• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. GERIATRIC GIANT II.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "7. GERIATRIC GIANT II.docx"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

GERIATRIC GIANT II

(Sindrom Serebral, Sindrom Delirium, Acute Confusional State,Gangguan SSO, Regulasi Suhu, Hipotensi Ortostatik,) A. Sindrom Serebral

Pendahuluan

 Beberapa problema klinik dari penyakit pada usia lanjut yang sering dijumpai  Geriatric Giants : ( Brocklehurst et al, 1987 )  1. Sindroma serebral 2. Konfusio 3. Gangguan otonom 4. Inkontinensia 5. Jatuh

6. Kelainan tulang dan patah tulang

 Sindroma serebral : kumpulan gejala yang tjd akibat perubahan patologik dari aliran darah serebral. Perlu dipelajari mekanisme pengaturan aliran darah serebral Pembuluh darah otak pada usia lanjut

 Pada usila banyak tjd perubahan pd pembuluh darah arteri otak, yg akan berpengaruh pada sistim pembuluh darah otak.

 Pembentukan plak aterom banyak dijumpai pada sistim karotis yaitu di daerah bifurcatio , khususnya pada pangkal a. carotis interna.

Circulus Willisi fungsinya dpt terganggu oleh plak ateroma yg berakibat penyempitan pembuluh scr menyeluruh. Di samping itu semua pembuluh darah arteri yg kecil juga mengalami perubahan ateromatus termasuk fibrosis tunica media, hialinisasi dan kalsifikasi  Perubahan degeneratif dpt mempengaruhi fungsi sistim

(2)

kadar air sangat menurun, fibrokartilago meningkat, dan perubahan pada mukopolisakarida)

 Akibat discus ini menonjol ke perifermendorong periost yang meliputinya dan lig. Intervertebrale menjauh dari corpus vertebrae. Bagian periost yg terdorong ini akan mengalami kalsifikasi dan membentuk osteofit.Keadaan spt ini dikenal dengan nama spondilosis servikalis ( Brocklehurst et al, 1987)

 Discus intervertebralis total merupakan 25% dari seluruh columna vertebralis shg degenerasi diskus dpt mengakibatkan pengurangan tinggi badan pada usia lanjut.

Spondilosis servikalis berakibat 2 hal pada a. vertebralis , yaitu :

( Brocklehurst et al, 1987 )

1. Osteofit sepanjang pinggir corpus vetebrale dpt menekan a. vertebrales, dan pada posisi tertentu bahkan dapat berakibat oklusi pembuluh darah arteri. 2. Berkurangnya panjang kolum servikal berakibat a. vertebrales mjd berkelok- kelok. Pada posis tertentu pembuluh ini dpt tertekuk tjd oklusi.

Dampak pada sirkulasi darah (Ruge, 1990)

 Gerakan leher tertentu, akibat a. vertebrales yang berkelok2 dpt berakibat insufisiensi sirkulasi di daerah batang otak yg dpt menimbulkan pusing / kepala terasa ringan dan tiba2 jatuh( drop attack)

 Dengan adanya plak2 ateroma maka lumen pemb. drh. arteri otak sempit di beberapa tempat, shg gangguan fungsi jantung ( fibrilasi atrium/ ventrikuler, infark jantung akut) berakibat CBF ( cerebral blood flow)menurun sesaat dpt berakibat gangguan sirkulasi

(3)

cerebral , yang bila cukup lama akan mengakibatkan penurunan kesadaran.

 Kondisi lain dlm darah yg mengganggu metabolisme neuron otak sendiri dpt memperburuk keadaan , spt anoksia ( krn bronchopneumonia, edema paru ), toksemia (krn obat / infeksi ).

 Gangguan sirkulasi yg sifatnya umum juga spt penurunan kesadaran , bingung ( mental confusion ). Sedangkan gangguan sirkulasi setempat spt yg ditimbulkan oleh oklusi pembuluh darah arteri, dpt menimbulkan defisit neurologik yang sifatnya setempat juga (Brocklehurst et al, 1987)

Kelainan vaskular

 Insufisiensi serebral yg sifatnya episodik ditambah dgn gangguan sirkulasi otak yg meluas dan berlangsung berkepanjangan lama kelamaan akan berakibat atrofi otak dan bbrp perubahan patologis khas yang lain.  Pada usia yang amat lanjut dijumpai kelainan vaskular

a.l arteriosklerosis. Kelainan lain yg biasanya berhubungan dgn penyakit : hipertensi dan mengenai arteri2 kecil otak yaitu micro aneurisma ( Coni et al 1976)

 Micro aneurisma menimbulkan keadaan patologis : infark lakuner / perdarahan kecil2. Keadaan hipertensi mrpk faktor risiko tjdnya trombosis / emboli pembuluh darah cerebral.

 Perfusi otak normal dipertahankan mekanisme homeostatik, utk memenuhi keutuhan metabolisme dari jaringan.

 Dengan berkurangnya neuron pda usila, tjd juga penurunan aktivitas neuron. Kebutuhan oksigen cerebral juga menurun. Krn aliran darah cerebral sangat erat

(4)

hubungannya dgn aktivitas metabolisme , juga penurunan aliran darah cerebral.

Hipoksemia  Gagal Jantung  Bronkopneumonia  Toksemia pada infeksi  Interaksi obat2an

(5)

Kelainan Vaskuler

Dengan berkurangnya neuron pada usila, tjd penurunan aktivitas neuron. Kebutuhan oksigen serebral juga menurun . Karena aliran darah cerebral sangat erat hubungannya dengan aktifitas metabolisme, tjd penurunan aliran darh cerebral

Faktor yang berhubungan dengan autoregulasi : 1. Perubahan diameter arteri dan arteriol serebral

(6)

Arteri dan arteriol serebral mempunyai daya konstriksi bila tekanan arterial meningkat dan dilatasi bila tekanan arterial menurun

2. Tekanan arterial CO2 ( PaCO2)

Hiperkapnia atau Penurunan pH (asidosis ) berakibat peningkatan aliran darah serebral.

(7)

Fungsi neuron yang menurun pada keadaan koma, berkaitan dengan aktifitas metabolik dan aliran darah serebral menurun sampai 50%

4. Sistim saraf simpatis

Stimulasi sistim saraf simpatis , akan menggeser baik batas bawah maupun batas atas dari kurve aliran darah serebral, ke arah batas yang lebih tinggi.

5. Sistem renin angiotensin

 Sistem renin angiotensin yang ada dlm dinding arteri dpt mempengaruhi autoregulasi aliran darah cerebral. Haambatan pada angiotensin converting enzyme menggeser batas bawah dari kurve autoregulasi ke batas yang lebih rendah

Sindroma Klinis Otak Dibagi 3 kelompok :

1.Sindrom klinis berkaitan dgn seluruh otak

2. Sindroma klinis utamanya berkaitan dgn teritorial pembuluh karotis.

(8)

3. Sindroma klinis utamanya berkaitan dgn teritorial pembuluh vertebrobasiler

1. Sindroma klinis berkaitan dngan seluruh otak

• Apraxia kaku otot, refleks meningkat dan tendensi utk condong ke belakang

• Gangguan jalan ( gait ) • Demensia

• Inkontinensia

Keadaan klinis pd sindroma kategori ini yg sering dijumpai arteriosclerosis cerebri dan dementia multi infark.

Arteriosclerosis cerebri  sindroma klinis terdiri atas :  Apraxia dengan rigiditas paratonik , refleks meningkat,

tendensi utk condong ke belakang dan langkah diseret ( shuffing gait/ atasia abasia). Umumnya ditambah dgn demensia.

 Rigiditas Paratonik  suatu bentuk apraksia , yaitu rigiditas dimana pasien seolah-olah tdk dpt merilekskan ototnya bila anggota badannya dipegang orang lain. Pemeriksa seakan-akan pasien melawan usahanya utk menggerakkan anggota badan pasien secara pasif. Rigiditas ini bersifat tdk konstan, dlm arti : rigiditas itu tdk mengganggu ROM ( range of motion) , di saat pasien menggerakkan sendiri ekstremitasnya tanpa dipegangi orang lain.

Bentuk lain dari apraksia ini terlihat bila pemeriksa berusaha membantu pasien bangun dari posisi duduknya dan berjalan. Pasien akan condong ke belakang dan otot-ototnya mjd kaku.

 Astasia abasia / Langkah Petren

 Pasien berjalan diseret dan setiap langkah kakinya nampak seolah- olah lengket di lantai.

(9)

 Pada pasien arteriosklerosis otak , refleks tendo meningkat, dengan refleks patologis absen ( Kane e al , 1989 )

Refleks yang lain  refleks memegang ( grasp refleks) dan refleks memegang erat ( forced groping ), refleks mecucu dan menghisap ( snout and sucking reflex), refleks palmo- mental, tanda ketuk glabella ( glabellar tap sign ).

3 Refleks pertama  keterlibatan cortex lobus frontalis.

 Refleks memegang ( grasp refleks )

Stimulus sentuhan yang bergerak ke arah jari- jari / sentuhan dan tekanan pada sisi radial tangan akan menimbulkan kontraksi pendek otot- otot fleksor tangan dan jari- jari.

Dan bila stimulus ini bergerak ke arah jari- jari yang fleksi dan menarik jari- jari ini, maka kekuatan kontraksi akan bertambah cepat , sehingga pasien dpt ditarik ke luar dari tempat tidur atau kursi, bila tarikan pada jari ini dilanjutkan terus.

 Refleks memegang erat ( forced groping )

Bila telapak tangan disentuh, dan pasien dalam keadaan menutup mata, maka jari – jari akan menutup dan tangan digerakkan ke arah perkiraan datangnya stimulus.

 Refleks mecucu ( snouting reflex)

Ketukan pada bibir atas akan menimbulkan gerakan memajukan bibir ( memonyongkan bibir / bhs Jawa : mecucu )

 Refleks mengisap ( snucking reflex)

Bila suatu obyek bersentuhan dengan bibir atas akan timbul kontraksi otot yang sesuai dengan gerakan mengisap.

(10)

 Refleks palmo mental

Garukan pada daerah hipotenar tangan akan menimbulkan kontraksi m. mentalis

 Glabellar tap sign

Ketukan daerah glabella menimbulkan kedip mata sesuai ketukan tsb, tetapi bila setelah bbrp saat tdk berhenti / bahkan menimbulkan spasme kelopak mata berari tanda (+)

Refleks palmo mental dan tanda ketuk glabella dpt (+) sampai 50% usia lajut di atas 75 tahun

2. Sindroma klinis yang berkaitan dgn teritorial pembuluh karotis

• Dikategorikan mjd kelainan utama : 1. Transient Ischemic Attack ( TIA) 2. Stroke

3. Arteritis

TIA gangguan sirkulasi di daerah pembuluh darah karotis / pun vertebrobasiler. Etiologi acapkali tdk jelas.Sering dihubungkan dengan stenosis akibat ateroma a. carotis interna, yaitu diakibatkan adanya mikroemboli berasal dari plak ateroma tsb.

Gejala TIA :

• Pandangan yg sifatnya monokuler

• Gangguan bicara ( disertai disfasi, termasuk buta kata sesaat )

• Monoparesis, hemiparesis, ataupun anestesi. • Kadang2 kehilangan kesadaran sesaat

Defisit neurologi berlansung relatif pendek, bbrp menit sampai bbrp jam, dan sudah pulih dlm wkt tidak lebih dari 24 jam.

(11)

Stroke , atas dasar patologinya dpt dibagi atas infark

( akibat trombus/ emboli) dan perdarahan otak . • Atas dasar perkembangan gejala klinis nya dibagi

stroke in evolution dan completed stroke.

Pada usia lanjut perlu dipikirkan diagnosa banding stroke : - Hematoma subdural ( subarachnoid hematoma atau SDH ), riwayat trauma umumnya menyertai SDH. Pada usia lanjut dimana otaknya sdh mengalami atrofi serta ruang antar selaput otak relatif luas, akselerasi otak krn trauma kepala, mudah berakibat robeknya pembuluh darah di daerah subdural ataupun sub arachnoid.

nyeri kepala hebat, asimetri diameter pupil kiri dan kanan

• Teknik pemeriksaan computerized axial tomography memudahkan diagnosis stroke.

• Untuk SAH diperlukan pungsi lumbal.

• Arteritis temporalis  penyakit pembuluh darah arteri dengan ukuran medium mengenai cabang a. carotis externa. Dpt berakibat kebutaan dan stroke. Pemberian kortikosteroid memperbaiki kondisi.

• Arteritis sel raksasa ( giant cell arteritis ) paling sering mengenai a. temporalis. Pada kondisi akut akan menebal, panas, nyeri dan berdenyut.

• Gejala paling umum : malaise, kelelahan, pegal pegal dan sakit seluruh tubuh.

A.retina pembuluh yang paling sering terkena sesudah a. karotis externa, sifatnya bilateraldpt kebutaan total. LED meningkat, konfirmasi dgn biopsi a. temporalis. Terapi : prednisolon dosis awal 40-60 mg / hari dan tappering off selama 2 minggu sampai 10-20 mg/hr dilanjutkan 10-15 mg/hari selama kurang lebih 1 tahun.

Polymyalgia rheumatica.Gejala : nyeri otot, demam, lelah, malas. Tidak tdp lesi arteri fokal.LED meningkat. Terapi

(12)

Kortikosteroid. Biopsi arteri  menunjukkan arteritis sel raksasa.

3. Sindroma klinis berhubungan dengan teritorial pembuluh vertebrobasiler

• Gangguan sirkulasi di daerah otak bagian posterior termasuk korteks oksipital, dan cerebellum. Iskemia di daerah ini menimbulkan fungsi neuro- regulasi, spt : refleks postur, pengaturan tensi, dan suhu badan serta pusat muntah.

• Insufisiensi pembuluh darah vertebrobasiler , gejala : jatuh, ataksia, nistagmus, pusing, mual muntah, episode hipotensi, dan gangguan termoregulasi.

• Bila korteks oksipital terlibat, muncul gejala :buta kortikal  disfagia, ophthalmoplegia, hemiparesis fasial, vertigo, hemianestesi, parestesi perioral.

• Yang paling penting  TIA & drop attack ( serangan jatuh ). Gejala : vertigo, nistagmus, buta kortikal. Terapi antikoagulan , bukan operasi. Prognosisnya lebih baik daripada TIA akibat keterlibatan sistim pembuluh karotis.

• Drop attack  keadaan dimana seseorang jatuh mendadak tanpa diduga, tanpa kehilangan kesadaran dan begitu terbaring di lantai, yang bersangkutan tak mampu utk bangun sendiri.

• Diduga drop attack disebabkan oklusi mendadak kedua arteriae vertebrales akibat tertekuk atau tertekan oleh osteofit .

• Penyebab langsungnya  gerakan leher tertentu. Keadaan dimana mendadak aliran darah ke otak bagian belakng dan cerebellum terganggu, menimbulkan hilangnya tiba- tiba mekanisme refleks utk mempertahankan postur sehingga pasien jatuh.

(13)

• Disarankan memakai cervical collar utk memperbaiki gerakan leher. Tidak perlu digunakan saat tidur. Bila frekuensi drop attack jarang, hanya setahun 2x, maka cervical collar tdk diperlukan. Diperlukan bila sebulan lebih dari 1x.

• Spondilosis cervicalis  keadaan yang mengikuti proses degenerasi discus intervertebralis dan sering dihubungkan dengan dgn sindrom klinis akibat iskemia vertebrobasiler. Gejala : nistagmus, semutan, atrofi otot tangan / nyeri kepala oksipital. Krn osteofitnya menekan radiks spinalis servicalis. Bl canalis servicalisnya sempit, tjd paraparesis / tetraparesis krn penekanan medula spinalis.

RINGKASAN  (*yg ditunggu2 ya broh hehe)

• Pada usila tjd atrofi cerebral. Aliran darah cerebral pada orang dewasa ±50 cc/ 100 gm/menit. Pada usila  ± 30 cc/ 100 gm/menit. Bila sampai 23 cc/ 100 gm/ menit  Sindrom Serebral.

• Sindrom Cerebral  kumpulan gejala yang tjd akibat perubahan patologik peredaran darah otak. Auto regulasi mrp mekanisme proteksi utk otak dan mempunyai batas tekanan arteriil rata-rata 65-mmHg- 105 mmHg.

• Kenaikan PaCO2 meningkatkan aliran darah serebral. Peningkatan aktivitas sel2 saraf diikuti peningkatan aktivitas metabolik dan aliran darah setempat. Aktivitas dari Sistim saraf simpatis menggeser kurve autoregulasi ke tekanan yang lebih tinggi.

• Sistim renin angiotensin pada dinding pembuluh darah bila dihambat akan menggeser kurve autoegulasi terutama batas bawah, ke batas tekanan yang lebih rendah.

(14)

• Pada hipertensi, kurve autoregulasi bergeser ke tekanan yang lebih tinggi.

• Diabetes dpt menggangu autoregulasi terbentuknya mikroangiopati yang difus.

• Perubahan degeneratif dari vertebra servikalis dapat mempengaruhi aliran a.veertebralis dengan akibat gangguan aliran cerebral. Dementia multi infark tjd akibat lesi lecil multipel pada otak. Berkurangnya aliran darah serebral pd dementia mrp akibat dari kemunduran fungsi otak

B. Sindrom Delirium (Slide 1)

 Sindrom delirium  kondisi yang sering dijumpai pada pasien geriatri di rumah sakit.

 Gejala dan tanda yang tidak khas, Setidaknya 32% - 67% dari sindrom ini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter.

 Literatur lain menyebutkan 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi oleh dokter.

 RSCM 23% (tahun 2004) sedangkan insidensnya mencapai 17% pada pasien yang sedang dirawat inap. Sindrom delirium mempunyai dampak buruk

karena meningkatkan risiko kematian sampai 10 kali lipat karena memperpanjang masa rawat serta meningkatkan kebutuhan perawatan (bantuan ADL) . istilah lain sindrom delirium

 acute mental status change,  altered mental status,  reversible dementia,

(15)

 organic brain syndrome,

 dysergasticreaction dan acute confusional state.  Untukkeseragaman sindrom delirium.

PATOFISIOLOGI

Defisiensi neurotransmiter asetilkolin.

gangguan metabolisme oksidatif di otak  hipoksia dan hipoglikemia. meningkatnya sitokin otak pada penyakit akut.

Gangguan atau defisiensi asetilkolin atau neurotransmiter lain maupun peningkatan sitokin  mengganggu transduksi sinyal neurotransmiter serta second messenger system.

akan memunculkan gejala-gejala serebral dan aktivitas psikomotor yang terdapat pada sindrom delirium. FAKTOR PREDlSPOSlSl DAN PENCETUS

Faktor Predisposisi

• usia sangat lanjut, gangguan ADL, gangguan sensorium(penglihatan dan / atau pendengaran), • gangguan faal kognitif ringan (mild cognitif

impairment = MCI) sampai demensia, • usia lanjut yang rapuh Wagile),

• usia lanjut yang sedang menggunakan obat yang mengganggu faal Neurotransmiter otak

• (misalnya ranitidin, simetidin, siprofloksasin, psikotropika),

(16)

Faktor Pencetus

• pneumonia, infeksi saluran kemih dan kondisi akut lain

• seperti hiponatremia, dehidrasi, hipoglikemia dan CVD,

• serta perubahan lingkungan

GEJALA KLlNlS

 gangguan kognitif global berupa gangguan memori (recent memory = memori jangka pendek), gangguanpersepsi (halusinasi, ilusi), atau gangguan proses pikir (disorientasi waktu, tempat, orang).  terdapat komunikasi yang tidak relevan, atau

autoanamnesis yang sulit dipahami; kadang-kadang pasien tampak seperti mengomel terus atau terdapat ide-ide pembicaraan yang melompat-lompat

 Perubahan aktivitas psikomotor baik hipoaktif (25%), hiperaktif (25%) maupun campuran keduanya sekaligus (35%); sebagian pasien (15%) menunjukkan aktivitas psikomotor normal: gangguan siklus tidur(siang hari tertidur sedangkan malam hari terjaga).

 Rudolph dan Marcantonio (2003) gejala perubahan aktivitas psikomotor ke dalam kelompok perubahan kesadaran, yakni setiap kondisi kesadaran selain compos mentis, termasuk di dalamnya keadaan hipoaktivitas dan hiperaktivitas.

(17)

Gejala khas membedakan dari demensia

 Perhatian sangat terganggu, pasien tidak mampumempertahankan konsentrasi maupun perhatiannya pada suatu topik pembicaraan.

 Tanda yang dapat diamati  terdapatnya gangguan pada uji atensi (mengurutkan nama hari dalam seminggu, mengurutkan nama bulan dalam setahun, atau mengeja balik kata 'pintu)

BEBERAPATIPE SINDROM DELIRIUM

Klasifikasi sindrom delirium berdasarkan aktivitas psikomotor (tingkat kondisi kesadaran, aktivitas perilaku) yakni:

1). Hiperaktif 2). Hipoaktif

(18)

DIAGNOSIS

Berdasarkan DSM-IV telah disusun algoritme  (disebut Confusion Assessment Methode = CAM)  menegakkan diagnosis sindrom delirium

CAM ditambah uji status mental lain baku emas diagnosis

Uji status mental lain :

Mini-mental State Examination (MMSE, Folstein), Delirium Rating Scale,

Delirium Symptom Interview.

Gambar . Confusion assessment method untuk sindrom delirium

Kriteria Diagnostik Delirium

A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kewaspadaan terhadap lingkungan) dengan penurunan kemampuan

(19)

untuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian

B. Perubahan kognisi (seperti kemunduran ingatan, disorientasi,gangguan berbahasa) atau adanya gangguan persepsi yang tidak dapat dimasukkan ke dalam pre-demensia, demensia yang sudah ada atau demensia yang sedang muncul.

C. Gangguan berlangsung dalam waktu yang singkat (biasanya jam sampai beberapa hari) dan cenderung untuk berfluktuasi selama berlangsungnya.

D. Adanya bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan penemuan pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan bahwa gangguan ini merupakan konsekuensi fisiologis darikondisi medis umum.

Diagnosis Banding

Demensia Lewy Body dan demensia lobus frontalis Depresi

Gangguan Kognitif Pasca-operasi (GKPO)(Post

operative cognitive dysfunction = POCD)

• Demensia dan depresi sering menunjukkan gejala yang mirip delirium

• Gangguan yang acap kali tumpang tindih  gangguan orientasi, memori dan komunikasi.

• Demensia  faktor risiko untuk terjadinya sindrom delirium terutama jika terdapat faktor pencetus penyakit akut.

(20)

• Demensia Lewy Body dan demensia lobus frontalis  menunjukkan perubahan perilaku dan gangguan kognitif sulit dibedakan dari sindrom delirium. • Sindrom delirium dengan gejala psikomotor yang

hiperaktif sering keliru dianggap sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi.

• Depresi terdapat perubahan yang bertahap dalam beberapa hari atau minggu

• Tingkat kesadaran pada depresi biasanya compos mentis, proses berpikirnya utuh.

• Pada depresi juga biasanya terdapat kehilangan minat,depressed mood serta faal sensorium yang normal.

• Sindrom delirium gejala berkembang dalam beberapa jam dan berfluktuasi dari waktu ke waktu. • Sindrom delirium bisa muncul seperti psikosis

yakni delusi, halusinasi serta pola pikir yang tidak terorganisasi.

• Gangguan Kognitif Pasca-operasi (GKPO) implikasi klinik mirip sindrom delirium dan jarang penurunan kesadaran dan perjalanannya tidak berfluktuasi. PENATALAKSANAAN (ROCKWOOD, 2003;SAMUELS, 2003)

Tujuan utama pengobatan menemukan dan mengatasi pencetus serta faktor predisposisi.

Pemeriksaan penting  diagnosis dan evaluasi hasil pengobatan  pemeriksaan fisik, psikiatrik, status fungsional, riwayat penggunaan obat, dan riwayat

(21)

perawatan penyakit operasi terdahulu, asupan nutrisi dan cairan sebelum sakit, Pemeriksaan tanda vital (kesadaran, tanda rangsang meningeal, tekanan darah, frekuensi napas dan denyut jantung serta suhu rektal)

Pemeriksaan penunjang harus segera dilaksanakan seperti darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah, gula darah, ureum, kreatinin, SGOT dan SGPT, urin lengkap, EKG, foto toraks dan kultur darah.

efek antipsikotik menekan berbagai gejala hiperaktif dan hipoaktif dari sindrom delirium Halopenidol, Olanzapin , risperidon dan penghambat asetilkolin-esterase.

efek samping anti psikotik  perpanjangan QT dan

torsades de pointes, gejala ekstrapiramidal dan

Diskinesia.

Hal umum yang perlu diperhatikan

 Asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan pasien harus diupayakan seoptimal mungkin

 Keberadaan anggota keluarga yang biasanya merawat berperan dalam memulihkan orientasi  Ruangan pasien harus tenang dan cukup penerangan

(22)

 Pasien yang tidak mampu menelan asupan per oral tidak boleh diberikan selama belum terdapat kepastian kemampuan menelan.

 Dokter yang merawat harus menilai kesadarannya dan dokter ahli rehabilitasi medik harus menilai kemampuan otot menelan jika pasien sadar.

 Keluarga pasien atau perawat yang menunggu harus diberi informasi tentang bahaya aspirasi jika memberikan makanan atau minuman dalam keadaan kondisi yang tidak compos mentis

Prognosis

• Beberapa kasus dengan gejala dan tanda yang menetap bahkan sampai bulan ke- 12

• Rockwood (1999) selama tiga tahun, Pasien dengan sindrom delirium mempunyai risiko 1,7 1 kali lebih tinggi untuk meninggal dalam tiga tahun kedepan dibandingkan mereka yang tidak dan peningkatan risiko demensia sebesar 5,97 pada kelompok dengan sindrom delirium

• 96% pasien yang dirawat karena delirium pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus tersebut yang tuntas dalam enam bulan setelah pulang

• McCusker, 2003 meneliti gejala sisa delirium dan didapatkan hasil dari 125 pasien berusia 65 tahun ke atas yang masuk sindrom delirium; saat pulang ,hanya 44% dari pasien yang gejalanya sudah tidak sesuai kriteria diagnostik DSM-IVuntuk delirium. • 6 bulan pascarawat terdapat 13% pasien

menunjukkan delirium, 69% pasien menunjukkan perubahan aktivitas namun tidak sesuai kriteria

(23)

diagnostik delirium dan 18% pasien menunjukkan resolusi komplit

PENCEGAHAN

 Beberapa obat dapat mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efek antikolinergik dan gangguan faal kognitif harus dihindari.

 Obat yang dihindari karena meningkatkan risiko delirium antara lain: benzodiazepin, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramin, ranitidin, tioridazin, digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin.

(24)

Pencegahan Delirium dan keluarannya

KESIMPULAN (*Akhirnyaa.. :’) )

 Keterlambatan diagnosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan mortalitas.

 Pencetus tersering adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih.

 Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus tidur, serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan gejala yang paling sering ditemukan.  Pengelolaan pasien terutama ditujukan untuk

mengidentifikasi serta menatalaksana faktor predisposisi dan pencetus.

 Penatalaksanaan nonfarmakologik sama pentingnya dengan farmakologik.

(25)

C. DELIRIUM (ACUTE CONFUSIONAL STATE) (SLIDE 2) Definition

o Delirium ( acute confusional state ) defined as an acute disorder of attention and global cognitive function(Hazzard)

o Delirium often initiates a cascade of events in older persons,leading to a downward spiral of functional decline, loss of independence, institutionalization, and ultimately, death.(Hazzard)

Etiology o Multifactorial

o interrelationship between patient vulnerability (i.e., predisposing factors) and the occurrence ofnoxious insults (i.e., precipitating factors).l

Diagnostic Criteria for Delirium

o Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) Diagnostic Criteria

o A disturbance of consciousness (i.e., reduced awareness of the externalenvironment) with reduced ability to focus, sustain, or shift attention.

o A change in cognition (such as memory deficit, disorientation, languagedisturbance) or the development of a perceptual disturbance that is notbetter accounted for by a preexisting dementia. o The disturbance develops over a short period of time

(usually hours todays) and tends to fluctuate over the course of a 24-hour period.

o Evidence from the history, physical examination, or laboratory findingsthat the disturbance is caused by an underlying organic condition or isthe direct physiologic

(26)

consequences of a general medical condition or its treatment.

o The Confusion Assessment Method (CAM) Diagnostic Algorithm∗

Overview

o Delirium is common in older people, but is often not recognised

o It can present with a wide range of symptoms and signs o Patients at high risk of developing delirium can be

identifi ed andit can sometimes be prevented

o Treatment of delirium involves environmental measures as wellas treatment of the underlying cause Pharmacological treatment with sedatives or antipsychoticmedication is a last resort

(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

TETEP SEMANGAT YA BROH.. :D

D. GANGGUAN SARAF OTONOM

 Ggn saraf otonom mrpkan salah satu dari sindrom geriatri yg sering didapatkan pd usia lanjut

 Ad bbrp pendapat trj ggn otonom :

1. meningkatnya usia trj perubn pd neurotransmisi pd ganglion otonom  penurunan pembtx asetilkolin yg disebabkan krrn penurunan ensim kolin esterase  shg fx otonom turun

2. Terdpt perubhn morfologis yg mengakibatkan pengurangan jml reseptor kolin

(34)

 Disamping penyebab fisiologik tsb, jg terdpt perubhn potologik krn peny pembuluh drh otak

 Antaralain hipotensi ortostatik dan ggn regulasi suhu

Hipotensi ortostatik atau postural

 Definisi : penurunan tek sistolik atau diastolik sebanyak 20mmHg pd saat penderitya berubah posisi dari tidur ke tegak

 Juga dgn catatan bahwa penurunan tek drh hrs berlangsung 1-2 mnt perubahan posisi ke posisi tegak Mekanisme pengaturan tekanan darah

 Mrpkan reflek, dmana serabut aferen berasal dari baroreseptor disinus karotikus. Serabut ini berjalan menuju ke pusat vasomotor dibatang otak mell saraf glosofaringeus, serabut efferen berjalan mell medula spinalis dan serabut preganglionik ke rantai simpatis kmdn mell serabut post ganglionik ke pembuluh darah  Pd perubhn posisi berbaring ke tegak perpindahan

hampir 700cc darah meninggalkan rongga dada ke pool vena didaerah perut dan kaki. Tek diatrium turun, lebih rendah dr rongga dada  venous return ke jtg kanan turun, isi sekuncup turun shg tek drh turun

 Reaksi kompensasi berupa efek simpatis dgn trjd vasokontriksi arteriole dan vena disertai reaksi parasimpatis berupa percepatan denyut jtg

 Kejadian hipotensi ortostatik meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada lanjut usia

 Hanya sedikit perbedaan insiden antara pria dan wanita Gejala dan Tanda

(35)

 Seringkali tdk ada gejala walaupun tek drh turun sampai 30 mmHg, krn otoregulasi sirkulasi serebral msh dpt mengkompensasi penurunan tek drh tsb

 Pd usia muda  gejala light headed(rasa melayang/gliyeng) ringan dlm wkt tdk terll lama  krn mekanisme pengaturan vasomotor trjd kompensasi  Pd lansia mekanisme tsb tdk berjln efektif shg ttp trj

hipotensi dgn berbagai gejala

 Bahkan seringkali menyebabkan penurunan kesadaran , yg baru membaik bila penderita diletakkan berbaring lagi

 Mrpkan salah satu penyebab jatuh pd usia lanjut

 Gejala lain : keluar keringat dingin, perubhn besar pupil, ggn gastrointestinal; disfx kandung kemih dan poliuria nokturnal

Patofisiologi :

 Penurunan fx otonom yg berhub dgn usia dan hilangnya elastisitas pemb drh

 Ggn dari aktiviras baro refleks akibat tirah baring lama  Hipovolemia dan atau hipotermia sbg akibat berbagai

keadaaan antara lain pemberian diuretik

 Berbagai obat yg bersifat hipotensif : tiazid dan diuretik lain, fenotiasin, anti depresan trisiklik

 Akibat berbagai penyakit yg mengganggu saraf otonom : DM, keganasan , amiloidosis, deff vit B kompleks, parkinson, peny serebrovasculer dll

(36)

 Ditemukannya penurunan tek drh sebesar 20 mmHg atau lebih pd wkt perubhn posisi tegak dari berbaring  Harus dicari kemungkinan adanya peny ygsdh

disebutkan diatas termasuk penggunaan obat-obatan Penatalaksanaan :

 Dilakukan peninggian kepala wkt tidur  dpt meningkatkan volume darah

 Semua penyebab hipotensi ortostatik yg bisa dikoreksi hrs diobati dan obat-obatan dgn kerja hipotensif hrs dihentikan

(37)

E. REGULASI SUHU PADA LANSIA

 Usia bertambah, irama sirkardian suhu tubuh berkurang amplitudonya.

 Suhu tubuh inti : maksimal sore hari, minimum dini hari.  Aktivitas irama sirkardian.

 Sistem termoregulasi : jalur aferen termosensitif, integrasi neuron dan sistem kontrol, serta jalur efektor desenden yang mengubah perolehan atau kehilangan panas.

 Perubahan usia primer : hal yang terdapat pada usia lanjut sehat/setelah koreksi perubahan-perubahan sekunder.

 Perubahan usia sekunder : hal yang bukan semata-mata disebabkan oleh proses menua tetapi terhadap faktor-faktor yang mana manula berada pada resiko tinggi.  Manula : suhu oral rerata 360

C.

Perubahan pada Termoresepsi Usia Lanjut

 Ujung saraf bebas (sensasi suhu ) tetap utuh berlawanan dengan berkurangnya jumlah reseptor kulit rasa sentuh : badan Meissner dan Pacini.

 Kecepatan hantaran tetap utuh, daerah sensoris primer neokortikal relatif utuh.

Hipotermia

 Tempratur tubuh inti (rektal, oesophageal, timpani) < 35C.

(38)

 Sensasi terhadap suhu dingin berkurang, gangguan sensitivitas terhadap perubahan tempratur. Memburuknya termoregulasi lansia  maladaptif perilaku pada suhu dingin.

 Mengigil maksimal  produksi panas meningkat 3-5 kali dari pada saat istirahat.

 Proses menggigil pada lansia kurang efisien suhu tubuh inti berkurang lebih besar.

 Vasokonstriksi otonom : abnormal terhadap suhu dingin  disregulasi suhu Lansia.

 Disregulasi otonom  hipotensi ortostatik yang lebih tinggi resiko tinggi pada orang dengan hipotermia.  Hipoglikemia,hipotiroid, kelaparan dan malnutrisi.  Hipokalemi proses menggigil berkurang.

 Kelaparan dan malnutrisi ; massa tubuh kering berkurang dan kalorigenesis berkurang; lemak tubuh berkurang dan penyekatnya.

 Imobilisasi dan berkurangnya aktivitas karena strok  Obat-obat sering terkait hipotermia : etanol, barbiturat,

fenotiazin, benzodiazepin, obat anastesi, opioid.

 Etanol : vasodilator, penekan sist.saraf pusat, anestetik, penyebab hipoglikemia, faktor resiko trauma dan pajanan lingkungan. Fenotiazin menghambat menggigil melalui efek kurare perifer.

 Sepsis hipotermia : perubahan titik setting hipotalamus dan tanggapan tubuh yang berkurang serta sering paradoks terhadap pirogen sbg mekanisme pertahanan tubuh yang berlebihan.

(39)

GEJALA KLINIS

• Dapat terjadi hipotermia pada suhu sedang. • Pada suhu inti 32-350

C : kelelahan, kelemahan, melambatnya gerakan, apatis, bicara tidak jelas, kebingungan, kulit dingin.

• Hipopnea dan sianosis ada : kekurangan kebutuhan metabolik kemudian krn dorongan depresi saraf sentral.

• Bradikardi, aritmia atrium dan ventrikel. • Semi koma atau koma dan rigiditas muskular. • Kesadaran mengilang pad suhu otak 32-300

C. • Reflek melambat, pupil kurang reaktif.

(40)

• Bisa edema umum dan poli/oligouri.

• Komplikasi dini paling penting dari hipotermia berat : aritmia, henti jantung dan nafas.

• komplikasi lanjut : bronkopneumonia dan penumonia aspirasi.

• Reflek batuk ditekan oleh hipotermia, dingin  produksi sekret brongkial >> dan kental

• Edema paru.

• Pankreatitis dan perdarahan GIT : sering tapi tidak masif.

• Gagal ginjal akut

• Trombosis intravaskular : hemokonsentrasi dan perubahan viskositas diinduksi suhu.

• Abnormalitas EKG : >> yi gel osborne setelah QRS. • Bradikardi, pemanjangan P-R, QRS kompleks, segmen

QT selain atrial fibrilasi>>

• DD hipotermia : hipotiroidisme  melambatnya relaksasi refleks tendon.

TERAPI

 Gawat darurat : pemindahan dari lingkungan dingin dengan hati-hati : ventrikel fibrilasi, asistole. Monitor jantung. jantung dingin tidak respon thd obat-obatan  hangatkan.

 Perawatan umum : mortalitas hipotermi berat >50% berhubungan dengan penyakit yang mendasari.  Hipotermia harus ditatalaksana sebagai sepsis

(41)

 Hipotiroidisme : levotiroksin 0,5 mg IV& kortikosteroid.

 Hindari : jalur vena sentral.

 Aritmia resisten : kardioversi dan obat.  Insulin tidak efektif pada 300

C hipoglikemia bila dihangatkan.

 Hipotermia kronik (>12 jam), Penggantian cairan saat pemanasan.

 Stabilkan pasien dan lakukan tehnik pemanasan spesifik  lebih penting.

 Pemanasan : hipotermia ringan (>320

C)  pemanasan pasif/ letakkan di lingkungan (>210C).  Pemanasan eksternal aktif  vasodilatasi pembuluh

darah lebih cepat : suhu inti lebih jauh lagi dan syok hipovolemik.

 Tehnik pemanasan inti :  Lavage mediastinum : efektif

 CAVR (Continuous Arterio Vena Rewarming).  Lavage gaster

 Dialisis peritoneal.  Enema

HIPERTERMIA

 Peningkatan suhu tubuh diatas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu/ dipengaruhi panas eksternal atau internal.  Heat stroke : penyakit berat dengan tempratur initi

>400C disertai kulit kering dan abnormalitas susunan saraf pusat.

(42)

Patofisiologi

 Sengatan panas : kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal.

 Fungsi kelenjar keringat : berkurang atau tidak adanya keringat . Adanya ambang suhu inti yang lebih tinggi untuk berkeringat.

 Sato : pengaruh usia sangat kecil pada kelenjar yang diaktifkan secara farmaklogis sampai usia 60 tahun, setelah 70-80 tahun menurun secara bertahap. Pengaruh penuaan terhadap menurunnya fungsi kelenjar keringat lebih jelas terlihat didaerah dahi dan ekstremitas.

 Aliran darah kulit : nonakral berkurang. Hilangnya unit-unit fungsional pleksus kapiler.

 Curah jantung : menurun  hambat toleransi panas  rentan thd sengatan panas.

 Redistribusi aliran darah : berkurang aliran darah kulit  b< curah jantung b< redistribusi aliran darah dari sirkulasi splankikus dan ginjal.

 Pengaruh ortostatik, baroreflek pada stres panas b< aliran respon aliran darah kulit : reflek vasodilatasi aktif.

 Melambatnya dilatasi vaskular kulit dan b< curah jantung dan redistribusi sirkulasi splanknikus dengan pemanasan juga mengganggu terjadinya kehilangan panas.

 Polifarmasi : mengganggu respon kondisi panas pada Anti kolinergik, fenotiazin dan antidepresi:hipohidrosis.

(43)

 Diuretik : hipovolemia dan hipokalemia. beta bloker menekan fungsi miokard.

 Klinis : sengatan panas : suhu tubuh inti 40,60

C disertai disfungsi SSP berat, anhidrosis.

 Heat exhaution : tidak khas.

 Komplikasi ; gagal jantung kongestif, aritmia jantung, edema serebral, kejang dan defisit neurologis, gagal hati, alkalosis respiratorik dan asidosis metabolik, hipovolemia dan syok dan lain-lain.

Terapi

 Pendinginan cepat : suhu tubuh inti mecapai 390

C dalam jam pertama.

 Tidak ada zat farmakologis yang mempercepat pendinginan : menolong sengtan panas.

Kesimpulan

 Disregulasi suhu : menyempitnya mekanisme homeostasis yang terjadi dengan meningkatnya usia.  Kurang dapat menyesuaikan diri pada suhu ingkungan

yang ekstrim.

 Pencegahan : pendekatan yang paling sesuai.  Edukasi sangat penting.

(44)
(45)
(46)

F. HIPOTENSI ORTOSTATIK  Definisi :

Hipotensi Ortostatik (Orthostatic Hypotension) atau disebut juga sebagai hipotensi postural merupakan penurunan tekanan darah yang berlebihan saat seseorang berdiri dari posisi duduk atau berbaring  Penyebab :

 Saat seseorang bangun dari posisi duduk atau berbaring, tubuh bekerja untuk menyesuaikan diri

(47)

dengan perubahan posisi tubuh yang terjadi. Hal ini agar tubuh bisa mengalirkan darah ke tubuh bagian atas dan memberikan suplai oksigen dengan baik ke otak. Jika gagal, maka tekanan darah akan turun  Saat berdiri, gaya gravitasi membuat darah

terkumpul di tungkai. Hal ini menyebabkan tekanan darah menjadi turun karena kurangnya darah yang mengalir ke jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh.

 Nornalnya, sel-sel yang terletak di dekat jantung dan arteri leher (baroreseptor) merasakan penurunan tekanan darah ini dan meresponnya dengan cara memicu jantung untuk berdenyut lebih cepat dan memoma darah lebih banyak, sehingga membuat tekanan darah stabil. Selain itu, sel-sel membuat pembuluh darah menyempit dan meningkatkan tekanan darah.

 Dehidrasi

 Gangguan jantung  Diabetes Melitus  Gangguan sistem saraf

 Perdarahan atau penyebab anemia lainnya

 Pemakaian obat-obatan : obat yang mempengaruhi sistem otonom, obat golongan beta blocker, obat disfungsi ereksi, obat untuk melebarkan pembuluh darah, obat psikiatri

 Faktor Resiko  Usia

(48)

 Pemakaian alkohol atau obat-obat tertentu, misal obat diuretik, obat golongan beta blocker, obat anti depresan dan yang lainnya

 Penyakit tertentu, misalnya Parkinson dan gangguan jantung tertentu

 Tirah baring waktu lama  Kehamilan

 Gejala

 Kepala terasa ringan seperti melayang atau pusing saat berdiri dari posisi duduk atau berbaring

 Pandangan kabur  Lemas  Pingsan (sinkop)  Bingung/linglung  mual  Komplikasi

 Terjatuh, sering sekali akibat pingsan  Stroke

 Diagnosa

 Pemantauan tekanan darah. Hipotensi ortostatik jika terdapat penurunan 20 mmHg tekanan darah sistolik atau 10 mmHg tekanan darah diastolik dalam waku 3 menit setelah berdiri atau timbul gdiriejala saat berdiri

 Pemeriksaan darah, untuk mengukur jumlah sel-sel darah merah atau kadar gula dalam darah

 EKG

 Echocardiografi  Tilt table test

(49)

 Pengobatan

 Tergantung dari penyebabnya  Perubahan gaya hidup

 Menggunakan stocking kompresi

 Pemberian obat untuk merangsang sistem saraf simpatik

 Pencegahan

 Karena penyebab paling sering dehidrasi, maka untuk mengurangi dehidrasi dengan cara :

 Tidak beraktivitas di lingkungan yang panas

 Segera ganti cairan yang hilang (misal muntah atau diare)

Gambar

Gambar  .  Confusion  assessment  method  untuk  sindrom delirium

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilakukan tentang Pengaruh susunan lamina komposit berpenguat serat E-glass dan serat Carbon terhadap kekuatan tarik

Komunikasi Verbal yang dilakukan guru An-Namiroh 1 Pekanbaru menggunakan bahasa Indonesia yang meliputi: Bahasa yang Singkat dan Jelas yaitu penyampaian pesan

maxi liesyaputra maxi@sucorinvest.com +62 21 299 60 875 aZ researCH tOp piCKs: - ptpp - wton - jsmr Strategy Report Volatile IDr movement.. IDR has been cumulatively depreciating

Bersyukur kepada Allah Yang Maha Esa, karena penyertaan-Nya, penulis telah selesai menulis tugas akhir berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran

Nilai koefisien regresi variabel Gaya Kepemimpinan (b2) sebesar 0,567 menunjukkan bahwa setiap peningkatan derajat persetujuan pada variabel Gaya Kepemimpinan sebesar satu

Dari uraian diatas maka diperlukan formulasi proporsi perbandingan tepung uwi:pati jagung serta penambahan margarin untuk mengetahui pengaruh dan perbedaan

Gambaran umum responden adalah penjelasan tentang pegawaiBadan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Bulukumba, yang diperlukan sebagai informasi untuk mengetahui

Surat keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) asli yang ditandatangani Kepala Sekolah bagi Program Sarjana dan Diploma.. f) Foto copy ijazah dari perguruan tinggi asal