• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERFORMA PRODUKSI DAN REPRODUKSI PERSILANGAN AYAM SENTUL DENGAN KAMPUNG SERTA PELUNG DENGAN SENTUL CAHYATINA TRI RAHAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERFORMA PRODUKSI DAN REPRODUKSI PERSILANGAN AYAM SENTUL DENGAN KAMPUNG SERTA PELUNG DENGAN SENTUL CAHYATINA TRI RAHAYU"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA PRODUKSI DAN REPRODUKSI PERSILANGAN

AYAM SENTUL DENGAN KAMPUNG SERTA

PELUNG DENGAN SENTUL

CAHYATINA TRI RAHAYU

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Produksi dan Reproduksi Persilangan Ayam Sentul dengan Kampung serta Pelung dengan Sentul adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014 Cahyatina Tri Rahayu NIM D14100030

(4)

ABSTRAK

CAHYATINA TRI RAHAYU. Performa Produksi dan Reproduksi Persilangan Ayam Sentul dengan Kampung serta Pelung dengan Sentul. Dibimbing oleh SRI DARWATI dan IMAN RAHAYU HIDAYATI SOESANTO.

Pemenuhan permintaan daging dan telur unggas dapat dilakukan dari ayam lokal. Berdasarkan aspek genetik, ayam lokal Indonesia memiliki keragaman yang tinggi antara galur. Persilangan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan performa produksi. Persilangan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu antara ayam jantan sentul dengan ayam betina kampung (SK) dan ayam jantan pelung dengan ayam betina sentul (PS). Pengamatan dilakukan pada hen day, bobot telur, indeks telur, fertilitas, daya tetas, bobot tetas, tebal kerabang, dan mortalitas embrio. Uji pembandingan berdasarkan uji T. Hasil penelitian tidak menunjukkan perbedaan secara berturut-turut pada SK dan PS untuk fertilitas (75.36±11.82% dan 65.36±27.66%), daya tetas (29.13±15.45% dan28.53±22.57%), mortalitas embrio (71.12±15.69% dan 71.47±22.57%), hen day (42.16±13.97% dan 51.75±17.25%), serta indeks telur tetas (0.76±0.041 dan 0.76±0.05). Bobot telur tetasSK (44.15±4.37 g) lebih ringan dibandingkan PS (4.843±3.589 g) dan juga bobot DOC SK (28.22±3.38 g) lebih ringan dibandingkan PS (30.09±3.16 g). Ayam sentul pada persilangan PS memiliki produksi telur yang lebih tinggi secara biologi daripada ayam kampung pada persilangan SK. PS memiliki performa yang lebih baik dibandingkan SK karena dengan ketebalan kerabang, daya tetas dan mortalitas yang sama, PS menghasilkan bobot tetas yang lebih tinggi dibandingkan PS.

Kata kunci:ayam lokal, bobot tetas, daya tetas, fertilitas, hen day.

ABSTRACT

CAHYATINA TRI RAHAYU. Production and Reproduction Performance of Crosses Sentul with Kampung and Pelung with Sentul Chicken. Supervised by SRI DARWATI and IMAN RAHAYU HIDAYATI SOESANTO.

Demand of chicken meat and eggs can be completed from local chicken. From the genetic aspect, Indonesian local chicken has large genetic diversity between strains. Crossing is one way to improve the production performance. Crosses were performed in this study is between male sentul chicken with female kampung chicken (SK) and male pelung chicken with female sentul chicken (PS). This study observed on hen day, egg weight, egg shape, fertility, hatchability, DOC weight (day old chiks), eggshell thickness, and mortality of embrio. Comparison test calculated based on T-test. The results showed difference in succession SK and PS for fertility (75.36±11.82% and 65.36±27.66%), hatchability (29.13±15.45% and 28.53±22.57%), mortality of embrio (71.12±15.69% and 71.47±22.57%), hen day (42.16±13.97% and 51.75±17.25%), egg shape (0.764±0.041 and 0.759±0.053). Egg weight of SK (44.15±4.37 g)

(5)

lighter than PS (4.84±3.59 g) and DOC weight of SK (28.22±3.39 g) lighter than PS (30.09±3.16 g). According to biological sentul chicken in intersection of PS had higher egg production than kampung chicken in intersection SK. PS had a better performance than SK because with the similarity of shell tickness, hatchability and embrio mortality PS had higher hatching weight than SK.

(6)
(7)
(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERFORMA PRODUKSI DAN REPRODUKSI PERSILANGAN

AYAM SENTUL DENGAN KAMPUNG SERTA

PELUNG DENGAN SENTUL

CAHYATINA TRI RAHAYU

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Performa Produksi dan Reproduksi PersilanganAyamSentul dengan Kampung serta Pelung dengan Sentul.

Nama : Cahyatina Tri Rahayu NIM : D14100030

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Darwati, MSi Prof Dr Ir Iman Rahayu HS, MS

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih untuk penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Juli 2013 ini adalah Performa Produksi dan Reproduksi Persilangan Ayam Sentul dengan Kampungserta Pelung dengan Sentul.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sri Darwati, MSi dan Prof Dr Ir Iman Rahayu HS, MS selaku pembimbing serta Bapak Bramada Winiar Putra, SPt MSi selaku dosen penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor, MRur Sc selaku dosen pembimbing akademi serta ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Andhini Eridha Putri, SPt; Devi Simamora, SPt; Yusup Sopyan, SPt; Ananta Titan Pratiwanggana, SPt; Rini Rambe selaku rekan-rekan satu tim penelitian yang telah membantu penelitian ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan sahabat-sahabat yang telah banyak memberi saranserta untuk semua pihak yang telah membantu berjalannya penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda tercinta, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan beasiswa Bidik Misi sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2014 Cahyatina Tri Rahayu

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

ABSTRAK ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

MATERI DAN METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Analisis Data 4

Peubah yang diamati 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Performa Produksi 5

Hen Day 5

Bobot dan Indeks Telur Tetas 7

Bobot dan Indeks Telur Layak Tetas 7

Bobot dan Indeks Telur yang Menetas 8

Performa Reproduksi 10 Fertilitas 10 Daya Tetas 12 Bobot Tetas 12 Tebal Kerabang 13 Mortalitas Embrio 13

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(14)

DAFTAR TABEL

1 Performa produksi hasil persilangan SK dan PS 6

2 Performa reproduksi pada persilangan SK dan PS 11

DAFTAR GAMBAR

1 Ayam lokal Indonesia: (A) Ayam jantan sentul, (B) Ayam betina kampung, (C) Ayam jantan pelung, dan (D) Ayam betina sentul. 3

2 Grafik hen day SK dan PS 6

3 Grafik bobot telur SK dan PS 8

4 Grafik: (A) hen day, bobot telur dan fertilitas SK dan (B) hen day, bobot

telur dan fertilitas PS 9

5 Perbandingan : (A) telur normal dan (B) telur abnormal 10

6 Grafik fertilitas SK dan PS 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji T SK dan PS 16

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam lokal memiliki kelebihan ditinjau dari kemampuan adaptasi yang tinggi, selain itu telur dan dagingnya memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan telur dan daging ayam broiler sehingga menjadikan ayam-ayam lokal ini layak untuk dikembangkan sebagai ayam penghasil daging selain ayam broiler. Ditinjau dari aspek genetik, ayam lokal memiliki keragaman genetik sangat besar baik antara galur maupun dalam kelompok. Kondisi ini memberikan peluang yang besar untuk melakukan seleksi dan rekayasa genetik untuk mendapatkan bibit unggul yang memiliki produktivitas tinggi.

Salah satu bentuk rekayasa genetik adalah persilangan. Persilangan merupakan cara yang sering dilakukan untukmendapatkan individu unggul. Melalui persilangan, dapat diperoleh individu-individu baru dengan pasangan gen yang heterozigot (Abdurahman 2008). Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan bahwa ayam lokal pada umumnya memiliki keunggulan pada salah satu aspek produksi saja maka menyebabkan perlu adanya penggabungan antara sifat-sifat yang baik dari masing-masing galur sehingga diperoleh keturunan yang lebih unggul dari tetuanya (Depison 2009).

Beberapa jenis ayam lokal Indonesia yaitu ayam kampung, ayam sentul, dan ayam pelung. Ayam pelung memiliki pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai bobot badan sebesar 3.5-5.5 kg ekor-1 pada jantan serta maksimal 3.5 kg ekor-1 pada betina (Krista dan Harianto 2010) tetapi memiliki produksi telur yang relatif rendah yaitu sekitar 13-17 butir periode-1 atau 39-68 butir tahun-1. Ayam sentul memiliki pertumbuhan yang cepat dan produksi telur yang tinggi (Hidayat dan Sopiyana 2010). Produksi telur ayam sentul dapat mencapai 16-25 butir periode-1 atau ± 150 butir tahun-1 (Baktiningsih 2013). Ayam kampung memiliki bobot badan yang tidak berbeda jauh dengan ayam sentul. Ayam kampung memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan ayam pelung pada umur 8 minggu maupun 28 minggu (Mariandayani et al. 2013) dengan produksi telur sekitar 30-80 butir tahun-1.

Oleh karena itu, persilangan ayam sentul dengan ayam kampung diharapkanakan menghasilkan keturunan yang memiliki gen produksi telur yang tinggi. Ayam pelung yang disilangkan dengan ayam sentuldiharapkandapat menghasilkan keturunan yang banyak dan memiliki komposisi gen produksi daging yang lebih tinggi. Untuk pengembangan ayam hasil silangan ini dari segi perdagingannya, dilakukan pengamatan terhadap performa produksi dan performa reproduksi sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengembangan ayam hasil persilangan ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan membandingkan performa produksi dan reproduksi persilangan ayam sentul jantan dengan ayam kampung betina (SK) dan ayam pelung jantan dengan ayam sentul betina (PS).

(16)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Melalui metode pemuliaan dengan cara persilangan, diharapkan dapat melengkapi informasi produktivitas ayam lokal yang sudah ada sebelumnya untuk menghasilkan produktivitas tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka SK dan PS dikawinsilangkan. Kajian ini lebih difokuskan pada perfoma produksi dan reproduksi. Melalui hasil penelitian ini dapat dilihat potensi pengembangan kedua hasil silangan ini dan dapat dibandingkan ayam hasil persilangan yang lebih efisien untuk dikembangkan.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan padabulan Juli hingga November 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak dan Bagian Produksi Ternak Unggas Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah beberapa ayam dewasa yang terdiri dari 18 ekor ayam kampung betina, 2 ekor ayam sentul jantan, 6 ekor ayam sentul betina, 3 ekor ayam pelung jantan. Jenis-jenis ayam lokal yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Konsentrat untuk pakan ayam petelur dengan label dagang Gold Coin berkode 105-C.

Pakan yang digunakan adalah campuran 60% konsentrat untuk ayam petelur dan 40% dedak padi. Bahan lain yang digunakan pada penelitian ini adalah air, vaksin, pelarut vaksin, dan egg stimulant. Formalin dan KMnO4 untuk fumigasi telur.

Rumus fumigasi telur:

KMnO4 = Volume mesin tetas (0.18 m3) x 20 g x1 kekuatan

2.83 m3

Formalin = Volume mesin tetas (0.18 m3) x 40 cc x 1 kekuatan

(17)

3

A. Ayam jantan sentul B. Ayam betina kampung

C. Ayam jantan pelung D. Ayam betina sentul

Gambar 1 Ayam lokal Indonesia: (A) Ayam jantan sentul, (B) Ayam betina kampung, (C)Ayam jantan pelung,dan (D) Ayam betina sentul.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk memelihara ayam dewasa siap bertelur adalah kandang individu dan lahan umbaran. Ruang penyimpanan telur dan pengkoleksian data dilengkapi dengan buku catatan, alat tulis, timbangan Ohaus yang digunakan untuk menimbang bobot telur, jangka sorong untuk mengukur panjang dan lebar telur serta ketebalan kerabang, egg tray, ampelas ukuran 6 untuk membersihkan telur.

Penetasan menggunakan peralatan berupa mesin tetas otomatis berlabel Missiori kapasitas 3 600 butir telur yang dilengkapi thermostat, termometer bola basah dan bola kering, 2 unit bak air, dan pemutar telur. Selain itu digunakan candler untuk meneropong telur, timbangan, label, dan form data.

Prosedur

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap penyilangan induk dan pemeliharaan, pengkoleksian telur, penetasan telur, dan pemecahan telur fertil mati. Persilangan induk dilakukan pada 2 kandang yang berbeda dan dipelihara secara semi intensif. Kandang pertama digunakan untuk penyilangan SK dan kandang kedua digunakan untuk PS. Perkawinan dilakukan secara alami.

Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Koleksi telur dilakukan pada pagi, siang maupun sore hari. Telur ditimbang, diukur panjang dan lebarnya serta diberi keterangan berupa nomor telur, kode silangan dan nomor induk. Telur digolongkan menjadi 3 jenis yaitu telur tetas, telur layak tetas dan telur yang menetas. Telur tetas adalah semua telur yang dihasilkan indukan yang

(18)

4

dikawinkan. Telur layak tetas adalah semua telur yang fertil yang dimasukkan ke dalam mesin tetas sedangkan telur yang menetas adalah semua telur yang menetas dan menghasilkan DOC yang sehat. Telur dikoleksi selama 1 minggu.

Telur-telur yang telah dikoleksi dimasukkan ke dalam mesin tetas setiap minggu. Sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas, telur difumigasi terlebih dahulu menggunakan formalin dan KMnO4 dengan kekuatan 1 dosis. Pengontrolan suhu, air termometer, air di dalam mesin, dan pemutaran mesin tetas dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Peneropongan dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14 penetasan. Telur fertil hidup dimasukkan ke dalam rak hatcher. Pengukuran tebal kerabang dilakukan pada telur-telur yang menetas. Telur fertil yang mati diamati kondisinya. Bobot badan DOC (Day Old Chick) ditimbang menggunakan timbangan Ohaus. Telur fertil yang mati diamati umur kematian embrio. Setiap akhir penetasan, dihitung fertilitas, daya tetas, dan mortalitas embrio SK dan PS.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan uji T untuk membandingkan performa produksi dan reproduksi SK dan PS. Model matematis uji T menurut Walpole (1995) yaitu: T = 𝑦 2− 𝑦 1 − (𝜇1− 𝜇2) 𝑠( 𝑛1 1+ 2 𝑛2) Keterangan : ӯ1 = rataan sampel SK

ӯ2 = rataan sampel PS

µ1= nilai tengah sampel SK

µ2= nilai tengah sampel PS

n1= banyak sampel SK

n2= banyak sampel PS

s = simpangan baku

Peubah yang diamati

Peubah-peubah diukur berdasarkan rumus seperti di bawah ini.

1. Hen day merupakan produksi telur untuk satu hari di dalam satu flock yang dihitung dengan membagi jumlah telur yang dihasilkan dengan jumlah ayam yang hidup pada hari itu dikalikan 100 (Bell dan Weaver 2002). Hen day dalam penelitian ini dihitung setelah pengkoleksian telur selama 7 hari dengan rumus :

Hen day (%) = jumlah telur yang diproduksi x 100% jumlah aktual ayam x 7

2. Bobot telur, diperoleh dengan menimbang langsung telur utuh dalam satuan (g). Bobot telur layak tetas digolongkan berdasarkan bobot telur yang menetas terkecil hingga bobot telur yang menetas terbesar sehingga diperoleh kisaran bobot telur layak tetas.

3. Indeks telur, merupakan perbandingan antara lebar telur dengan panjang telur. Indeks telur = lebar telur

(19)

5

4. Fertilitas merupakan hasil pengurangan 100 dengan persentase telur infertil dimana persentase telur infertil dihitung dengan membagi jumlah telur yang infertil dengan jumlah telur yang ditetaskan dikalikan 100 (Bell dan Weaver 2002), atau dengan kata lain dapat dihitung seperti rumus dibawah ini :

Fertilitas (%) = jumlah telur yang fertil x 100% jumlah telur yang ditetaskan

5. Daya tetas merupakan perbandingan dari jumlah telur yang dapat menetas dibagi dengan jumlah telur fertil dikalikan 100 (Bell dan Weaver 2002).

Daya tetas (%)= jumlah telur yang menetas x 100% jumlah telur fertil

6. Bobot tetas, merupakan bobot DOC (Day Old Chick) saat menetas yang ditimbang setelah bulu anak ayam yang menetas kering dan disajikan dalam satuan gram (g).

7. Ketebalan kerabang, merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan embrio sehingga dimasukkan ke dalam performa reproduksi. Pengukuran ketebalan kerabang dilakukan tanpa membran kerabang dan dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pada 3 bagian telur yaitu bagian tumpul, tengah dan lancip kemudian dihitung rataannya. Ketebalan kerabang disajikan dalam satuan mm.

8. Mortalitas embrio dihitung dari dengan mengurangi persentase fertilitas dengan persentase daya tetas (Bell dan Weaver 2002).

Mortalitas embrio (%) = Fertilitas (%) – Daya tetas (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa Produksi

Performa produksi yang diamati pada penelitian ini meliputi hen day, bobot telur, dan indeks telur. Performa produksi persilangan SK dan PS disajikan pada Tabel 1.

Hen Day

Hasil pengamatan menunjukkan SK memiliki rataan hen day sebesar 42.16±13.97% dan PS sebesar 51.75±17.25% namun secara statistik tidak berbeda (P>0.05). Sultoni (2006) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi produksi telur ayam adalah kandungan pakan terutama protein dan kalsium dalam pakan. Persamaan hen day SK dan PS disebabkan keduanya mendapatkan nutrisi terutama protein dan kalsium yang sama dari pakan yang diberikan. Hen day SK lebih tinggi dibandingkan hen day ayam kampung hasil penelitian Darwati (2000) yaitu sebesar 33.80±7.49% dan PS memiliki hen day yang lebih tinggi dibandingkan hen day ayam sentul hasil penelitian Widjastuti (2009) dengan penambahan tepung daun pepaya pada pakan yaitu berkisar antara 48.20%-46.33%.

Secara biologis, produksi telur PS lebih tinggi dibandingkan SK. Perbedaan ini terjadi karena secara genetis ayam sentul memiliki produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan ayam kampung. Anggarayono et al. (2008) juga menjelaskan

(20)

6

bahwa faktor genetik merupakan faktor yang menentukan kemampuan produksi sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor pendukung agar ternak mampu berproduksi sesuai dengan kemampuannya. Koefisien keragaman pada hen day baik pada SK maupun PS sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman hen day pada setiap periode pengumpulan telur sangat tinggi dan ini berarti keragaman kemampuan produksi telur SK maupun PS masih tinggi.

Tabel 1 Performa produksi hasil persilangan SK dan PS

Peubah SK PS P-Value

Rataan±Sb(n butir; kk) Rataan±Sb(n butir; kk) Hen day (%) 42.16±13.97 (743; 33.14) 51.75±17.25 (164; 33.34) 0.102 Bobot telur (g) Bobot telur tetas 44.15±4.37A (787; 9.89) 47.84±3.59B (164; 7.50) 0.000 Bobot telur layak tetas 43.98±4.03A (774; 9.15) 47.54±3.20B (159; 6.74) 0.000 Bobot telur yang menetas 44.34±4.09A (150; 9.22) 46.61±3.43B (29; 7.36) 0.003 Indeks telur Indeks telur tetas 0.764±0.04 (782; 5.36) 0.759±0.05 (154; 7.01) 0.270 Indeks telur layak tetas 0.76±0.05 (767; 5.36) 0.76±0.052 (149; 6.93) 0.129 Indeks telur yang menetas 0.76±0.04 (146; 5.21) 0.75±0.03 (28; 3.44) 0.063

Keterangan : SK=SentulxKampung; PS=PelungxSentul; Sb=Simpangan baku; kk=Koefisien Keragaman. Angka yang diikuti huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).

Produksi telur SK maupun PS mengalami peningkatan dan penurunan selama penelitian dan dapat dilihat pada Gambar 2. SK memiliki puncak produksi lebih lama yaitu pada minggu ke-13 sedangkan PS pada minggu ke-7. Hal ini dikarenakan umur induk ayam pada SK berada pada umur produktif (28 minggu) pada awal penelitian sehingga masih mencapai produksi yang tinggi dengan waktu yang lebih lama dibandingkan ayam sentul pada PS yang berumur 50 minggu pada periode pertama bertelur saat penelitian.

Gambar 2 Grafik hen day SK dan PS 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 He n day (%)

Periode koleksi telur

SK PS

(21)

7

Rasyaf (1991) mengungkapkan bahwa umur bertelur ayam kampung yaitu 23 minggu. Selanjutnya dijelaskan bahwa selama 1 hingga 2 minggu pertama produksi telur belum stabil selanjutnya menjelang minggu keempat sejak awal bertelur produksi telur mulai banyak dan 1 bulan hingga 2 bulan setelah itu laju produksi positif dan tinggi. Ayam mencapai puncak produksi dan turun perlahan-lahan hingga mencapai umur afkir kurang lebih pada umur 1.5 tahun (12 bulan produksi) dan setelah mencapai puncak produksi, laju produksi telur menjadi negatif. Hasil penelitian Baktiningsih (2013) menunjukkan bahwa pada umur 72 minggu ayam sentul telah mengalami penurunan produksi. Umur ayam sentul yang digunakan dalam penelitian ini 50 minggu dan pada umur 59 minggu telah menunjukkan penurunan produksi.

Puncak produksi SK sebesar 65.08% dan PS sebesar 90.48%. Puncak produksi ayam kampung pada persilangan SK lebih tinggi dibandingkan puncak produksi ayam kampung pada penelitian Darwati (2000) yaitu 47.86%. Produksi telur pada persilangan PS menunjukkan penurunan pada periode-periode terakhir penelitian sedangkan SK belum menunjukkan penurunan produksi. Hal ini disebabkan umur bertelur pada periode pertama penelitian antara SK dan PS berbeda.

Bobot dan Indeks Telur Tetas

SK memiliki bobot telur tetas rata-rata sebesar 44.15±4.37 g per butir lebih rendah (P<0.01) dibandingkan rataan bobot telur PS yaitu sebesar 47.84±3.59 g per butir (Tabel 1). Hal ini disebabkan bobot badan ayam sentul lebih berat dibandingkan bobot badan ayam kampung. Bobot rataan ayam kampung 1.69 kg, sedangkan ayam sentul 1.89 kg. Haq et al. (2011) menyatakan bahwa bobot badan berkorelasi positif dengan bobot telur. Semakin besar bobot badan induk semakin besar bobot telur. Bobot telur hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nataamijaya (2006) bahwa bobot telur ayam kampung (40.09±0.53 g) lebih rendah dibandingkan bobot telur ayam sentul (40.77±1.33 g) dan sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh jenis ayam.

Telur tetas SK memiliki rataan indeks sebesar 0.76±0.04 dan tidak berbeda (P>0.05) dengan PS yaitu sebesar 0.76±0.05 (Tabel 1). Indeks telur hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan indeks telur ayam kampung hasil penelitian Melviyanti et al. (2013) yaitu 74.57±1.34% namun sama dengan hasil penelitian Nasution dan Adrizal (2009) yaitu 76%-78%.

Bobot dan Indeks Telur Layak Tetas

Bobot telur layak tetas untuk SK adalah 43.99±4.02 g sangat berbeda nyata (P<0.01) dengan PS yaitu sebesar 47.54±3.20 g (Tabel 1). Rentang bobot telur layak tetas untuk SK sebesar 34.00-53.80 g lebih ringan dibandingkan telur PS yaitu sebesar 38.00-55.00 g. Hal ini disebabkan bobot telur tetas SK lebih ringan dibandingkan PS sehingga dihasilkan bobot telur layak tetas yang nyata lebih ringan pula.

Indeks telur layak tetas untuk SK sebesar 0.76±0.04 dan untuk PS sebesar 0.76±0.05 (Tabel 1). Septiwan (2007) menyatakan bahwa bentuk telur merupakan sifat yang diwariskan dan indeks telur sangat dipengaruhi oleh bagian-bagian dalam saluran reproduksi. Permana (2007) menjelaskan bahwa indeks telur hanya dipengaruhi oleh induk dan tidak dipengaruhi oleh pejantan. Selanjutnya

(22)

8

Ensminger (1992) menjelaskan bahwa volume albumen dan ukuran isthmus sangat mempengaruhi bentuk telur. Jika diameter isthmus sempit dan volume albumen besar, maka telur yang dihasilkan berbentuk lonjong, sedangkan jika diameter isthmus lebar maka telur yang dihasilkan berbentuk oval.

Bobot dan Indeks Telur yang Menetas

Telur SK yang dapat menetas memiliki rataan bobot sebesar 44.34±4.09 gsangat nyata (P<0.01) lebih ringan daripada telur PS yang dapat menetas yaitu memiliki rataan bobot sebesar 46.61±3.43 g, selain itu telur SK yang menetas memiliki indeks telur sebesar 0.76±0.04 tidak berbeda (P>0.05) dengan PS yaitu sebesar 0.75±0.03 (Tabel 1). Perbedaan bobot telur yang menetas ini dikarenakan bobot telur SK lebih ringan dibandingkan PS sehingga telur-telur SK yang menetas juga memiliki bobot yang lebih ringan dibandingkan PS.

Indeks telur pada penelitian ini menunjukkan bentuk yang normal dan baik untuk ditetaskan sehingga memungkinkan memiliki daya tetas yang tinggi. Rendahnya daya tetas pada penelitian ini disebabkan kelembaban di dalam mesin tetas selama penetasan kurang optimum untuk penetasan. Suhu dan kelembaban merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilan penetasan. Suhu dan kelembaban mempengaruhi perkembangan embrio di dalam telur. Kelembaban yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah akan menurunkan persentase daya tetas. Suhu dan kelembaban di dalam mesin tetas pada penelitian ini berkisar antara 37.00-39.00 oC dan 59.00%-60.00% dari awal hingga akhir penetasan. Suhu dan kelembaban ini kurang sesuai dengan yang disebutkan oleh Paimin (2004) yaitu 38.33 oC-40.55 oC dan 52.00%-55.00% pada awal penetasan serta sekitar 60.00%-70.00% saat menjelang menetas.

Bobot telur SK dan PS mengalami fluktuasi setiap periode namun tidak signifikan. Fluktuasi bobot telur SK dan PS tersebut disajikan pada Gambar 3 yaitu grafik bobot telur SK dan PS.

Gambar 3 Grafik bobot telur SK dan PS

Secara umum, telur SK mengalami pertambahan bobot sejak periode pertama hingga periode 9 dan pada periode akhir penelitian bobot telur SK mendekati stabil. Gambar 3 menunjukkan bahwa pada penelitian ini semakin lama bobot telur SK maupun PS mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan

0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 B obot T elur ( g )

Periode koleksi telur

SK PS

(23)

9

hasil penelitian Septiwan (2007) bahwa bobot telur ayam tua lebih besar dibandingkan ayam yang berumur sedang dan muda, sedangkan ayam muda memiliki bobot yang paling ringan dibandingkan keduanya. Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut, kemudian disimpulkan bahwa bobot telur dipengaruhi oleh umur induk. Semakin tua umur induk, maka bobot telur semakin besar.

Berdasarkan Gambar 4 di bawah ini dapat dilihat bahwa pada SK terjadi peningkatan hen day diikuti peningkatan bobot telur sebelum periode 9 koleksi telur dengan bobot 44.29 g dan hen day sebesar 50% serta fertilitas sebesar 71.43% selain itu juga menunjukkan bahwa walaupun umur ayam kampung pada persilangan SK semakin bertambah yang dapat dilihat dengan bertambahnya periode pengkoleksial telur, tetapi bobot telur tetap stabil dari periode 9 hingga periode akhir penelitian. Dapat dilihat pula bahwa fluktuasi hen day SK menunjukkan peningkatan hingga periode akhir penelitian kecuali pada periode ke-14. Hal ini diduga karena pada periode ke-14 lebih banyak ayam kampung yang mengalami masa istirahat.

Berbeda dengan SK, pada PS hen day mengalami fluktuasi yang sangat signifikan hingga periode ke-13 (Gambar 4). Bobot telur berdasarkan Gambar 4 di atas terlihat lebih stabil dibandingkan SK dari awal hingga akhir periode pengkoleksian telur meskipun mengalami sedikit peningkatan pada minggu ke-15. PS mengalami puncak produksi (90.48%) dengan bobot telur sebesar 47.89 g pada minggu ke-7. Selain hen day, PS juga mengalami fluktuasi fertilitas yang sangat signifikan sehingga hak ini diduga menyebabkan koefisien keragaman fertilitas PS tinggi (Tabel 2).

A. Hen day, bobot telur dan fertilitas SK

B. Hen day, bobot telur dan fertilitas PS

Gambar 4 Grafik: (A) hen day, bobot telur, dan fertilitas SK dan (B) hen day, bobot telur dan fertilitas PS

Telur-telur yang tidak ditetaskan dikarenakan telur retak, pecah dan cacat. Kejadian telur retak sebanyak 0.89% dan telur pecah sebesar 0.51% pada SK

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 3 5 7 9 11 13 15

Periode koleksi telur

Hen day Bobot telur

Fertilitas 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 1 3 5 7 9 11 13 15

Periode koleksi telur

Hen day Bobot telur

(24)

10

namun tidak terjadi pada PS. Telur cacat hanya terjadi 1 kali pada telur PS. Kecacatan telur pada PS yaitu bentuk kerabang yang tidak sempurna. Telur retak disebabkan aktivitas induk maupun benturan dengan kandang. Terjadinya telur cacat dapat disebabkan stres manajemen saat mengeluarkan dan memasukkan ayam ke dalam kandang. Selain itu, telur cacat dapat disebabkan oleh infeksi penyakit. Yusuf (2012) mengungkapkan bahwa stres dapat menyebabkan proses pembentukan kerabang telur tidak berlangsung sempurna. Gambar 4 di bawah ini merupakan perbandingan telur normal dengan telur abnormal yaitu bentuk kerabang yang tidak sempurna.

A. Telur normal B. Telur abnormal

Gambar 5 Perbandingan : (A) telur normal dan (B) telur abnormal Performa Reproduksi

Performa reproduksi yang diukur dalam penelitian ini adalah fertilitas, daya tetas, bobot tetas, tebal kerabang yang menetas dan mortalitas embrio telur. Fertilitas, daya tetas, bobot tetas, tebal kerabang yang menetas dan mortalitas embrio telur hasil persilangan SK dan PS disajikan pada Tabel 2.

Fertilitas

Telur SK memiliki rataan fertilitas sebesar 75.36±11.82% dan tidak berbeda (P>0.05) dengan fertilitas telur PS yaitu 65.36±27.66% (Tabel 2). Nilai fertilitas telur SK dan PS yang sama terjadi karena umur simpan telur dari SK dan PS yang ditetaskan sama. Seperti yang dijelaskan oleh Suprijatna et al. (2005) salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas adalah umur simpan telur. Secara statistik fertilitas SK dan PS tidak berbeda, namun secara biologis terlihat bahwa fertilitas telur SK lebih tinggi dibandingkan PS. Hal ini dikarenakan ayam jantan pelung pada persilangan PS sulit mengawini ayam sentul betina yaitu ayam jantan pelung terlalu agresif dan berbadan besar sedangkan ayam sentul betina enggan untuk dikawini.

Selain itu umur ayam sentul betina pada persilangan ini tua (50 minggu). Rahmiyanti (2008) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa umur induk sangat berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap fertilitas dan bobot tetas. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Suprijatna et al. (2005) bahwa semakin tua umur ayam maka fertilitas semakin rendah.

Fertilitas SK maupun PS menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan fertilitas ayam kampung berdasarkan hasil penelitian Darwati

Bentuk abnormal

(25)

11

(2000). Hal ini diduga karena perbandingan jantan dan betina pada persilangan SK yaitu 1:12 sedangkan menurut Udjianto dan Purnama (2000) perbandingan jantan dan betina pada ayam lokal yaitu 1:5-10. Darwati (2000) menunjukkan bahwa dengan sex ratio 1:5, ayam kampung memiliki daya tunas sebesar 86.76±10.87%.

Tabel 2 Performa reproduksi pada persilangan SK dan PS

Peubah SK PS P-Value

Rataan±Sb(n butir; kk) Rataan±Sb(n butir; kk) Fertilitas (%) 75.36±11.82 (546; 15.68) 65.36±27.66 (105; 42.32) 0.228 Daya tetas (%) 29.13±15.45 (150; 53.02) 28.53±22.57 (31; 79.10) 0.934 Bobot tetas (g) 28.22±3.38a

(96; 11.97) 30.09±3.16b (16; 10.49) 0.042 Tebal kerabang yang menetas (mm) 0.31±0.04 (133; 13.24) 0.31±0.04 (23; 11.53) 0.910 Mortalitas embrio (%) 71.12±15.69 (404; 22.06) 71.47±22.57 (81; 31.57) 0.962

Keterangan:SK=SentulxKampung; PS=PelungxSentul; Sb=Simpangan baku; kk=Koefisien Keragaman. Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Hasil penilitian Nataamijaya (2006) menunjukkan rataan fertilitas ayam kampung, sentul dan arab dengan metode inseminasi buatan secara berturut-turut sebesar 75±2.01%; 37.26±12.84%; dan 58.01±10.50%. Jika dibandingkan, fertilitas SK dengan sistem perkawinan alami tidak berbeda dengan fertilitas ayam kampung hasil penelitian Nataamijaya (2006) sedangkan fertilitas PS lebih tinggi dibandingkan fertilitas ayam sentul hasil penelitian Nataamijaya (2006).

Fertilitas SK dan PS mengalami fluktuasi selama penelitian namun pada akhir penelitian baik SK maupun PS mengalami penurunan (Gambar 6). Hal ini terjadi karena pada akhir-akhir penelitian umur SK dan PS semakin tua sehingga fertilitas menurun (Suprijatna et al. 2005).

Gambar 6 Grafik fertilitas SK dan PS 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 F ertili tas ( % )

Periode koleksi telur

SK PS

(26)

12

Fertilitas tertinggi pada SK dicapai pada periode 6 koleksi telur tetas yaitu sebesar 91.30% sedangkan pada PS dicapai pada periode 12 yaitu sebesar 100%. Rataan fertilitas pada persilangan SK lebih rendah dibandingkan fertilitas ayam kampung yang dikawinkan dengan ayam kampung maupun ayam kampung yang dikawinsilangkan dengan ayam pelung yang dipelihara secara intensif menurut hasil penelitian Darwati (2000). Selanjutnya dijelaskan bahwa terjadi peningkatan fertilitas pada perkawinan silang ayam kampung dengan nilai heterositas sebesar 2.70% yang menunjukkan bahwa persilangan dapat meningkatkan fertilitas. Perbedaan pada penelitian ini dikarenakan sistem pemeliharaan pada peneitian ini berbeda dengan sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh Darwati (2000).

Daya Tetas

Daya tetas telur hasil persilangan SK sebesar 29.13±15.45% tidak berbeda (P>0.05) dengan daya tetas telur hasil persilangan PS yaitu sebesar 28.53±22.57%. Telur SK dan PS ditetaskan di dalam mesin yang sama sehingga faktor mesin tetas yang berpengaruh terhadap kedua jenis telur tersebut sama. Selain itu juga dapat disebabkan SK dan PS memiliki persentase fertilitas yang sama karena diberikan pakan dengan nutrisi yang sama. Fadilah et al. (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah fertilitas, nutrisi, genetik, penyakit dan seleksi telur.

Daya tetas telur SK dan PS menunjukkan persentase yang rendah dibandingkan dengan rataan daya tetas ayam kampung dan sentul hasil penelitian Nataamijaya (2006) yaitu 97.92±4.16% dan 78.25±17.15%. Daya tetas yang sangat rendah pada penelitian ini disebabkan kelembaban di dalam mesin tetas yang kurang sesuai dengan kelembaban yang diperlukan telur ayam untuk menetas. Paimin (2004) menyebutkan faktor yang sangat mempengaruhi daya tetas adalah suhu dan kelembaban selama penetasan.Suhu untuk perkembangan embrio dalam telur ayam antara 38.33 oC-40.55 oC dan kelembaban yang diperlukan untuk telur ayam pada awal penetasan sekitar 52%-55% dan sekitar 60%-70% saat menjelang menetas. Adapun suhu mesin tetas pada penelitian ini sebesar 37.00-39.00 oC dengan kelembaban berkisar antara 59%-60% dari awal sampai akhir penetasan.

Bobot Tetas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot tetas (DOC) SK sebesar 28.22±3.38g nyata lebih ringan dibandingkan PS yaitu30.09±3.18 g (P<0.05). Hal ini disebabkan bobot telur PS lebih besar dibandingkan SK sehingga bobot tetas PS lebih besar daripada SK. Bobot tetas sangat dipengaruhi oleh bobot telur. Semakin berat telur, maka semakin berat pula bobot tetasnya (Lestari et al. 2013).

SK memiliki bobot tetas yang lebih tinggi dibandingkan ayam kampung berdasarkan hasil Pamungkas (2005) yaitu 27.10±2.12 g namun PS memiliki bobot tetas yang lebih rendah dibandingkan dengan bobot tetas ayam pelung berdasarkan hasil pengamatan Depison (2009) yaitu 35.12 g tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan rataan bobot tetas ayam sentul hasil penelitian Nataamijaya (2006) yaitu berkisar antara 25.81±0.63 g. Hal ini dapat dikarenakan perlakuan pada penelitian ini berbeda dengan perlakuan yang dilakukan oleh Depison (2009) dan Nataamijaya (2006).

(27)

13

Tebal Kerabang

Telur SK yang menetas memiliki rataan ketebalan kerabang sebesar 0.31±0.04 mm tidak berbeda dengan telur PS yang memiliki ketebalan kerabang sebesar 0.31±0.36 mm. Kesamaan tebal kerabang telur SK dan PS disebabkan pakan yang diberikan sama sehingga nutrisi terutama Ca yang diperoleh SK dan PS sama. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu yang berpengaruh serta penanganan telur yang sama. Faktor yang mempengaruhi kualitas kerabang yaitu suhu, penanganan telur, dan kandungan kalsium dalam pakan (Butcher dan Miles 2011).

Ketebalan kerabang telur SK lebih rendah dibandingkan dengan tebal kerabang telur ayam kampung berdasarkan penelitian Nurliana et al. (2013) yaitu 0.34±0.028 mm. Dibandingkan dengan hasil penelitian Widjastuti (2009) tebal kerabang telur PS lebih tipis dibandingkan ayam sentul yaitu 0.33 mm. Perbedaan ini disebabkan komposisi pakan pada penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian tersebut. Mulyantini (2010) menyebutkan bahwa ketebalan kerabang yang baik untuk hasil yang terbaik yaitu sekitar 0.33-0.35 mm.

Mortalitas Embrio

Telur SK memiliki mortalitas embrio sebesar 71.12±22.06% sedangkan telur PS memiliki mortalitas sebesar 71.47±31.57% dan secara statistik tidak berbeda. Hal ini dikarenakan indeks atau bentuk telur dan ketebalan kerabang telur SK dan PS sama. Yoho et al .(2008) mengungkapkan bahwa mortalitas embrio dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketebalan kerabang, genetik, ukuran telur dan umur induk, suhu serta kelembaban di dalam mesin tetas seperti yang dijelaskan oleh Paimin (2004). Nilai mortalitas embrio yang semakin kecil merupakan nilai yang lebih baik. Mortalitas embrio tersebut tergolong tinggi.

Pengamatan Ningtyas et al. (2013) menunjukkan bahwa temperatur mesin tetas berpengaruh terhadap mortalitas, fertilitas, dan daya tetas telur itik. Selain itu, telur SK dan PS pada penelitian ini memiliki kerabang yang tipis sehingga meningkatkan mortalitas embrio. Embrio hasil persilangan SK dan PS mengalami kematian pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3. Sebagian besar embrio yang mati pada minggu ke-3 terjadi pada hari ke-18 dan 19. Hal ini terjadi karena setting dan hatching dilakukan di dalam mesin yang sama sehingga suhu dan kelembaban sama sedangkan suhu dan kelembaban yang dibutuhkan saat hatcher berbeda dengan suhu dan kelembaban yang dibutuhkan saat setter.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ayam sentul pada persilangan PS memiliki performa produksi yaitu hen day yang lebih tinggi secara biologis dan bobot telur yang lebih berat dibandingkan ayam kampung pada persilangan SK. PS memiliki performa reproduksi yang lebih baikyaitu walaupun dengan ketebalan kerabang, daya tetas dan mortalitas yang sama PS menghasilkan bobot tetas yang lebih berat dibandingkan SK.

(28)

14

Saran

Performa produksi dan reproduksi persilangan SK dan PS perlu dikaji lebih lanjut dengan rasio jantan dan betina yang dianjurkan. Selain itu, seleksi indukan perlu dilakukan untuk mengurangi koefisien keragaman. Penimbangan bobot kerabang juga perlu dilakukan untuk mengetahui persentasenya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman D. 2008. Biologi. Bandung (ID): Grafindo Media Pustaka.

Anggarayono HI, Wahyuni, Tristiarti. 2008. Energi metabolis dan kecernaan protein akibat perbedaan porsi pemberian ransum pada ayam petelur. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 623-629. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Baktiningsih S, Mugiyono S, Saleh DM. 2013. Produksi telur berbagai jenis ayam sentul di gabungan kelompok tani ternak Ciung Wanara kecamatan Ciamis kabupaten Ciamis. JIP. 1(3):993-1000.

Bell D, Weaver WD. 2002. Commersial Chicken Meat and Egg Production. Ed ke-5. Amerika (US): Kluwer Academic Publisher.

Butcher GD, Miles RD. 2011. Egg Spesific Gravity – Designing a Monitory Program.Florida (US): Universitas of Florida. [internet]. [diunduh pada 2013 Desember 20]. Tersedia pada http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles-/VM/VM04400.pdf.

Darwati S. 2000. Produktivitas ayam kampung, pelung dan resiprokalnya. Med. Pet. 23(2):32-35.

Depison. 2009. Karakteristik kuantitatif dan kualitatif hasil persilangan beberapa ayam lokal. JIIP. 12(1):7-13.

Ensminger ME. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. Danville (US): Interstate Publisher, Inc.

Fadilah R, Polana A, Alam S, Parwanto E. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Jakarta (ID): Agromedia.

Haq R, Haq E, Khan MF. 2011. Correlation between body weight & egg weight of dokki and fayoumi hen in Pakistan. J of Bas.Appl. Sci. 7(2):165-168. Hidayat C, Sopiyana S. 2010. Potensi ayam sentul sebagai plasma nutfah asli

Ciamis Jawa Barat. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Krista B, Harianto B. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Ayam Kampung. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Lestari E, Ismoyowati, Sukardi. 2013. Korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas dan perbedaan susut bobot pada telur entok (Cairrina moschata) dan itik (Anas plathyrinchos). JIP. 1(1):163-169.

Mariandayani HN, Solihin DD, Sulandari S, Sumantri C. 2013. Keragaman fenotipik dan pendugaan jarak genetik pada ayam lokal dan ayam broiler mengguakan analisis morfologi. J. Vet. 14(4):475-484.

Melviyanti MT, Iriyanti N, Roesdiyanto. 2013. Penggunaan pakan fungsional mengandung omega 3, probiotik dan isolat antihistamin N3 terhadap bobot dan indeks telur ayam kampung. JIP. 1(2):677-683.

(29)

15

Mulyantini NGA. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Nasution S, Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level protein-energi ransum yang berbeda terhadap kualitas telur ayam buras. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Puslitbangnak.

Nataamijaya AG, Arnesto, Jermani SN. 2006. Reproductive performance of female local chicken breeds under vitamin E supplementation. Anim Product. J. 8(2):78-82.

Ningtyas MS, Ismoyowati, Sulistyawan IH. 2013. Pengaruh temperatur terhadap daya tetas dan hasil tetas telur itik (Anas plathyrinchos). JIP.1(1).347-352. Nurliana, Razal, Fani C. 2013. Efek pemberian pakan yang mengandung ampas

kedelai terfermentasi Aspergillus niger terhadap ketebalan kerabang telur ayam kampung (Gallus domesticus). J. Med. Vet. 7(2):64-66.

Paimin FB. 2004. Mesin Tetas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Pamungkas FA. 2005. Beberapa kriteria analisis penduga bobot tetas dan bobot hidup umur 12 minggu dalam seleksi ayam kampung. JITV. 10 (4):281-285. Permana ED. 2007. Karakteristik telur tetas ayam arab betina hasil inseminasi

buatan dengan pejantan ayam arab, pelung dan wareng Tangerang. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahmiyanti H. 2008. Pengaruh umur induk terhadap performa penetasan telur ayam parent stock strain Hubbard. [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.

Rasyaf M. 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Rukmana R. 2003. Ayam Buras. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Septiwan R. 2007. Respon produktivitas dan reproduktifitas ayam kampung dengan umur induk yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sultoni A, Malik A, Widodo W. 2006. Pengaruh penggunaan berbagai konsentrat pabrikan terhadap optimalisasi konsumsi pakan, hen day production, dan konversi pakan. Jurnal Protein. (14):2.

Suprijatna E, Atmomarso U, Katasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Udjianto A, Purnama RD. 2000. Teknik memperlambat dan menghilangkan sifat mengeram pada ayam buras. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Walpole RE. 1992. Pengantar Statistik. Ed ke-3. Bambang S, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pusaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd Ed.

Widjastuti T. 2009. Pemanfaatan tepung daun pepaya (Carica papaya.L Less) dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas telur ayam sentul. J Agroland. 16(3):268-273.

Yoho DE, Moyle AD, Swaffar, Bramwell RK. 2008. Effect of incubating poor quality broiler breeder hatching eggs on overall hatchability and hatch of fertile. Avian Advice. Amerika (US): University of Arkansas

Yusuf A. 2012. Mengatasi Telur Kerabang Tipis. [internet]. [diunduh pada 2013 Desember 16]. Tersedia pada: http://peternakan.umm.ac.id/id/umm-news-2888-mengatasi-kerabang-telur-tipis.html.

(30)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji T SK dan PS

Peubah Persilangan Jumlah

Total Rataan Standar deviasi Koefisien keragaman P-Value Hen day SK 16 42.16 13.97 33.14 0.102 PS 15 51.75 17.25 33.34 Bobot telur tetas SK 787 44.15 4.37 9.89 0.000 PS 164 47.84 3.59 7.50 Bobot telur layak tetas SK 774 43.99 4.03 9.15 0.000 PS 159 47.54 3,20 6.74 Bobot telur yang menetas SK 150 44.34 4.09 9.22 0.003 PS 29 46.61 3.43 7.36 Indeks telur tetas SK 782 0.76 0.04 5.36 0.270 PS 154 0.76 0.05 7.01 Indeks telur layak tetas SK 767 0.76 0.04 5.36 0.129 PS 149 0.76 0.05 6.93 Indeks telur yang menetas SK 146 0.76 0.04 5.21 0.063 PS 28 0.75 0.03 3.44 Fertiltas SK 15 75.36 11.82 15.68 0.228 PS 14 65.36 27.66 42.32 Daya tetas SK 15 29.13 15.45 53.02 0.934 PS 14 28.53 22.57 79.10 Bobot tetas SK 126 27.72 3.65 13.15 0.242 PS 22 28.85 4.17 14.45 Tebal kerabang SK 133 0.31 0.04 13.24 0.910 PS 23 0.31 0.04 11.53 Mortalitas embrio SK 15 71.12 15.69 22.06 0.962 PS 14 71.74 22.57 31.57

(31)

17

Lampiran 2 Kandungan nutrisi pakan konsentrat dan campuran

Konsentrat (%) Pakan Campuran* (%)

Kadar Air Max 13 Max 12.6

Protein kasar Min 17 Min 15

Serat kasar Max 6 Max 8.4

Abu Max 14 Max 13

Posfor 0.6-1.0 0.96-1.2

Kalsium 3.0-4.2 1.83-2.55

Keterangan : (*) = dihitung berdasarkan kandungan dedak padi menurut NRC (1994)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 10 Maret 1992 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Raskat (almarhum) dan Ibu Sukanah. Penulis memiliki 2 orang kakak bernama Iwan dan Wiwi Nurdiana serta 1 orang adik bernama Cahyo Iryanto. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Matenggeng 1 (1998-2004) dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Dayeuhluhur (2004-2007) serta sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Dayeuhluhur (2007-2010). Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa S1 di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan mendapat beasiswa Bidik Misi selama 8 semester dari Diretorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Penulis bergabung pada sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor (UKM UKF IPB) pada tahun 2010 hingga sekarang sebagai anggota Divisi Konservasi Burung (DKB) serta menjabat sebagai bendahara internal pada tahun 2012-2013 dan anggota divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada tahun 2013-2014. Selain itu penulis juga bergabung dengan Lembaga Kemahasiswaan Famm Al An’aam Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2011-2012. Penulis menjabat sebagai koordinator fakultas Paguyuban Bidik Misi dari tahun 2011 sampai sekarang.

Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan baik yang diselenggarakan oleh UKM yang diikuti penulis maupun kepanitiaan lainnya. Tahun 2012 penulis menjadi bendahara pada acara Seminar Nasional yang diadakan oleh UKM UKF IPB, pada tahun yang sama penulis juga menjadi Ketua Divisi Dana Usaha untuk acara Olimpiade Lingkungan 2012 yang diadakan oleh UKM UKF IPB. Selain itu penulis pernah menjadi anggota Divisi Acara untuk kegiatan Dekan Cup Fapet IPB pada tahun 2012. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan dalam agenda Penerimaan Mahasiswa Baru Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2012 dan masih banyak lagi kepanitiaan lain yang diikuti oleh penulis. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang, Bogor pada tahun 2012 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Genetika di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2014.

Gambar

Gambar 1 Ayam lokal Indonesia: (A) Ayam jantan sentul, (B) Ayam betina  kampung, (C)Ayam jantan pelung,dan (D) Ayam betina sentul
Tabel 1 Performa produksi hasil persilangan SK dan PS
Gambar 3 Grafik bobot telur SK dan PS
Gambar 4 Grafik: (A) hen day, bobot telur, dan fertilitas SK dan (B) hen day,             bobot telur dan fertilitas PS
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat 20 mata kuliah yang diselenggarakan dengan e-learning oleh 7 orang dosen; (2) e-learning yang diterapkan adalah blended learning;

Hal ini juga menunjukkan pergeseran bersih bernilai positif sehingga sektor tersebut tergolong ke dalam sektor progresif (maju).Sektor yang berada pada kuadran I

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data mengenai pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Sikap Kerja terhadap Disiplin Kerja pada Kantor Sekretariat DPRD Kab.Tegal

If you want to make a phone number available for others to call, you should consider getting a SkypeIn number.This allows people to call a phone number that will send calls to the

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul PENGGUNAAN AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X IPA 3 SMA N 1 TERAS BOYOLALI

Hasil penelitian Agus Sartono dan Mishabul Munir menyimpulkan bahwa rata-rata PER untuk tujuh industri yang berbeda adalah tidak sama; pertumbuhan laba, ROA, Devidend Payout