• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Phi. Pengobatan Klinis Tumor Otak pada Orang Dewasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Phi. Pengobatan Klinis Tumor Otak pada Orang Dewasa"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

1

Jenis Artikel: review

Pengobatan Klinis Tumor Otak pada Orang

Dewasa

Muhammad Ghozali

1,

, Heni Sumarti

1

1

Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Corresponding e-mail: muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

Diterima:13 Des 2020

Diterbitkan: 1 Jan 2021

Terbitan daring: 31 Jan 2021

1. Pendahuluan

Tumor otak pada orang dewasa diperkirakan ada 23.380 kasus baru didiagnosis pada tahun 2014, yang menyebabkan 14.320 kematian, hal ini menyumbang 1,4% dari semua kasus baru kanker dan 2,4% dari semua kematian akibat kanker. Insiden tumor otak baru adalah 6,4 per 100.000 orang per tahun dengan tingkat kelangsungan hidup lima tahun secara keseluruhan sebesar 33,4% (Perkins et al., 2016). Prevalensi puncaknya

Jurnal Phi

ABSTRAK.

Peningkatan kasus baru penderita tumor khususnya tumor otak

semakin bertambah setiap tahun dan menjadi penyebab kematian tertinggi

serta kebanyakan penderita adalah orang dewasa antara usia 55 dan 64 tahun.

Tumor otak merupakan kumpulan sel-sel abnormal yang tumbuh secara

tidak wajar dan tidak terkendali. Oleh karena itu perlu adanya pengobatan

klinis untuk mengatasi permasalahan ini dengan tindakan operasi operasi

bedah, terapi radiasi dan kemoterapi. Dalam penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif yang bersumber dari berbagai referensi jurnal

dan literatur review. Tujuan penelitian ini untuk memberikan pemahaman

secara keseluruhan tentang tumor otak dan pengobatan klinis yang harus

dilakukan pada orang dewasa. Berdasarkan penelitian ini dapat diperoleh

pengetahuan yang mendalam pada tumor otak dan keberhasilan dalam

pengobatannya yang terbukti bisa menghancurkan sel-sel tumor dan

menambah waktu kelangsungan hidup. Untuk kedepannya, perlu adanya

pengembangan mengenai pengobatan klinis baru yang lebih efektif dan lebih

baik dari pengobatan sebelumnya, sehingga tidak menimbulkan gejala pasca

pengobatan tersebut pada penderita tumor otak terutama orang dewasa. Hal

ini perlu didukung dengan pola hidup sehat, sistem imunitas yang baik dan

menjaga kesehatan.

KATA KUNCI:

Pengobatan, Klinis,

Tumor Otak,

Orang Dewasa.

(2)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

2 adalah antara usia 55 dan 64 tahun, dengan insiden yang sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Ada sekitar 0,6% risiko seumur hidup untuk didiagnosis menderita tumor otak atau sistem saraf lainnya (De Robles et al., 2015). Tumor otak ini bisa berbentuk tumor yang sifatnya primer maupun yang menggambarkan metastasis dari tumor pada organ badan yang lain (Tan, Itchins, et al., 2020). Tumor otak memiliki karakteristik yang berlainan dibanding tumor di tempat lain, meskipun secara histologisnya jinak, namun bisa berubah menjadi ganas sebab posisinya yang bersebelahan maupun terletak pada struktur vital dan di dalam rongga tertutup yang sukar dicapai (Jiang et al., 2017).

Tumor otak merupakan tumor dengan tingkatan keganasan kedua sesudah tumor darah (leukemia). Pengidap tumor otak di Indonesia terus meningkat akhir-akhir ini. Kenaikan prevalensi permasalahan tumor otak ini menampilkan terdapatnya ancaman sungguh-sungguh untuk bangsa Indonesia. Di Amerika Serikat, rata-rata kejadian tahunan tumor otak yang disesuaikan dengan usia adalah 3,21 per 100.000 penduduk, berdasarkan data dari tahun 2011 hingga 2015 tertinggi pada kelompok usia 75 sampai 84 tahun. Tumor ota k 1,58 kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian tahunan yang disesuaikan dengan usia 4,00 dibandingkan dengan 2,53 per 100.000 penduduk (Ostrom et al., 2018). Dalam hal ras atau etnis Insiden tertinggi pada kulit putih dan terendah pada Indian Amerika atau Penduduk Asli Alaska, dengan insiden sekitar 40% lebih rendah. Secara global, insiden glioblastoma tertinggi di Amerika Utara, Australia, dan Eropa Utara dan Barat. Prevalensi keseluruhan tumor otak di Amerika Serikat adalah 9,23 per 100.000 penduduk (Gittleman et al., 2018).

Tumor otak bisa menyebabkan menyusutnya kehidupan berkualitas pengidapnya, juga menyebabkan beban sosial serta ekonomi untuk pengidap serta keluarganya, warga serta negeri (Randazzo & Peters, 2016). Salah satu tindakan untuk mengetahui penyakit tumor otak ini ialah dengan melaksanakan pengecekan radiologis, pada pengecekan ini yang perlu dicoba antara lain Computed Tomografi Scan (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Positron Emission Tomography–Computed Tomography (PET CT-scan) (Meola et al., 2018). Dengan adanya kasus tumor otak semakin tahun semakin meningkat, maka perlu adanya metode pengobatan secara klinis. Oleh karena itu modalitas pengobatan tumor otak adalah pembedahan, terapi radiasi, dan pengobatan sistemik, termasuk kemoterapi, terapi target, terapi hormonal, dan imunoterapi serta kombinasi (Hottinger et al., 2016).

Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya mengenai pengobatan tumor otak yang berjudul “Primary Brain Tumor in Adults: Diagnosis and Treatment” tahun 2016 oleh Allen Perkins dan Gerald Liu, membahas diagnosa dan beberapa pengobatan yang dilakukan terhadap penderita tumor otak primer bagi orang dewasa. Hasil penelitian berupa pelaksanaan pengobatan pada tumor otak primer memberikan dampak yang signifikan pada tumor tersebut dan waktu kelangsungan hidup yang lebih lama (Perkins et al., 2016). Penelitian berikutnya berjudul “Cancer Treatment and Survivorship Statistics” tahun 2019 oleh Kimberly D. M., et al., membahas pengobatan yang dilakukan pada beberapa tumor ringan hingga tumor ganas (kanker) dan kelangsungan hidup pasien penderita tumor yang bermacam-macam. Hasil penelitian ini berupa masing-masing pengobatan menghasilkan waktu kelangsungan hidup yang berbeda-beda dan perlu adanya jenis pengobatan baru yang berkualitas dan memberikan waktu kelangsungan hidup lebih lama bagi pasien tumor otak (Miller et al., 2019).

Penelitian pengobatan klinis tumor otak pada orang dewasa penting dilakukan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman secara keseluruhan mengenai tumor otak sekaligus pengobatan yang efektif, sehingga menurunkan angka kejadian kasus tumor otak khususnya bagi orang dewasa. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini agar pembaca mendapat wawasan dan menambah ilmu pengetahuan tentang berbagai pengobatan yang dilakukan secara klinis pada penderita tumor otak orang dewasa (Tan, Ashley, et al., 2020).

2. Tumor Otak

(3)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

3 Tumor otak adalah suatu massa jaringan yang tidak wajar di mana sel-sel berkembang serta tumbuh secara tidak terkontrol. Lebih dari 150 jenis tumor otak yang berbeda sudah didokumentasikan, namun ada 2 kelompok utama tumor otak yaitu primer dan metastasis (Cacho-Díaz et al., 2020). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan tumor otak prime r berdasarkan kriteria histopatologi dan data imunohistokimia, tingkat keganasan juga ditentukan untuk tumor, kombinasi fitur morfologi, pola pertumbuhan, dan profil molekuler (Louis et al., 2016). Tumor meninges non-maligna (meningioma) dan tumor kelenjar pituitari sering disertakan. Ketika mereka diikut sertakan, bisa menyumbang 50% dari tumor otak primer (Vienne-Jumeau et al., 2019). Glioblastoma, terkait dengan tingkat keganasan yang lebih tinggi dan prognosis yang buruk, hanya terjadi pada 15% tumor otak primer ketika tumor non-maligna ini bila diikut sertakan (Terrier et al., 2017).

Tumor otak primer tergolong tumor yang berasal dari jaringan otak ataupun area dekat otak. Tumor primer dikategorikan bagaikan glial (terdiri dari sel glial) ataupun non-glial (tumbuh pada ataupun dalam struktur otak, saraf, pembuluh darah serta kelenjar) serta jinak ataupun ganas (Schroeder et al., 2020). Tumor otak metastatik juga bisa dijumpai di tempat lain di badan (misalnya payudara maupun paru-paru) serta berpindah ke otak, umumnya lewat aliran darah. Tumor metastasis disebut sebagai kanker (tumor ganas). Tumor metastasis ke otak pengaruhi nyaris satu dari 4 penderita kanker, bisa diperkirakan 150.000 orang dewasa dalam kurun waktu setahun (Page et al., 2020).

Gambar 1. Hasil Scan pada Tumor Otak. A) MRI-T1. B) MRI-T2. C) PET (Herholz et al., 2014)

2.2 Jenis Tumor Otak

a. Tumor Otak Jinak

1) Chordomas adalah tumor otak jinak yang tumbuh secara lambat, paling umum terjadi pada orang berusia 50 hingga 60 tahun. Lokasi tersering adalah di dasar tengkorak dan bagian bawah tulang belakang. Meskipun tumor ini jinak, tumor tersebut dapat menyerang tulang yang berdekatan dan memberi tekanan pada jaringan saraf di dekatnya. Ini adalah tumor langka, yang berkontribusi hanya 0,2% dari semua tumor otak (Bagley et al., 2020).

2) Craniopharyngiomas adalah tumor otak yang biasanya jinak, tetapi tumor ini sulit untuk diangkat karena lokasinya dekat dengan struktur kritis dan jauh di dalam otak. Tumor tersebut muncul dari sebagian kelenjar pituitari (struktur yang mengatur banyak ho rmon dalam tubuh), sehingga hampir semua pasien memerlukan terapi penggantian hormon (Prieto et al., 2020).

3) Gangliocytomas, gangliomas, dan anaplastic gangliogliomas adalah tumor otak langka yang mencakup sel saraf neoplastik yang relatif berdiferensiasi baik, terutama terjadi pada orang dewasa (Terrier et al., 2017). 4) Glomus jugulare adalah tumor otak yang paling bersifat jinak dan biasanya terletak tepat di bawah dasar

(4)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

4 Namun, tumor glomus secara umum hanya berkontribusi 0,6% dari neoplasma kepala dan leher (Alexopoulos et al., 2020).

5) Meningiomas adalah tumor intrakranial jinak yang paling umum, terdiri dari 10 hingga 15% dari semua neoplasma otak, meskipun sebagian kecil merupakan tumor ganas. Tumor ini berasal dari meninges, yaitu struktur mirip membran yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (Moreau et al., 2020).

6) Pineocytomas adalah tumor otak yang jinak, muncul dari sel pineal, terutama terjadi pada orang dewasa . Tumor tersebut yang paling sering terdefinisi dengan baik, tidak invasif, homogen, dan tumbuh lambat (Bando et al., 2019).

7) Pituitary adenomas adalah tumor intrakranial yang paling umum setelah glioma, meningioma, dan schwannoma. Sebagian besar pituitary adenoma merupakan tumor jinak dan tumbuh cukup lambat. Bahkan tumor ganas pituitary jarang menyebar ke bagian tubuh yang lain. Adenoma sejauh ini merupakan penyakit paling umum yang menyerang jaringan pituitary. Tumor tersebut biasanya menyerang orang-orang berusia 30-an atau 40-an bahkan orang dewasa. Sebagian besar tumor ini dapat diobati sampai hilang (Chin, 2020). 8) Schwannomas adalah tumor otak jinak yang umum pada orang dewasa. Tumor ini muncul di sepanjang

saraf, terdiri dari sel-sel yang biasanya menyediakan "hambatan listrik" untuk sel-sel saraf. Acoustic neuromas adalah schwannoma yang paling umum, muncul dari saraf vestibularcochlear, yang bermula dari otak hingga ke telinga. Meskipun tumor ini jinak, tetapi bisa menyebabkan komplikasi serius dan bahkan kematian jika tumbuh dan menekan saraf dan akhirnya pada otak (Helbing et al., 2020).

9) Hemangioblastomas adalah tumor otak yang tumbuh lambat, umumnya terletak di otak kecil. Tumor ini berasal dari pembuluh darah, bisa berukuran besar dan sering disertai kista. Tumor tersebut paling sering terjadi pada orang berusia 40 hingga 60 tahun dan lebih umum pada pria daripada wanita (Yin et al., 2020). b. Tumor Otak Ganas

1) Glioma adalah jenis tumor otak orang dewasa yang paling umum, terhitung 78% dari tumor otak ganas. Tumor tersebut muncul dari sel pendukung otak, yang disebut glia. Sel-sel ini dibagi lagi menjadi astrosit, sel ependymal, dan sel oligodendroglial (atau oligo).

Tumor glial terdiri dari :

a) Astrositoma adalah glioma yang paling umum, terhitung sekitar sete ngah dari semua tumor otak primer dan sumsum tulang belakang. Astrositoma berkembang dari sel glial berbentuk bintang yang disebut astrosit, bagian dari jaringan pendukung otak. Hal ini terjadi di beberapa bagian otak, namun paling sering terdapat di otak besar. Orang dari segala usia dapat mengembangkan astrositoma, tetapi lebih sering terjadi pada orang dewasa terutama pria paruh baya (usia diatas 40 tahun) dan sebagian besar stadium tinggi. Astrositoma di dasar otak lebih umum terjadi pada anak-anak atau orang yang lebih muda atau remaja (Salles et al., 2020).

b) Ependimoma adalah glioma yang berasal dari transformasi neoplastik dari sel ependymal yang melapisi sistem ventrikel dan menyebabkan 2% hingga 3% dari semua tumor otak (Elsamadicy et al., 2020).

c) Glioblastoma multiforme (GBM) adalah jenis tumor glial yang paling invasif. Tumor ini cenderung tumbuh cepat, menyebar ke jaringan lain dan memiliki prognosis yang buruk. Tumor ini terdiri dari beberapa jenis sel, seperti astrosit dan oligodendrosit. GBM lebih sering terjadi pada orang berusia 50 hingga 70 tahun dan lebih umum pada pria daripada wanita (Michaelson & Connerney, 2020).

d) Medulloblastomas adalah glioma yang biasanya muncul di otak kecil, paling sering pada anak -anak. Tumor tersebut adalah tumor tingkat tinggi, tetapi biasanya responsif terhadap radiasi dan kemoterapi (T. Wu et al., 2020).

e) Oligodendroglioma adalah glioma yang berasal dari sel-sel yang membuat myelin, yang merupakan penghambat pengiriman pada saraf otak (Torensma, 2018).

(5)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

5 f) Tumor Rhabdoid adalah tumor otak yang jarang terjadi, tumor ini sangat agresif yang cende rung menyebar ke seluruh sistem saraf pusat. Tumor tersebut sering muncul di banyak tempat di tubuh, terutama di ginjal dan lebih sering terjadi pada anak kecil, tetapi juga dapat terjadi pada orang dewasa (Upadhyaya, 2020).

2.3 Penyebab Tumor Otak

Pemicu terbentuknya tumor merupakan dari aspek genetik yang mana terdapat gen yang tidak normal sebagai pengendali perkembangan sel otak. Kelainan ini bisa diakibatkan secara langsung menimpa gen ataupun terdapatnya hambatan pada kromosom yang bisa mengubah peranan dari gen itu sendiri. Sebagian riset menampilkan jika paparan radiasi serta bahan kimia pula bisa mengakibatkan munculnya tumor. Tampaknya paparan bahan tersebut bisa menimbulkan transformasi struktur dari gen (Hong et al., 2020). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa tingkatan tumor otak dibagi dari tingkatan I sampai tingkatan IV. Pengelompokan tersebut berdasarkan pada karakteristik tumor itu sendiri, misalnya posisi tumbuhnya tumor, kecepatan perkembangan, serta teknik penyebarannya. Tumor otak yang terkategori jinak serta tidak berpotensi ganas terletak pada tingkatan I serta II (Khan et al., 2015).

Identitas tumor otak jinak merupakan berkembang secara terbatas, mempunyai selubung, tidak menyebar serta apabila dioperasi bisa dikeluarkan secara utuh sehingga bisa sembuh sempurna (A. H. Wu et al., 2020). Sebaliknya pada tingkatan III serta IV, umumnya telah berpotensi jadi kanker yang disebut tumor otak ganas atau kanker otak (Ramakrishnan et al., 2020). Kanker ataupun tumor ganas merupakan perkembangan sel atau jaringan yang tidak terkontrol, terus bertumbuh dan immortal (tidak bisa mati). Sel kanker bisa menyusup ke jaringan dekat kemudian menyebar dengan cepat. Kanker otak ini mempunyai identitas bisa menyusup ke jaringan sekitarnya, dan juga sel kanker bisa ditemui pada perkembangan tumor (Tan, Ashley, et al., 2020).

Masih belum diketahui penyebab seorang mengidap tumor otak primer (tumor yang timbul awal kali di otak maupun jaringan dekat otak). Diperkirakan tumor otak tersebut mulai timbul pada saat jaringan normal mengalami kelainan atau disebut mutasi DNA. Mutasi inilah yang membuat sel-sel berkembang serta tumbuh biak sangat cepat, dan senantiasa hidup kala sel-sel sehat telah mati. Hal ini berdampak adanya penimbunan sel-sel abnormal serta membentuk tumor (Shboul et al., 2020). Ada sebagian aspek yang dapat tingkatkan resiko seorang terserang tumor otak. Aspek generasi atau keturunan, lalu dampak dari prosedur radioterapi menjadi penyebabnya. Tumor otak primer tidak sering terjadi dibanding tumor otak sekunder (tumor otak yang berasal dari tumor yang berkembang di bagian organ lain kemudian menyebar ke o tak) (Nejo et al., 2020).

2.4 Gejala tumor otak

Gejala atau indikasi tumor otak sangat bermacam-macam dan tergantung pada posisi, dimensi, dan tingkatan perkembangan tumor itu sendiri. Tumor otak yang berkembang secara lambat-laun dari awal mulanya tidak memunculkan indikasi juga (sangat sedikit). Indikasi tersebut tersamarkan semacam sakit kepala dan juga keletihan (Miranda-Filho et al., 2017). Sekian banyak tumor telah memberikan tekanan pada otak maupun membuat sebagian peranan otak tidak dapat berperan dengan baik, indikasi ini mulai timbul sehingga menimbulkan indikasi baru misalnya kejang-kejang disertai sakit kepala. Tumor otak yang terletak pada posisi tertentu bisa mengacaukan sistem kerja otak sehingga tidak berperan sesuai fungsinya. Tanda dan gejala klinis tumor otak dapat bersifat umum dan lokal (Comelli et al., 2017).

Gejala umum, seperti sakit kepala dan kejang, disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Gejala lokal, seperti kelemahan unilateral atau perubahan kepribadian, disebabkan oleh kerusakan jaringan atau kompresi daerah khusus. Gejala awal tumor tingkat rendah atau tahap awal penyakit sering kali bersifat lokal, berkembang menjadi gejala umum saat tumor bertambah besar dan menyebar (Koo et al., 2020). Berikut ini telah dilaporkan oleh pasien sebagai gejala pertama tumor otak antara lain : sakit kepala (23,5% pasien), kejang-kejang (21,3%), lesu dan letih (7,1%), ketidakstabilan anggota badan (6,1%), gangguan bahasa ekspresif (5,8%), masalah visual (3,2%), kebingungan (4,5%), mati rasa unilateral (2,3%), masalah kepribadian (1,6%), diplopia

(6)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

6 (0,3%), dan gejala lain (24,2%), seperti anosmia, apraxia, keterlambatan kognitif, mengantuk, disfagia, halusinasi, hilang ingatan, mual, muntah, nyeri, dan leher kaku (Weichenthal et al., 2020).

Namun, pasien orang dewasa dengan tumor otak lebih sering melaporkan sakit kepala tipe ketegangan dan bifrontal. Selain itu, sakit kepala kronis dan persisten dengan mual, muntah, kejang, perubahan pola sakit kepala, gejala neurologis, atau posisi yang memburuk harus segera dievaluasi untuk tumo r otak. Disfungsi kognitif (misalnya, bahasa, perhatian, fungsi eksekutif) sering terjadi pada orang dengan tumor otak dan disebabkan oleh epilepsi terkait tumor, pengobatan, tekanan psikologis, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Chen et al., 2018). Gejala neurologis umum dapat berkembang menjadi ensefalopati dan demensia, yang merupakan gejala yang muncul. Bila tumor dicurigai, funduskopi dan pemeriksaan neurologis terfokus harus dilakukan selain riwayat dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini harus mencakup penilaian status mental, saraf kranial, motorik, sensorik, dan fungsi cerebellar (Wen et al., 2020).

3. Pengobatan klinis

3.1 Operasi Bedah

Dalam pengobatan tumor otak adalah bagi ahli bedah saraf untuk mengangkat tumor secara aman tanpa mempengaruhi fungsi normal otak. Operasi bedah atau bisa dikombinasikan dengan terapi radiasi dapat mengontrol atau menyembuhkan berbagai jenis tumor, diantaranya astrositoma derajat rendah, ependimoma, kraniofaringgioma, ganglioglioma, dan meningioma. Tumor cenderung menyebar luas ke otak terdekat sampai jaringan sumsum tulang belakang, seperti astrositoma anaplastik atau glioblastoma, biasanya tidak dapat disembuhkan dengan operasi bedah (Bolukbasi et al., 2020). Proses pembedahan sering dilakukan terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah tumor, kemudian diobati dengan radiasi atau kemoterapi, hal ini membantu pengobatan ini berhasil dan bisa memperpanjang hidup pada orang tersebut terutama pasien orang dewasa, bahkan jika semua tumor tidak dapat diangkat (Topkan et al., 2020).

Operasi bedah juga dapat dilakukan untuk meringankan beberapa gejala yang disebabkan oleh tumor otak, khususnya yang disebabkan oleh penumpukan tekanan di dalam tengkorak. Misalnya sakit kepala, mual, muntah, dan penglihatan kabur. Pembedahan juga dapat membuat kejang lebih mudah dikendalikan dengan obat-obatan (Ersoy et al., 2020). Pembedahan untuk mengangkat tumor bukan menjadi pilihan yang baik dalam beberapa situasi, seperti jika tumor berada jauh di dalam otak, jika berada di bagian otak yang tidak dapat diangkat, seperti batang otak, atau jika seseorang tidak dapat menjalani operasi besar karena alasan kesehatan lain. Operasi bedah tidak terlalu efektif melawan beberapa jenis tumor otak, seperti limfoma, meskipun dapat digunakan untuk mendapatkan sampel biopsi (pengambilan organ tertentu) untuk diagnosis (Belsuzarri et al., 2015).

Pelaksanaan tindakan operasi bedah memberikan keuntungan dibandingkan pe ngobatan yang lain : pertama, pengangkatan tumor (reseksi) secara lengkap segera menghilangkan efek massa, iritasi otak dan oedema cerebral vasogenik, yang kedua, operasi ini menyediakan jaringan yang bisa dikirim untuk studi histopatologi jika tumor otak primer tidak diketahui, kemudian ketiga, reseksi bedah lengkap memberikan penyembuhan lokal namun risiko pembedahan melebihi manfaatnya, seperti: defisit neurologis sekunder akibat lesi di daerah yang sensitif, meningitis, abses otak, perdarahan intrakranial atau bahkan kematian (Forster et al., 2020). Namun demikian, berkat teknik modern dan teknologi canggih, angka kematian akibat pembedahan untuk metastasis tumor otak telah menurun secara drastis dan sekarang di bawah 3%. Risiko perdarahan atau kerusakan saraf akibat operasi bedah kurang dari 5%, sedangkan risiko meningitis dan abses otak kurang dari 1%. Komplikasi yang tidak berhubungan dengan operasi ini, seperti infeksi, trombosis vena dalam, emboli paru-paru, dan pneumonia, yang terjadi pada 8-10% pasien (Porfidia et al., 2020).

Tata cara pengobatan operasi bedah telah ditetapkan pada metastasis tumor otak bagi orang dewasa, dapat disimpulkan sebagai berikut : Pasien dengan penyakit sistemik dan metastasis tumor otak tunggal harus diobati dengan reseksi bedah ditambah radioterapi seluruh otak. Hal ini menyebabkan peningkatan kelangsungan hidup, lebih sedikit mengalami kekambuhan dan kualitas hidup yang lebih baik. Pasien dengan

(7)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

7 tiga lesi atau kurang, dengan kontrol sistemik yang baik, juga harus dirawat dengan pembedahan dan radioterapi seluruh otak, karena hasilnya sama dengan pasien yang dirawat untuk metastasis tunggal (Lim et al., 2020). Kemajuan dalam bidang operasi bedah dan keamanan teknik anestesi, pasien dengan lebih dari tiga lesi memiliki prognosis (prediksi dalam perkembangan suatu penyakit) yang sangat buruk dan bukan kondisi yang baik untuk pembedahan (Yin et al., 2020). Data yang diperoleh dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa untuk pasien dengan penyakit sistemik terkontrol dan lebih dari tiga lesi yang dapat dilakukan pembedahan, oleh karena itu tindakan kolaborasi (intervensi) bedah harus didiskusikan dengan tim neuro -onkologi (Liu et al., 2020).

3.2 Terapi Radasi

Dalam terapi radiasi difokuskan pada tumor dari sumber di luar tubuh. Ini disebut terapi radiasi sinar eksternal (EBRT). Jenis terapi radiasi ini sama seperti mendapatkan x-ray, tetapi dosis radiasinya jauh lebih tinggi. Terapi radiasi bisa digunakan sebagai pengobatan primer atau tambahan setelah operasi bedah. Radioterapi sinar eksternal fraksionasi standar adalah pendekatan yang paling umum, meskipun pilihan lain termasuk brakiterapi, radioterapi stereotaktik fraksionasi, dan bedah radio stereotaktik. Hipofraksionasi radioterapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang dewasa atau pasien yang mengalami gangguan sistem imun (Fadrus et al., 2020). Radioterapi dapat meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan pada pasien dengan risiko tinggi tumor glioma derajat rendah, didefinisikan sebagai pasien yang lebih muda dari 40 tahun dengan operasi subtotal atau biopsi, atau pasien yang lebih tua dari 40 tahun dengan operasi bedah bebas. Terapi radiasi dengan sinar yang mempunyai energi sangat tinggi atau partikel kecil untuk me nghancurkan sel tumor. Jenis pengobatan ini diberikan oleh dokter yang disebut ahli onkologi radiasi dibantu oleh fisikawan medis (Kokurewicz et al., 2019).

Untuk tata cara pada saat sebelum pengobatan dimulai, tim radiasi akan menentukan sudut yang benar untuk mengarahkan sinar radiasi dan dosis radiasi yang tepat. Sesi perencanaan ini, disebut simulasi, biasanya termasuk mendapatkan 2 tes pencitraan seperti CT-scan atau MRI. Dalam kebanyakan kasus, pemberian dosis total radiasi dibagi dalam jumlah harian (biasanya diberikan Senin sampai Jumat) selama beberapa minggu (Freislederer et al., 2020). Pada setiap sesi pengobatan, pasien berbaring di atas meja khusus sementara mesin mengirimkan radiasi dari sudut yang tepat. Pengobatan dengan terapi radiasi tidak menyakitkan dan setiap sesi berlangsung sekitar 15 hingga 30 menit, dan sebagian besar waktu itu dihabiskan untuk memastikan radiasi diarahkan dengan benar. Terapi radiasi dosis tinggi bisa merusak jaringan normal otak, sehingga ketika mentransfer radiasi ke tumor, dokter sambil memberikan dosis yang rendah ke area otak normal di sekitarnya (Mohan et al., 2019).

a. Beberapa terapi radiasi tumor otak untuk orang dewasa diantaranya : 1) Three-dimensional conformal radiation therapy (3D-CRT)

Terapi radiasi konformal tiga dimensi (3D-CRT) adalah terapi yang menggunakan hasil tes pencitraan seperti MRI dan komputer khusus untuk memetakan lokasi tumor dengan tepat. Beberapa sinar radiasi kemudian dibentuk dan diarahkan ke tumor dari berbagai arah. Setiap berkas sinar yang berenergi cukup rendah, sehingga tidak akan merusak jaringan normal, tetapi sinar tersebut bertemu di tumor otak untuk memberikan dosis radiasi yang lebih tinggi di tumor tersebut (Bai et al., 2020).

2) Intensity modulated radion therapy (IMRT)

Terapi radiasi modulasi intensitas (IMRT) adalah terapi lanjutan setelah terapi 3D. Terapi ini menggunakan mesin yang digerakkan oleh komputer yang bergerak di sekitar pasien saat memberikan radiasi. Bersamaan dengan membentuk berkas foton dan mengarahkannya ke tumor dari beberapa sudut, intensitas (kekuatan) berkas foton bisa disesuaikan untuk membatasi dosis yang mencapai jaringan normal yang paling sensitif. Hal Ini dokter bisa memberikan dosis yang lebih tinggi untuk tumor (Gupta et al., 2020).

(8)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

8 3) Volume modulated arc therapy (VMAT)

Terapi busur modulasi volumetrik (VMAT) adalah teknik terapi baru yang mirip dengan IMRT. Untuk mengobatannya, pasien berbaring di atas meja, yang melewati mesin yang mengirimkan radiasi. Sumber radiasi (akselerator linier) berputar mengelilingi meja dalam bentuk busur, mengirimkan balok dari sudut yang berbeda. Komputer mengontrol intensitas pancaran untuk membantu menjaga radiasi tetap fokus pada tumor dan radiasi yang diberikan dalam waktu yang lebih sedikit di setiap sesi pengobatan (Yuen et al., 2020).

4) Conformal proton beam radiation therapy

Terapi radiasi sinar proton konformal adalah terapi sinar proton menggunakan pendekatan yang mirip dengan 3D-CRT. Pada alat ini memfokuskan berkas proton pada tumor. Proton adalah bagian positif dari atom sehingga, proton menyebabkan sedikit kerusakan pada jaringan yang dilewatinya dan kemudian melepaskan energinya setelah menempuh jarak tertentu. Hal Ini dokter bisa mengirimkan lebih banyak radiasi ke tumor dan melakukan lebih sedikit kerusakan pada jaringan normal di sekitarnya (Hu et al., 2018). Pengobatan lebih membantu pada tumor otak yang memiliki tepi yang berbeda (seperti kordoma), tetapi belum diketahui dapat berguna pada tumor yang biasanya tumbuh atau bercampur dengan jaringan otak normal (G. Li et al., 2020). 5) Stereotactic radiosurgery (SRS) atau Stereotactic radiotherapy (SRT)

Terapi ini adalah terapi yang memberikan dosis radiasi yang besar dan tepat ke area tumo r dalam satu sesi (SRS) atau dalam beberapa sesi (SRT), sehingga tidak ada operasi sebenarnya dalam pengobatan ini (Xuyao et al., 2020). Terapi SRS dan SRT Bisa digunakan pada beberapa tumor di bagian otak atau sumsum tulang belakang yang tidak dapat diobati dengan operasi atau ketika pasien tidak cukup sehat untuk operasi (Fatima et al., 2019). 6) Imagine-guided radiation therapy (IGRT)

Terapi radiasi yang dipandu gambar (IGRT) adalah terapi pada saat tes pencitraan seperti CT-scan dilakukan tepat sebelum setiap pengobatan untuk membantu mengarahkan radiasi ke targetnya dengan lebih baik. IGRT digunakan bersama dengan beberapa teknik yang lebih tepat untuk mengirimkan radiasi dijelaskan di atas. Hal ini paling berguna ketika radiasi harus dikirim dengan sangat tepat, seperti ketika tumor sangat dekat dengan struktur vital (Nabavizadeh et al., 2016).

7) Brachytherapy (terapi radiasi internal)

Brachytherapy adalah terapi yang memasukkan bahan radioaktif langsung ke dalam atau di dekat tumor. Radiasi yang dihasilkannya menyebar dalam jarak yang sangat pendek, sehingga hanya memengaruhi tumor. Teknik ini paling sering digunakan bersama dengan radiasi eksternal. Hal ini memberikan radiasi do sis tinggi di lokasi tumor, sedangkan radiasi eksternal mengobati area terdekat dengan dosis lebih rendah (Keam et al., 2020). 8) Terapi radiasi seluruh otak (radiasi kraniospinal)

Jika tes seperti pemindaian MRI menemukan tumor yang telah menyebar ke dalam cairan serebrospinal di sekitarnya, radiasi dapat diberikan ke seluruh otak. Beberapa tumor seperti ependymomas dan medulloblastomas lebih menyebar dengan cara ini dan seringkali memerlukan radiasi kraniospinal (B. Li et al., 2020).

b. Efek samping dari terapi radiasi

Radiasi lebih berbahaya bagi sel tumor otak daripada sel normal. Meskipun, radiasi dapat merusak jaringan otak normal, yang dapat menyebabkan efek samping, sebagai berikut (Dilalla et al., 2020):

(9)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

9 Beberapa orang terutama orang dewasa menjadi mudah tersinggung dan lelah selama menjalani terapi radiasi. Pasien merasa mual, muntah, dan sakit kepala juga merupakan efek samping bisa terjadi, tetapi jarang terjadi. Dengan deksametason (kortikosteroid) atau obat lain dapat membantu meredakan gejala ini. Beberapa orang dewasa mengalami kerontokan rambut di area kulit kepala yang terkena radiasi (De Smalen et al., 2020). 2) Masalah dengan pemikiran dan ingatan

Seseorang bisa kehilangan beberapa fungsi otak jika area otak yang luas terkena radiasi. Masalah ini meliputi kehilangan ingatan, perubahan kepribadian, dan kesulitan berkonsentrasi, kemudian ada gejala lain tergantung pada area otak yang dirawat dan seberapa banyak radiasi yang diberikan. Risiko ini harus diimbangi dengan risiko tidak menggunakan radiasi dan kurang mengontrol tumor (Pazzaglia et al., 2020).

3) Nekrosis radiasi

Jarang setelah terapi radiasi, massa jaringan mati (nekrotik) terbentuk di lokasi tumor dalam beberapa bulan atau tahun setelah pengobatan radiasi. Ini seringkali dapat dikontrol dengan obat kortikosteroid, tetapi pembedahan diperlukan untuk mengangkat jaringan nekrotik dalam beberapa kasus (Munier et al., 2020). 4) Peningkatan risiko tumor lain

Radiasi dapat merusak gen pada sel normal. Hasilnya, ada risiko kecil terkena tumor yang lain di area yang terkena radiasi. Misalnya, meningioma pada selubung otak, tumor otak lainnya. Tumor ini bisa berkembang, sampai bertahun-tahun setelah radiasi diberikan (Page et al., 2020).

3.3 Kemoterapi

Para peneliti telah mempelajari lebih banyak tentang cara kerja sel yang menyebabkan tumor atau membantu sel tumor tumbuh, dan telah mengembangkan obat baru yang secara khusus dalam menargetkan perubahan ini. Obat baru yang ditargetkan ini berbeda dengan standar obat kemoterapi. Obat tersebut masih dalam tahap uji dan berpeluang besar dalam mengobati tumor otak, namun bisa digunakan untuk jenis tumor tertentu (Tan, Ashley, et al., 2020).

Kemoterapi yang diberikan bisa dikombinasikan dengan radiasi telah terbukti meningkatkan kelangsungan hidup pada kasus tertentu. Misalnya, pemberian obat kemoterapi waf er carmustine (Gliadel), atau temozolomide (Temodar) pada pasien yang lebih muda sampai dewasa ditempatkan selama operasi telah meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien tumor otak dan glioma derajat tinggi. Pasien dengan O6 -methylguanine-DNA methyltransferase (MGMT) promotor gen dan glioblastoma mendapat manfaat dari temozolomide. Berikut pemberian obat pada kemoterapi pada orang dewasa, sebagai berikut (Guidi et al., 2020): a. Bevacizumab (Avastin, Mvasi, Zirabev)

Bevacizumab adalah versi protein sistem kekebalan buatan manusia yang disebut antibodi monoklonal. Antibodi ini menargetkan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), protein yang membantu tumor membentuk pembuluh darah baru (proses yang dikenal sebagai angiogenesis), yang mereka butuhkan untuk tumbuh. Obat ini digunakan terutama mengobati beberapa jenis glioma (terutama yang tumbuh cepat seperti glioblastoma) yang muncul kembali setelah pengobatan awal. Selanjutnya, berguna dalam mengobati meningioma yang kambuh. Ketika digunakan dalam kemoterapi, obat ini membantu untuk mengecilkan beberapa tumor atau memperpanjang waktu sampai mereka mulai tumbuh kembali, meskipun tidak membantu orang hidup lebih lama (Taïeb et al., 2020).

Hal ini juga bisa menurunkan dosis obat steroid deksametason untuk membantu mengurangi pembengkakan di otak, yang sangat penting bagi pasien yang sensitif terhadap efek samping steroid. Bevacizumab diberikan melalui infus intravena (IV), setiap 2 minggu sekali. Efek samping yang umum termasuk tekanan darah tinggi, kelelahan, pendarahan, jumlah sel darah putih rendah, sakit kepala, sariawan, kehilangan nafsu makan, dan diare. Efek samping yang jarang namun serius seperti pembekuan darah, perdarahan internal,

(10)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

10 masalah jantung, dan lubang (perforasi) di usus. Obat ini juga bisa memperlambat penyembuhan luka, jadi tidak bisa diberikan setelah operasi (Melosky et al., 2018).

b. Everolimus (Afinitor)

Everolimus berfungsi untuk memblokir protein sel yang dikenal sebagai mTOR, yang biasanya membantu sel tumbuh dan membelah menjadi sel baru. Obat ini bisa mengecilkan tumor atau memperlambat pertumbuhannya dalam jangka waktu tertentu. Everolimus adalah pil yang diminum sekali sehari. Efek samping yang umum termasuk luka mulut, peningkatan risiko infeksi, mual, kehilangan nafsu makan, diare, ruam kulit, perasaan lelah atau lemah, penumpukan cairan (biasanya di kaki), dan peningkatan kadar gula darah dan kolesterol. Efek samping yang serius adalah kerusakan pada paru-paru, yang dapat menyebabkan sesak napas atau masalah lain (Kmak et al., 2020).

Beberapa obat yang biasa digunakan pada orang dewasa dengan tumor otak tidak mengobati tumor otak secara langsung, tetapi dapat membantu mengurangi gejala yang disebabkan oleh tumor otak atau pengobatannya. Obat-obatan yang digunakan antara lain (S. Kim et al., 2020):

a. Kortikosteroid (Corticosteroid)

Obat kortikosteroid seperti dexamethasone (Decadron) sering diberikan untuk mengurangi pembengkakan di sekitar tumor otak. Ini dapat membantu meredakan sakit kepala dan gejala lainnya (Zhang et al., 2020).

b. Obat anti kejang (Anticonvulsants)

Obat ini juga bisa diberikan untuk menurunkan kejang pada penderita tumor otak. Obat anti kejang yang berbeda dapat digunakan. Karena banyak dari obat-obatan tersebut dapat memengaruhi cara kerja obat lain seperti kemoterapi bekerja di dalam tubuh, biasanya tidak diberikan kecuali tumor telah menyebabkan kejang (Ryu et al., 2019).

c. Hormon

Kelenjar pituitari membantu mengontrol kadar berbagai hormon dalam tubuh. Jika kelenjar pituitari rusak oleh tumor itu sendiri atau oleh pe ngobatan tumor otak (seperti operasi atau terapi radiasi), perlu mengonsumsi hormon hipofisis atau hormon lain untuk menggantikan kelenjar pituitary yang hilang (Chin, 2020).

4. Permasalahan dalam pengobatan klinis tumor otak

Pada perkembangan beberapa pengobatan secara klinis pada tumor otak ternyata masih belum maksimal, contohnya operasi bedah khusus untuk tumor otak yang telah membesar dan berkembang begitu banyak, tetapi tidak bisa menyembuhkan pada metastasis (stadium awal), kemudian radioterapi bisa menghancurkan sel tumor, namun bisa merusak jaringan sehat disekitar tumor tersebut, kemudian kemoterapi dapat menyebabkan efek samping misalnya rambut rontok dan diare. Upaya untuk melakukannya termasuk kemoterapi dosis tinggi dengan penyelamatan jaringan otak dengan injeksi obat intra-arterial, dan penanaman obat lokal dengan menggunakan wafer. Tidak ada yang salah dalam teknik ini, tetapi kita juga harus menangani to ksisitas terkait yang dihasilkan oleh pengobatan ini (Perkins et al., 2016).

Bisa dikatakan benar bahwa jaringan sehat otak seseorang terutama orang dewasa dapat selamat dan melaksanakan kemoterapi dosis tinggi diberikan secara sistematis. Pasien yang diobati dengan obat carmustine memiliki gejala yang lebih besar pada penyakit paru dan hati. Kemoterapi dengan obat bisa larut dalam lemak seperti carmustine jika diberikan secara arteri. Seperti yang ditunjukkan dalam uji coba carmustine intra-arterial (Knuutinen et al., 2018). Pada pasien tumor otak yang diberi obat carmustine dengan dosis yang tinggi ternyata lebih buruk daripada mereka yang diberi carmustine secara intravena. Selain itu, kemoterapi intra-arteri menghasilkan kerusakan otak yang jauh lebih besar daripada yang diantisipasi pada fase awal dan akhirnya disimpulkan bahwa, setidaknya untuk agen tertentu, kemoterapi intra-arteri adalah ide yang buruk.

(11)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

11 Hal itu menjadikan beberapa pengobatan yang telah disebutkan dan tersedia mempunyai keterbatasan masing-masing (Huang et al., 2020).

5. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah, pengobatan klinis dengan terapi tumor otak dengan operasi bedah, terapi radiasi dan kemoterapi terbukti membunuh sel tumor dan me ningkatan kelangsungan hidup, pada pasien tumor otak pada orang dewasa telah teridentifikasi, maka risiko munculnya efek samping dari pengobatan tersebut tetap ada dan dapat meningkat, Untuk mengatasi tantangan ini, upaya berkelanjutan untuk mengidentifikasi pengobatan terbaik dalam rehabilitasi tumor otak dan tindakan pasca pengobatan tumor otak perlu diperlukan. Penelitian di masa depan juga harus berfokus pada mengidentifikasi pengobatan terbaik untuk melibatkan penderita tumor otak dalam mengadopsi dan mempertahankan pola hidup sehat, sistem imunitas yang baik, dan menjaga kesehatan pada pasien tumor otak tersebut, sehingga membantu mereka hidup lebih lama dan lebih sehat.

Keterlibatan Penulis

MG merencanakan penelitian dan mengumpulkan berbagai referensi, sumber data serta literatur review. HS merevisi dan mengarahkan pada penelitian ini sehingga menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka

Alexopoulos, G., Sappington, J., Mercier, P., Bucholz, R., & Coppens, J. (2020). Glomus jugulare tumor presenting as mastoiditis in a patient with familial paraganglioma syndrome: A case report and review of the literature.

Interdisciplinary Neurosurgery: Advanced Techniques and Case Management, 20(November 2019), 100657.

Bagley, C. A., Connors, S. W., Aoun, S. G., Shi, C., Peinado -Reyes, V., & Hall, K. (2020). Recent advances in understanding and managing chordomas: An update. F1000Research, 9, 1–7.

Bai, X. hua, Dang, J., Chen, Z. qin, He, Z., & Li, G. (2020). Comparison between Intensity-Modulated Radiotherapy and Three-Dimensional Conformal Radiotherapy for Their Effectiveness in Esophageal Cancer Treatment: A Retrospective Single Institution Study. Journal of Oncology, 2020, 1–8.

Bando, T., Ueno, Y., Shinoda, N., Imai, Y., Ichikawa, K., Kuramoto, Y., Kuroyama, T., Shimo, D., Mikami, K., Hori, S., Matsumoto, M., & Hirai, O. (2019). Therapeutic strategy for pineal parenchymal tumor of intermediate differentiation (PPTID): Case report of PPTID with malignant transformation to pineocytoma with leptomeningeal dissemination 6 years after surgery. Journal of Neurosurgery, 1306(6), 2009–2015.

Belsuzarri, T. B., Sangenis, R. A., & Araujo, J. M. (2015). Brain tumor surgery: supplemental intra -operative imaging techniques and future challenges. Journal of Cancer Metastasis and Treatment, 2, 70–79.

Bolukbasi, Y., Selek, U., Sezen, D., Durankus, N. K., Akdemir, E. Y., Senyurek, S., Kucuk, A., Pehlivan, B., & Topkan, E. (2020). Tumor Cavity Stereotactic Radiosurgery for Resected Brain Metastases. Journal of Cancer and Tumor International,

10(2), 15–30.

Cacho-Díaz, B., García-Botello, D. R., Wegman-Ostrosky, T., Reyes-Soto, G., Ortiz-Sánchez, E., & Herrera-Montalvo, L. A. (2020). Tumor microenvironment differences between primary tumor and brain metastases. Journal of Translational Medicine,

18(1), 1–12.

Chen, C. H., Sheu, J. J., Lin, Y. C., & Lin, H. C. (2018). Association of migraines with brain tumors: A na tionwide population-based study 11 Medical and Health Sciences 1117 Public Health and Health Services. Journal of Headache and Pain,

19(1), 1–7.

Chin, S. O. (2020). Epidemiology of functioning pituitary adenomas. Endocrinology and Metabolism, 35(2), 237–242.

Comelli, I., Lippi, G., Campana, V., Servadei, F., & Cervellin, G. (2017). Clinical presentation and epidemiology of brain tumors

firstly diagnosed in adults in the Emergency Department : a 10-year , single center retrospective study. Ann Transl

Med, 5(1), 3–7.

De Robles, P., Fiest, K. M., Frolkis, A. D., Pringsheim, T., Atta, C., St. Germaine -Smith, C., Day, L., Lam, D., & Jette, N. (2015). The worldwide incidence and prevalence of primary brain tumors: A systematic review and meta -analysis.

Neuro-Oncology, 17(6), 776–783.

De Smalen, P. P., Van Ark, T. J., Stolker, R. J., Vincent, A. J. P. E., & Klimek, M. (2020). Hyperlactatemia after Intracranial Tumor Surgery Does Not Affect 6-Month Survival: A Retrospective Case Series. Journal of Neurosurgical Anesthesiology, 32(1), 48–56.

Dilalla, V., Chaput, G., Williams, T., & Sultanem, K. (2020). Radiotherapy side effects: Integrating a survivorship clinical lens to better serve patients. Current Oncology, 27(2), 107–112.

(12)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

12 K. T., & DiLuna, M. (2020). Comparison of epidemiology, treatments, and outcomes in pediatric versus adult ependymoma. Neuro-Oncology Advances, 2(1), 1–9.

Ersoy, T. F., Ridwan, S., Grote, A., Coras, R., & Simon, M. (2020). Early postoperative seizures (EPS) in patients undergoing brain tumour surgery. Scientific Reports, 10(1), 1–10.

Fadrus, P., Kazda, T., Dvoracek, P., Pospisil, P., Hynkova, L., Zitterbartova, J., Dymackova, R., Kolouskova, I., Belanova, R., Prochazka, T., & Slampa, P. (2020). Targeted Radiotherapy of the Tumor Cavity after Surgical Resection of Aggressive Recurrent Brain Metastasis: A Case Report. Case Reports in Oncology, 13(1), 233–238.

Fatima, N., Meola, A., Pollom, E. L., Soltys, S. G., & Chang, S. D. (2019). Stereotactic radiosurgery versus stereotactic radiotherapy in the management of intracranial meningiomas: a systematic review and meta -analysis. Neurosurgical

Focus, 46(6), 1–11.

Forster, M. T., Behrens, M., Lortz, I., Conradi, N., Senft, C., Voss, M., Rauch, M., & Seifert, V. (2020). Benefits of glioma resection in the corpus callosum. Scientific Reports, 10(1), 1–10.

Freislederer, P., Kügele, M., Öllers, M., Swinnen, A., Sauer, T. O., Bert, C., Giantsoudi, D., Corradini, S., & Batista, V. (2020). Recent advanced in Surface Guided Radiation Therapy. Radiation Oncology, 15(1), 1–11.

Gittleman, H., Boscia, A., Ostrom, Q. T., Truitt, G., Fritz, Y., Kruchko, C., & Barnholtz -Sloan, J. S. (2018). Survivorship in adults with malignant brain and other central nervous system tumor from 2000-2014. Neuro-Oncology, 20, VII6–VII16. Guidi, M., Giunti, L., Buccoliero, A. M., Santi, M., Spacca, B., De Masi, S., Genitori, L., & Sardi, I. (2020). Use of High-Dose

Chemotherapy in Front-Line Therapy of Infants Aged Less Than 12 Months Treated for Aggressive Brain Tumors.

Frontiers in Pediatrics, 8(April), 1–8.

Gupta, T., Sinha, S., Ghosh-Laskar, S., Budrukkar, A., Mummudi, N., Swain, M., Phurailatpam, R., Prabhash, K., & Agarwal, J. P. (2020). Intensity-modulated radiation therapy versus three-dimensional conformal radiotherapy in head and neck squamous cell carcinoma: Long-term and mature outcomes of a prospective randomized trial. Radiation Oncology,

15(1), 1–9.

Helbing, D. L., Schulz, A., & Morrison, H. (2020). Pathomechanisms in schwannoma development and progression. Oncogene,

39(32), 5421–5429.

Herholz, K., Langen, K., Schiepers, C., & James, M. (2014). Brain Tumor. 42(6), 356–370.

Hong, C. S., Fliney, G., Fisayo, A., An, Y., Gopal, P. P., Omuro, A., Pointdujour-Lim, R., Erson-Omay, E. Z., & Omay, S. B. (2020). Case Report: Genetic characterization of an aggressive optic nerve pilocytic glioma. Brain Tumor Pathology,

0123456789.

Hottinger, A. F., Pacheco, P., & Stupp, R. (2016). Tumor treating fields: A novel treatment modality and its use in brain tumors.

Neuro-Oncology, 18(10), 1338–1349.

Hu, M., Jiang, L., Cui, X., Zhang, J., & Yu, J. (2018). Proton beam therapy for cancer in the era of p recision medicine 11 Medical and Health Sciences 1112 Oncology and Carcinogenesis. Journal of Hematology and Oncology, 11(1), 1–16.

Huang, R., Boltze, J., & Li, S. (2020). Strategies for Improved Intra -arterial Treatments Targeting Brain Tumors: a Systematic Review. Frontiers in Oncology, 10(1443), 1–23.

Jiang, H., Cui, Y., Wang, J., & Lin, S. (2017). Impact of epidemiological characteristics of supratentorial gliomas in adults brought about by the 2016 world health organization classification of tumors o f the central nervous system.

Oncotarget, 8(12), 20354–20361.

Keam, S. P., Halse, H., Nguyen, T., Wang, M., Losio, N. V. K., Mitchell, C., Caramia, F., Byrne, D. J., Haupt, S., Ryland, G., Darcy, P. K., Sandhu, S., Blombery, P., Haupt, Y., Williams, S. G., & Neeson, P. J. (2020). High dose-rate brachytherapy of localized prostate cancer converts tumors from cold to hot. J Immunother Cancer, 8, 1–13.

Khan, I., Bangash, M., Baeesa, S., Jamal, A., Carracedo, A., Alghamdi, F., Qashqari, H., Abuzenadah, A., AlQahtani, M., Damanhouri, G., Chaudhary, A., & Hussein, D. (2015). Epidemiological trends of histopathologically WHO classified CNS tumors in developing countries: Systematic review. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 16(1), 205–216. Kim, S. K., Moon, J., Cho, J. M., Kim, K. H., Kim, S. H., Kim, Y. Il, Kim, Y. Z., Kim, H. S., Dho, Y.-S., Park, J.-S., Park, J. E., Seo, Y.,

Sung, K. S., Song, J. H., Wee, C. W., Yoon, W.-S., Yoon, H. I., Lee, S.-H., … Gwak, H.-S. (2020). A National Consensus Survey for Current Practice in Brain Tumor Management I: Antiepileptic Drug and Steroid Usage. Brain Tumor Research and

Treatment, 8(1), 1.

Kmak, J. A., Agarwal, N., He, Y., Heilmann, A. M., Miller, V. A., Ross, J. S., Pal, S. K., Ali, S. M., & Kilari, D. (2020). Exceptional Response to Everolimus in a Patient with Metastatic Castrate -Resistant Prostate Cancer Harboring a PTEN Inactivating Mutation. Case Reports in Oncology, 13(1), 456–461.

Knuutinen, O., Kuitunen, H., Alahuhta, S., Isokangas, J. M., Sonkajärvi, E., Turpeenniemi-Hujanen, T., & Kuittinen, O. (2018). Case Report: Chemotherapy in Conjunction With Blood–Brain Barrier Disruption for a Patient With Germ Cell Tumor With Multiple Brain Metastases. Clinical Genitourinary Cancer, 16(5), 1–4.

Kokurewicz, K., Brunetti, E., Welsh, G. H., Wiggins, S. M., Boyd, M., Sorensen, A., Chalmers, A. J., Schettino, G., Subiel, A ., DesRosiers, C., & Jaroszynski, D. A. (2019). Focused very high-energy electron beams as a novel radiotherapy modality for producing high-dose volumetric elements. Scientific Reports, 9(1), 1–10.

Koo, M. M., Swann, R., McPhail, S., Abel, G. A., Elliss -Brookes, L., Rubin, G. P., & Lyratzopoulos, G. (2020). Presenting symptoms of cancer and stage at diagnosis: evidence from a cross -sectional, population-based study. The Lancet Oncology, 21(1), 73–79.

(13)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

13 Li, B., Lv, W., Li, C., Yang, J., Chen, J., Feng, J., Chen, L., Ma, Z., Li, Y., Wang, J., Liu, Y., Li, Y., Liu, S., Luo, S., & Qiu, X. (2020). Comparison between craniospinal irradiation and limited-field radiation in patients with non-metastatic bifocal germinoma. Cancer Research and Treatment, 52(4), 1050–1058.

Li, G., Qiu, B., Qiu, B., Huang, Y. X., Doyen, J., Doyen, J., Bondiau, P. Y., Bondiau, P. Y., Benezery, K., Benezery, K., Xia, Y. F., Xia, Y. F., Qian, C. N., & Qian, C. N. (2020). Cost-effectiveness analysis of proton beam therapy for treatment decision making in paranasal sinus and nasal cavity cancers in China. BMC Cancer, 20(1), 1–9.

Lim, J., Sung, K. S., Hwang, S. J., Chun, D. H., & Cho, K. G. (2020). Tumor retractor: A simple and novel instrument for brain tumor surgery. World Journal of Surgical Oncology, 18(1), 1–6.

Liu, X. R., Hsiao, T. Y., Li, Y. Q., Chiu, K. S., Huang, C. J., Li, S. J., Lin, C. P., Zhao, G., & Sun, C. W. (2020). Neurosurgical brain tumor detection based on intraoperative optical intrinsic signal imaging technique: A case report of glioblastoma.

Journal of Biophotonics, 13(1), 1–6.

Louis, D. N., Perry, A., Reifenberger, G., von Deimling, A., Figarella-Branger, D., Cavenee, W. K., Ohgaki, H., Wiestler, O. D., Kleihues, P., & Ellison, D. W. (2016). The 2016 World Health Organization Classification of Tumors of the Central Nervous System: a summary. Acta Neuropathologica, 131(6), 803–820.

Melosky, B., Reardon, D. A., Nixon, A. B., Subramanian, J., Bair, A. H., & Jacobs, I. (2018). Bevacizumab biosimilars: Scientific justification for extrapolation of indications. Future Oncology, 14(24), 2507–2520.

Meola, A., Rao, J., Chaudhary, N., Sharma, M., & Chang, S. D. (2018). Gold nanoparticles for brain tumor imaging: A systematic review. Frontiers in Neurology, 9(MAY).

Michaelson, N. M., & Connerney, M. A. (2020). Glioblastoma multiforme that unusually present with radiographic dural tails: Questioning the diagnostic paradigm with a rare case report. Radiology Case Reports, 15(7), 1087–1090.

Miller, K. D., Nogueira, L., Mariotto, A. B., Rowland, J. H., Yabroff, K. R., Alfano, C. M., Jemal, A., Kramer, J. L., & Sieg el, R. L. (2019). Cancer treatment and survivorship statistics, 2019. CA: A Cancer Journal for Clinicians, 69(5), 363–385. Miranda-Filho, A., Piñeros, M., Soerjomataram, I., Deltour, I., & Bray, F. (2017). Cancers of the brain and CNS: Global patterns

and trends in incidence. Neuro-Oncology, 19(2), 270–280.

Mohan, G., T P, A. H., A J, J., K M, S. D., Narayanasamy, A., & Vellingiri, B. (2019). Recent advances in radiotherapy and its associated side effects in cancer—a review. The Journal of Basic and Applied Zoology, 80(1).

Moreau, J. T., Hankinson, T. C., Baillet, S., & Dudley, R. W. R. (2020). Individual-patient prediction of meningioma malignancy and survival using the Surveillance, Epidemiology, and End Results database. Npj Digital Medicine, 3(1), 1–10.

Munier, S., Ginalis, E. E., Patel, N. V, Danish, S., & Hanft, S. (2020). Radiation Necrosis in Intracranial Le sions. Cureus, 12(4), 1–14.

Nabavizadeh, N., Elliott, D. A., Chen, Y., Kusano, A. S., Mitin, T., Thomas, C. R., & Holland, J. M. (2016). Image Guided Rad iation Therapy (IGRT) practice patterns and IGRT’s impact on workflow and treatment planning: Results from a national survey of american society for radiation oncology members. International Journal of Radiation Oncology Biology

Physics, 94(4), 850–857.

Nejo, T., Mende, A., & Okada, H. (2020). The current state of immunotherapy for primary and secondary b rain tumors: similarities and differences. Japanese Journal of Clinical Oncology, 50(11), 1231–1245.

Ostrom, Q. T., Gittleman, H., Truitt, G., Boscia, A., Kruchko, C., & Barnholtz -Sloan, J. S. (2018). CBTRUS statistical report: Primary brain and other central nervous system tumors diagnosed in the United States in 2011-2015. Neuro-Oncology,

20, iv1–iv86.

Page, S., Milner-Watts, C., Perna, M., Janzic, U., Vidal, N., Kaudeer, N., Ahmed, M., McDonald, F., Locke, I., Minchom, A., Bhosle, J., Welsh, L., & O’Brien, M. (2020). Systemic treatment of brain metastases in non-small cell lung cancer. European

Journal of Cancer, 132, 187–198.

Pazzaglia, S., Briganti, G., Mancuso, M., & Saran, A. (2020). Neurocognitive Decline Following Radiotherapy: Mechanisms and Therapeutic Implications. Cancers, 12(146), 1–13.

Perkins, A., Liu, G., & Alabama, S. (2016). Primary Brain Tumors in Adults: Diagnosis and Treatment. Am Fam Physician, 93(3), 211–217.

Porfidia, A., Giordano, M., Sturiale, C. L., D’Arrigo, S., Donadini, M. P., Olivi, A., Ageno, W., & Pola, R. (2020). Risk of intracranial bleeding in patients with primary brain cancer receiving therapeutic anticoagulation for venous thromboembolism: A meta-analysis. Brain and Behavior, 10(6), 1–7.

Prieto, R., Rosdolsky, M., Hofecker, V., Barrios, L., & Pascual, J. M. (2020). Craniopharyngioma treatment: an updated summary of important clinicopathological concepts. Expert Review of Endocrinology and Metabolism, 15(4), 261–282.

Ramakrishnan, M. S., Vora, R. A., & Gilbert, A. L. (2020). Glioblastoma multiforme mimicking optic neuritis. American Journal

of Ophthalmology Case Reports, 17(January), 100594.

Randazzo, D., & Peters, K. B. (2016). Psychosocial dis tress and its effects on the health-related quality of life of primary brain tumor patients. CNS Oncology, 5(4), 241–249.

Ryu, J. Y., Min, K. L., & Chang, M. J. (2019). Effect of anti-epileptic drugs on the survival of patients with glioblastoma multiforme: A retrospective, single-center study. PLoS ONE, 14(12), 1–12.

Salles, D., Laviola, G., Malinverni, A. C. de M., & Stávale, J. N. (2020). Pilocytic Astrocytoma: A Review of General, Clinic al, and Molecular Characteristics. Journal of Child Neurology, 35(12), 852–858.

(14)

Ghozali, M., Sumarti, H. Pengobatan Klinis Tumor Otak … Vol 2 (1), 2021 muhammadghozali_1708026010@student.walisongo.ac.id

14 Mapping distribution of brain metastases: does the primary tumor matter? Journal of Neuro-Oncology, 147(1), 229– 235.

Shboul, Z. A., Chen, J., & M. Iftekharuddin, K. (2020). Prediction of Molecular Mutations in Diffuse Low-Grade Gliomas using MR Imaging Features. Scientific Reports, 10(1), 1–13.

Taïeb, J., Aranda, E., Raouf, S., Dunn, H., & Arnold, D. (2020). Clinical and Regulatory Considerations for the use of Bevacizumab Biosimilars in Metastatic Colorectal Cancer. Clinical Colorectal Cancer, 10(5), 1–13.

Tan, A. C., Ashley, D. M., López, G. Y., Malinzak, M., Friedman, H. S., & Khasraw, M. (2020). Management of glioblastoma: State of the art and future directions. CA: A Cancer Journal for Clinicians, 70(4), 299–312.

Tan, A. C., Itchins, M., & Khasraw, M. (2020). Brain metastases in lung cancers with emerging targetable fusion drivers.

International Journal of Molecular Sciences, 21(4).

Terrier, L. M., Bauchet, L., Rigau, V., Amelot, A., Zouaoui, S., Filipiak, I., Caille, A., Almairac, F., Aubriot -Lorton, M. H., Bergemer-Fouquet, A. M., Bord, E., Cornu, P., Czorny, A., Dam Hieu, P., Debono, B., Delisle, M. B., Emery, E., Farah, W., Gaucho tte, G., … Zemmoura, I. (2017). Natural course and prognosis of anaplastic gangliogliomas: A multicenter retrospective study of 43 cases from the French Brain Tumor Database. Neuro-Oncology, 19(5), 678–688.

Topkan, E., Kucuk, A., Senyurek, S., Sezen, D., Durankus, N. K., Akdemir, E. Y., Ikiz, E. D., Bolukbasi, Y., Pehlivan, B., & Selek, U. (2020). Preoperative Radiosurgery in Management of Brain Metastases. Journal of Cancer and Tumor International,

10(1), 1–11.

Torensma, R. (2018). The dilemma of cure and damage in oligodendroglioma: Ways to tip the balance away from the damage.

Cancers, 10(11), 1–10.

Upadhyaya, S. A. (2020). Relevance of the type and timing of radiation therapy to the outcomes reported in the A CNS0333 trial for atypical teratoid/rhabdoid tumors. Journal of Clinical Oncology, 38(28), 3352.

Vienne-Jumeau, A., Tafani, C., & Ricard, D. (2019). Environmental risk factors of primary brain tumors: A review. Revue

Neurologique, 175(10), 664–678.

Weichenthal, S., Olaniyan, T., Christidis, T., Lavigne, E., Hatzopoulou, M., Van Ryswyk, K., Tjepkema, M., & Burnett, R. (2020). Within-city Spatial Variations in Ambient Ultrafine Particle Concentrations and Incident Brain Tumors in Adults.

Epidemiology, 31(2), 177–183.

Wen, P. Y., Weller, M., Lee, E. Q., Alexander, B. M., Barnholtz -Sloan, J. S., Barthel, F. P., Batchelor, T. T., Bindra, R. S., Chang, S. M., Chiocca, E. A., Cloughesy, T. F., DeGroot, J. F., Galanis, E., Gilbert, M. R., Hegi, M. E., Horbinski, C., Huang, R. Y., Lassman, A. B., Le Rhun, E., … van den Bent, M. J. (2020). Glioblastoma in adults: a Society for Neuro -Oncology (SNO) and European Society of Neuro-Oncology (EANO) consensus review on current management and future directions.

Neuro-Oncology, 22(8), 1073–1113.

Wu, A. H., Wu, J., Tseng, C., Yang, J., Shariff-Marco, S., Fruin, S., Larson, T., Setiawan, V. W., Masri, S., Porcel, J., Jain, J., Chen, T. C., Stram, D. O., Marchand, L. Le, Ritz, B., & Cheng, I. (2020). Association Between Outdoor Air Pollution and Risk of Malignant and Benign Brain Tumors: The Multiethnic Cohort Study. JNCI Cancer Spectrum, 4(2), 1–8.

Wu, T., Qu, P. ran, Zhang, S., Li, S. wei, Zhang, J., Wang, B., Liu, P., Li, C. de, & Zhao, F. (2020). The clinical treatment and outcome of cerebellopontine angle medulloblastoma: a retrospective study of 15 cases. Scientific Reports, 10(1), 1–9. Xuyao, Y., Zhiyong, Y., Yuwen, W., Hui, Y., Yongchun, S., Yang, D., LuJun, Z., & Ping, W. (2020). Improving stereotactic

radiotherapy (SRT) planning process for brain metastases by Cyberknife system: Reducing dose distribution in healthy tissues. Journal of Cancer, 11(14), 4166–4172.

Yin, X., Duan, H., Yi, Z., Li, C., Lu, R., & Li, L. (2020). Incidence, Prognostic Factors and Survival for Hemangioblastoma of the Central Nervous System: Analysis Based on the Surveillance, Epidemiology, and End Results Database. Frontiers in

Oncology, 10(September), 1–10.

Yuen, A. H. L., Wu, P. M., Li, A. K. L., & Mak, P. C. Y. (2020). Volumetric modulated a rc therapy (VMAT) for hippocampal-avoidance whole brain radiation therapy: Planning comparison with Dual-arc and Split-arc partial-field techniques.

Radiation Oncology, 15(1), 1–10.

Zhang, S., Chang, W., Xie, J., Wu, Z., Yang, Y., & Qiu, H. (2020). The Efficacy, Safety, and Optimal Regimen of Corticosteroids in Sepsis. Critical Care Explorations, 2(4), 1–7.

Gambar

Gambar  1. Hasil  Scan pada  Tumor  Otak. A) MRI-T1.  B) MRI-T2.  C) PET  (Herholz  et al.,  2014)

Referensi

Dokumen terkait