Vol. 13 No. 2: 358-368
Oktober 2020 Peer-Reviewed
URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.358-368
Mewujudkan Standar Pelayanan Minimal Pangan yang Berbasis Kearifan
Lokal di Kabupaten Halmahera Tengah
(Realizing Minimum Service Standards for Food Based on Local
Wisdom in Central Halmahera Regency)
Maman Abdurachman F.1
1 Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Nuku Kota Tidore Kepulauan Maluku Utara. Tidore. Indonesia, Email : adityarivai76@gmail.com
Info Artikel:
Diterima: 24 OKt. 2020 Disetujui: 03 Nov. 2020 Dipublikasi: 16 Nov. 2020
Common Service Article
Keyword:
Standar Pelayanan Minimal, Pangan, Kearifan Lokal, Halmahera Tengah.
Korespondensi:
Maman Abdurachman F Universitas Nuku. Tidore, Indonesia
Email:
adityarivai76@gmail.com
Copyright© Oktober 2020 AGRIKAN
Abstrak.Mewujudkan standar pelayanan minimal dibidang pangan adalah tanggung jawab Pemerintah pada umumnya, dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah pada khususnya Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Halmahera Tengah bersama Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Halmahera Tengan dan Instansi Teknis terkait lain memiliki tugas pokok maupun fungsi untuk merealisasikannya melalui berbagai upaya, antara lain melalui pendekatan implementasi “kearifan lokal” terhadap pangan yang ada di Daerah ini. Kearifan lokal dimaksud adalah budaya yang turun-temurun yang dianut masyarakat bahwa sagu Metroxylon sagu Rottb() adalah makanan pokok setelah kasbi (singkong/Manihot esculenta Crantz), betatas (ubi jalar/Ipomoea batatas L), pisang (Musa paradisiaca L), dan jagung (Zea mays L) yang akhir-akhir ini sudah bergeser menjadi makanan alterntif digantikan beras (Oriza sativa L). Ada nilai sosial-budaya yang iterkandung didalamnya yang ingin dilestarikan melalui kajian ini. Hakekat Kearifan Lokal terhadap pangan berdasarkan beberapa penelitian dan kajian terdahulu menunjukkan ada nilai lain yang menyertainya, yaitu terwujudnya ketahanan pangan di Daerah yang bersangkutan, Antara lain sebagimana bahwa “kerentanan terhadap kerawanan pangan dengan kearifan lokal lebih kecil daripada kerentanan terhadap kerawanan pangan dengan tanpa kearifan lokal”. “Salah satu upaya untuk meningkatkan percepatan gerakan penganekaragaman konsumsi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan mengembalikan pola penganekaragaman konsumsi pangan yang telah mengakar di masyarakat sebagai kearifan lokal”, dengan menggali dan mengembangkan kearifan lokal kemiskiman tidak hanya dapat dikurangi (relieving), akan tetapi dapat juga dihindari (preventing) karena besarnya sumberdaya bagi generasi berikutnya. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan langkah-langka konktrit sebagai berikut, yaitu : (1). Melestarikan Kearifan Dan Budaya Lokal Terhadap Pangan, (2). Mengkolaborasikan ketrampilan dengan kearifan lokal pada pangan, (3). Fokus pada pembudidayaan komoditas unggulan pilihan, (4). Penimngkatan kapasitas dan kapabilitas, dan (5). Sinergitas, integritas, komunikasi dan kolaborasi dengan Instansi lain. Hal ini semua bisa berjalan bilamana ada komitmen dari Pemerintah Daerah sebagai pemangku kepentingan demi terwujudnya standar pelayanan minimal yang optimal
Abstract. Realizing minimum service standards in the food sector is the responsibility of the Government in general, and the Government of Central Halmahera Regency in particular. Various efforts have been made, among others, through the approach of implementing "local wisdom" on food. The local wisdom in question is a culture passed down from generation to generation by the community that sago (Metroxylon sago Rottb) is the staple food after kasbi (cassava / Manihot esculenta Crantz), betatas (sweet potato / Ipomoea batatas L), banana (Musa paradisiaca L) , and maize (Zea mays L). However, in the end all of them have become alternative foods, replaced by rice (Oriza sativa L.). There are socio-cultural values contained therein that want to be preserved through this study. This study is a descriptive subjective which tries to integrate between intuitive experience and an understanding of the opportunities that exist The essence of local wisdom to food based on several previous studies and studies shows that there are other values that accompany it, namely the realization of food security in the area concerned, this is shown by the results of research which states that “vulnerability to food insecurity with local wisdom is smaller than on vulnerability to food insecurity without local wisdom ”. "One of the efforts to increase the acceleration of the movement to diversify food consumption in order to achieve food security is to restore the diversification pattern of food consumption that has taken root in society as local wisdom", by exploring and developing local wisdom, it can not only be relieving, but can also be avoided (preventing) due to the large amount of resources for the next generation. The results of the study here ultimately point to the efforts that need to be done, namely: (1). Preserving Local Wisdom and Culture on Food, (2). Collaborating skills with local wisdom on food, (3). Focus on cultivating selected superior commodities, (4). Capacity and capability enhancement, and (5). Synergy, integrity, communication and collaboration between related agencies. From the results of this study, it is hoped that the Regional Government as a stakeholder should be consistent and committed to implementing these efforts.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 65/PERMEN-TAN/OT.140/12/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan
Pangan Provinsi Dan Kabupaten/Kota,.
menyebutkan bahwa pelayanan minimal yang harus dijalankan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka mengkondisikan ketahanan pangan di Daerah, adalah :
1. Ketersediaan dan cadangan pangan yang
meliputi ketersediaan energi dan protein per kapita serta penguatan cadangan pangan;
2. Distribusi dan akses pangan yang meliputi
ketersediaan informasi pasokan harga dan akses pangan di Daerah, serta stabilitas harga dan pasokan pangan;
3. Penganekaragaman dan keamanan pangan
yang meliputi Skor Pola Pangan Harapan (PPH), serta pengawasan dan pembinan keamanan pangan;
4. Penanganan kerawanan pangan yang meliputi
penanganan daerah rawan pangan.
Secara teknis hal ini semua merupakan ranah tupoksi dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani ketahanan pangan, yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Kabupaten maupun Kota serta Provinsi. Namun demikian ada Dinas-Dinas terkait yang juga punya peranan
penting dalam mendukung terlaksananya
perwujudan pencapaian standar pelayanan
minimal di atas. Dengan terbentuknya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang baru sesuai ketentuan yang berlaku yang mulai diberlakukan pada awal tahun 2017, Kabupaten Halmahera Tengah saat ini telah memiliki Dinas Pertanian Dan Perkebunan. Mengawali kegiatan dan rencana kerja Dinas dimaksud seiring dengan
kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati
Halmahera Tengah periode 2017-2022, diharapkan Visi dan Misi Bupati dan Wakil Bupati untuk lima tahun kedepan akan dibangun antara lain dengan menjadikan sektor pertanian dan perkebunan menjadi sektor perioritas bagi penyelesaian masalah kemiskinan, lapangan pekerjaan, dan pemenuhan kebutuhan pangan untuk menjamin ketahanan pangan Daerah. Kontribusi Dinas Pertanian Dan Perkebunan sangat diperlukan terutama untuk ketersediaan dan cadangan pangan maupun keanekaragaman pangan serta keamanan pangan;
Penataan Tata Ruang Wilayah
Pembangunan Kabupaten Halmahera Tengah
telah membagi zona-zona wilayah pembangunan dan pengembangan sektor pertanian secara umum. Mengkolaborasikan pembagian zona ini dengan
pencapaian perwujudan standar pelayanan
minimal yang memfokuskan pada ketersediaan
pangan dan cadangan pangan maupun
penganekaragaman pangan serta ketahanan
pangan, menjadi alasan yang sangat logis mengapa Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah perlu diarahkan kesana, yang kesemuaanya akan dituangkan dalam dokumen rencana kerja untuk menopang Visi dan Misi Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Tengah
periode 2017-2022, dalam bentuk Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Dinas, Remcana Strategi (Renstra) Dinas maupun Renvcana Kerja (Renja) Tahunan Dinas;
Tugas utama Dinas Pertanian Dan
Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah hanya menyiapkan apa yang sudah menjadi komitmen untuk menunjang terlaksananya pencapaian
perwujudan standar pelayanan minimal
dimaksud, dan selanjutnya menjadi tugas utama bagi Badan Ketahanan Pangan Daerah Kabupaten Halmahera Tengah untuk menindaklanjutinya. Kolaborasi disini dimaksudkan agar sumber daya alam yang ada bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya dengan memenuhi standar pelayanan minimal yang telah dikomitmenkan bersama. Kolaborasi ini juga dimaksudkan agar penataan ruang
zona-zona wilayah pembangunan maupun
pengembangan bisa efektif dan ekonomis
memberikan kontribusi bagi pemecahan
permasalahan di Kabupaten Halmahera Tengah, khususnya untuk mengkondisikan ketahanan pangan yang berdaya guna maupun berhasil guna bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya;
Kolaborasi yang dimaksudkan disini juga diperuntukan guna dapat memanfaatkan kearifan
dan budaya lokal masyarakat Kabupaten
Halmahera Tengah terhadap pangan yang dapat memotivasi dan menginspirasi masyarakat pelaku usahatani khususnya untuk berperan serta dan aktif mewujudkan pencapaian standar pelayanan minimal yang dimaksud. Kolaborasi meliputi pemanfaatan sumber daya alam yang optimal, pencapaian wujud standar pelayanan minimal yang maksimal, dan melestarikan keutuhan kearifan dan budaya lokal masyarakat Halmahera Tengah terhadap pangan;
Meminjam istilah “ERAT SELARAS”
Bapak M. Al Yasin Ali selaku Bupati Halmahera Tengah periode 2012-2017 yang lalu, Kolaborasi ini
akan dapat mewujudkan apa itu; ”Halmahera Tengah Yang Sehat”, “Halmahera Tengah Yang Cerdas”, dan “Halmahera Tengah Yang Kuat”.
Sehat, cerdas dan kuat, adalah tiga kata yang saling bersinergi untuk membangun karakter masyarakat, Hal ini bisa dicapai bilamana kebutuhan akan pangan, baik secara kuantitas
maupun kualitas bisa dipenuhi sehingga
ketahanan pangan sangat diperlukan disini. Kearifan lokal dan budaya lokal masyarakat Halmahera Tengah akan pangan pada umumnya
bisa menjadi “Entri Point” bagaimana Pemerintah
Kabupaten Halmahera Tengah mensiasatinya untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang efektif maupun ekonomis. Ini pula harus
menjadi “Entri Point” bagi Dinas Pertanian Dan
Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah untuk program kerjanya dalam lima tahun kedepan. 1.2. Indentifikasi Masalah
Beberapa permasalahan yang dapat
diidentifikasi berkaitan dengan upaya
mengkolaborasikan pencapaian perwujudan
standar pelayanan minimal dengan pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal, disamping dengan mengendepankan kearifan lokal terhadap pangan, adalah :
1. Kearifan dan budaya lokal masyarakat
Halmahera Tengah akan pangan saat ini cenderung bergeser, dari makan makanan sagu, kasbi (singkong), pisang maupun batatas (ubi jalar), serta bete (talas) ke beras sebagai makanan pokok. Hal ini disebabkan karena peningkatan penghasilan dan perubahan pola pikir dan kebiasaan maupun pemahaman bahwa beras lebih baik secara sosial-budaya;
2. Mayoritas zona-zona wilayah pembangunan
dan pengembangan sektor pertanian secara umum adalah wilayah transmigrasi yang penduduknya banyak berasal dari pulau jawa yang secara skil memiliki kemampuan bertani
tanaman pangan terutama padi.
Mengadaptasikan ketrampilan dimaksud
kepada masyarakat lokal ini sangat diperlukan dan sebaliknya ketrampilan ini perlu pula diarahkan pada pembudidayaan komoditas alternatif yang banyak diperoleh di wilayah tersebut,
3. Masyarakat petani pada umumnya di
Halmahera Tengah belum sepenuhnya fokus pada usahatani pembudidayakan tanaman
tertentu yang seharusnya serentak dan massal diprogramkan Pemerintah Daerah untuk
dibudidayakan. Produk-produk pangan
dimaksud adalah produk-produk yang
berorientasi dan berbasis pada kearifan lokal dan budaya lokal yang perlu diperioritaskan untuk dikembangkan sehingga hakekat dari ketahanan pangan dimaksud dapat terwujud;
4. Hal penting lainnya yang paling utama adalah
kesiapan aparatur Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah saat ini. Yang akan menjadi penyelesai berbagai
permasalahan di atas, dengan
mengkolaborasikan pemahaman, kemampuan dan ketrampilan yang memadai ke arah ini,
sehingga pemanfaatan sumberdaya yang
berbasis kearifan lokal akan berdaya guna dan berhasil guna secara ekonomi, sosial-budaya dan politik.
5. Mensinergiskan, mengkolaborasikan, dan
mengintegrasikan kebijakan pada Dinas
Pertanian Dan Perkebunan, Badan Ketahanan
Pangan, dan Badan Peneltian Dan
Pengembangan (Litbang) Kabupaten
Halmahera Tengah adalah buah “Entri Point”.
II. MOTEDE PENULISAN
Penulisan Karya Tulis ini disajikan dalam bentuk narasi atas pemahaman dan pengetahuan subyektif Penulis yang belum secara langsung terlibat dalam aktivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah. Penulisan Karya Tulis ini dilakukan dengan mengaju pada analisis kualitatif subyektif, yaitu analisis yang dilakukan terhadap asumsi atau hipotesis ataupun dugaan atas suatu permasalahan tanpa melakukan observasi lapangan terlebih dahulu. Pengalaman intuisi sehari-hari yang diperoleh diantaranya dengan melakukan adaptasi dengan aparatur yang keseharian bertugas di Dinas Pertanian maupun Dinas Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah, dijadikan pijakan untuk membuat kesimpulan atas asumsi atau hipotesis maupun praduga atas permasalahan dimaksud.
Waktu pengamatan yang telah membangun
pengalaman intuisi ini dilakukan selama
beberapa tahun terakhir, sejak perpindahan aktifitas Pemerintahan Kabupaten Halmahera Tengah dari Kota Soasio Kota Tidore Kepulauan ke Kota Weda Ibukota defenitif Kabupaten Halmahera Tengah hasil pemekaran Tanggal 15 Januari 2008 sampai saat ini, Tempat pengamatan
dilakukan secara acak tanpa melalui proses pemilihan sample, namun tetap terfokus pada instansi yang secara langsung memiliki kapasitas memberikan pelayanan publik dalam tugas pokok dan fungsinya di sektor pertanian secara umum.
Sebagai pembanding, data dan informasi yang dianalisis secara subyektif adalah data dan informasi sekunder yang diperoleh dengan melakukan penelusuran atau studi pustaka terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Said M. Yastab (2003) tentang “Strategi
Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Di Kabupaten Halmahera
Tengah”.Yang menyimpulkan bahwa tanaman
komoditas unggulan yang bisa dikembangkan di Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah adalah padi-padian, palawija, sayur-sayuran, dan
buah-buahan. Namun menurut Said M Yastab (2003)
lebih lanjut, jika tanaman palawija yang menjadi komoditas unggulan yang ingin dikembangkan ternyata berdasarkan hasil penelitiannya bahwa strategi yang diterapkan selama ini masih kurang tepat untuk pengembangan agribisnis komoditas unggulan palawija.
Sebagai pembanding lainnya, data dan informasi yang dianalisis secara subyektif adalah data dan informasi sekunder yang diperoleh dengan melakukan penelusuran atau studi pustaka terhadap hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Maman A. Fachruddin (2004)
tentang “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Pemerintah Kabupaten Halmahera
Tengah” sebelum pemekaran di 6 (enam) Wilayah
Satuan Pemukiman Transmigrasi (SPT) Kecamatan Wasile sebagai Daerah Sentra Produksi Beras pada saat itu, menyimpulkan melalui pendekatan
ServQual dari Parasuraman, et. al. (1998) dalam
mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Pemerintah, adalah belum sepenuhnya memenuhi harapan dan preferensi masyarakat.
Analisa dilakukan secara kualitatif
subyektif, yaitu analisa tanpa didukung pendapat langsung berdasarkan hasil wawancara terhadap nara sumber atau pakar sebagai responden yang
dipilih melalui proses random sampling, terhadap
pencapaian preferensi ataupun harapan
masyarakat atas standar pelayanan minimal (SPM) yang diberikan Dinas Pertanian maupun Dinas Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah selama ini dibanding persepsi masyarakat atas realitas kapasitas dan kualitas pelayanan itu sendiri.
Dalam hal ini dipergunakan 5 (lima) Skala Likert
(1999), yang bersifat kualitatif yaitu sangat baik (1), baik (2), cukup (3), kurang baik (4), dan tidak baik (5), untuk mengetahui respon masyarakat.
Yang ditampilkan kemudian disini adalah perlu ada upaya lain yang dampaknya akan
mewujudkan pencapaian standar pelayanan
minimal yang lebih baik sehingga persepssi masyarakat akan lebih baik lagi bahwa Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah khususnya bisa memenuhi harapan dan
preferensi masyarakat terhadap pelayanan
utamanya pada standar pelayanan minimal. III. PEMBAHASAN
3.1. Melestarikan Kearifan Dan Budaya Lokal Terhadap Pangan
Kearifan dan budaya lokal masyarakat Halmahera Tengah akan pangan saat ini cenderung bergeser, dari makan makanan sagu, kasbi (singkong), pisang maupun batatas (ubi jalar), serta bete (talas) ke beras sebagai makanan pokok. Hal ini disebabkan karena peningkatan penghasilan dan perubahan pola pikir dan kebiasaan maupun pemahaman bahwa beras lebih
baik secara sosial-budaya/ Kemudahan
memperoleh beras dengan harga terjangkau
namun berkualitas juga menjadi motivasi
bergesernya kebiasaan dan gaya hidup dari makan sagu, jagung atau pisang ke beras. Memang tidak sulit menemukan sagu, pisang, singkong atau jagung di pasaran dengan harga yang terjangkau serta kuantitas yang dibutuhkan. Pada masanya dulu masyarakat Halmahera Tengah hanya makan beras (nasi) seminggu sekali, namun sekarang sebaliknya untuk makan sagu sebagai makanan hari-hari mungkin belum tentu satu minggu sekali;
Pengaliham lahan tanaman sagu ke lahan komoditas lain juga menjadi pemicu pergeseran tersebut. Sagu bukanlah satu-satunya makan pokok Orang Maluku Utara pada umumnya dan khususnya Orang Halmahera Tengah. Sebab selain sagu, masyarakat Halmahera tengah terbiasa menjadikan pula pisang, jagung, dan singkong sebagai makanan hari-hari. Menurut
Muhammad Assagaf dan dkk (2016), pengalihan
lahan sagu dikarenakan modernisasi
pembangunan yang mengakibatkan lambat laun pohon sagu dari tahun ke tahun berkurang. Selain karena pohon sagu merupakan tumbuhan hutan yang tidak dibudidayakan, juga karena hasil
panennya yang secara ekspoitatif makin
adalah salah satu sumberdaya alam yang menghasilkan berbagai unsur untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat, namun
keberadaannya sudah mulai langka disebabkan telah terjadinya perubahan pola konsumsi pada masyarakat dan ketergantungan masyarakat pada sumber pangan berupa beras serta alihfungsi lahan hutan menjadi perkebunan dan pemukiman;
Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah melalui Badan Ketahanan Pangan Daerah telah secara rutin tiap tahun mengadakan lomba menu makanan non beras untuk memotivasi masyarakat agar kembali kepada kearifan dan budaya lokal terhadap pangan itu sendiri. Pengakuan akan makanan yang berbasis kearifan
lokal ini sudah beberapa tahun terakhir
mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi, baik di Tingkat Provinsi Maluku Utara maupun Pusat
Dengan Tim Penggerak PKK Kabupaten
Halmahera Tengah merebut Juara Pertama Lomba Makanan non beras. Menurut Muhammad
Assagaf dan dkk (2016), Pemerintah Daerah dalam
hal ini Dinas Pertanian Dan Perkebunan sebagai institusi yang bertanggung jawab selaku pembuat
dan pelaksana kebijakan teknis pangan,
seharusnya mengusulkan Peraturan Daerah
tentang pelestarian kawasan sagu, sehingga kemandirian masyarakat dalam hal pangan dapat segera terpenuhi dan tidak tergantung lagi dengan daerah lain seperti sekarang ini;
Jika diinventarisir dari keanekaragaman makanan yang berasal dari bahan sagu tersebut, akan xangat mudah dijumpai dalam masyarakat
Halmahera Tengah, selain karena banyak
ragamnya, tentu saja secara higienis bermanfaat dan berguna disamping rasa dan penampilannya bisa dibuat sangat menarik. Dalam berbagai acara adat setempat berbagai jenis makanan dimaksud kerap dijumpai karena hal ini sudah menjadi budaya dan kearifan lokal yang dilestarikan secara turun temurun. Tidak abdol rasanya acara adat tersebut jika tidak menampikan makan-makan olahan dari sagu dan komoditas pangan pokok lainnya, seperti pisang, jagung, singkong, dan ubi jalar, serta talas, disamping itu, sekarang ini sudah diperkaya pula dengan makanan olahan dari buah
dan batang bakau (Soki).
Mengermbalikan makna kearifan lokal atas pangan dengan menjadikan sagu sebagai makan pokok disamping pisang, singkong, jagung atau ubi jalar sebagai makanan pokok alternatif, memang benar apa yang telah disampaikan oleh
Muhammad Assagaf dan dkk (2016) di atas, yaitu
perlu upaya-upaya dan langkah-langkah konkrit terutama yang harus dilakukan oleh Dinas Pertanian Dan Perkebunan. Diantaranya dengan mencoba menyelesaikan permasalahan yang telah
diinventarisir sebelumnya, selain dengan
mengusulkan Peraturan Daerah untuk pelestarian hutan dan tanaman sagu yang saat ini masih ada. Disini tugas pokok Dinas Pertanian Dan
Perkebunan bukan mengembalikan dan
melestarikan kearifan lokal pada pangan, akan tetapi dengan kebijakan yang diimplementasikan pada program dan kegiatan akan berkaitan langsung dengan upaya untuk mengembalikan dan melestarikan kearifan lokal dimaksud yang saat ini mulai bergeser menjauh dari nenjadikan sagu sebagai makanan pokok ke beras. Kebijakan yang akan dilakukan adalah bagaimana ketahanan pangan daerah dimaknai dengan mengembangkan dan melestarikan tanaman sagu menjadi produk unggulan yang strategis.
3.2. Mengkolaborasikan Keterampilan Dengan Kearifan Lokal Pada Pangan Adalah Sebagai
Sebuah “Entri Point”
Mayoritas zona-zona wilayah pembangunan dan pengembangan sektor pertanian secara umum adalah wilayah transmigrasi yang penduduknya banyak berasal dari pulau jawa yang secara skil memiliki kemampuan bertani tanaman pangan terutama beras. Sekalipun jagung, singkong, ubi jalar dan pisang juga dilakoni. Mengadaptasikan ketrampilan dimaksud kepada masyarakat lokal ini sangat diperlukan dan sebaliknya ketrampilan ini perlu pula diarahkan pada pembudidayaan komoditas alternatif yang banyak diperoleh di wilayah tersebut, yaitu sagu, singkong, pisang, dan ubi jalar sebagai makanan pokok. Ini bisa menjadi suatu bentuk dari kolaborasi antara memadukan kearifan dan budaya lokal terhadap pangan dengan kearifan dan budaya pendatang
akan ketrampilan sebagai sebuah “Entri Point”;
Sebuah “Entri Point” yang dimaksudkan disini adalah “celah” yang dapat dimanfaatkan
Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah untuk melakukan upaya-upaya
serta langkah-langkah konkrit dalam
mengembalikan dan melestarikan kearifan lokal masyarakat Halnmahera Tengah pada pangan, baik secara internal maupun eksternal, melalui :
1. Fokus pada komoditas pangan strategis yang
ingin dibudidayakan berdasarkan hasil kajian fisiologi yang akan diperlakukan secara
serentak dan massal di Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah;
2. Meningkatkan kemampuan sumberdaya
aparatur internal maupun petani yang akan menopang terwujudnya pencapaian program dan kegiatan Dinas Pertanian Dan Perkebunan
Kabupoaten Halmahera Tengah dalam
mengembalikan dan melestarikan kearifan lokal masyarakat Halmahera Tengah terhadap pangan;
3. Mengsinkronkan, mengsinergiskan,
mengkolaborasikan, serta mengkomunikasikan program dan kegiatan Dinas Pertanian Dan Perkebunan dengan Dinas-Dinas teknis terkait sehingga pemanfaatan sumberdaya dapat maksimal secara berdaya guna dan berhasil guna;
4. Mengkolaborasikan skil atau keterampilan
pendatang umumnya yang berasal dari Pulau Jawa yang berada di wilayah-wilayah yang
telah ditetapkan sebagai zona-zona
pengembangan pertanian dengan kearifan lokal masyarakat Halmahera Tengah terhadap pangan;
Sebuah Entri Point yang dimaksudkan
disini juga bermakna sebagai sebuah alasan yang logis bagi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Halmarera Tengah dalam menyusun program dan kegiatannya yang prioritas maupun
unggulan kedepan,. Disni Kita masih
mengedepankan semboyan “ERAT SELARAS” untuk mewujudkan “Halmahera Tengah Yang Kuat”, “Halmahera Tengah Yang Sehat”, dan “Halmahera Tengah Yang Cerdas”. Sebab dengan
mengembalikan dan melestarikan kearifan lokal terhadap pangan akan mewujudkan masyarakat
Halmahera Tengah yang berkarakter yang
dilandasai oleh kekuatan, kesehatan, dan
kecerdasan.
Sebuah “Entri Point” yang dimaksudkan
disini dimaknai juga sebagai salah satu jalan dari
“banyak jalan menuju roma”. Banyak cara atau
upaya bisa dilakukan Dinas Pertanian Dan
Perkebunan Kabupaten Halmaherfa Tengah
dengan sumberdaya yang dimiliki, sekalipun terbatas, untuk eksis memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula banyak cara pula untuk bagaimana tanaman sagu tetap eksis sebagai makanan pokok masyarakat Halmahera Tengah. Namun demikain apa yang telah dinventarisir di atas sebagai permasalahan yang harus dipecahkan, maka
kolaborasi adalah “kata kuncinya”;
Kolaborasi adalah sebuah “Entri Point”
yang dimaknai sebagai upaya untuk memadukan
keterampilan dan kearifan lokal sehingga
ketahanan pangan yang terlah terbukti dari berbagai hasil penelitian dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna apabila dibangun dengan berlandaskan pada kearifan lokal. Kolaborasi juga dapat dimaknai dengan memadukan kemampuan para aparatur Dinas Pertanian Dan Perkebunan dengan para petani selaku pelaku usahatani, tinggal ditetapkan mau kemana kolaborasi dimaksud diarahkan. Kolaborasi juga dapat dimaknai sebagai menyatunya dua budaya yang yang bisa saling sinergis satu dengan lainnya dalam mewujudkan ketahanan pangan berbasis lokal. Disini dua budaya dipertemukan antara ketrampilan dan kebiasaan yang sama-sama telah membudaya dan diturunkan dari generasi ke generasi yang seharusnya harus terus dibina dan dilestarikan sehingga pangan akan menjadi pengikat keberagaman budaya yang membangun ketahanan secara utuh.
3.3. Fokus Terhadap Pembudidayaan Komoditas Unggulan Pilihan
Masyarakat petani pada umumnya di Halmahera Tengah belum sepenuhnya fokus pada usahatani yang membudidayakan tanaman atau komoditas tertentu yang seharusnya secara serentak diprogramkan oleh Pemerintah Daerah yang diberlakukan secara massal. Program yang dijalankan selama ini seperti Program Gapoktan belum sepenuhnya efektif untuk melibatkan sepenuhnya peran serta petani didalamnya sehingga masih terkesan ada pembiaran dari Pemerintah Daerah khususnya Dinas terkait sehingga petani bebas memilih komoditas tertentu dalam usahataninya walaupun bukan merupakan bagian dari upaya Pemerintah Daerah dalam pengendalian ketahanan pangan. Dampaknya adalah pada pemanfaatan sumber daya alam yang tidak maksimal dan pemanfaatan tata ruang yang juga tidak optimal. Hal ini perlu diluruskan dan bisa menjadi bagian dari upaya kolaborasi di atas;
Disadari bahwa tidak sepenuhnya semua
jenis komoditas pangan yang ada perlu
dikembangkan di wilayah Halmahera Tengah sebagai komoditas unggulan atau komoditas ketahanan pangan. Oleh karenanya dengan telah
terbentuknya Badan Penelitian Dan
Pengembangan (LItbang) Kabupaten Halmahera Tengah, dapat mengkaji lebih dalam tentang komoditas pangan mana yang bisa dan ekonomis
dikolaborasikan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki sehingga efektif serta
bernilai ekonomis dalam penggunaannya.
Produk-produk komoditas pangan usahatani yang berorientasi dan berbasis kearifan maupun budaya lokal perlu diperioritaskan untuk dikembangkan
sehingga hakekat dari ketahanan pangan
dimaksud dapat terwujud;
Keberadaan Badan Litbang Kabupaten Halmahera Tengah disini amatlah strategis, di satu sisi keberadaan institusi ini dapat menjadi mediasi bagi upaya kolaborasi antara Dinas Pertanian Dan Perkebunan dengan Badan Ketahanan Pangan. Sementara di sisi lain, keberadaan institusi ini dapat menunjang pemenuhan kebutuhan fisiologi Dinas Pertanian Dan Perkebunan maupun Badan
Ketahanan pada Pangan untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan secara kuantitas maupun kualitas;
Kolaborasi tugas, fungsi dan kewajiban
minimal dari ketiga institusi dimaksud
diharapkan akan mewujudkan sinergitas,dan integritas diantara ketiganya sehingga pemilihan komoditas unggulan yang akan dibudidayakan akan lebih fokus terutama untuk mempertahankan kearifan lokal yang ada. Komoditas unggulan ini secara serentak harus dibudidayakan oleh para petani sebagai produk pertanian utama yang tentunya harus ditunjang pula dengan berbagai
fasiliatas dari Pemerintah Daerah, seperti
pembiayaan, keterampilan, dan teknis
pembudidayaan serta manajerial dalam
pengelolaannya.
Ada beberapa produk pertanian yang sudah menjadi bagian dari makanan pokok masyarakat Halmahera Tengah pada umumnya, seperti ; sagu, kasbi (singkong), pisan maupun jagung. Dan dari
keempatnya itu, maka sagu yang paling
dominman untuk dikonsumsi dengan berbagai lauk pauk dan sayuran pelengkapnya.
3.4. Peningkatan Kapasitas Dan Kapabilitas
Hal penting lainnya yang paling utama adalah kesiapan aparatur Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah saat ini. Mengatasi berbagai permasalahan di atas
sebagai Entri Point adalah sebuah keharusan yang
menuntut pemahaman, kemampuan dan
ketrampilan yang memadai ke arah ini sehingga kolaborasi yang akan dijalankan berdaya guna dan berhasil guna secara ekonomi, sosial-budaya dan politik. Dalam hal ini kesiapan bukan hanya pada aparatur semata akan tetapi petani sebagai
pelaku utama sangat berperan hingga sangat beralasan untuk senantiasa diberikan motivasi dan peningkatan kemampuan keterampilan usahatani dan manajerial yang memadai sehingga mampu
menopang terwujudnya pencapaian standar
pelayanan minimal yang diharapkan. Ini juga
bagian dari sebuah Entri Point dalam
berkolaborasi dengan pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal;
Kesiapan aparat maupun pelaku usahatani khususnya petani dapat dibentuk dan disiapkan melalui langkah utama yang harus dilakukan yaitu dapat dengan menyelenggarakan bimbingan teknis (bintek) atau pelatihan khusus terprogram, kunjungan lapangan, studi lapangan, magang atau mengirimkannya pada sebuah pendidikan formal yang bekompeten. Langkah ini diambil yang berarti bahwa upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas bagi para petani maupun aparat tersebut memerlukan waktu yang tidak sebentar dan diperlukan pola pendidikan dan pelatihan
yang terus-menerus, berkelanjutan.dan juga
berksinambungan;
Kesiapan aparatur maupun pelaku usaha (petani) tidak sebatas pada proses dari tidak adanya suatu jenis komoditas menjadi ada, akan tetapi lebih jauh dari pada itu, yaitu memberikan nilai tambah pada suatu produk komoditas srhingga secara ekonomis memiliki nilai jual dan nilai tawar yang ringgi. Komoditas sagu jika diolah menjadi, berbagai ikutan atau turunan tentunya akan sangat bernilai dan memberikan nilai tambah yang cukup signifikan. Dengan kata lain, usahatani produk komoditas sagu harus ditangani secara profesionmal dari hulu sampai dengan hilr. Dengan dipandu oleh aparatur Dinas terkait yang profesional pula;
Khususnya bagi aparatur, kesiapan dan kesigapan itu sendiri lebih pada profesionalisme dalam pendampingan terhadap pelaku usaha tani (prtani) selain profesionalisme dalam penguasaan kapasitas dan kapabilitas tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab yang melekat pada dirinya. Karena profesionalisme aparatur dalam penguasaan kapasitas dan kapabilotas tuigas pokok dan fungsi dimaksud merupakan bagian penting yang tidak dapat dilepas pisahkan dengan kebijakan Dinas Pertanian Dan Perkebunan untuk
membudidayakan, mengembangkan maupun
melestarikan tanaman sagu sebagai komoditas
pilihan yang diunggulkan di Kabupaten
Halmahera Tengah untuk mengatasi kerawanan pangan maupun untuk memenuhi ketahanan
pangan sebagai bagian dari bentuk standar pelayanan minimal atas pangan.
3.5. Sinergitas, Integritas, Komunikasi Dan
Kolaborasi Antar Dinas (SKPD) Terkait Mensinergiskan, mengkolaborasikan, dan mengintegrasikan kebijakan pada Dinas Pertanian Dan Perkebunan, Badan Ketahanan Pangan, dan Badan Peneltian Dan Pengembangan (Litbang) Kabupaten Halmahera Tengah ini juga sebuah
Entri Point. Ketiga SKPD ini sudah seharusnya
duduk bersama-sama untuk merancang program
dan menindaklanjutinya terkait dengan
pencapaian standar pelayanan minimal untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berhasil guna dan berdaya guna secara ekonomi, sosial-budaya maupun politik. Jika Litbang melakukan kajian terhadap produk-produk pangan yang punya nilai strategis untuk diusahakan dan dikembangkan, sementara Badan Ketahanan Pangan mengkaji berapa kebutuhan jenis dan kualitas produk-produk pangan yang dibutuhkan
guna mengkondisikan ketahanan pangan
sebagimana yang diharapkan, maka tugas Dinas Pertanian Dan Perkebunan adalah mengarahkan para petani pada usahatani komoditas yang menghasilkan produk-produk pangan dimaksud;
Kolaborasi dalam sinergitas, integriyas maupun komunikasi diantara ketiga institusi dimaksud sangat diharapkan Profesionalisme
sebagai kesatuan “korsa” elemen Pemerintah
Kabupaten Halmahera Tengah dalam
mewujuidkan tugas pokok dan fungsinya akan
tercermin dari profesionalisme aparaturnya.
Selain kolaborasi secara internal dalam institusi, juiga tercermin secara eksternal antara ketiga instansi tersebut. Pemilihan tanaman sagu sebagai komoditas pilihan yang diunggulkan menjadi komitmen bersama, dimana segala kebijakan, program maupun kegiatan diarahkan ke sini;
Komitmen diwujudkan dalam Integritas, adapun kolaborasi diwujidfkan dalam sinergitas,
maka komunikasi mrnjadi jembatan yang
menghubungkan keduanya. Dengan
terbangunnya komunikasi maka terwujud
komitmen yang akan terintegrasi dan secara sinergis akan berkolaborasi satu dengan lainnya. Sebab biar bagaimanapun juga ketiga institusi di atas memiliki tugas pokok dan fungsi yang saling bersinggungan satu dengan lainnya dan mungkin saling melengkapi terutama untuk menunjang pencapaian standar pelayanan minimal di bidabg
pangan. Dan mungkin bukan hanya
bersinggungan saja, akan tetapi tugas pokok dan fungsi ketiga SKPD tersebut juga saling
berpotongan yang membentuk “irisan-irisan”, jika
sekumpulan tugas pokok dan fungsi ketiganya
digambarkan sebagai suatu “himpunan” sehingga
integrasi dan sinergitas yang terkolaborasi itu
membentuk “irisan-irisan” dimaksud. Kolaborasi
penguasaan akan tugas pokok dan fungsi secara mumpuni dan profesional yang terintegrasi dan bersinergis tersebut diharapkan akan mampu memicu, memacu dan mewujudkan program manunggal yang berorientasi pada pengendalian kerawanan pangan dan memperkuat ketahanan pangan yang berbasiskan kearifan dan budaya lokal;
Jika dianalogkan ketiga SKPD itu sebagai roda-roda yang bergerigi, maka kolabortasi yang terbangun secara terintegrasi dan bersinergi agar dapat berputar (berjalan) secara dinamis, terarah,
serasi, dan berkesinambungan, masih
membutuhkan satu roda bergerigi lagi. Itulah yang kemudian menganalogkan komitmen yang perlu diintegrasikan dan disinegiskan dari Pimpinan Daerah (Bupati dan Wakil Bupati) sebagai implementasi dari Visi dan Misi dari kedua Kepala Daerah tersebut. Komitmen dimaksud adalah kebijakan yang disertai dengan anggaran dan norma hukum yang melegalkannya. Sehingga ketiga SKPD di lingkup bidang pertanian pada umumnya memiliki rasa percaya
diri, “bernyali”, dan memilili kekuatan hukum
yang pasti untuk berbuat dan mengambil langkah yang diharapkan.
IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan
Pada prinsipnya Pemerintah Kabupaten
Halmahera Tengah berkewajiban
menyelenggarakan pelayanan bagi masyarakat yang dimulai dengan mewujudkan standar pelayanan yang minimal termasuk terhadap ketersediaan pangan yang aman, berkualitas,
terjangkau dan mudah diperoleh sesuiai
kebutuhan. Berbicara tentang upaya untuk pengendalian pangan pada umumnya sehingga masyarakat memperoleh apa yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria pangan di atas. Standar pelayanan minimal atas pangan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah cq. Dinas Pertanian Dan Perkebunan dan instansi terkait lingkup bidang pertanian pada umumnya adalah Ketersediaan dan Cadangan Pangan;
2. Penganekaragaman dan Keamanan Pangan;
3. Penanganan Kerawanan Pangan.
Pergeseran pola pikir masyaralat,
peningkatan pemghasilan dan daya beli
masyarakat, serta perubahan animo dan selera akan pangan pada masyarakat maupun pergeseran nilai sosial pada pangan yang satu dibandingkan pangan yang lainnya, atau mungkin juga tuntutan kebutiuhan akan aktualisasi diri pada masyarakat, telah menyebabkan perubahan pola konsumsi
makanan pokok dari sagu (Metraxylon sagu) dan
makanan alternatif lainnya seperti jagung (Zea
mays), pisang, dan singkong (Mamihot esculenta)
ke beras (Oryza sativa). Padahal sejatinya, secara
filosofi, kedekatan masyarakat Maluku Utara pada umumnya dan khususnya Halmahera Tengah
dengan sagu adalah ibarat “dua sisi mata uang”.
Dalam hal ini sagu sebagai makanan pokok yang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya dan kearifan lokal terhadap pangan itu
sendiri. Maka sangatlah “naif” bilamana beras
(Oryza sativa) yang digadang-gadang sebagai
makanan pokok orang Halmahera Tengah, sebagaimana masyarakat lainnya di belahan bumi pertiwi ini;
Menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah untuk berupaya mengembalikannya
kondisi di atas agar kearifan lolal terhadap pangan tetap terjaga, lestari, dan berkembang melalui Dinas-Dinas teknis terkait Upaya-upaya yang perlu dilakukan, diawali dengan menanamkan komitmen bersama di bawah ini, yaitu :
1. Berkomitmen melestarikan kearifan dan
budaya lokal Kabupaten Halmahera Tengah terhadap pangan,
2. Berkomitmen bahwa kolaborasikan
keterampilan dan kearifan lokal pada pangan
adalah sebuah “Entri Point”
Selanjutnya kedua komitmen dimaksud
diimplementasikan dalam berbagai upaya
sebagaimana yang telah secara gamblang coba dijelaskan dalam uraian sebelumnya yang kemudian ingin disimpulkan sebagai langkah-langkah yang perlu dilakukan berikut ini :
1. Memfokuskan pada pembudidayaan
komoditas pangan strategis berdasarkan hasil kajian fisiologi yang akan diperlakukan secara serentak dan massal di Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah;
2. Meningkatkan kemampuan sumberdaya
aparatur internal maupun petani yang akan menopang terwujudnya pencapaian program dan kegiatan Dinas Pertanian Dan Perkebunan
Kabupoaten Halmahera Tengah dalam
mengembalikan dan melestarikan kearifan lokal masyarakat Halmahera Tengah terhadap pangan;
3. Mengsinkronkan, mengsinergiskan,
mengkolaborasikan, serta mengkomunikasikan program dan kegiatan Dinas Pertanian Dan Perkebunan dengan Dinas-Dinas teknis terkait sehingga pemanfaatan sumberdaya dapat maksimal secara berdaya guna dan berhasil guna;
4. Mengkolaborasikan skil atau keterampilan
pendatang umumnya yang berasal dari Pulau Jawa yang berada di wilayah-wilayah yang
telah ditetapkan sebagai zona-zona
pengembangan pertanian dengan kearifan lokal masyarakat Halmahera Tengah terhadap pangan;
4.2. Saran
Untuk mengimplementasikan dan
mewujudkan langkah serta upaya dimaksud, beberapa saran berikut ini yang lebih bersifat rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah pada umumnya dan khususnya bagi Dinas-Dinas terkait di lingkungan bidang pertanian pada umumnya, dan terkhusus bagi Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Tengah, intuk :
1. Membangun komunikasi untuk melakukan
kolaborasi dengan Dinas-Dinas teknis terkait lainya sehingga dapat terciptalah integritas dan sinergitas dalam menjalankan serangkaian
tugas pokok dan fungsi yang saling
bersinggungan satu dengan yang lain, dan
mungkin juga membentuk “irisan-irisan”
serangk,aian tugas pokok dan fungsi yang saling berpotongan satu dengan lainnya;
2. Membangun komunikasi yang intensif dengan
Pimpinan Daerah (Bupati dan Wakil Bupati) sebagai pengambil kebijakan tertinggi di Daerah maupun dengan lembaga legislatif sebagai pengambil keputusan dalam penetapan legelitas hukum yang akan mendukung terlaksananya program maupun kegiatan pada Dinas Pertanian Dan Perkenbunan Kabupaten Halmahera Tengah;
3. Membangun komunikasi yang intensif dengan
masyarakat sebagai pelaku usaha tani (petani) dengan memanfaatkan mediasi dan sarana
melalui kelompok-kelompok tani untuk
membangun kepercayaan dan keyakinan
dan bermanfaatnya program dan kegiatan yang di jalankan Dinas Pertanian Dan Perkebunan
Kabupaten Halmahera Tengah dalam
melestarikan kearifan lokal pada pangan dimaksud;;
4. Membangun komunikasi yang intensif dengan
masyarakat pada umumnya dengan
memanfaatkan media dan sarana sosialisasi agar masyarakat memahami bentuk arti program dan kegoiatan yang dijalankan untuk melestarikan kearifan lokal pangan tersebut.
5. Membangun komuniklasi yang intensif pula
dengan pelaku pasar lokal maupun luar untuk pemasaran hasil usaha tani (sagu) agar produksi yang dihasilkan tidak hanya menjadi komsumsi terbatas masyarakat Halmahera Tengah akan tetapi juga dapat dikomsumsi maupun dimanfaatkan masyarakat Maluku Utara pada umumnya;
6. Membangun komunikasi yang intensif jua
dengan pelaku industri agar penanganan dan
pengolahan pasca panen sagu dapat
memberikan nilai tambah yang signifikan serta menjanjikan dan memiliki nilai tawar yang tinggi.
Demikian beberapa hal yang dapat
disampaikan sebagai buah pemikiran penulis yang ingin disumbangkan bagi kemajuan Daerah Kabupaten Halmahera Tengah serta kesejahteraan masyarakatnya. Apa yang telah disampaikan ini tentunya masih jauh dari sempurna ataupun
sebagai solusi mendasar dalam menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi Pemerintah Kabupten Halmahera Tengah saat ini. Namun demikian setidaknya apa yang telah disampaikan secara panjang lebar di atas diharapkan akan menjadi sumbangan yang sangat berarti bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam upaya meletarikan dan mengembangkan bagian dari budaya serta kearifan lokal.yang mulai tergerus dengan kemajuan jaman.
REFERENSI
2004, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Kementerian Dalam Negeri;
2005, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM;
2010, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/PERMENTAN/ OT.140/12./2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Dan Kabupaten/Kota, Kementerian Pertanian;
2010, Rencana Tata Ruang Dan Wilayah Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2010-2025, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah;
2015, Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian;
Arifin Bustanul, Prof. Dr., 2011, Membangun Kemandirian Dan Kedaulatan Pangan, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA, Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIPNAS) X, 9-11 Nopember 2011, Jakarta;
Assagaf Muhammad dkk 2016, Pengembangan Potensi Pangan Lokal Untuk Membangun Kemandirian Pangan Pulau-Pulau Kecil Dan Wilayah Perbatasan Provinsi Maluku Utara;
Fadhilah Amir 2013, Kearifan Lokal Dalam Membentuk Daya Pangan Lokal Komunitas Molamahu Pulubaha Gorontalo, Fakultas Adab Dan Humaniora & Fskultas Ilmu Tarbiyah Dan
Pendidikan, Universitas Islam Negeri (UIN) Sharif Hidayatullah-Jakarta, Al-Turas Vol. XIX No.
1, Januari 2013;
Gantini Tuti. 2016, Kearifan Lokal Dalam Metode Pengukuran Ketahanan Pangan, Sekolah Tinggi Pertanian Jawa Barat, Majalah Ilmiah UNIKOM Vol. 13 No. 2;
Pattinama Marcus J. 2009, Pengentasan Kemiskinan Dengan Kearifan Lokal (Studi Kasus ;Di Pulau Buru-MalukuDan Surade-Jawa Barat), Program Studi Sosial Ekonomi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Patimura-Ambon Indonesia, MAKARA SOSIAL HUMANIORA, VOL. 13 NOP. 1, JULI 2009, 1-12;
Pratama Angga Dwi, 2017, Menelusuri Hakikat Ketahanan Pangan, PRO Aktif Online, Create A Free Website Or Blog At Wordpress Com, file:///D:/HAKEKAT%20KETAN%20PANGAN.htm;
368
Neruda’s Nadja. 2014, Kearifan lokal, file :///D:/Kearifan%20Lokal%20%
E2%80%93%20Nadja%20Neruda.htm;
Tupan. 2014, Wujudkan Ketahanan Pangan Dengan Kearikfan Lokal; Pusat Dokumentasi Dan Informasi Ilmiah (PDII), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).