• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Penyelesaian Kredit Antara PT.BANK CIMB Niaga Tbk Dengan PT.Mestika Sawit Intijaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjanjian Penyelesaian Kredit Antara PT.BANK CIMB Niaga Tbk Dengan PT.Mestika Sawit Intijaya"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan merupakan salah satu unsur yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. 1 Peran perbankan tersebut dilakukan dengan melaksanakan fungsi intermediasi, yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. 2

Untuk menghimpun dana masyarakat, bank mengeluarkan berbagai produk seperti giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sedangkan penyaluran dana kepada masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk kredit. 3

1 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan Perbankan

Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

2 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan “Fungsi utama

perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Renniwaty

Siringoringo, Karateristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan di Indonesia, Buletin Ekonomi

Moneter dan Perbankan, Juli 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012), hal. 62.

3 Paal 6 UU Perbankan menyatakan bahwa bank juga dapat melakukan usaha berupa

untuk menyediakan jasa keuangan, yaitu

a. menerbitkan surat pengakuan hutang ;

b. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas

perintah nasabahnya :

1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak

lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;

2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama

dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;

3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah ;

4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ;

5. obligasi ;

6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;

7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;

c. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah ;

d. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik

(2)

Kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya percaya. Dalam hal ini, bank selaku kreditur yakin untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah (debitur) karena kreditur percaya bahwa debitur mampu untuk membayar lunas pinjamannya setalah jangka waktu yang ditentukan.

Pengertian kredit dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut “UU Perbankan”) yaitu

“Kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari dengan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dimana bank atas jasanya itu akan mendapatkan bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan”.

Keyakinan debitur untuk mengembalikan pinjaman tersebut berdasarkan hasil analisis yang mendalam terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur yang dikenal dengan 5 C, yaitu:

1. Watak (character)

Bahwa calon nasabah atau debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemampuan dari calon nasabah atau debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya.

e. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan

antar pihak ketiga ;

f. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga ;

g. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak ;

h. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga

yang tidak tercatat di bursa efek ; i. dihapus ;

j. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat ;

k. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

l. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan

(3)

Informasi ini dapat diperoleh dari bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi-informasi dari usaha.

Character ini juga dapat dilihat dalam Sistem Informasi Debitur yaitu informasi mengenai calon debitur yang akan memohon kredit, sistem ini terhubung secara langsung kepada Bank Indonesia, dimana setiap bank yang telah memberikan kredit kepada nasabahnya wajib melaporkan data-data atau informasi mengenai nasabah atau istilah DIN (Data Informasi Nasabah) yang telah diberikan kredit.

2. Kemampuan (capacity)

Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah atau debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan keuntungan, yang akan menjamin bahwa jangka ia mampu melunasi hutang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan laba rugi, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir, dalam capacity ini bank dapat melihat layak atau tidaknya calon debitur tersebut akan diberikan pinjaman dalam jumlah yang sesuai.

3. Modal (capital)

(4)

kepada bagaimana distribusi modal ini ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif. Modal atau capital ini dapat dilihat dari neraca keuangan calon debitur atau ratio modal debitur. Penilaian keadaan keuangan arus dana, realisasi produksi, serta pembelian dan penjualan. Laporan sumber dana dan penggunaan dana sangat membantu melakukan penilaian aspek pembiayaan. Atas dasar ini dapat dipahami kelayakan kredit yang dibutuhkan sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan keputusan penyaluran kredit. Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit baik hutang pokok maupun bunganya. Dalam setiap perjanjian kredit harus ada agunan yang menjadi jaminan apabila debitur wanprestasi (cidera janji).

4. Jaminan (collateral)

(5)

Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dan bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. Condition of economy ini juga mempengaruhi untuk keputusan pemberian kredit, misalnya disaat hari-hari besar seperti Hari Raya, Natal atau Tahun Baru kebutuhan masyarakat meningkat maka kemungkinan untuk membayar kredit sangat kecil, atau nilai tukar rupiah turun, suku bunga naik maka tidak mungkin pada kondisi keadaan lebih berhati-hati dalam merealisasi kredit.

Pemberian kredit 4 tidak terlepas dari risiko dimana debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian (wanprestasi). Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1243 Kitab

Undang‐undang Hukum Perdata dapat terjadi, karena tidak melakukan apa yang

disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dilakukan dengan semestinya, menjalankan hal yang dijanjikan akan tetapi terlambat melaksanakannya, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.5 Sehingga dapat dikatakan wanprestasi seorang debitur

4 Pinjaman yang diberikan oleh bank dapat digunakan untuk konsumtif maupun

produktif. Kredit konsuntif digunakan untuk membeli kebutuhan hidup rumah tangga sehari-hari seperti pembelian alat-alat rumah tangga. Kredit produktif digunakan untuk keperluan usaha nasabah agar produktivitasnya meningkat. Bentuk kredit produktif dapat berupa investasi maupun kredit modal kerja yang bertujuan meningkatkan produktivitas usaha nasabah. Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan di Bidang Yuridis (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 155-156.

5Pasal 1243 KUH Perdata berbunyi ““Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang

(6)

dapat berupa, sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, keliru memenuhi prestasi.

Bank Indonesia telah membuat kategori kelancaran pengembalian pinjaman menurut pasal 12 ayat 3 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (PBI No. 7/2/PBI/2005) jo Pasal 4 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR (SKBI No. 30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif, yaitu sebagai berikut6

a. Lancar (pass), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif.

3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) b. Dalam perhatian khusus (special mention), yaitu apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari;

2) Kadang-kadang terjadi cerukan (overdraft) 3) Mutasi rekening rendah

4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan 5. Didukung oleh pinjaman baru

c. Kurang lancar (substandard), yaitu apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari

2) Sering terjadi cerukan

(7)

3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah

4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari

5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur 6. Dokumentasi pinjaman yang lemah

d. Diragukan (doubtful) yaitu, yaitu apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari

2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen

3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari 4) Terjadi kapitalisasi bunga

5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan

e. Kredit macet (loss), yaitu apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru

3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. 7

Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga macam perbuatan yang digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi:

(8)

1. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit dan atau beserta bunganya,

2. Debitur membayar sebagian angsuran kredit dan atau beserta bunganya. Pembayaran angsuran kredit tidak di persoalkan apakah debitur telah membayar sebagian kecil atau sebagian besar angsuran. Walaupun debitur kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet.

3. Debitur membayar lunas kredit dan atau beserta bunganya setelah jangka waktu yang di perjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk debitur membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui kreditur atas permohonan debitur. 8

Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh faktor‐faktor yang berasal dari

sudut eksternal maupun internal. Faktor terjadinya kredit bermasalah yang bersifat internal pada umumnya berkaitan dengan pihak analisis kurang teliti sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya atau mungkin salah dalam melakukan perhitungan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas kredit atau yang menyebabkan kredit bermasalah adalah keadaan perekonomian tidak mendukung perkembangan usaha namun disatu sisi debitur mempunyai kemauan atau itikad untuk membayar akan tetapi disisi lain ada pula debitur yang tidak mempunyai kemauan atau itikad untuk tidak membayar.

8 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta, Djambatan, 1995), hal

(9)

Penyelesaian kredit macet tersebut dapat dilakukan dengan cara negosiasi untuk mencari kesepakatan baru sehingga terhindar dari masalah. Bentuk renegosiasi tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu memberi perpanjangan jangka waktu kredit sehingga debitur mempunyai tambahan waktu untuk mencari penyelesaiaan yang lebih menguntungkan, atau dengan cara memperpanjang jangka waktu angsuran sehingga angsuran menjadi lebih ringan sesuai dengan kemampuannya.

2. Reconditioning (mengubah persyaratan)

a. Kapitalisasi bunga yakni dengan cara bunga dijadikan hutang pokok b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu maksudnya bunga

yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjaman tetap harus dibayar

c. Penurunan suku bunga agar meringankan beban debitur.

Misalnya: bunga pertahun 18% di turunkan menjadi 16% pertahun dan tergantung pertimbangan bank bersangkutan. Akibatnya berpengaruh kepada jumlah angsuran semakin mengecil sehingga meringankan debitur d. Pembebasan bunga diberikan kepada debitur yang tidak mampu lagi

membayar kredit, akan tetapi wajib bagi debitur membayar pokok pinjaman sampai lunas.

(10)

Tindakan menambah fasilitas kredit bagi debitur atau dengan cara menambah equity (modal sendiri) yaitu dengan menyetor fresh money, akan tetapi ini biasanya gagal karena banyak pemilik perusahaan yang tidak mampu. 9

Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan khusus, yakni Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998 yakni upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya ini dilakukan melalui tindakan sebagai berikut:

a. Penurunan suku bunga kredit

b. Pengurangan tunggakan bunga kredit c. Pengurangan tunggakan pokok kredit d. Perpanjangan jangka waktu kredit e. Penambahan fasilitas kredit

f. Pengambilalihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku g. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

debitur. 10

Salah satu perjanjian kredit yang mengalami restructuring (penataan kembali) karena debitur tidak dapat menyelesaikan hutangnya adalah perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. (selanjutnya disebut Bank CIMB Niaga) kepada PT. Mestikasawit Intijaya.

9 http://roman-jovanda.blogspot.com/2010/06/analisa-kredit-dan-penanganan-kredit.html diakses pada tanggal 18 Agustus 2013.

10 Sry Kartika, Analisis Hukum Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan

(11)

PT. Mestikasawit Intijaya didirikan pada tanggal 28 April 1995 berdasarkan Akta Nomor 31 yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 11 Juli 1995 Nomor C2-8.414.HT.01.01.TH.95. PT. Mestikasawit Intijaya merupakan sebuah perusahaan yang berkedudukan di Jalan Tembakau Deli I, No 4-1, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. PT. Mestikasawit Intijaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan pengolahan CPO (crude palm oil). Untuk melaksanakan kegiatan bisnisnya, PT. Mestikasawit Intijaya telah memiliki beberapa aset seperti lahan kepala sawit, gudang penyimpanan hasil perkebunan kelapa sawit hingga pabrik pengolahan CPO beserta mesin-mesinya.

11

Sejalan dengan waktu, kepemilikan PT. Mestikasawit Intijaya telah mengalami perubahan yang disertai dengan perubahan kepemilikan saham hingga dimiliki oleh Wijayanto dan Shelly Kustamin sebagaimana dinyatakan dalam Akta Nomor 195. Sebagai pemegang saham di PT. Mestikasawit Intijaya, Wijayanto dan Shelly Kustamin dapat mewakili PT. Mestikasawit Intijaya untuk melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam mengajukan permohonan kredit.

Bank CIMB Niaga memberikan pinjaman kepada PT. Mestikasawit Intijaya berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 200 tertanggal 31 Juli 2008

yang dibuat di hadapan Notaris Jhon Langsung, S.H. (selanjutnya disebut “Akta

Perjanjian Kredit”). Berdasarkan Akta Perjanjian Kredit tersebut, CIMB Niaga

memberikan pinjaman kepada PT. Mestikasawit Intijaya berupa pinjaman

(12)

rekening Koran sebesar Rp. 45.000.000.000,- (empat puluh lima miliyar rupiah) yang terdiri dari pinjaman rekening koran sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima miliyar Rupiah) dan pinjaman tetap angsuran sebesar Rp. 40.000.000.000,- (empat puluh miliyar rupiah). Jaminan yang diberikan berupa Hak Tanggungan atas SHM Nomor 65/Pematang Seleng, SHM Nomor 246/Pematang Seleng, SHM Nomor 342/Pematang Seleng dan fidusia atas bilyet giro, mesin-mesin pabrik.

Akta Perjanjian Kredit tersebut dirubah melalui Addendum Perjanjian Kredit Nomor 0334/Addendum/PK/MDP/IX/2008 tertanggal 5 September 2008 yang memberikan tambahan pinjaman sebesar RP. 2.432.000.000,- (dua miliyar empat ratus tiga puluh dua juta rupiah) dan Addendum Perjanjian Kredit Nomor 339/Addendum/PK/MDP/VII/2009 tertanggal 24 Juli 2009 yang menarik jaminan bilyet giro dan memberikan jaminan penunjang berupa asuransi atas bangunan pabrik kelapa sawit, mesin dan stok bahan baku sebesar USD 4.000.000,-.

Mengingat Mestikasawit Intijaya tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan pinjamannya kepada CIMB Niaga, maka dilakukan restructuring (penataan ulang) melalui kesepakatan bersama yang melibatkan CIMB Niaga, Mestikasawit Intijaya dan Tuan Wijayanto melalui Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman tertanggal 22 Desember 2009 (selanjutnya

disebut “Perjanjian Penyelesaian Pinjaman”). Para pihak sepakat untuk memilih

(13)

hasil penjualan tersebut diserahkan kepada CIMB Niaga yang akan digunakan sebagai pelunasan kewajiban Mestikasawit Intijaya.

Perjanjian Penyelesaian Pinjaman yang merupakan restructuring (penataan ulang) atas Akta Perjanjian Kredit dapat menimbulkan kerancuan bagi para pihak untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak setelah disepakatinya restructuring (penataan ulang).

Berdasarkan uraian di atas maka Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian skripsi yang berjudul “Perjanjian Penyelesaian Kredit Antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya”.

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah: 1. Bagaimana kedudukan Perjanjian Penyelesaian Pinjaman dalam ranah

hukum perdata?

2. Apa yang menjadi dasar dilakukannya perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya?

3. Bagaimana akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya?

C. Tujuan Penelitian

(14)

a. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian penyelesaian pinjaman dalam ranah hukum perdata.

b. Untuk mengetahui dasar dilakukanya perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya.

c. Untuk mengetahui akibat hukum bagi para pihak terkait dengan perubahan perjanjian antara PT. Bank CIMB Niaga, Tbk. dengan PT.Mestika Sawit Intijaya.

D. Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik dari sisi teoritis maupun praktis sebagai berikut:

a. Manfaat secara teoritis

Memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan Hukum Perjanjian pada khususnya.

b. Manfaat praktis

Membantu pihak perbankan dan masyarakat umum dalam memahami perjanjian penyelesaian pinjaman.

(15)

Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana, maka seyogyanya skripsi ditulis berdasarkan buah pikiran yang benar-benar asli tanpa melakukan tindakan peniruan (plagiat) baik sebagian ataupun seluruhnya dari karya orang lain. Judul dan permasalahan yang penulis pilih telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Ekonomi dan dinyatakan tidak ada yang sama.

F. Tinjauan Kepustakaan

Perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam Pasal1754 KUH Perdata menyebutkan, pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. 12

Istilah yang diberikan kepada pihak yang memberikan pinjaman adalah pihak yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang menerima pinjaman adalah pihak yang berhutang atau debitur.

Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi

“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal”13

12 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2013), hal. 9 - 10.

13 Kedua syarat pertama merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek

(16)

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

(17)

kesepakatan. Hal ini adalah benar untuk perjanjian konsensuil, dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan dari penawaran yang disampaikan terakhir. Dengan kata lain suatu penawaran dan persetujuan itu bisa datang dari kedua belah pihak secara timbal balik. 14

Syarat kesepakatan diatur lebih rinci dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang

berbunyi “Tiada suatu perjanjian pun mempunyai kekuatan jika diberikan

karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”.

Syarat kesepakatan dapat cacat apabila terdapat unsur: a. Kekhilafan (kesesatan)

Pasal 1322 KUH Perdata menyatakan bahwa “Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian, kecuali jika kehilafan itu terjadi

mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian”. Yang dimaksud

kekhilafan ini adalah kekhilafan mengenai orang (error in persona) dan kekhilafan karena barang yang diperjanjikan(error in substansia). 15 b. Paksaan.

Pengertian paksaan diatur dalam Pasal 1324 KUH Perdata yang berbunyi

“Paksaan telah terjadi,apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dengan pertimbangan itu, harus diperhatikan usia, kelamin dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan”.

Unsur paksaan merupakan alasan untuk batalnya perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1323 KUH Perdata yang berbunyi

14 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999), hal.

165.

15 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya

(18)

“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, merupakan asalan untuk batalnya persetujuan, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga , untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat”.

c. Penipuan

Penipuan membuat syarat sepakat menjadi cacat yang membatalkan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang berbunyi

“Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan”.

Ad. 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan

Syarat cakap melakukan perbuatan hukum diatur dalam pasal 1329 KUH Perdata yang berbunyi “Setiap orangadalah cakap untuk membuat perikatan -perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Pasal 1330 KUH Perdata memberikan syarat orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum dengan bunyi

“Tidak cakap untuk membuat persetujaun-persetujuan adalah: 1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

(19)

Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan. Jika masalah kedewasaan dari orang perorangan yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan melawan hukum, masalah kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perorangan tersebut yang bertindak atau berbuat dalam hukum. Dapat saja seorang yang cakap bertindak dalam hukum tetapi ternyata tidak berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan sebaliknya seorang yang dianggap berwenang untuk bertindak melakukan suatu perbuatan hukum, ternyata karena suatu hal menjadi tidak cakap untuk bertindak dalam hukum. Pada dasarnya yang paling pokok dan mendasar adalah masalah kecakapan untuk bertindak. Setelah seseorang dinyatakan cakap untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri, baru kemudian dicari tahu apakah orang perorangan yang cakap bertindak dalam hukum tersebut juga berwenang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu. Masalah kewenangan bertindak orang perorangan dalam hukum, menurut doktrin ilmu hukum yang berkembang dapat dibedakan ke dalam:

a) Kewenangan untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang berkaitan

dengan kecakapannya untuk bertindak dalam hukum.

b) Kewenangan untuk bertindak selaku kuasa pihak lain, yang dalam hal ini

tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Bab XIV Kitab Undang-Undang

(20)

c) Kewenangan untuk bertindak dalam kapasitasnya sebagai wali atau wakil dari

pihak lain. 16

Syarat suatu hal tertentu merupakan objek tertentu yang merupakan barang yang saat ini sudah ada maupun yang aka nada di kemudian hari.

Syarat suatu sebab yang halal berkaitan dengan:

a. Perjanjian tanpa kausa sebagaimana Pasal 1335 KUH Perdata yang berbunyi “Suatu persetujaun tanpa sebab, atau telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang , tidak mempunyai kekuatan”.

b. Sebab yang halal sebagaimana diatur dalam Pasal 1336 KUH Perdata yang berbuyi “Jika tak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain daripada yang dinyatakan,

persetujuannya namun demikian adalah sah”.

c. Sebab terlarang sebagaimana diatur dalam Pasal 1336 KUH Perdata yang berbunyi “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh u ndang-undang, atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.

Ad. 3. Suatu Hal Tertentu

KUH Perdata menjelaskan suatu hal tertentu dirumuskan dalam Pasal 1333 Kitab undang-undang hukum perdata, yang berbunyi “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling

sedikit ditentukan jenisnya”

16 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,

(21)

Pada perikatan untuk memberikan sesuau kebendaan yang akan diserahkan berdasarkan suatu perikatan tertentu tersebut haruslah sesuai yang telah ditentukan secara pasti. Dalam pemberian kredit misalnya, setiap kesepakatan antara bank dan debitur mengenai kredit harus telah ditentukan terlebih dahulu jumlah, jangka waktu pembayaran, bunga, jatuh tempo dan sebagainya, sehingga tidak akan menimbulkan keraguan terkait dengan kredit bank yang akan diberikan.

Ad. 4. Suatu Sebab yang Halal

Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa “Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu

atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan”. KUH Perdata tidak

memberikan pengertian atau definisi dari “sebab” yang dimaksud dalam Pasal

1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal yaitu: pertama: Bukan tanpa sebab, kedua: Bukan sebab yang palsu, ketiga: Bukan sebab yang terlarang.

(22)

kesepakatan sebelumnya. Jika dihubungkan dengan kredit macet/bermasalah, maka ada tiga macam perbuatan yang tergolong wanprestasi, yakni antara lain a. Debitor sama sekali tidak membayar angsuran kredit (beserta bunganya). b. Debitor membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya). Pembayaran

angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah telah membayar sebagian besar atau sebagian kecil angsuran. Walaupun nasabah kurang membayar satu kali angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet.

c. Debitor membayar lunas kredit (beserta bunganya) setelah jangka waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui bank atas permohonan nasabah karena telah terjadi perubahan perjanjian yang disepakati

bersama” 17

Terjadinya kredit bermasalah ini ditinjau dari sudut bank dapat dikemukakan berbagai faktor penyebab yang dapat diidentifikasikan dan dikelompokkan kedalam 2 (dua) faktor yaitu Faktor internal dan eksternal, sebagai berikut : 18

a. Faktor Internal, yaitu disebabkan:

1). Adanya kebijakan kredit yang ekspansif.

Pola kebijakan pemberian kredit yang selalu terlalu ekspansif melebihi batas pertumbuhan yang normal mengakibatkan bank kurang selektif dalam menilai permohonan kredit calon nasabah dan cenderung banyak

17 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Djambatan, 1996, hal 131.

18 Aprizal, Restrukturisasi Kredit Macet Debitor di PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

(23)

memberikan kemudahan-kemudahan. Hal ini disebabkan karena dikejar target yang cukup tinggi sehingga mendorong sebagian bank untuk menarik nasabah bank yang lain tanpa melakukan analisis dan perhitungan risiko yang bakal terjadi.

2). Penyimpangan dalam prosedur pemberian kredit.

Adanya kecenderungan bank kurang mengikuti sistem atau kurang disiplin dalam menerapkan prosedur pemberian kredit yang berlaku dapat menimbulkan kredit bermasalah. Karena biasanya dalam proses pemberian kredit kurang diperhatikan azas pemberian kredit yang sehat seperti analisis kelayakan usaha, data keuangan debitor, tujuan penggunaan kredit dan lain sebagainya.

3). Itikad kurang baik dari Pemilik/Pengurus/Pegawai bank.

Adanya itikad kurang baik dari pemilik/pengurus/pegawai bank sering dijumpai adanya kredit yang tidak layak, kredit fiktif, kredit yang tidak jelas penggunaannya, kredit topengan, yang pada umumnya kredit tersebut digiring untuk segera menjadi macet, kemudian dihapusbukukan dari neraca bank untuk menghilangkan jejaknya agar tidak mudah dilacak oleh siapapun.

4). Lemahnya Administrasi dan Pengawasan Kredit

(24)

usaha debitor hampir tidak pernah dilakukan, sehingga diketahui tiba-tiba usaha debitor sudah macet dan sulit untuk diselamatkan lagi.

5). Lemahnya sistem informasi kredit bermasalah.

Bank memiliki kecenderungan untuk melaporkan gambaran yang lebih baik mengenai kondisi kreditnya kepada Bank Indonesia dengan harapan akan mendapatkan penilaian tingkat kesehatan yang baik. Sementara itu secara intern bank sendiri tidak mengadministrasikan kondisi kredit yang sebenarnya, sehingga bank seringkali terlambat dalam mengantisipasi terjadinya kredit bermasalah.

b. Faktor Eksternal, yaitu disebabkan :

1). Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.

Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat suku bunga kredit dapat menyulitkan debitor dalam memenuhi kewajibannya kepada bank, karena beban bunga yang ditangggung debitor terlalu berat.

2). Iklim persaingan tidak sehat

Adanya iklim persaingan yang ketat setelah Pakto 1988 sering membuat perbankan memberikan kemudahan dan keringanan serta fasilitas yang berlebihan kepada debitor, sehingga mendorong debitor untuk menggunakan kelebihan dana tersebut kepada tujuan yang bersifat spekulatif.

(25)

Kegagalan usaha debitor dapat menyebabkan debitor tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada bank. Hal ini biasanya karena kegiatan usaha debitor sensitif terhadap perubahan lingkungan.

4). Musibah yang menimpa kegiatan debitor.

Keadaan yang tidak terduga sering menyebabkan kredit menjadi bermasalah, seperti adanya kebakaran yang menimpa tempat usaha debitor sementara tempat tersebut lalai diasuransikan oleh bank, seperti gempa bumi, tsunami dan bencana alam lainnya yang dapat menimbulkan kerugian.

Dalam hal terjadi kredit macet, maka bank dapat memilih alternatif untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu dengan cara-cara litigasi maupun non litigasi. Cara litigasi dilakukan dengan mengajukan gugatan perdata melalui Peradilan Umum atau permohonan pailit melalui Peradilan Niaga (dalam hal debitur memiliki kreditur lain). Penyelesaian melalui cara litigasi akan sangat merugikan bank karna memerlukan waktu yang lama, biaya yang besar dan hubungan antara bank dan nasabah yang rusak mengingat dalam peradilan salah satu pihak akan menang dan pihak lainnya akan kalah (win lose solution). Cara-cara non litigasi dapat diambil bank dengan Cara-cara melakukan restrukturisasi kredit untuk dilakukan rescheduling (penjadwalan kembali), reconditioning (mengubah persyaratan) ataupun restructuring (penataan kembali).

(26)

dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit namun debitur tersebut masih memiliki prospek usaha yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 52

“Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan

b. debitur masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi”.

Selain prospek bisnis yang baik, restrukturisasi kredit yang dilakukan bank memiliki harus berdasarkan kebijakan yang ketat. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 55 PBI No. Nomor 14/ 15 /PBI/2012 sebagai berikut:

Pasal 55

“(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Restrukturisasi Kredit.

(2) Kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh Dewan Komisaris.

(3) Prosedur Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui paling rendah oleh Direksi.

(4) Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku”.

Pasal 56

“(1) Keputusan Restrukturisasi Kredit harus dilakukan oleh pihak yang lebih tinggi dari pihak yang memutuskan pemberian Kredit.

(2) Dalam hal keputusan pemberian Kredit dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar Bank maka keputusan restrukturisasi Kredit dilakukan oleh pihak yang setingkat dengan pihak yang memutuskan pemberian Kredit.

(27)

(4) Dalam pelaksanaan Restrukturisasi Kredit, pembentukan satuan kerja khusus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Bank dengan tetap mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.”

Dalam melakukan restrukturisasi kredit tersebut, PBI No. Nomor 14/ 15 /PBI/2012 memberikan kesempatan kepada bank untuk melakukan restrukturisasi kredit kepada debitur dengan cara penyertaan modal sementara kepada debitur persyaratan ketat dengan mengacu pada Pasal 62 dan 63 PBI No. Nomor 14/ 15 /PBI/2012 sebagai berikut:

Pasal 62

(1) Bank dapat melakukan Restrukturisasi Kredit dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara.

(2) Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk Kredit yang memiliki kualitas Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet.

Pasal 63

(1) Penyertaan Modal Sementara wajib ditarik kembali apabila:

a. Telah melampaui jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau b. Perusahaan debitur tempat penyertaan telah memperoleh laba

kumulatif.

(2) Penyertaan Modal Sementara wajib dihapusbukukan dari neraca Bank apabila telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun.

G. Metode Penelitian 1. Jenis & Sifat Penelitian

(28)

pemberian pinjaman ini dengan melihat keberadaan dari perjanjian tersebut kepada hukum positif yakni hukum perdata.

Sifat penelitian dari skripsi ini adalah bersifat deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum. Dalam hal ini menelaah dan mengkaji berbagai bentuk peraturan yang tentunya terkait dengan penelitian ini khususnya dalam hal perjanjian.

2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum yang dipergunakan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/150/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998

4) Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

5) Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif

(29)

7) Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman tertanggal 22 Desember 2009.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengani bahan hukum primer seperti berbagai macam buku literatur yang sesuai dengan penelitian ini. Bahan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini seperti buku-buku yang berkaitan dengan perjanjian, kredit dan perbankan misalnya J. Satrio pada buku Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Mariam Darus Badrulzaman pada buku Kompilasi Hukum Perikatan, Sutan Remy Sjahdeini dan Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjajian Kredit Bank dan beberapa ahli hukum lainya.

Cara mendapatkan data sekunder adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dimana selanjutnya dilakukan analisis dengan mengumpulkan fakta-fakta yang didapat dari studi kepustakaan sebagai acuan umum dan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang dimaksud berdasarkan bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan.

H. Sistematika Penulisan

(30)

Bab I berisi tentang gambaran dari seluruh isi skripsi, yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang gambaran dari Perjanjian tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaiaan Pinjmana Antara PT.Bank Cimb Niaga Tbk Dengan PT Mestika Sawit Intijaya. Bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab, yaitu (1) Pengertian tentang Kesepakatan Bersama mengenai Penyelesaian Pinjaman Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengulas tentang pengaturan perjanjian bernama di KUH Perdata, Perjanjian Kredit Menurut Beberapa Ahli Hukum Perdata, dan Kesepakatan Bersama mengenai Penyelesaian Pinjaman Sebagai Perjanjian Tidak Bernama dalam KUH Perdata; (2) Perjanjian tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara PT.Bank Cimb Niaga Tbk dengan PT Mestika Sawit Intijaya yang membahas tentang dasar hukum, akibat hukum dan berakhirnya perjanjian Perjanjian tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara PT.Bank Cimb Niaga Tbk dengan PT Mestika Sawit Intijaya.

(31)

Bab IV membahas tentang Akibat Hukum Perjanjian tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Antara CIMB Niaga dengan Mestikasawit Intijaya yang terdiri dari 3 (tiga) sub bab, yaitu (1) Perubahan Jatuh Tempo Pembayaran Utang, (2) Perubahan Jaminan Dalam Perjanjian dan (3) Penyelesaian Permasalahan Yang Timbul Dalam Perjanjian.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Selain dua hal yang telah disebutkan diatas, mahasiswa juga bisa mendapatkan informasi terkini mengenai kampus ataupun yang berhubungan dengan mata kuliah yang diambil, diskusi

Metode ini akan dimodifikasi sehingga setiap melakukan proses enkripsi akan menghasilkan hasil yang berbeda meskipun dengan file dan kata kunci yang sama. Dalam pembuatan program

[r]

Gaya gesek: Jika benda didorong dan tidak bergerak, gaya gesekan dianggap lebih besar daripada gaya dorong atau gaya gesekan dianggap tidak ada.. Gerak: jarak dan perpindahan

Melakukan berbagai macam penelitian khususnya dibidang pengembangan pengetahuan dan pendidikan yang bermamfaat bagi semua pihak yang terlibat didalamnya dan melakukan pembinaan

If poker is your game it is a little different, most games depend on luck and all you really need to know if the basics, but poker is totally different because you are playing

anda yang ingin memiliki keterampiln mengoperasikan komputer dengan cara belajar