• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Orang-orang Tionghoa menjadi kelompok imigran terbanyak. yang berada di Borneo Barat bahkan di Nusantara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Orang-orang Tionghoa menjadi kelompok imigran terbanyak. yang berada di Borneo Barat bahkan di Nusantara."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Orang-orang Tionghoa menjadi kelompok imigran terbanyak yang berada di Borneo Barat bahkan di Nusantara. Mayoritas orang Tionghoa di Borneo Barat1 datang dari Provinsi Guangdong di

Tiongkok Selatan. Dua kelompok atau sub-etnis Tionghoa yang terbesar di Borneo Barat adalah Teochiu dan Hakka. Orang-orang Hakka berasal dari daerah Guangdong yang lebih pedalaman dengan perbukitan atau dataran rendah sedangkan Teochiu berasal dari pesisir timur laut Guangdong.2

Kedatangan mereka secara besar-besaran ke Borneo Barat terjadi pada pertengahan abad ke-18 ketika adanya usaha pertambangan yang dilakukan oleh penguasa lokal yaitu Sultan Akamuddin dari Sambas.3 Selanjutnya Borneo Barat menjadi

1 Penggunaan kata “Borneo Barat” lebih dikaitkan dengan penggunaan istilah pada abad ke-19 untuk wilayah yang saat ini disebut dengan “Kalimantan Barat”

2 Mary Somers Heidhues, Penambang Emas, Petani, dan

Pedagang di “Distrik Tionghoa” Kalimantan Barat, Jakarta: Yayasan Nabil, 2008, hlm. 17

3 H.E.D. Engelhard, “Bijdragen tot de Kennis van het Grondbezit in de Chineesche Districten” dalam Bijdragen tot de

(2)

Taal-2 daerah tujuan pemukiman orang-orang Tionghoa. Harlem Siahaan menyatakan distrik-distrik Tionghoa di sana menjadi daerah paling berkembang dalam segi ekonomi dan politiknya.4

Sejak pertengahan abad 18 hingga pertengahan abad ke-19, usaha-usaha pertambangan memang sedang meningkat di Borneo Barat. Pertambangan emas menjadikan semakin banyaknya penguasa-penguasa lokal yang membutuhkan tenaga kerja yang terampil dalam memaksimalkan hasil pertambangan emas. Kepercayaan-kepercayaan penguasa lokal dengan kemampuan orang-orang Tionghoa menjadi alasan meningkatnya jumlah orang Tionghoa di Borneo Barat.

Semakin banyaknya orang Tionghoa, mereka mulai menyesuaikan diri dengan membangun kampung dan pasar Tionghoa. Kampung ataupun pasar Tionghoa ini menjadi salah satu tempat aktivitas sosial maupun ekonomi orang-orang Tionghoa. Tempat-tempat ini juga menjadi komunitas-komunitas yang primordial sehingga terbentuk solidaritas yang kohesif,5 yang

, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Vol. 51, No. 2 Tahun 1900, hlm. 242

4 Harlem Siahaan, “Konflik dan Perlawanan: Kongsi Cina di Kalimantan Barat 1770-1854”, Prisma, XXIII, No. 12, 41-57, 1994, hlm. 46

(3)

3 terbentuk berdasarkan sifat, kedekatan, kekerabatan dan juga dialek mereka masing-masing dan semua itu demi kepentingan mereka.6

Singkawang, seperti wilayah pesisir lainnya menjadi tempat bermukimnya orang-orang Tionghoa. Dalam hal ini Singkawang digambarkan oleh P.J. Veth dalam buku “Borneo Bagian Barat: Geografis, Statistis, Historis” Jilid 1 yaitu:

“Singkawang merupakan satu kampung besar, terdiri dari satu jalan panjang dengan rumah-rumah dari kayu, rendah, dan dipergunakan sebagai toko untuk berjualan beras, daging, dan lain-lain kebutuhan harian atau untuk menghisap opium atau madat. Satu rumah kongsi berdiri di satu sisi jalan. Orang-orang Tionghoa yang tinggal di sini pada umumnya menikah dengan wanita-wanita Dayak atau peranakan dari perkawinan antara orang Tionghoa dan Dayak. Di sekitar kota ada sawah-sawah indah dan laki-laki pada umumnya bertani sedangkan toko-toko pada saat mereka tidak ada di rumah dijaga oleh para wanita.”7

6 H.E.D. Engelhard, op.cit., hlm. 242

7 P.J. Veth, Borneo Bagian Barat: Geografis, Statistis, Historis, Jilid 1, (Pontianak: Institut Dayakologi, 2012), hlm. 98. Buku ini merupakan terjemahan dari buku “Borneo’s Westerafdeeling: Geographisch, Statistisch, Historisch, vorafgegaan door eene algemeene schets des ganschen eilands” karangan P.J. Veth dan diterjemahkan oleh Institut Dayakologi. Buku ini terdiri dari 2 jilid.

(4)

4 Singkawang menjadi daerah pemukiman penduduk Tionghoa yang bekerja di pertambangan Monterado,8 terletak sekitar 30 km dari kantor pusat pertambangan. Wilayah yang strategis dan tidak terlalu jauh dengan pusat pertambangan di Montrado menjadikan Singkawang sebagai wilayah satelit dalam menyalurkan barang-barang dari wilayah pesisir ke pedalaman. Dari kutipan di atas juga terlihat bahwa Singkawang sejak memang berkembang menjadi wilayah agraris dan juga perdagangan. Tetapi hal itu belum tentu muncul sejak singkawang terbentuk. Singkawang adalah tempat transit para penambang. Para penduduknya juga berdagang serta bertani. Orang-orang Tionghoa mengerjakan sawah-sawah mereka dan terkadang hasilnya di jual di ruko yang mereka miliki. Sebagian dari mereka berperan ganda baik sebagai petani maupun pedagang. Di sepanjang abad ke 19, usaha-usaha selain pertambangan seperti pertanian memang sudah dilakukan tetapi perkembangannya tidak sebesar pertambangan. Sebagian orang Tionghoa memang menjadikan pertanian sebagai pekerjaan sampingan mereka, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian kecil dari orang-orang Tionghoa yang datang itu lebih

8 Any Rahmayani, Pemukiman Tionghoa di Singkawang: Dari

Masa Kongsi hingga Masa Kolonial, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), hlm. 29

(5)

5 memilih sektor pertanian sebagai pekerjaan utama mereka. Luasnya lahan di Borneo Barat dan bahkan di daerah pesisir mendorong mereka untuk membuka lahan untuk sawah dan pertanian lainnya.9 Aktivitas pertanian ini juga berhubungan

dengan asal-usul orang Hakka yang di daerah asal mereka cenderung bekerja sebagai petani10.11 Penurunan aktivitas pertambangan dipertengahan abad ke-19 mulai meningkatkan kegiatan di sektor pertanian dengan banyaknya orang Tionghoa yang beralih ke sektor itu. Usaha-usaha dibidang pertanian sebagai bentuk menolong diri mereka dari kelaparan dan menghindari monopoli yang dilakukan oleh penguasa lokal.12

Berakhirnya perang kongsi di dekade akhir abad 19 memiliki arti yang cukup penting bagi perkembangan pertanian di sana yang

9 Mary Somers Heidhues, op. cit., hlm. 19

10 Mereka melakukan pertanian padi dan sayur-sayuran pada awalnya yang kemudian berkembang menjadi petani karet, kopra, lada, dan karet seperti yang dituliskan oleh Marry Somers Heidhues.

11 Ibid., hlm. 19. Orang-orang Hakka biasa membuka ladang baru di Tiongkok, kadang-kadang dengan bantuan minoritas setempat. Mereka bercocok tanam di daerah yang tidak terlalu subur.

12 Harlem Siahaan, Kolonisasi dan Kongsi Cina di Kalimantan

Barat: Pembentukan dan Perkembangannya 1772-1854,

(Yogyakarta: Disertasi Jurusan Sejarah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 1984), hlm. 45

(6)

6 kemudian berdampak pada kehidupan petani di Singkawang pada saat itu. Penerapan kebijakan kolonial memberikan pengaruh dalam kegiatan sosial ekonomi para petani baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya kegiatan pertanian mereka berkembang hingga munculnya komoditas-komoditas ekspor baru di Borneo Barat.

I.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

Studi ini bermaksud meneliti perkembangan dan aktivitas petani Tionghoa di Singkawang antara tahun 1880an hingga akhir tahun 1930an. Pokok permasalahan yang menjadi fokus adalah peralihan mata pencaharian utama orang Tionghoa di Singkawang dari pertambangan ke pertanian setelah perang kongsi serta dampaknya secara sosial-ekonomi. Pada periode tersebut, pertanian menjadi aktivitas sosial ekonomi yang menguat dan juga aktivitas ekonomi baru bagi para penambang. Pergeseran dari para penambang menjadi petani, petani di pertambangan menjadi petani di pesisir dan petani yang sejak awal sudah berada di pesisir.

Pertanyaan yang akan dijawab antara lain menyangkut: Mengapa pada masa damai pertanian di Singkawang membesar? Bagaimana bentuk dan aktivitas pertanian orang-orang Tionghoa di Singkawang? Apakah perubahan pekerjaan itu juga merubah

(7)

7 stuktur dan relasi sosial para petani Tionghoa di Singkawang? Bagaimana perubahan/evolusi dari pertanian yang diusahakan oleh petani Tionghoa? Bagaimana konsekuensi dari perubahan atau pergeseran okupasi Tionghoa pasca kongsi? Pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan mampu memperjelas bentuk aktivitas dan perkembangan petani Tionghoa pada masa-masa damai setelah perang kongsi dan bentuk solidaritas serta keakraban diantara petani Tionghoa itu.

Lingkup geografisnya mencakup daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah yang sejak Pemerintahan Hindia Belanda disebut Singkawang, sebuah wilayah di pesisir Barat Borneo. Wilayah ini berada di antara wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas dan Pontianak. Pada saat itu, Singkawang merupakan ibu kota Afdeeling Montrado. Sebelumnya wilayah ini merupakan wilayah kekuasaan kesultanan Sambas. Mayoritas penduduknya adalah orang Tionghoa karena wilayah-wilayah di pesisir Barat Borneo sejak ke abad 18 sudah menjadi distrik-distrik Tionghoa dan salah satu yang terpenting adalah adalah Singkawang.

(8)

8 Gambar 1.1.

Peta Singkawang dan sekitarnya tahun 1886 ( Sumber: media-kitlv.nl )

Tahun 1880an dipilih sebagai batas awal penelitian ini karena pada tahun-tahun itulah perang kongsi berakhir dan berlangsung masa-masa damai di Borneo Barat. Masa-masa damai merupakan istilah yang digunakan untuk mengatakan tahun-tahun setelah perang kongsi. Masa damai juga menandakan berakhirnya kongsi

(9)

9 tambang yang ada di Borneo Barat. Pada masa itu juga, kekuatan Kolonial semakin kuat di wilayah Borneo Barat dalam usaha mengontrol orang-orang Tionghoa dan juga wilayah Borneo Barat. Akhir tahun 1930an menjadi batas akhir dalam penelitian ini. Pada saat itu, komoditas-komoditas perdagangan dan ekspor mengalami kejatuhan karena depresi ekonomi setelah beberapa tahun berkembang. Pertanian yang sebelumnya mengalami perkembangan, namun pada tahun tersebut terjadi dampak yang sebaliknya. Perubahan aktivitas ini mungkin berpengaruh pada kehidupan sosial-ekonomi petani Tionghoa di Singkawang.

I.3 Tujuan Penelitian

Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan kondisi sosial-ekonomi petani Tionghoa dalam perspektif historis. Selain itu juga untuk mengetahui peran orang Tionghoa dalam perkembangan ekonomi di Singkawang. Penelitian ini mencoba menghubungkan mundurnya kegiatan pertambangan dengan meningkatnya kegiatan pertanian di Singkawang. Kajian ini didasarkan pada transisi yang terjadi pada masa-masa berakhirnya kongsi dan juga masuknya peran Pemerintah Hindia Belanda dalam kehidupan orang-orang Tionghoa di Borneo Barat. Dari situ juga akan diketahui bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah pada saat itu bagi kehidupan orang

(10)

10 Tionghoa khususnya petani Tionghoa. Hal lain yang terpenting adalah bahwa orang Tionghoa di Borneo Barat tidak hanya berkutat pada kegiatan pertambangan, tetapi juga melakukan pekerjaan lain seperti pertanian. Tulisan ini juga diharapkan menjadi literature bagi penulisan sejarah Tionghoa di Borneo Barat.

I.4 Tinjauan Pustaka

Kajian yang menggunakan Singkawang sebagai cakupan spasial di dalam penelitian bisa dikatakan belum terlalu banyak. Hal itu mungkin disebabkan sulitnya menemukan bahan ataupun sumber yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian. Selain itu, kesulitan dalam membaca sumber-sumber yang berbahasa asing barangkali menjadi alasan lain kurangnya kajian mengenai Kalimantan Barat khususnya Singkawang. Meskipun begitu, sebenarnya ada beberapa literatur yang berupa buku maupun artikel yang dapat menjadi sumber akademis.

Buku yang ditinjau dalam penelitian ini adalah buku karangan Mary Somers Heidhues yang berjudul “ Penambang Emas, Petani, dan Pedagang di “Distrik Tionghoa” Kalimantan Barat”.13

13 Buku ini merupakan terjemahan dari buku asli berjudul Golddiggers, Farmers, and Traders in the Chinese Districts of West Kalimantan, Indonesia. Diterbitkan oleh Southeast Asia Program Publications, Cornell University di Ithaca, New York: 2003.

(11)

11 Buku yang diterjemahkan oleh Yayasan Nabil ini menceritakan tentang orang Tionghoa di Kalimantan Barat dan berbagai pengaruh serta kegiatannya. Dalam buku itu, penulis menghadirkan orang Tionghoa dalam segi politik, sosial, dan ekonomi dan ditampilkan dengan didasarkan secara kronologis dari awal masuknya hingga masalah identifikasi diri di masa Orde Baru serta reformasi. Tulisan ini memberikan gambaran jelas mengenai kependudukan Tionghoa di Borneo Barat. Selain itu, tulisan yang secara kronologis membantu dalam melihat perubahan atau perkembangan orang Tionghoa di setiap waktu.

Selanjutnya adalah buku “Borneo Bagian Barat : Geografis, Statistis, Historis Jilid 1 dan 2” karangan P.J. Veth dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Institut Dayakologi.14 Buku ini menjadi dasar dalam mengetahui keadaan dan kondisi orang-orang Tionghoa di masa kongsi. Veth menggambarkan kondisi masyarakat Borneo Barat dari masa awal masyarakatnya hingga penjelasan mengenai kerajaan lokal serta pengaruh bangsa asing termasuk Amerika, Perancis, Inggris dan juga Pemerintah Hindia Belanda. Kajian ini juga mengupas Borneo Barat dalam hal Geografis dan demografi penduduknya sehingga

14 Buku ini merupakan terjemahan dari buku asli berjudul ”Borneo’s Westerafdeeling Geographisch, Statistisch, Historisch” karya P.J. Veth.

(12)

12 dapat dijadikan tinjauan yang dapat mendukung penelitian ini. Buku ini menggambarkan orang Tionghoa sebagai sebuah kelompok yang ahli dalam mencari keuntungan baik dalam hal pertanian, pertambangan maupun perdagangan. Meskipun keuletan kerja mereka diiringi oleh ambisi dan juga egoisme yang kuat dalam mencari keuntungan.

Buku yang ditinjau selanjutnya adalah buku karangan Yuan Bingling yang berjudul “Chinese Democracy: A study of the Kongsis of West Borneo (1776-1884). Buku terbitan Research School of Asian, African, and Amerindian Studies ini banyak menjelaskan tentang orang-orang Tionghoa dalam kehidupan kongsi. Dalam buku itu dijelaskan bagaimana hubungan sosial orang-orang Tionghoa dalam suatu kongsi. Dalam buku ini juga terdapat penjelasan mengenai konflik yang berpengaruh pada kehidupan orang-orang Tionghoa. Yuan Bingling mendefinisikan kongsi sebagai kelompok social yang mirip seperti kelompok mereka di Cina bagian selatan. Kongsi ini juga memberikan hak pada anggotanya untuk memilih pemimpin kongsi layaknya sebuah “republik”. Aspek sosial-politik memang lebih ditunjukkan dalam buku karangan Yuan Bingling ini.

Buku lainnya yang akan ditinjau adalah sebuah buku berjudul “Pemukiman Tionghoa di Singkawang: Dari Masa Kongsi

(13)

13

hingga Masa Kolonial” karya Any Rahmayani. Buku ini menjelaskan keadaan pemukiman Singkawang pada masa itu dan menyinggung pertanian di dalamnya. Pertanian di sini dijelaskan sebagai salah satu faktor terbentuknya pemukiman di Singkawang. Buku ini memberikan gambaran bahwa bentuk pemukiman juga menyesuaikan terhadap aktivitas ekonomi mereka baik itu pertanian maupun perdagangan. Meskipun pemukiman mempengaruhi aktivitas ekonomi mereka, tetapi ini hanya terpusat pada kegiatan perdagangan. Meskipun di dalam buku ini terdapat sedikit pembahasan mengenai pertanian, tetapi Any Rahmayani tidak terlalu memfokuskan pada pergeseran kegiatan pertanian yang dilakukan oleh orang Tionghoa. Any Rahmayani hanya menjadikan pertanian sebagai sisi lain dalam terbentuknya pemukiman. Berbeda dengan skripsi ini yang berusaha menuliskan pergeseran dan perubahan okupasi sebagai dampak perang kongsi dan juga permintaan pasar global.

Buku terakhir yang akan dijadikan tinjauan adalah buku karangan Hari Poerwanto yang berjudul “China Khek di Singkawang”. Buku ini menjelaskan dari sisi antropologi perkembangan orang-orang Cina Hakka/khek yang ada di Singkawang. Buku ini juga membahas mengenai kebudayaan orang Cina Khek dan berbagai permasalahan di dalamnya. Elemen

(14)

14 Sejarah dimasukkan sebagai bentuk permulaan perkembangan orang-orang Tionghoa di Singkawang sejak datangnya orang Tionghoa ke Borneo Barat hingga sekarang.

Hal yang membedakan penelitian ini dengan tulisan-tulisan di atas dan juga tulisan-tulisan sebelumnya adalah bahwa “Kehidupan Sosial-Ekonomi Petani Tionghoa di Singkawang 1880an Hingga Dekade Awal abad 20” mencoba menjelaskan keadaan sosial-ekonomi petani Tionghoa dalam persepektif historis. Penelitian ini berusaha menganalisis transisi perubahan dari penambang menuju petani. Penilitian ini akan memuat usaha para petani dalam memenuhi ekonomi mereka yang semula hanya sebatas tanaman pangan kemudian berkembang menjadi tanaman niaga. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan perubahan sosial yang terjadi pada para petani Tionghoa dan juga peran mereka dalam perekonomian wilayah. Penelitian ini dirasakan belum pernah ada sebelumnya sehingga diharapkan tidak ada persamaan dengan kajian ataupun penelitian sebelumnya.

I.5 Metode dan Sumber

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode sejarah Dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah karya Kuntowijoyo, ada beberapa tahap dalam melakukan penelitian sejarah yaitu

(15)

15 pemilihan topik, pencarian sumber, verifikasi, interpretasi, dan penulisan. Tahapan-tahapan ini akan menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian tentang petani Tionghoa di Singkawang.

Pengumpulan sumber merupakan salah satu hal yang terpenting dalam terselesainya penelitian ini. Banyak cara yang dilakukan penulis dalam mengumpulkan sumber-sumber penelitian. Pencarian sumber yang dilakukan mengarah pada sumber tekstual. Pencarian sumber dilakukan di kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak, kemudian di kantor Badan Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi Provinsi Kalimantan Barat. Penulis juga mencari sumber ataupun data-data di Perpustakaan Nasional dan Kantor Arsip Nasional. Di Perpustakaan Nasional menemukan informasi dalam beberapa majalah kolonial seperti Algemeen Landbouw Weekblad, Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Tijdschrift voor Economisch Geographie, Bijdrage tot de Taal, Land en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, dll. Di Kantor Arsip Nasional didapatkan laporan laporan MvO, Arsip-arsip dari Binnenlands Bestuur, Algemene Secretarie dan

Encyclopaedie van Nederlandsch Indie. Kesulitan yang dirasakan adalah sumber berbahasa belanda yang harus diterjemahkan sehingga penulis membutuhkan waktu lebih lama.

(16)

16 Pencarian sumber-sumber lainnya dilakukan di perpustakaan-perpustakaan yang penulis kira dapat ditemukan sumber yang relevan dengan penelitian. Perpustakaan FIB UGM, Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Kolese Ignatius, Perpustakaan Universitas Tanjungpura, dan perpustakaan-perpustakaan lainnya untuk mencari sumber-sumber sekunder. Pencarian di internet dengan mengakses jurnal-jurnal internasional juga tidak luput dari perhatian penulis. Data-data dari internet juga didapatkan dari situs seperti KITLV dan juga dari Jstor. Data-data yang didapat oleh penulis dipilih berdasarkan kebutuhan penulis sehingga perlu adanya verifikasi data agar didapatkan data yang sesuai dengan penelitian. Data-data yang telah diverivikasi dan diinterpretasi, penulis memproyeksikan pikiran-pikirannya ke dalam bentuk tulisan.

I.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan terdiri dari lima bab. Bab I adalah Pengantar yang terdiri dari enam subbab yaitu latar belakang, ruang lingkup dan permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode dan sumber serta sistematika penulisan. Latar belakang menjadi suatu alasan yang akan mengantarkan pada permasalahan yang diteliti. Tinjauan pustaka mendiskusikan kajian-kajian yang

(17)

17 relevan dengan tema penelitian. Sistematika penulisan akan menguraikan urutan penulisan dan pembahasan penelitian.

Bab II akan menjelaskan tentang masyarakat Tionghoa di Borneo Barat khususnya di Singkawang. Bagian ini membahas struktur masyarakat Tionghoa yang berada di Borneo Barat. Bab ini juga menjelaskan kedatangan orang-orang Tionghoa di Borneo Barat dan bagaimana kehidupan awal mereka di sana. Keberadaan mereka di Borneo Barat dihubungkan dengan dinamika sosial selama mereka menetap di Borneo Barat. Penggambaran kondisi damai setelah perang kongsi secara umum dapat menjadi bentuk uraian dalam bab ini.

Pada bab selanjutnya akan dijelaskan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya petani Tionghoa ketika usaha pertambangan masih bisa dilakukan. Selain itu menjelaskan latar belakang yang menyebabkan munculnya petani serta mempengaruhi orang-orang Tionghoa untuk bertani. Selain itu menjelaskan tentang aktivitas petani Tionghoa di masa damai hingga akhir abad ke-19. Di bab IV diberikan penjelasan mengenai kehidupan petani Tionghoa di awal abad ke-20 dan mulai berkembangnya tanaman niaga yang diusahakan oleh petani Tionghoa. Dalam bab ini juga dijelaskan apa saja yang mempengaruhi tingkat sosial dan ekonomi mereka. Aktivitas apa

(18)

18 saja yang mereka lakukan dalam memenuhi ekonomi mereka serta membahas kehidupan sosial mereka yang saat itu berada dalam pengaruh kebijakan pemerintah kolonial. Perkembangan sosial ekonomi mereka perlu dibahas dari setiap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Bab V akan menjadi akhir dari pembahasan ini. Kesimpulan ini menjadi jawaban-jawaban atas permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya yang berangkat dari asumsi bahwa orang-orang Tionghoa bukan hanya datang sebagai pedagang dan penambang, tetapi berkembang menjadi petani yang sampai sekarang masih ada di Singkawang. Bab ini akan menjadi pembuktian dari asumsi atau pernyataan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Ilustrasi pengambilan titik pengamatan Suhu dan Kelembapan pada lanskap Jalan Besar Idjen Pengambilan data berupa ukuran jalan, struktur jalan, tata guna lahan di dapat dari

8) Pemerintah Konawe mengadakan program peningkatan usaha kecil dan menengah dalam rangka peningkatan pendapatan golongan ekonomi lemah. Untuk mengetahui apakah proyek ini

a) Pertama, Cognitive Reapraisal yaitu sebuah bentuk perubahan kognitif yang termasuk didalamnya menginterpretasikan situasi yang berpotensi memunculkan emosi dengan cara

Pada konsumsi bahan bakar juga dihasilkan kondisi yang serupa, yaitu semakin besar konsentrasi minyak kemiri dan minyak kelapa dalam campuran akan cenderung

Hasil kali elementer A  hasilkali n buah unsur A tanpa ada pengambilan unsur dari baris/kolom yang sama...

a) Dengan Sistem Web GIS penentuan rute terpendek menuju pusat kesehatan Kota Balikpapan menggunakan metode dijkstra ini dengan parameter Lokasi, data jalan dan rute,

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS HOTEL IBIS STYLES YOGYAKARTA, Loveandre Dwi Harisaputra NPM 11 02 13896, tahun 2015, PPS Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2014) dengan menggunakan lima variabel yaitu kepercayaan konsumen, kualitas produk, kualitas situs web