• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL ILMIAH ANALISIS PENGETAHUAN METAKOGNISI SISWA DENGAN GAYA BELAJAR REFLEKTIF PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL ILMIAH ANALISIS PENGETAHUAN METAKOGNISI SISWA DENGAN GAYA BELAJAR REFLEKTIF PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 1 ARTIKEL ILMIAH

ANALISIS PENGETAHUAN METAKOGNISI SISWA DENGAN GAYA BELAJAR REFLEKTIF PADA PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA

Oleh

Nama : Agung Tralisno Nim : RRA1C209062

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

(2)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 2 ANALISIS PENGETAHUAN METAKOGNISI SISWA DENGAN GAYA

BELAJAR REFLEKTIF PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Oleh : Agung Tralisno NIM. RRA1C209062

Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan P.MIPA FKIP Universitas Jambi ABSTRAK

Kemampuan berpikir merupakan hal yang berkenaan dengan pendidikan dalam mengolah informasi tentang pengetahuan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang peran penting kemampuan berpikir siswa mengenai kognisi dan kontrol atas kognisi diri sendiri, bahwa untuk memperoleh dan mengolah informasi tentang pengetahuan kemampuan berpikir yang digunakan berbeda-beda. Diantaranya yaitu pengetahuan metakognisi.

Metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau pengetahuan seseorang tentang kognisinya serta kemampuan dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognisinya dalam belajar dan berpikir. Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri.. Selanjutnya setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pada pengetahuan metakognisi siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika termasuk pada siswa gaya belajar reflektif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan metakognisi siswa dengan gaya belajar reflektif pada pemecahan masalah matematika dan manganalisis kesulitan-kesulitan siswa dengan gaya reflektif dalam menyelesaikan masalah matematika pada meteri peluang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah siswa dengan gaya belajar reflektif kelas XI IPA 2. Penelitian ini menggunakan tes persamaan gambar, lembar tugas pemecahan masalah matematika, dan rekaman wawancara langsung.

Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa dengan gaya belajar reflektif telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi pada pemecahan masalah matematika. Berdasarkan hasil penyelesaian soal pemecahan masalah dan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa secara umum kesulitan yang dialami siswa dengan gaya belajar reflektif dalam menyelesaikan masalah matematika pada materi peluang dikarenakan faktor kurangnya pengetahuan tentang strategi, ketidaktepatan strategi yang digunakan, dan kesalahan saat memformulasikan dari bentuk matematika.

Kata Kunci : pengetahuan metakognisi, siswa gaya belajar reflektif, pemecahan masalah matematika

(3)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 3 I. PENDAHULUAN

Pendidikan dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan serta mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasibuan (1994 : 1) bahwa “ Pendidikan sebagai upaya atau kegiatan yang meningkatkan kemampuan seseorang dalam segala bidang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap”. Dengan demikian pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting peranannya dalam upaya membina dan membentuk manusia berkualitas tinggi.

Pendidikan matematika merupakan bagian dari pendidikan. Jadi pendidikan matematika merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting peranannya dalam upaya membina dan membentuk manusia berkualitas tinggi. Pembelajaran matematika di sekolah merupakan sarana berpikir yang jelas, kritis, kreatif, sistematis dan logis. Dalam proses berpikir manusia selalu dihadapi dengan berbagai masalah dalam kehidupanya terlebih dahulu, karena dengan masalah yang dihadapi manusia akan berpikir untuk menemukan kebenaran dalam pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

Dalam dunia pendidikan dikenal istilah metakognisi dimana metakognisi memiliki keterkaitan yang erat terhadap kegiatan berpikir atau kognisi siswa dalam pemecahan masalah. Romli (2012) mengemukakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau pengetahuan seseorang tentang kognisinya serta kemampuan dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognisinya dalam belajar dan berpikir. Anderson dan Krathwohl (2010:82) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. Pengetahuan metakognisi merupakan indikator seberapa baik seseorang menggunakan metode-metode dan strategi-strategi untuk mengontrol dan meningkatkan pembelajaran dan pengetahuannya.

Pengetahuan metakognisi merupakan bagian atau komponen dari metakognisi sehingga secara generalisasi pengetahuan metakognisi merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar mengajar. Pengetahuan metakognisi ini merujuk pada diperolehnya pengetahuan tentang proses-proses kognisi, pengetahuan yang dapat dipakai unuk mengontrol proses kognitif.

Kemampuan berpikir yang dimiliki setiap siswa tentunya berbeda-beda. Dalam kegiatan berpikir untuk menerima dan mengolah informasi kemampuan berpikir yang digunakan siswa yaitu kemampuan berpikir kognitif dan sering juga disebut gaya kognitif siswa. Nasution (2012:94) mengemukakan tiga gaya belajar yang ada kaitannya dengan proses belajar-mengajar, yakni gaya belajar menurut tipe: (1) field dependence-field independence, (2) impulsif-reflektif, dan (3) preseptif/reseptif-sistematis/intuitif.

Berdasarkan hasil observasi peneliti selama PPL di SMA Negeri 11 Kota Jambi, dari ciri-ciri gaya belajar reflektif peneliti mendeteksi bahwa di sekolah tersebut terdapat siswa yang bergaya belajar reflektif. Dalam proses belajar mengajar peneliti mengamati aktivitas-aktivitas siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang telah diberikan. Pada saat peneliti memperhatikan siswa dalam menyelesaikan soal-soal bentuk cerita peneliti melihat beberapa kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita tersebut. Bagi siswa yang bergaya belajar reflektifpun juga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal

(4)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 4 tersebut seperti memahami konsep dan menganalisa konstruksi soal, dalam menyelesaikan soal cerita walaupun mereka lebih teliti dalam menyelesaikannya dibandingkan siswa impulsif.

Kesulitan-kesulitan yang dihadapai siswa membuat peneliti memberikan beberapa pertanyaan kepada salah satu siswa yang bergaya belajar reflektif. Berdasarkan pengamatan yang peneliti temukan bahawa para siswa lebih fokus pada permasalahan soal, rumus-rumus yang digunakan, contoh soal dan materi pembahasan pada soal itu saja. Padahal siswa bisa lebih membuka pemikirannya untuk mengkaitkan materi dan soal-soal yang telah dibahas jauh sebelumnya dengan soal cerita yang diberikan kepada siswa dan memadukannya dengan lebih efektif. Dalam menyelesaikan soal cerita dalam bentuk pemecahan masalah memang betul-betul memerlukan proses berfikir yang lebih tinggi ketika siswa mengalami kesulitan.

Siswa dengan gaya belajar reflektif tidak terburu-buru saat menyelesaikan atau memecahkan masalah matematika walaupun dalam waktu yang tidak memungkinkan. Pada proses pemecahan masalah matematika diperlukan konsep berpikir yang tinggi, yaitu konsep brpikir dua tingkat agar siswa dapat menentukan strategi apa yang akan mereka gunakan dalam pemecahan masalah tersebut. sehingga dalam hal ini perlu diketahui bagaimana “analisis pengetahuan metakognisi siswa dengan gaya belajar reflektif dalam memecahkan masalah matematika”.

II. KAJIAN PUSTAKA Definisi Metakognisi

Flavel (Anggo, 2012) mendefinisikan: metakognisi sebagai kemampuan untuk memahami dan memantau berpikir diri sendiri dan asumsi serta implikasi kegiatan seseorang. Metacognition as the ability to understand and monitor one’s own thoughts and the assumption and implications of one’s activities.

Brown (Anggo, 2012) mendefinisikan metakognisi sebagai suatu kesadaran terhadap aktivitas kognisi diri sendiri, metode yang digunakan untuk mengatur proses kognisi diri sendiri dan suatu penguasaan terhadap bagaimana mengarahkan, merencanakan, dan memantau aktivitas kognitif. Metacognition as an awareness of one’s own cognitive activity; the methods employed to regulate one’s own cognitive processes; and a command of how one directs, plans, and monitors cognitive activity.

Identifikasi Pengetahuan Metakognisi

Anderson dan Krathwohl (2010:82) menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. Pengetahuan metakognisi merupakan indikator seberapa baik seseorang menggunakan metode-metode dan strategi-strategi untuk mengontrol dan meningkatkan pembelajaran dan pengetahuannya. Karena itu dapat dikatakan bahwa pengetahuan metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui.

NCREL (Romli, 2012) mengemukakan tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam menghadapi tugas, yaitu:

(5)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 5 (b) mengatur/memonitor rencana

(c) mengevaluasi rencana. Masalah Matematika

Menurut Wikipedia, masalah adalah suatu hambatan yang membuat sesorang sulit untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini mengacu pada situasi, kondisi, atau sesuatu yang belum terselesaikan. Dalam arti luas, masalah ada ketika seseorang menyadari perbadaan yang signifikan antara kenyataan dan apa yang diinginkan. Suatu masalah dapat dilukiskan sebagai tantangan bila pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian, keterkaitan dengan hal-hal yang diketahui atau bahkan memerlukan suatu proses imajinasi.

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika

Santrock (2008:368) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah mencari cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pemecahan masalah dalam proses pembelajaran siswa harus memahami konsep-konsep pada pemecahan masalah. Nasution (2012:170) mengungkapkan bahwa dalam pemecahan masalah prosesnya terutama terletak pada diri pelajar. Oleh karena itu, siswa juga harus bisa memahami aturan-aturan yang telah dipelajarinya terlebih dahulu.

Khusus dalam pemecahan masalah matematika adapun langkah-langkah yang efektif dalam pemecahan masalah menurut Polya (1973) sebagai berikut:

1) Memahami masalah (understand the problem). Apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, dan apa syarat-syarat yang diketahui.

2) Merencanakan pemecahan masalah (devise a plan). Menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan/dibuktikan. Memilih teorema atau konsep yang telah dipelajari untuk dikombinasikan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana (carry out the plan). Menyelesaikan rencana sesuai dengan yang direncanakan. Periksa masing-masing langkah, buktikan bahwa langkah-langkah itu benar.

4) Cocokkan kembali dengan masalah (Look back). Memeriksa kembali hasil yang diperoleh, dengan mencocokan jawaban yang diperoleh dengan permasalahan dan menuliskan kesimpulan terhadap apa yang ditanyakan. Kesulitan-Kesulitan dalam Pemecahan Masalah Matematika

Agar pembelajaran pemecahan masalah matematika dilakukan dengan baik, kita harus mengetahui kesulitan apa saja yang terjadi pada siswa dalam pemecahan masalah.

Untuk menambah wawasan tentang kesulitan-kesulitan yang sering muncul dalam pemecahan masalah, berikut kesulitan-kesulitan yang dialami siswa, dan diiringi dengan penyebabnya, seperti berikut menurut Kaur Berinderjeet (Sari, 2011) :

1. Ketidakmampuan membaca masalah.

Hal ini, misalnya disebabkan kurangnya kemampuan berbahasa siswa, kurangnya memahami masalah dalam bentuk bahasa.

(6)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 6 Hal ini, misalnya siswa mampu membaca, tetapi tidak dapat menentukan esensi atau inti dari teksnya.

3. Kesalahan dalam mengintrepetasi tentang kondisi-kondisi masalah. Hal ini, misalnya siswa telah salah mengintepretasi kondisi masalah. 4. Kurangnya pengetahuan tentang strategi.

Hal ini, biasanya ditandai siswa tidak tahu apa yang harus dilakukan. 5. Ketidaktepatan strategi yang digunakan.

Hal ini ditandai biasanya siswa mengadopsi strategi yang salah untuk mendapatkan solusi.

6. Ketidakmampuan menterjemahkan masalah dalam bentuk matematika. Hal ini biasanya ditandai sulitnya memodelkan dalam bentuk matematika. 7. Kesalahan memformulasikan dari bentuk matematika.

Misalnya memformulasikan rumus-rumus dalam bentuk matematika. 8. Kesalahan mengintepretasikan pada konsep-konsep matematika. 9. Kesalahan penghitungan.

Hal ini, disebabkan sering kali karena kecerobohan. 10.Ketidaksempurnaan tentang pengetahuan matematika. III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian jenis ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang menggunakan metodologipenelitiankualitatifdeskriptif MenurutBogdandanTaylor (1975), dalam (Tohirin,2012:2), penelitian kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisandariorang-orangdanprilakuyangdapatdiamati.Penelitiankualitatifmerupakan satu penelitian yangbermaksudmemahami fenomena tentangapa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi,tindakan, dan lain-lainsecara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada satu kontekskhususyang alamiahsertadenganmemanfaatkanberbagaimetodealamiah.

Hal yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah pengetahuan metakognisi siswa dengan gaya belajar reflektif pada pemecahan masalah matematika padamateri peluang yang muncul darisubjek penelitian. Dalam penelitianini peneliti bertindak sebagai pengumpuldatautama, pelaksanatindakan,danpenganalisisdata. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari nara sumber yang dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 11 Kota Jambi yang memiliki gaya belajar reflektif tentang pengetahuan metakognisi pada pemecahan masalah maematika. Peneliti yangdilakukan berpedoman padapengetahuan metakognisi pada pemecahan masalah matematika masalah menurut Polya. Pengidentifikasian pengetahuan metakognisi siswaSMA N11KotaJambipada pemecahan masalah matematikapada materi peluang yaitu berupa soal cerita,dengan menganalisishasil pekerjaan siswa dalammerumuskansoal,mengejakansoaltersebut dandarihasilpengamatanmaupun wawancara yang dilakukan. Dari pertimbangan hal-hal diatas, maka penelitian ini dapatdigolongkandalampenelitiankualitatif.

(7)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PembahasanPengetahuan Metakognisi Siswa 1 Gaya Belajar Reflektif dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan lembar tugas penyelesaian soal yang diberikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa S1Ref dapat memenuhi hampir semua indikator pengetahuan metakognisi. Hal ini dilihat dari hasil pekerjaan siswa tersebut, yang mana dari soal pemecahan masalah yang diberikan memenuhi ketiga indikator pengetahuan metakognisi yaitu mengembangkan rencana tindakan, mengatur/memonitor rencana tindakan dan mengevaluasi rencana tindakan.

Soal pemecahan masalah telah memenuhi ketiga indikator pengetahuan metakognisi yaitu mengembangkan rencana tindakan, mengatur/memonitor rencana tindakan dan mengevaluasi rencana tindakan. S1Ref telah memenuhi indikator pertama yaitu mengembangkan rencana tindakan. Hal ini dapat dilihat pada jawaban S1Ref saat menyelesaikan soal, dimana S1Ref dapat menyelesaikan soal dengan baik dan menemukan jawaban soal yang telah menjawab pertanyaan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa S1Ref mengetahui informasi yang ada pada soal dan yang ditanyakan pada soal, sehingga dapat disimpulkan bahwa S1Ref telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi pertama yaitu mengembangkan rencana tindakan.

Indikator kedua dari pengetahuan metakognisi yaitu mengatur/memonitor rencana tindakan juga telah dipenuhi oleh S1Ref. Hal ini terlihat dari kemampuan S1Ref menentukan materi matematika apa yang berhubungan dengan soal dan mampu mengaitkan konsep peluang untuk bentuk peluang kejadian saling bebas

∩ = × dan bentuk peluang tidak saling bebas PA ∩ B =

PA × PB|A dengan soal, dimana dengan kemampuan tersebut S1Ref dapat memikirkan cara/metode yang mungkin digunakan untuk menyelesaikan soal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa S1Ref telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi kedua yaitu mengatur/memonitor rencana tindakan.

Indikator ketiga dari pengetahuan metakognisi yaitu mengevaluasi rencana tindakan telah dipenuhi oleh S1Ref. Hal ini terlihat dari pengetahuan S1Ref menggunakan langkah-langkah yang sesuai dengan rencana yang dipilih untuk menyelesaikan soal. Selain itu pengetahuan S1Ref juga terlihat pada saat mengecek kembali semua langkah-langkah dari hasil jawaban yang telah diperoleh dengan sangat teliti berdasarkan prosedur dari rencana untuk menyelesaikan soal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa S1Ref telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi ketiga yaitu mengevaluasi rencana tindakan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa S1Ref dapat memenuhi indikator pengetahuan metakognisi yang dikemukakan NCREL (Romli, 2012) yang telah diuraikan pada kajian pustaka yaitu mengembangkan rencana tindakan, mengatur/memonitor rencana tindakan dan mengevaluasi rencana tindakan.

Pembahasan Pengetahuan Metakognisi Siswa 2 Gaya Belajar Reflektif dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan lembar tugas penyelesaian soal yang diberikan dalam penelitian ini

(8)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 8 menunjukkan bahwa S2Ref dapat memenuhi indikator pengetahuan metakognisi. Hal ini dilihat dari hasil pekerjaan siswa tersebut, yang mana dari soal pemecahan masalah yang diberikan memenuhi ketiga indikator pengetahuan metakognisi yaitu mengembangkan rencana tindakan, mengatur/memonitor rencana tindakan dan mengevaluasi rencana tindakan.

Soal pemecahan masalah telah memenuhi ketiga indikator pengetahuan metakognisi yaitu mengembangkan rencana tindakan, mengatur/memonitor rencana tindakan dan mengevaluasi rencana tindakan. S2Ref telah memenuhi indikator pertama yaitu mengembangkan rencana tindakan. Hal ini dapat dilihat pada jawaban S2Ref saat menyelesaikan soal dimana S2Ref dapat menyelesaikan soal dengan baik dan menemukan jawaban soal yang telah menjawab pertanyaan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa S2Ref mengetahui informasi yang ada pada soal dan yang ditanyakan pada soal, sehingga dapat disimpulkan bahwa S2Ref telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi pertama yaitu mengembangkan rencana tindakan.

Indikator kedua dari pengetahuan metakognisi yaitu mengatur/memonitor rencana tindakan juga telah dipenuhi oleh S2Ref. Hal ini terlihat dari pengetahuan S2Ref menentukan materi matematika apa yang berhubungan dengan soal dan mampu mengaitkan konsep peluang untuk bentuk peluang kejadian saling bebas

PA ∩ B = PA × PB dan bentuk peluang tidak saling bebas PA ∩ B =

PA × PB|A dengan soal, dimana dengan pengetahuan tersebut S2Ref dapat memikirkan cara/metode yang mungkin digunakan untuk menyelesaikan soal yang tergambar pada jawaban siswa saat menyelesaikan soal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa S2Ref telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi kedua yaitu mengatur/memonitor rencana tindakan.

Indikator ketiga dari pengetahuan metakognisi yaitu mengevaluasi rencana tindakan telah dipenuhi oleh S2Ref. Hal ini terlihat dari pengetahuan S2Ref menggunakan langkah-langkah yang sesuai dengan rencana yang dipilih untuk menyelesaikan soal yang tergambar pada jawaban siswa saat menyelesaikan soal. Selain itu pengetahuan S2Ref juga terlihat pada saat mengecek kembali semua langkah-langkah dari hasil jawaban yang telah diperoleh dengan sangat teliti berdasarkan prosedur dari rencana untuk menyelesaikan soal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa S2Ref telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi ketiga yaitu mengevaluasi rencana tindakan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa S2Ref dapat memenuhi indikator pengetahuan metakognisi yang dikemukakan NCREL (Romli, 2012) yang telah diuraikan pada kajian pustaka yaitu mengembangkan rencana tindakan, mengatur/memonitor rencana tindakan dan mengevaluasi rencana tindakan.

Pembahasan Kesulitan-Kesulitan yang Dialami Siswa Gaya Belajar Reflektif dalam Pemecahan Masalah Matematika

Kesulitan yang dialami siswa gaya belajar reflektif ini secara umum hampir sama, hal ini disebabkan pengetahuan metakognisi siswa tersebut sama.

Berdasarkan pembahasan faktor kesulitan-kesulitan yang dihadapi kedua siswa reflektif, bahwa kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi terdapat pada faktor kesuliatan yang dikemukakan oleh Kaur Berinderjeet (2008) bahwa faktor kesulitan siswa dalam pemecahan masalah adalah ketidakmampuan membaca

(9)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 9 masalah, kurangnya pemahaman terhadap masalah yang muncul, kesalahan dalam mengintrepetasi tentang kondisi-kondisi masalah, kurangnya pengetahuan tentang strategi, ketidaktepatan strategi yang digunakan, ketidakmampuan menterjemahkan masalah dalam bentuk matematika, kesalahan memformulasikan dari bentuk matematika, kesalahan mengintepretasikan pada konsep-konsep matematika, kesalahan penghitungan, ketidaksempurnaan tentang pengetahuan matematika.

Sehingga hal inilah yang menunjukan bahwa kesulitan siswa gaya belajar reflektif dalam menyelesaikan soal pengetahuan metakognisi ini adalah kurangnya pengetahuan tentang strategi, ketidaktepatan strategi yang digunakan dan kesalahan saat memformulasikan dari bentuk matematika.

V. KESIMPULAN

Pengetahuan Metakognisi Siswa dengan Gaya Belajar Reflektif

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa dengan gaya belajar reflektif telah memenuhi indikator pengetahuan metakognisi pada pemecahan masalah matematika, dimana siswa dengan gaya belajar reflektif dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika juga telah melalui tahap penyelesian soal di setiap indikator pengetahuan metakognisi serta hasil wawancara sebagai informasi pendukung juga sesuai dengan jawaban pemecahan masalah yang dikerjakan siswa.

Kesulitan-Kesulitan yang Dialami Siswa dengan Gaya Belajar Reflektif Secara umum kesulitan yang dialami siswa dengan gaya belajar reflektif dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika dikarenakan faktor kurangnya pengetahuan tentang strategi, ketidaktepatan strategi yang digunakan, dan kesalahan saat memformulasikan dari bentuk matematika.

Saran-Saran

Penulis menyarankan kepada guru mata pelajaran matematika antara lain: 1. Hendaknya dalam proses pembelajaran, guru memperhatikan pengetahuan

metakognisi siswa sebab dengan pengetahuan metakognisi yang baik siswa dapat meningkatkan pengetahuan pemecahan masalahnya .

2. Hendaknya dalam pembelajaran, guru memperhatikan indikator pengetahuan metakognisi siswa yaitu mengembangkan rencana tindakan, mengatur/memonitor rencana tindakan dan mengevaluasi rencana tindakan. 3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran untuk

penelitian selanjutnya mengenai pengetahuan metakognisi pada pemecahan masalah matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Lorin W dan Krathwohl, David R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(10)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 10 Anggo, Mustamin. 2012. “Pelibatan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Matematika”. (http://www.c-s-p.org/flyers/9781847185785-sample.pdf. diakses tanggal 28 Mei 2013).

Ardiyanto, Gunawan. 2012. Belajar Berpikir. Jakarta : Elex Media Komputindo. Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Djumanta, Wahyudin & Sudrajat, R. 2008. Mahir Mengembangkan Kemampuan Matematika untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Garawiksa, Kynan. 2012. Psikotes Gambar, Angka dan Matematika. Jogjakarta: Laksana.

Ghufron, M. Nur & Risnawita, Rini. 2013. Gaya Belajar Kajian Teoretik. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan, A.B. 1994. Teori Pendidikan. Jakarta: P3G

Sari, Maharani Kartika. 2011. Propil Kesulitan Siswa Kelas VIII Dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Materi Pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

http://midt-pmm.wikispaces.com/Subunit+2-3#L32, diakses 21 Januari 2014 Kesumawati, Nila. 2008. Pemahaman Konsep Matematika dalam Pembelajaran Matematika. (http://maunakeamizt.wordpress.com. diakses tanggal 18 juli 2013)

Makmun, Abin Syamsuddin. 2005. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Mudul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung.

Mataheru, W. 2007. Kreatifitas dalam Penyelesaian Masalah Matematika. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pasca Sarjana UNESA. Mulbur, U. 2010. “Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Matematika”. Tersedia pada : http://www.vilila.com/2010/09/metakognisi-siswa-dalam-menyelesaikan.html. diakses tanggal 06 juli 2013.

Mustaqim dan Wahid. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nasution, S. 2012. Bebagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

(11)

Agung Tralisno:MahasiswaFKIPUniversitasJambi Page 11 Novetri. 2009. “Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika”. Tersedia pada : http://novetri.blogspot.com/2009/12/metakognisi-siswa-dalam-menyelesaikan.html. diakses tanggal 06 juni 2013.

Polya, G. 1973. “How To Solve It, A New Aspect of Mathematical Method”. New Jersey: Princeton University Press

Romli, Muhammad. 2012. “Strategi Membangun Metakognisi Siswa SMA dalam Pemecahan Masalah Matematika”.

(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_jkr_0800764_chapter2.pdf, diakses tanggal 4 Januari 2013).

Santrock, Jhon W. 2008. Edisi Kedua Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sumardyono. 2008. “Pengertian Dasar Problem Solving”.

Suwinda, Anggraini, dkk. 2012. “Pengaruh Gaya Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar PKn Kelas IX di SMP PGRI 1 Way Jepara”.

Tohirin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Uno, Hamzah B. 2010. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Warli. (2010). Profil Kreativitas Siswa yang Bergaya Kognitif Reflektif dan Siswa yang Bergaya Kognitif Impulsif dalam Memecahkan Masalah Matematika. Disertasi : Universitas Negeri Surabaya.

Yuni. 2011. Jenis Masalah Matematika. Tersedia Pada :

http://www.slideshare.net/marcotolle/jenis-masalah-matematika-yn, diakses 01 September 2013

http://mathforum.org/sarah/Discussion.Sessions/Schoenfeld.html, diakses 01 September 2013

Referensi

Dokumen terkait

Untuk merancang Concept Art Karakter Film Animasi 2D “Smaradhana” yang diadaptasi dari cerita Panji Asmarabangun pada Wayang Topeng Malang secara menarik, sehingga dapat

Dilihat dari hasil analisa tersebut nilai pH yang didapat telah sesuai dengan baku mutu limbah cair rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 6 – 9..

Berdasarkan hal tersebut, beberapa mahasiswa Polstat STIS dan anggota pecinta alam Polstat STIS “GPA CHEBBY” yang tergerak hatinya bermaksud untuk mendirikan suatu unit

Implementasi kegiatan pemantauan dampak terhadap tanah dan air (teknis sipil dan vegetatif) telah dilaksanakan sebanyak 4 (Empat) kegiatan dari seharusnya 6 (enam)

x Await Christ’s second coming in glory to fulfill all God’s promises, triumphing over

Enzim yang digunakan untuk mengubah pati menjadi dekstrin yaitu enzim α-amilase yang bekerja optimum pada pH 5-6,2.. Untuk menjaga pH berada pada kisaran 5-6,2 dilakukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sumber panas yang digunakan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap daya tetas telur, tidak berbedanya nyatanya daya

Dalam studi ini, pengujian aktivitas enzim saluran pencernaan pada larva ikan betok dilakukan, dimulai sejak larva menetas (D0) sampai ikan berumur 30 hari (D30) menggunakan