• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove merupakan suatu formasi hutan yang tumbuh di daerah pasang

surut, lantai hutannya tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada

saat surut. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem

daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

fungsi yang spesifik yang keberlangsungannya bergantung pada dinamika yang

terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Ekosistem mangrove merupakan salah

satu ekosistem yang mempunyai produktivitas yang tinggi yang memproduksi

sumber makanan untuk sebagian besar berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan

berbagai biota perairan pantai lainnya. Disamping itu dari segi perikanan,

mangrove juga berperan sebagai spawning dan nursery grounds. Kesemua fungsi

mangrove tersebut tetap ada selama vegetasi mangrove dapat dipertahankan

keberadaannya (Kusmana, 2011).

Dekomposisi adalah kegiatan atau proses penguraian (decomposing) dan

pemisahan (separation) bahan-bahan organic menjadi bagian-bagian hancur,

busuk. Dekomposisi bisa berarti mekanisme penghancuran struktur tanaman mati

dari tahap masih melekat pada kehidupan tumbuhan sampai menjadi tahap humus

dengan struktur sel yang kasar menjadi bentuk yang hancur

(Satchell, 1974 diacu oleh Yunasfi, 2006).

Kecepatan dekomposisi serasah dipengaruhi oleh kecepatan serasah

tersebut terpecah-pecah (fragmented). Pemecahan ini sebagian besar dilakukan

oleh banyak hewan tanah seperti siput, cacing, larva serangga dan lain-lain.

Adanya organisme tersebut menunjukkan bahwa kadar C-organik

(2)

dalam kehadiran dan aktivitas organisme dalam ekosistem mangrove

(Dix dan Webster, 1995 diacu oleh Yunasfi, 2006)

Hasil Penelitian Odum dan Heald (1975) dilaporkan bahwa sekitar 83%

dari total produksi daun daun mangrove (880 gram berat kering/m²/tahun)

didekomposisi. Lebih lanjut dilaporkan bahwa laju dekomposisi serasah daun

tersebut sangat bervariasi, tergantung kondisi substrat dimana serasah daun

tersebut jatuh. Serasah daun yang jatuh di tempat atau substrat dasar yang kering,

proses dekomposisinya cenderung lebih lambat dibandingkan bila jatuh di

perairan. Adapun kecepatan dekomposisinya juga berbeda, tergantung pada kadar

garam perairan dimana serasah daun itu jatuh, air laut cenderung lebih cepat

mendekomposisi serasah daun mangrove dibandingkan dengan air payau dan

terlambat adalah air tawar.

Proses Dekomposisi Serasah

Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan

organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses

dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove

dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong

kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini

dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa

lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan

siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam

(3)

nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove

akan terpelihara (Mahmudi, 2010).

Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh

makrobentos terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati selanjutnya menjadi

ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang

dilakukan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan partikel-partikel organik.

Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer mengeluarkan

enzim yang dapat menguraikan bahan organik menjadi protein. Kecepatan

dekomposisi mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Serasah pada tingkat salinitas >30 dilalui oleh aliran sungai.

Diduga banyak mikroorganisme yang terbawa oleh aliran sungai yang berperan

sebagai pendekomposer. (Sunarto, 2003).

Menurut Aksornkoae dan Khemnrak (1984) dalam proses dekomposisi

serasah terjadi asosiasi antara faktor-faktor fisik dan faktor-faktor biologis dan di

antara kedua faktor ini, faktor biologis mempunyai peran yang lebih besar

dibanding faktor fisik. Sebagian serasah mangrove diuraikan oleh bakteri dan

fungi menjadi unsur hara anorganik terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung

oleh fitoplankton ataupun oleh tumbuhan mangrove itu sendiri. Sebagian lagi

diubah menjadi detritus yang dapat dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting

sebagai bahan makanannya. Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme primer

yang berperan dalam proses dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri

atas daun, bunga, cabang, ranting dan berbagai bagian tumbuhan lainnya.

Keadaan lingkungan yang selalu basah dan lembab serta suhu yang selalu

(4)

berlangsung sangat cepat,sehingga proses humifikasi (pembentukan humus) sefera

dilanjutkan dengan proses mineralisasi (Manan, 1978).

Dekomposisi menjadi sempurna ketika campuran bahan organik

dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk anorganik atau bentuk mineral, yaitu

karbon dalam bentuk karbondioksida, nitrogen dalam entuk ammonia dan fosfor

dalam bentuk fosfat. Bagi mikroorganisme proses-proses penguraian semata-mata

untuk memperoleh unsur hara dengan cara mencernanya. Bakteri, actinomycetes

dan fungi mengeluarkan enzim ke dalam lingkungan untuk membantu penguraian

molekul-molekul senyawa kompleks menjadi komponen-komponen sederhana

yang lebih kecil. Bahan yang diuraikan selanjutnya digunakan dalam proses

metabolisme atau dilepaskan sebagai metabolit (Moore-Landecker, 1990).

Kondisi vegetasi yang seragam mendukung lambatnya laju dekomposisi

karena mengakibatkan rendahnya keragaman mikroorganisme yang berperan

dalam proses dekomposisi. Jika serasah cocok tehadap mikroorganisme tanah

apalagi jika kaya akan nutrisi dan mengandung sedikit kayu atau kulit, dan

kondisi kelembaban, drainase serta aerasi tanah cukup baik, maka bahan organik

akan terdekomposisi secara cepat dan tidak akan terakumulasi dalam tanah. Kadar

air yang terdapat pada serasah yang masih baru akan mudah menguap sehingga

bobot serasah pada awal minggu mengalami penurunan yang tinggi yang juga

membuat laju dekomposisinya menjadi cepat. Selain itu penguraian serasah daun

di setiap minggunya berbeda dimana pada awalnya nilai laju dekomposisi akan

tinggi dan kemudian terus menurun, yang berarti pada awalnya serasah terurai

dengan cepat dan kemudian semakin lambat dengan semakin lamanya periode

waktu serasah terdekomposisi. Hal ini dikarenakan pada serasah yang masih baru

(5)

tanah atau bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur. Unsur

tersebut semakin berkurang yang berarti penghancurannya juga lambat sampai

hanya tinggal unsur yang tidak diperlukan oleh dekomposer.

Perbedaan jumlah organisme pada masing-masing salinitas disebabkan

oleh 2 Parameter yaitu Parameter Fisika antara lain suhu, kecepatan arus,

instensitas cahaya, pasang surut dan gelombang. Berdasarkan Parameter Kimia

disebabkan oleh pH, salinitas dan oksigen terlarut Pratama (2014).

Menurut Mulyani, dkk. (1991) Sebagai suatu hasil kegiatan

organisme-organisme tersebut, bagian-bagian residu tanaman dan hewan yang terdiri dari

unsur-unsur kimiawi, terutama karbon, nitrogen, fosfor dengan cepat dibebaskan

dalam bentuk-bentuk yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Proses tersebut

pada mulanya berlangsung cepat dan selanjutnya berlangsung secara

berangsur-angsur atau perlahan-lahan, kecepatan dekomposisi tergantung atas sifat/keadaan

residu serta kondisi dimana dekomposisi itu berlangsung. Jika kandungan nitrogen

pada residu itu rendah, unsur itu untuk sementara waktu tidak dibebaskan,

karenanya belum tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Dekomposisi bahan-bahan

tanaman yang cepat didukung atau dipermudah, diperlancar dengan

kondisi-kondisi berikut :

1. Kandungan lignin dan lilin yang rendah dalam bahan tanaman

2. Ketersediaan nitrogen yang memadai atau mencukupi

3. Kondisi yang baik bagi proses kehancuran secara kimiawi

(6)

5. Aerasi yang baik dan disertai suatu masukan kelembaban yang memadai.

Kondisi-kondisi aerobik berakibat dalam populasi bakteri, yang berpengaruh

terhadap ketersediaan nitrogen

6. Suhu yang tinggi, biasanya dalam tingkatan 30˚C sampai 45˚C

Dari hasil penelitian Dewi (2010) tentang laju dekomposisi serasah daun

Avicennia marina di hutan mangrove Sicanang Belawan, Medan. Didapatkanlaju

dekomposisi berdasarkan hasil pada Tabel 1, Penurunan bobot kering dan laju

dekomposisi serasah daun A. marina yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas

>30 ppt dan yang paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 20-30

ppt. Setiap minggu terjadi perubahan bobot serasah daun A. marina di dalam

kantong serasah. Diduga hal ini diakibatkan oleh keberadaan makrobentos yang

membutuhkan bahan makanan dan berperan sebagai decomposer yang tinggi serta

factor lingkungan yang mempengaruhi akibat pasang surut air laut. C/N

merupakan salah satu indikator untuk melihat laju dekomposisi bahan organik,

dimana semakin tinggi C/N maka akan semakin lama bahan organik itu

terdekomposisi. Semakin cepat serasah terdekomposisi maka akan semakin

banyak unsur hara yang tersedia bagi tanaman, makrobentos dan mikroorganisme.

(7)

36,3

>30 ppt 50 22,87 17,87 10,69 9,49

Dewi ,(2010).

Ratio C/N merupakan faktor kimia pembentuk kecepatan dekomposisi dan

mineralisasi nitrogen. Penyebab pembusukan pada bahan organik diakibatkan

adanya karbon dan nitrogen. Rasio C/N digunakan untuk mendapatkan degradasi

biologis dan bahan-bahan organik yaitu sampah tersebut baik atau tidak untuk

dijadikan kompos, serta menunjukkan kematangan kompos (Allo dkk., 2014)

Serasah yang memiliki kandungan unsur hara N tinggi cenderung disukai

oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna (digestibility). Kandungan unsur

hara karbon cenderung menurun seiring dengan penambahan waktu dekomposisi

dan pengurangan ukuran partikel serasah Ulqodry (2008).

Kadar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk memelihara dan

pembentukan sel tubuh. Semakin banyak kandungan nitrogen, maka akan semakin

cepat bahan organik terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan

kompos memerlukan nitrogen untuk perkembangannya (Sriharti, 2008).

Kadar karbondioksida di perairan dapat mengalami peningkatan akibat

proses fotosintesis dan evaporasi yang terjadi. Karbon yang terdapat di atmosfer

dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis. Di

perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus, akibat proses

dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang

dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif

kecil, dengan kadar yang sedikit daripada kadar nitrogen karena sumber fosfor

(8)

berlebih disertai dengan pertumbuhan lumut yang berada di perairan

(Effendi, 2003).

Zonasi Mangrove

Spesies-spesies tumbuhan mangrove dapat digolongkan ke dalam

sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar garam

dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga zonasi

vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing

disebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat

sebagai berikut :

1. Jalur pedada yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia spp. dan

Sonneratia spp.

2. Jalur bakau yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora spp. dan

kadang-kadang juga dijumpai Bruguiera spp., Ceriops spp., dan

Xylocarpus spp.

3. Jalur tancang yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera spp. dan

kadang-kadang juga dijumpai Xylocarpus spp., Kandelia spp., dan

Aegiceras spp.

4. Jalur transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah yang

umumnya adalah hutan nipah dengan spesies Nypa fruticans

(9)

Taksonomi dan Bentuk Morfologi dari B. cylindrica

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Bruguiera

Spesies : B. cylindrica

Gambar 1. Bruguiera cylindrica

B. cylindrica mempunyai nama lokal : Burus tanjang, tanjang putih,

tanjang sukim, tanjang sukun, lengadai, bius, lindur, dan bakau putih. Merupakan

tumbuhan hutan mangrove yang bentuknya berupa pohon yang selalu hijau,

(10)

adalah untuk kayu bakar. Di beberapa daerah, akar mudah dari embrio-nya

dimakan dengan gula dan kelapa. Para nelayan tidak menggunakan kayunya untuk

kepentingan penangkapan ikan karena kayu tersebut mengeluarkan bau yang

menyebabkan ikan tidak mau mendekat (Noor, dkk., 2006).

Faktor Pembatas Pertumbuhan Mangrove

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove yaitu:

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan

penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi

(Aksornkoae, 1993). Suhu rata-rata di daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan

mangrove. Hutching dan Saenger (1987) diacu oleh Kusmana (2000) kisaran

temperatur optimum untuk pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove,

yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada temperatur 18°-20 °C.

Salinitas

Lingkungan bergaram (asin) diperlukan untuk kestabilan ekosistem

mangrove, Aksornkoae (1993) meyatakan bahwa salinitas merupakan faktor

lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama

bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Pada umumnya

tumbuhan mangrove hidup dan tumbuh dengan kisaran salinitas 10-30 ppt.

(11)

salinitasnya tinggi. Spesies Avicennia Sp. termasuk jenis mangrove yang memiliki

toleransi tinggi terhadap garam.

Faktor fisik kimia lingkungan, termasuk salinitas mempengaruhi

keberadaan mikroorganisme dimana suatu mikroorganisme memiliki kemampuan

beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya dalam melangsungkan aktivitas

kehidupan meliputi pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi

(Darkuni, 2001).

Menurut Hutabarat dan Evans (1998) fluktuasi salinitas merupakan

gambaran dominan lingkungan estuari, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

pasang surut, musim, topografi estuari dan jumlah air tawar. Sedangkan menurut

Nontji (2005) menyatakan bahwa sebaran salinitas di perairan estuari mempunyai

struktur salinitas yang kompleks, karena merupakan pertemuan antara air tawar

yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air yang sangat

menentukan.

Tanah

Tanah tempat tumbuh mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang

berasal dari sungai, pantai atau erosi tanah yang terbawa dari dataran tinggi

sepanjang sungai. Menurut Aksornkoae (1993) spesies mangrove

Rhizophora mucronata dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang relatif dalam

dan berlumpur dan spesies mangrove Avicennia marina dan Bruguiera Sp. di

sepanjang tepi sungai berlumpur.

Laju dekomposisi bahan organik ditentukan oleh faktor bahan organik dan

(12)

membantu pada proses awal perombakan bahan organik dalam tanah

Notohadiprawiro (1998).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH adalah jumlah ion hidrogen yang terdapat pada

larutan (Effendi, 2003). Air laut sebagai media yang memiliki kemampuan

sebagai larutan penyangga yang dapat mencegah perubahan nilai pH yang sangat

ekstrim. Menurut Aksornkoae (1993) menyatakan komunitas Rhizophora Sp. dan

Avicennia Sp. hidup pada tanah dengan nilai pH berturut-turut adalah 6,6 dan 6,2

ketika dalam keadaan penuh air, tetapi pada kondisi aerobik dan kering nilai pH

berkurang menjadi 4,6 dan 5,7.

Unsur hara

Aksornkoae (1993) menyatakan hara merupakan faktor penting dalam

keseimbangan ekosistem mangrove. Hara terbagi menjadi dua yaitu hara

anorganik dan detritus organik. Hara anorganik terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan

Na. Nitrat dan fosfor merupakan nutrien anorganik yang sangat stabil. Sumber

nutriennya berasal dari hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut, dan bahan

organik yang terdegradasi. Detritus organik terdiri dari dua sumber yaitu dari

Gambar

Tabel 1. Laju Dekomposisi Daun Serasah Mangrove Avicennia marina di    Sicanang Belawan
Gambar 1. Bruguiera cylindrica

Referensi

Dokumen terkait

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.

spinosa Bambu Gesing Poaceae Protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, thiamin, riboflavin, vitamin C, serta mineral lain seperti kalsium, fosfor, besi, dan kalium..

Harga saham yang akan dibayarkan adalah sebesar harga rata dari harga saham DVLA pada penutupan perdagangan harian di Bursa Efek Indonesia selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir

Keterampilan berpikir kritis siswa setelah diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan, dikarenakan siswa dilatih untuk menganalisis argumen

Kompetensi profesional dan motivasi kerja guru secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Negeri Pontianak Selatan, dengan hasil penelitian Fhitung

[r]

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap dan iklim keselamatan kerja (komitmen manajemen) dengan perilaku keselamatan kerja (pemakaian

Pelaksanaan pendekatan kontekstual pada pembelajaran menulis kreatif puisi meliputi guru membuka pelajaran, memberi salam dan mengecek kehadiran siswa, guru mengajak siswa