• Tidak ada hasil yang ditemukan

Infeksi Opportunistik Pada Hiv-Aids

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Infeksi Opportunistik Pada Hiv-Aids"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

Infeksi Oportunistik Pada Pasien HIV-AIDS

Pembimbing: Dr. Toton S, Sp.PD

Oleh:

Sarinah, S.Ked

2008730113

STASE INTERNA RSUD CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2012

(2)

Dengan hormat,

Puji Syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dengan terselesaikannya tugas referat dengan judul Penatalaksanaan Infeksi Opportunistik Pada Pasien HIV-AIDS.

Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Toton S, Sp.PD sebagai pembimbing.

2. Orang tua, yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penyusun. 3. Teman-teman sejawat atas dukungan dan kerjasamanya.

Semoga dengan adanya referat ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan berguna bagi semua pihak yang terkait.

Penyusun menyadari bahwa referat ini sangat jauh dari sempurna, karenanya penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan referat selanjutnya.

Terima kasih.

Cianjur, Maret 2012

(3)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii Latar belakang...1 Definisi...2 Epidemiologi...2 Etiologi...3 Faktor Risiko...3 Patofisiologi...4 Manifestasi Klinis...5

Klasifikasi berdasarkan klinis...8

Kategori klinik infeksi HIV...8

Penatalaksanaan ...8

Infeksi oportunistik ...10

Prognosis...12

Pencegahan...12

Penurunan risiko pada individu...12

(4)

LATAR BELAKANG

AIDS pertama kali diketahui di Amerika Serikat pada musim semi 1981, ketika U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan pneumonia Pneumocystis carinii pada lima orang homoseksual yang sebelumnya sehat di Los Angeles. Dalam beberapa bulan kemudian, penyakit ini menjangkiti perempuan dan laki-laki pengguna suntikan intra vena (penasun) dan lalu pada penerima transfusi darah dan pasien hemofilia. Ketika gambaran epidemiologinya berlipat dua, menjadi jelas bahwa mikrobanya ditularkan melalui kontak hubungan seks (homoseksual dan heteroseksual).

Pada tahun 1983 human immunodeficiency virus (HIV) berhasil diisolasi dari lymphadenopathy (kelenjar getah bening yang membesar), dan pada 1984 dibuktikan bahwa HIVlah yang menjadi penyebab AIDS. Penyakit HIV bervariasi dari infeksi primer, dengan atau tanpa gejala akut hingga ke penyakit yang lanjut.

Infeksi HIV/AIDS merupakan pandemi global karena kasusnya dilaporkan oleh seluruh negara di dunia. Jumlah kasus HIV pada orang dewasa saat ini mencapai 37 juta. Menurut Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), pada tahun 2003 saja ada 5 juta kasus baru (14000 infeksi per hari) dan 3 juta kematian karena AIDS, sehingga AIDS merupakan penyebab keempat kematian di seluruh dunia.

Di seluruh dunia tahun 2007 diperkirakan terdapat 30,6 juta hingga 36,1 juta orang dengan HIV dan AIDS. Walaupun jumlah infeksi baru telah menurun, namun masih terjadi infeksi baru 6800 orang per hari dan setiap hari 5700 orang meninggal akibat HIV dan AIDS. Remaja 15-24 tahun adalah populasi paling berrisiko yang cukup tinggi, mencapai 52 persen pada penasun, 45 persen pada penjaja seks, dan 31 persen pada pelanggan penjaja seks. Diperkirakan pada 2007 akan terjadi jumlah infeksi baru HIV yang terbesar pada kelompok usia 15 hingga 19 tahun.

Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk tercepat di kawasan Asia, meskipun secara nasional angka prevalensinya tergolong rendah, hanya 0.1 %. Hingga akhir September 2007, Departemen Kesehatan melaporkan penambahan pasien AIDS sejumlah 2190 orang pada 2007 dan secara komulatif menjadi 10.384 orang.

(5)

Definisi

 HIV adalah virus yang menyerang sistem imun, khususnya sel limfosit T (CD4+). Terdiri dari 2 type : HIV1 dan HIV2.

 AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae, merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

 Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA) (Price & Wilson, 1995).

Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya (Muma et al, 1997).

 AIDS

Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes, 2000).

Epidemiologi

(6)

 Di dunia 33,2 juta HIV (+), 2,1 juta meningkat karena AIDS.

 Indonesia --> pertumbuhan epidemik HIV tercepat dengan jumlah kasus 10.384 (papua terbanyak).

 Insidensi : pria : wanita = 4,07 : 1  Usia : 20-29 tahun (53,80%)

Etiologi

Human Imunodeficiency virus tipe 1 & 2.

Sel target HIV :

 Th CD4+.  Sel dendritik.  Makrofag.  Tc CD8+.  Sel NK (CD4+, CCR5).

Faktor Risiko

 Homoseksual (72%)

 Penyalahgunaan obat IV (intravena) (17%)  Heteroseksual (4%)

 Resipien transfusi (1 %)  Pediatri (1%)

(7)

Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995).

Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik (Brunner & Suddarth, 2001).

Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat

(8)

primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth)

Manifestasi Klinis

Stadium 1 :

 Akut

 Asimptomatik  KGB membesar

 Limfadenopati generalisata yang persisten

Stadium 2 :

 Persisten hepatosplenomegali tanpa sebab yang jelas  Erupsi pruritus papular

 Angular cheilitis

 Eritema pada garis ginggiva  Infeksi wart virus yang luas  Molluscum contangiosum

 Ulkus pada rongga mulut yang tidak sembuh

 Pembesaran kelenjar parotis tanpa ada sebab yang jelas  Herpes zoster

 Infeksi saluran pernapasan atas yang kronis (otitis media, otorhhoe, sinusitis, tonsilitis)  Penurunan berat badan

(9)

 Gangguan kulit (infeksi mukokutaneus, yaitu seboroik dermatitis, prurigo, fungal nail infection, scabies).

Stadium 3 :

 Berat badan menurun (>= 10% berat badan)

 Diare kronik > 1 bulan, disebabkan oleh infeksi patogen bakteri seperti spesies Salmonella, dan Shigella.

 Fever tidak terdiagnosis/tidak hilang > 1 bulan.  Oral candidiasis persisten.

 Oral hairly leukoplekia.

 Bronchiectasis dan infeksi oportunistik paru lainnya.  Anemia

 Vulva vagina candidiasis, kronis (>= 3 bulan), tidak responsive pada pengobatan.  TB paru.

 Limfadenitis TB.

 Pneumonia bacterial yang kambuh.  Aktivitas penyakit menurun 50%.

Stadium 4 :

 Malnutrisi yang tidak membaik dengan terapi standart.

 Infeksi bakteri (contoh: empyema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis).  HIV wasting syndrome.

 Pneumocytis cranii pneumonia (PCC)  Herpes simplex.

 Candidiasis of oesophagus, trakea, lungs, bronchus.  Multifokal leukoencephalopaty

 Sarkoma kaposi

(10)

 Leukoplakia hairy --> putih-putih dipinggir lidah  TBC milier  TB extra paru  Toxoplasmosis  HIV encephalopaty  Ulkus  Drug reaction

1.Infeksi HIV Stadium Pertama

Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.

2.Persisten Generalized Limfadenopati

Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.

3.AIDS Relative Complex (ARC)

Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.

4.Full Blown AIDS

Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

(11)

Klasifikasi berdasarkan klinis

Kategori klinik infeksi HIV

Tiga golongan obat ARV yang tersedia di Indonesia : Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)

Menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA (replikasi virus). 1. Zidovudine (ZDV/AZT). 2. Iamivudine (3TC) 3. Didanosine (ddI) 4. Zalcitabine (ddC) 5. Stavudine (d4T) 6. Abacavir (ABC)

(12)

1. Nevirapine (NVP) 2. Evafirenz (EFZ) 3. Delavirdine (DLV) 4. Protease Inhibitor (PI)

Menghambat enzim protease yang memotong rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil.

5. Indinavir (IDV) 6. Nelfinavir (NFV) 7. Saquinavir (SQV) 8. Ritonavir (RTV) 9. Amprenavir (APV) 10. Iopinavir/ritonavir (LPV/r) (Zubairi Djurban, 2003).

(13)

Infeksi

oportunistic yang sering terjadi pada pasien AIDS

• Menurut data Ditjen PP&PL hingga September 2005, kandidosis merupakan infeksi oportunistik terbanyak pada Odha, yakni 31,29 persen. Kemudian secara berurutan, yaitu: tuberkulosis, koksidioidomikosis, pneumonia, herpes zoster, herpes simpleks, toksoplasmosis, dan CMV. Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi oportunistik dapat berbeda di tiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola mikroba patogen.

No IO %

(14)

2 TUBERCULOSIS 6,14 3 KOKSIDIOIMIKOSIS 4,09 4 PNEUMONIA 4,04 5 HERPES ZOSTER 1,27 6 HERPES SIMPLEKS 0,65 7 TOKSOPLASMOSIS 0,43 8 CMV 0,17

Gambar 1. Awal kejadian infeksi HIV-1 di transmukosal

Penetlitian terhadap seseorang dengan infeksi HIV-1 akut, menunjukkan infeksi selektif oleh populasi tertentu dari varian HIV-1. Penyebaran virus melalui makrofag-tropik (not T- cell tropic) dan kehilangan kemampuan untuk mempengaruhi synctitia multinukleasi di dalam biakan jaringan. Glikoprotein 120, protein pembungkus virus, mengikat molekul CD4 kedalam sel yang peka, tetapi untuk masuk kedalam sel butuh suatu coreseptor. Coreseptor dari makrofag tropik adalah strain dari CCR5, sebuah reseptor kemokin permukaan . beberapa virus dinamai R5 untuk mencerminkan reseptor mereka, sedangkan virus-virus sel T-tropik yang memerlukan CXCR4 untuk masuk, disebut virus-virus X4. Sel Langerhans yang merupakan target utama virus respon

(15)

terhadap CCR5 tetapi CXCR4 tidak. Hal ini dapat menjelaskan virus R5 merupakan strain yang dominan dalam infeksi HIV-1 akut. Hal ini juga menjelaskan orang-orang dengan homozigot 32-bp delesi pada CCR5 relatif resisten terhadap strain R5. Walaupun jarang kasus transmisi virus X4 pernah dilaporkan pada beberapa orang.

Setelah infeksi terdapat penigkatan viremia secara cepat di dalam plasma, dengan penyebaran virus terbanyak pada pembuluh limfa, dan virus tersebut terjebak oleh sel-sel dendrit. Titer tertinggi virus ditemukan pada infeksi primer di daerah genitalia. Pada tahap ini ditandai dengan tingginya replikasi virus dan kemampuan untuk menginfeksi, penting untuk kesehatan publik, sejak tes deteksi untuk antibodi HIV-1 sering gagal.

Setelah penigkatan viremia, sering kali untuk mengukur 1 juta molekul RNA per milimeter, ditamdai dengan pengurangan viremia ke keadaan replikasi virus. Penurunan jumlah virus selama infeksi HIV-1 akut mungkin dikarenakan respon spesifik dari sistem imun ketika virus berreplikasi. Terdapat hubungan antara HIV-1 sitotoksik T limfosit dan penurunan titer virus pada manusia dan binatang. Ketika infeksi akut, satu dari 17 CD4+T sel dalam darah perifer menjadi T sitotoksik limfosit spesifik menjadi target melawan virus. Proporsi tinggi ini mencerminkan suatu usaha yang bertenaga oleh pertahanan-pertahanan seluler untuk menahan replikasi virus. Pengamatan ini, menggabungkan dengan bukti in vitro dari suatu pengaruh antiviral yang kuat dari sitotoksik T limfosit menyatakan bahwa sel-sel ini adalah di paling sedikit bertanggung jawab untuk pengurangan di viremia HIV-1. Ada juga suatu korelasi antara cytotoxic-T-lymphocyte yang respon terhadap protein pembungkus dan pengurangan di dalam RNA plasma karena virus. Sebagai tambahan, faktor-faktor yang dapat larut oleh CD8+ menghalangi replikasi HIV-1 pada awal infeksi yang akut dan berperan untuk pengurangan beban yang karena virus. Di dalam kontras, antibodi penetralan tidak biasanya dapat ditemukan dari minggu sampai bulan sampai pengurangan di dalam replikasi virus. Banyak dari gejala infeksi HIV-1 akut refleksi dari respon antibodi tubuh, dan kebanyakan terjadi pada saat pengisian virus dalam plasma menurun. Seseorang dengan pengisian virus yang tinggi lebih besar kemungkinan terjadi AIDS dan kematian.

Prognosis

Sulit sekali menduga apalagi menentukan perjalanan penyakit pada waktu diagnosis AIDS ditegakkan. Mortalitas pasien AIDS mendekati 100% (Majalah Kesehatan Indonesia, 1995).

(16)

Pencegahan

Pencegahan dengan menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko merupakan tindakan yang sangat penting.

Penurunan risiko pada individu :

 Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan transmisinya terutama mengenai fakta penyakit dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebarannya.

 Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya dengan kondom.  Kurangi jumlah pasangan atau pakai kondom.

 Tidak menggunakan alat suntik bersama-sama.

 Membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau mengganti jarum suntik.

Orang normal dengan pasangan yang berisiko, menggunakan teknik seks yang aman :

 Menghindari aktivitas seksual yang berisiko (anal/vaginal).  Pakai kondom dari lateks.

 Pakai spermisida nonoksinol-9.  Pemijatan serta sentuhan.

Untuk pasien hemofili atau kemungkinan untuk transfusi dan penggunaan produk darah :

 Menyimpan darah sendiri sebelum operasi.  Hemodilusi.

 Penggunaan rekombinan faktor pembeku darah.

 Penggunaan rekombinan faktor pertumbuhan hematopoietik.  Pengganti sel darah merah.

 Wanita dengan HIV : kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberi ASI pada bayi.

(17)

 Penggunaan alat pelindung pribadi untuk menurunkan risiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius.

 Setelah penggunaan alat pelindung, tangan harus dicuci dengan sabun dan air. Batasi resusitasi mouth to mouth, gunakan alat bantu mulut, kantung resusitasi, dan lain-lain yang tersedia.

 Cuci bagian tubuh yang terpapar cairan tubuh/mukosa membran yang potensial menimbulkan infeksi dengan sabun dan air.

 Pemeriksaan HIV dan hepatitis bagi yang tertusuk jarum, tergores pisau. Dekontaminasi area kerja.

 Pembuangan alat-alat medis pada tempat yang tepat.

 Hindari penutupan kembali dengan kedua tangan, membengkokkan, memindahkan jarum suntik bekas. Lakukan dengan satu tangan atau dengan forceps (Muma et al, 1997).

DAFTAR PUSTAKA

Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Depok : Leskonfi. www.jurnalkedokteranindonesia.wordpress.com\

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.

Djuanda, Adhi, Hamzah Mochtar, Siti Aisah. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Gambar

Gambar 1. Awal kejadian infeksi HIV-1 di transmukosal

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis dari PT Star Petrochem Tbk periode 2011-2014 yang digambarkan pada grafik diatas, dapat dinyatakan bahwa PT Star Petrochem Tbk dalam kondisi keuangan

Responden yang menilai pelayanan kesehatan mudah diakses cenderung memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya dibandingkan dengan responden yang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan penyejajaran Gen 16S rRNA menggunakan program NCBI, didapatkan hasil akhir yang menunjukkan bahwa sekuens DNA

Dadang Sudarya,

Berdasarkan pengujian simulasi yang telah dilakukan oleh purchaser maka metode monte carlo dan exponensial dapat diterapkan pada pola permintaan bahan baku serta

Permasalah sosial dan politik yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Airlangga di Kerajaan Kahuripan adalah permasalahan Calon Arang dan pembagian wilayah kekuasaan

IgM yang ada pada serum ikan patin dan serum yang sudah dipurifikasi memiliki perbedaan kuantitasnya.Pada penelitian ini, kuantitas protein yang ditemukan pada serum

Keuntungan dari perawatan saluran akar satu kali kunjungan meliputi pasien merasa lebih nyaman, tidak ada rasa sakit atau keluhan antar kunjungan, menghemat