Jakarta: Teraju, 2003), hal.14.

43

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam,

(19)

G. Metode Penelitian

Sunaryati Hartono mendefinisikan bahwa:

“Metode penelitian adalah cara atau jalan atau proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau mengadakan verifikasi) suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial atau peristiwaa hukum tertentu.44

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.45

Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai permasalahan-permasalahan terhadap penerima hibah yang melebihi ketentuan dalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam, sehingga dapat diperoleh penjelasan mengapa Kompilasi Hukum Islam memberikan pembatasan dalam pemberian hibah, bagaimanakah akibat hukum hibah yang melebihi ketentuan dalam Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam, dan apakah yang menjadi pertimbangan hukum hakim terhadap kasus hibah yang melebihi ketentuan

44

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal.105.

45

(20)

didalam Hukum Islam di Pengadilan Agama Medan Nomor 616/Pdt.G/2010/PA-Mdn dan sebagai hasilnya diharapkan dapat menjelaskan masalah pembatasan hibah sehingga, hibah yang diberikan tidak melebihi dari ketentuan Hukum Islam.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai

dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literatur maupun peraturan perundang-undangan.46 Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai hibah yang melebihi ketentuan Hukum Islam, oleh karena itu penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teori-teori hukum, disamping menelaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,47 serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini.

46

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hal.37-38.

47

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(21)

2. Sumber Data/Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

a. Bahan Hukum Primer,48yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI) khusus pembahasan yang terkait mengenai hibah, dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan terhadap hibah yang melebihi dalam ketentuan fiqih dan Kompilasi Hukum Islam.

b. Bahan Hukum Sekunder,49 yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur.

c. Bahan Hukum Tersier, 50 yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum, surat kabar, ensiklopedia, makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

48

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal.53.

49

Ibid,.

50

(22)

Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.

3. Tekhnik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini dan didukung wawancara dengan informan yang mengetahui permasalahan mengenai hibah yang melebihi ketentuan dalam fiqih dan Kompilasi Hukum Islam. Adapun informan yang dimaksud Hakim Pengadilan Agama Medan, Ahli Hukum dan pendapat Ulama.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan:

1) Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan permasalahan penerima hibah yang melebihi ketentuan dalam fiqih dan Kompilasi Hukum Islam.

(23)

terhadap pembahasan hibah yang melebihi ketentuan dalam fiqih dan Kompilasi Hukum Islam, yaitu Hakim Pengadilan Agama Medan, Ahli Hukum dan Pendapat Ulama, wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.

4. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).51

Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis. Kemudian dianalisis

dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah analisis yuridis terhadap penerima hibah yang melebihi ketentuan dalam fiqih dan Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir

51

(24)

deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,52 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

52

Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dalam penelitian ini mengambil rumusan masalah “Bagaimana pola CMC yang dilakukan remaja melalui media sosial Instagram mendekontruksi komunikasi verbal

Persamaan Rasional merupakan metode yang paling umum dalam menentukan debit puncak dari suatu lahan drainase. Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan ukuran

Metode adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan, menggambarkan dan mengumpulkan data guna

Apabila klaim total loss pada Kapal diakui di bawah asuransi ini dan biaya-biaya dikeluarkan secara wajar dalam upaya menyelamatkan Kapal dan harta benda lainnya dan tidak ada

Upaya yang dapat dilakukan untuk membekali para siswa agar mereka memiliki kompetensi sosial serta bagaimana mengembangkan kompetensi sosial siswa agar mereka memiliki

server disebut sebagai pelayan dikarenakan fungsi server secara keseluruhan adalah memberi layanan (service) kepada client yang saling terhubung satu sama lain dalam

Pihak bank syariah juga dapat melakukan strategi seperti sosialisasi, promosi dan penyuluhan di kalangan siswa/siswi dengan mengumpulkan para siswa/siswi untuk

Hal ini berarti metode homotopi dapat digunakan untuk menghampiri penyelesaian eksak masalah polutan di tiga danau yang saling terhubung pada kasus p ( t ) berupa