59
PENENTUAN PARAMETER GEOTEKNIK
TANAH RESIDUAL TROPIS MELALUI
PENGUJIAN DILATOMETER
Hadi U Moeno1)1)Ahli Geoteknik, anggota Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI), Dosen Jurusan Teknik Sipil USB-YPKP
Bandung.
Abstrak
Pengujian lapangan menggunakan Dilatometer (Flat Dilatometer ASTM D 6635-01) telah sering kali dilakukan para praktisi geoteknik untuk mendapatkan parameter geoteknik lapangan khususnya terhadap tanah sedimen. Dilatometer Test (DMT) telah dikembangkan oleh Marchetti sejak tahun 1980 dan menjadi standard ASTM sejak tahun 2001 melalui proses panjang kurang lebih 30 tahun. Secara umum, parameter-parameter geoteknik yang diperoleh melalui pengujian ini adalah parameter kekuatan, parameter riwayat tegangan (stress history) dan parameter deformasi, yang mana telah dibuat dalam rumus dasar oleh Marchetti untuk memperoleh sejumlah parameter yang didasarkan pada data uji DMT. Makalah ini adalah hasil penelitian yang dilakukan pada tanah residual yang tersebar banyak sekali di Indonesia. Sejumlah keuntungan yang dapat diperoleh dari pengujian DMT diantaranya parameter geoteknik sepanjang rentang dan kedalaman pada pengujian kondisi tegangan awal tanah, efek gangguan pada benda uji tanah bila dilakukan pengujian benda uji tanah tak terganggu di Laboratorium. Namun, parameter geoteknik yang diperoleh masih harus di periksa untuk menjawab pertanyaan yang mendasar dari rumus Marchetti terhadap penentuan penggunaannya pada parameter geoteknik tanah residual.
Kata kunci: DMT,flat dilatometer, tanah residual.
Abstract
Field testing using Dilatometer (Flat Dilatometer: ASTM D 6635-01) had been done many times by the Geotechnics practitioners, in order to get geotechnic in-situ parameters especially for sedimentary soil. Dilatometer Test (DMT) developed by Marchetti since 1980 and became an ASTM standard test since 2001 through long enough processes approximately 30 years. In general geotechnic parameters obtained through this test are strength, stress history and deformation parameter, that had been made into basic formula by Marchetti to get various parameters which was intended to be based on test results of DMT data. This research was done on tropical residual soil which were spread widely enough in Indonesia, Many benefits were obtained from DMT test, for example geotechnic parameters along the length and depth of examination in a state of original, lessens effect of disturbance on soil if the laboratory test was done through undisturbed sampling. However geotechnic parameters obtained still have to be checked so that it is able to answer question which is fundamental formula from Marchetti admittance of applied determination of geotechnic parameters of residual soil.
Keywords : DMT, flat dilatometer,residual soil .
1. PENDAHULUAN
Saat ini data pengujian lapangan (in-situ test) telah menjadi target utama dalam investigasi geoteknik dan uji laboratorium melengkapinya. Hasil uji lapangan menghindari dan mengurangi perubahan keadaan tegangan asli akibat disturbansi pada saat pengambilan contoh tanah asli untuk keperluan uji laboratorium. Salah satu alat uji lapangan yang paling baru adalah Flat Dilatometer (Marchetti – DMT) yang telah menjadi standar uji ASTM D 6635-01, sejak tahun 2001.
Telah banyak penelitian dilakukan dengan uji DMT oleh para ahli geoteknik, namun sebagian besar dilakukan pada tanah sedimen, yang menghasilkan banyak persamaan korelasi empirik.
Maksud penelitian ini adalah melakukan pengujian Flat dilatometer di lapangan pada tanah residual tropis
vulkanik dengan tujuan untuk mempelajari manfaat yang diperoleh dari uji DMT(Flat Dilatometer).
Penelitian ini dilakukan pada tanah residual tropis jenis volkanik yang banyak dijumpai di Indonesia dan banyak digunakan sebagai tanah fondasi maupun tanah bahan urugan.
Lingkup pekerjaaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (i) Melakukan pengujian lapangan dengan alat uji Marchetti flat plate dilatometer (DMT). (ii) Pengambilan contoh uji tanah asli melalui pengeboran inti guna pengujian di laboratorium. (iii) Melakukan pengujian laboratorium terhadap contoh tanah undisturbed untuk uji sifat fisik.
Pengujian lapangan dilakukan di beberapa lokasi, di mana terdapat tanah residual volkanik tropis warna merah. Lokasi penelitian difokuskan pada lokasi Resor Dago Pakar sebagai lokasi primer, daerah Bandung Utara, yang mempunyai endapan tanah residual cukup tebal dengan luas daerah kurang lebih 450 ha.
60
2. FLAT DILATOMETER (Marchetti – DMT)
Flat Plate Dilatometer atau Marchetti Dilatometer dan selanjutnya disingkat DMT, adalah salah satu alat uji penetrasi in-situ yang masih baru digunakan dalam bidang penyelidikan geoteknik dewasa ini. Uji DMT [1,2], merupakan uji penetrasi in-situ yang sederhana untuk mengukur modulus tanah. Alat ini berupa sebuah pisau (blade) dengan lebar 95 mm dan tebal 15 mm, di tengahnya terdapat suatu pelat bundar (membran) yang dapat bergerak ke luar secara horisontal jika dikembangkan dengan tekanan. Dari hasil pengujian di atas diperoleh beberapa parameter dilatometer atau yang umum dinamakan tiga indeks parameter dilatometer, yaitu :
Modulus dilatometer, Ed
Ed = 34,7(p1- po) (1)
Indeks tegangan lateral, Kd
Kd = (po - uo)/ 0 v σ' (2) Indeks material, Id Id = (p1- po)/(po - uo) (3) dengan :
po = tekanan yang dibutuhkan untuk membran
pada posisi nol
p1 = tekanan yang dibutuhkan untuk membran
mengembang 1,1 mm uo = tekanan air pori
σ’vo = tekanan overburden efektif.
Flat Dilatometer Test (DMT) dibuat dan dikembangkan di Itali oleh Silvano Marchetti pada tahun 1975. Pada awalnya diperkenalkan di Amerika Utara dan Eropa pada tahun 1980 dan saat ini telah digunakan di lebih dari 40 negara sebagai alat uji penetrasi in-situ dalam bidang investigasi geoteknik. Peralatan DMT, metode pengujian dan korelasi awal disajikan dan digambarkan oleh Marchetti pada tahun 1980 dalam “In-situ Test by Flat Dilatometer” ASCE Journal. GED, Vol. 106, No. GT3, dan selanjutnya DMT telah secara luas digunakan dan dikalibrasi terhadap endapan tanah yang diuji di seluruh dunia.
3.1. Referensi Dasar DMT
Berbagai standar internasional atau buku petunjuk (manual) telah tersedia untuk pengujian DMT. ASTM Suggested Method dipublikasikan pada tahun 1986 dan Standard Test Method for Performing the Flat Dilatometer saat ini telah resmi dijadikan standar pelaksanaan dengan nomor ASTM D 6635-01 sejak tahun 2001 [3].
Prosedur pengujian DMT dibuat pula sebagai standar oleh Eurocode7 pada tahun 1997, dan sebagai standar uji secara nasional juga telah dikembangkan di beberapa negara seperti Jerman dan Swedia. Buku petunjuk pelaksanaan (manual) yang komprehensif
yang meliputi hal yang menyeluruh telah disiapkan untuk kepentingan United States Department of Transportation (US DOT).
Laporan State of the Art tentang dilatometer (DMT), yang menggambarkan tentang kemajuan dan perkembangan in-situ testing; dilaporkan pula oleh Luteneger, A.J., pada tahun 1988 dalam kegiatan kuliah khusus dengan topik Current Status of the Marchetti Dilatometer di Orlando; demikian pula
Marchetti sendiri menyampaikan tentang
perkembangan penggunaan Flat Plate Dilatometer (DMT) dalam konferensi internasional tentang geoteknik sebagai pembicara kunci di Universitas Kairo pada tahun 1997.
3.2. Hasil Uji Flat Dilatometer
a. Interpretasi dan Data Reduksi
Kegunaan utama dari hasil uji DMT adalah
menginterpretasikannya sehubungan dengan
parameter tanah pada umumnya. Dalam banyak hal parameter yang diestimasikan dengan data DMT dipakai dalam rekayasa dengan metode desain yang biasa dilakukan. Dengan cara ini para ahli (engineer) dapat membandingkan dan memeriksa parameter yang diperoleh tersebut dengan uji yang lain, kemudian memilih profil desain yang cocok untuk digunakan dalam metode desain yang biasa dilakukan. Formula dasar dari reduksi data DMT dan beberapa persamaan korelasinya (Tabel 1), merupakan formula dasar reduksi data DMT.
Pembacaan tekanan di lapangan A dan B dikoreksi terhadap kekakuan membran dan gage zero offset untuk menentukan nilai tekanan po dan p1 dengan
menggunakan persamaan:
po = 1,05 (A – ZM + ∆A) – 0,05 (B – ZM - ∆B) (4)
p1 = B – ZM - ∆B (5)
dengan :
∆A = koreksi yang ditentukan dengan kalibrasi membran
∆B = koreksi yang ditentukan dengan kalibrasi membran
ZM = gage zero offset (bacaan gage saat dilepas pada
tekanan atmosfir)
Selanjutnya nilai tekanan terkoreksi po dan p1 digunakan sebagai pengganti nilai A dan B dalam interpretasinya. Nilai interpretasi dibuat dengan pertama-tama menyusun identifikasi 3 (tiga) parameter DMT perantara (intermediate) (3 indices of DMT parameters) [1] yaitu, material index Id, horizontal
stress index Kd, dilatometer modulus Ed. sebagaimana
61 Tabel 1 Formula Dasar dari Reduksi Data DMT
Simbol Deskripsi Basic DMT Reduction Formulae
po Correction First Reading po = 1.05(A – ZM + ∆A) – 0.05(B – ZM - ∆B) ZM = Gage reading when vented to atm.
If ∆A & ∆B are measured with the same gage used for current readings A & B, set ZM = 0 (ZM is compensated)
p1 Correction First Reading p1 = B – ZM - ∆B
Id Material Index Id = (p1 – po)/(po – uo) uo = pre-insertion pore pressure
Kd Horizontal Stress Index Kd = (po – uo)/(σ’vo) σ’vo = pre-insertion overburden stress
Ed Dilatometer Modolus Ed = 34.70 (p1 – po) Ed is NOT a Young’s modulus E. Ed
should be used only AFTER combining it with Kd (stress History). First obtain
MDMT = RM Ed. Then e.g. E ≈ 0.8
MDMT
Ko Coeff. Earth Pressure in situ Ko, DMT = (Kd/1.5)0.47 – 0.6 For Id < 1.2
OCR Overconsolidation Ratio OCRDMT = (0.5 Kd)1.56 For Id < 1.2
cu Undrained Shear Strength cu, DMT = 0.22 σ’vo (0.5 Kd)1.25 For Id < 1.2
Ф Friction Angle Фsafe, DMT = 28o + 14.6o log Kd – 2.1o log2 Kd For Id < 1.8
ch Coeff. of Consolidation c
h, DMTA = 7 cm2 / tflex tflex From A-log t DMT-A decay
curve
kh Coeff. of Permeability kh = chγw / Mh (Mh ≈ Ko MDMT)
γ Unit Weigth and Description (See chart in fig. 16)
M Vertical Drained Constrained Modulus MDMT = RM Ed if Id ≤ 0.6 if Id ≥ 3.0 if 0.6< Id <3 if Kd > 10 if RM < 0.85 RM = 0.14 + 2.36 log Kd RM = 0.5 + 2 log Kd RM = RM, 0 + (2.5 - RM, 0) log Kd With RM, 0 = 0.14 + 0.15 (Id–0.6) RM = 0.32 + 2.18 log Kd Set RM = 0.85
uo Equilibrium Pore Pressure uo = p2 = C – ZM + ∆A In free-draining soil
Kemudian menghubungkan ketiga parameter
perantara ini pada parameter tanah yang biasa (umum), jadi tidak secara langsung dari nilai po dan
p1. Parameter akhir hasil interpretasi merupakan
parameter tanah yang umum dihasilkan dari besaran parameter perantara Id, Kd, Ed dengan menggunakan
persamaan korelasi yang diperlihatkan di dalam Tabel 1 (atau melalui korelasi lain yang dibuat).
b. Parameter – Parameter Indeks Dilatometer Indeks material dihitung dengan persamaan:
Id = (p1 – po)/(po – uo) (3)
dimana uo adalah tekanan air pori in-situ pada saat
pisau DMT belum ditusukkan.
Definisi Id diperoleh dan ditetapkan melalui
pengamatan bahwa profil po dan p1 secara sistematik
serupa dan berdekatan satu sama lain untuk tanah lempung dan berjarak atau menjauh untuk tanah pasir, atau dengan kata lain perbedaan antara p1 dan
po adalah kecil untuk tanah lempung dan besar untuk
tanah pasir. Menurut Marchetti (1980)[1] jenis tanah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
Lempung : 0,1 < Id < 0,6 (7)
Lanau : 0,6 < Id < 1,8 (8)
Pasir : 1,8 < Id < (10) (9)
Indeks tekanan horisontal (horizontal stress index) Kd
didefinisikan pada persamaan (2)
Besaran Kd merupakan dasar dari beberapa korelasi
parameter tanah, dan nilai Kd adalah hasil kunci yang
terpenting dari pengujian dilatometer (DMT). Indeks tekanan horisontal Kd dapat dinyatakan sebagai
besaran Ko akibat penetrasi DMT. Dalam tanah
lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) yang tidak dipengaruhi oleh umur, struktur dan sementasi, nilai Kd mendekati 2 (Kd,nc ≈ 2).
Modulus dilatometer (Dilatometer Modulus) Ed
diperoleh dari nilai po dan p1 berdasarkan teori
elastisitas, dengan konfigurasi diameter membran 60 mm dan pergerakan / perubahan (displacement) sebesar 1,1 mm. Nilai modulus dilatometer dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Ed = 34,70 (p1 – po) (5)
Besaran Ed pada umumnya tidak digunakan
sebagaimana adanya, khususnya karena terdapat kehilangan informasi dalam stress history, oleh karenanya nilai Ed harus digunakan dengan kombinasi
Kd dan Id.
3. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah melakukan pengujian lapangan meliputi uji DMT, pengeboran inti dan pengambilan contoh tanah asli sebagai data primer dan uji laboratorium sebagai data sekunder. Menghitung data uji DMT untuk mendapatkan parameter geoteknik dilakukan dengan menggunakan persamaan korelasi empirik dari Marchetti (1980)[1].
62 Dari keluaran pengujian DMT pada tanah residual, selanjutnya dapat dihitung parameter geoteknik melalui persamaan dasar dari Marchetti untuk seluruh kedalaman pengujian, sehingga diperoleh data geoteknik sebagai fungsi dari kedalaman, antara lain parameter riwayat pembebanan, kuat geser dan deformasi.
4. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBA-HASAN
Dari hasil pengujian dengan DMT pada penelitian ini, beberapa parameter geoteknik dihitung melalui persamaan korelasi dari Marchetti seperti pada Tabel 1. Parameter yang dimaksud adalah :
4.1. Klasifikasi Tanah
Plotting nilai Id dan Ed hasil uji DMT diperlihatkan
pada Gambar 1.
Hasil plotting menunjukkan bahwa berat volume tanah γm agak terlalu tinggi dibandingkan dengan hasil
pengujian laboratorium terhadap contoh tanah yang diambil dari lokasi yang sama (Resor Dago Pakar, Graha Permai dan Graha Kusuma). Demikian pula jenis tanah yang diperoleh melalui Marchetti Chart berbeda dengan yang diperoleh dari hasil pengujian. Hasil plotting nilai material indeks (Id) dan dilatometer
modulus (Ed), mengindikasikan bahwa tanah residual
pada lokasi penelitian adalah sebagai berikut : Jenis tanah : Clayey silt - Silty Sand
Berat volume : γm = 1,70 t/m3 - γm = 1,95 t/m3 10 100 1000 0.10 1.00 10.00 D il at o m et er M o d u lu s, E d ( b ar ) Material Index, Id c:\Grafik Id vs Ed Marchetti SAND SILT CLAY Silty Sandy Clayey Silty Present study 1.6 1.6 1.7 1.7 1.8 1.9 2.05 1.7 1.8 1.95 2.1 1.8 1.9 2 2.15
Gambar 1. Plotting hasil pengujian DMT lokasi Graha Permai dan Graha Kusuma pada Marchetti Chart (1980).
4.2. Rasio Konsolidasi Berlebih (OCR)
Profil OCR terhadap kedalaman untuk lokasi penelitian Resor Dago Pakar (Graha Permai dan Graha Kusuma) disajikan pada Gambar 2. Terlihat bahwa bentuk dan nilai OCR dari kedua lokasi penelitian adalah mirip dan sama. Pola OCR menyerupai profil Kd di mana pada kedalaman yang
dangkal OCR besar, dan menurun sesuai dengan bertambahnya kedalaman sampai dengan konstan. Pola dan bentuk OCR tanah residual di lokasi penelitian ini mirip dengan pola dan bentuk OCR untuk tanah sedimen pada umumnya, namun diperkirakan bukan karena proses pembebanan yang mangakibatkan pola dan bentuk tersebut. Kemiripan ini lebih karena proses pelapukan yang terjadi, di mana pada pelapukan yang tinggi maka nilai OCR akan tinggi (bagian atas dekat permukaan), dan pada derajat pelapukan yang rendah nilai OCR akan rendah (bagian kedalaman yang lebih dalam).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 20 40 60 80 100 K e d a la m a n , D ( m ) OCR
c:\Evaluasi DMT-1-2 G Permai u Stress History 26-01-04
G.Kusuma G.Pe rmai
Gambar 2. Profil OCR terhadap kedalaman (D) RD Pakar.
4.3. Koefisien Tekanan Tanah Lateral at rest (Ko)
Profil Ko terhadap kedalaman hasil pengujian DMT
diperlihatkan pada Gambar 3. Terlihat bahwa bentuk dan pola profil Ko serupa dengan bentuk
profil OCR, dengan bagian atas mempunyai nilai Ko
yang besar dan berkurang nilainya terhadap kedalaman, dan selanjutnya konstan sampai kedalaman pengujian. 0 2 4 6 8 10 0 1 2 3 4 5 6 K e d a la m a n , D ( m ) K o c:\Evaluasi DMT-1-2 G Permai u Stress History 26-01-04
G.Kusuma
Gambar 3. Profil Ko terhadap kedalaman (D) di
lokasi RDP, Graha Permai dan Graha Kusuma.
63 Profil di kedua lokasi sangat mirip walaupun secara fisik dan visual tanah dari kedua lokasi berbeda warnanya, namun keduanya adalah tanah residual, dengan konsistensi sedang sampai liat dengan derajat pelapukan makin dalam makin kecil. Ini terlihat dari bentuk profil Ko dan OCR yang konsisten bentuknya.
4.4. Kuat Geser tak Teralirkan (cu)
Dari dua lokasi pengujian yaitu lokasi Graha Permai dan lokasi Graha Kusuma, hasilnya disajikan dalam bentuk profil pada Gambar 4.
Terlihat pada Gambar 4 tersebut bahwa secara umum kuat geser cu meningkat sampai dengan
kedalaman tertentu (1,50 m – 2,00 m); kemudian mengecil dan selanjutnya perubahan besaran cu tidak
terlalu besar dan cenderung tetap. Pada beberapa kedalaman terjadi perbedaan nilai yang cukup besar antara kedua lokasi penelitian (kedalaman 0,20 m – 1,50 m dan kedalaman 4,50 m – 5,00 m), dan ini disebabkan adanya perbedaan kandungan butiran kasar dan tingkat sementasi pada lapisan lempung.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 K e d a la m a n , D ( m ) cu (kg/cm2)
c :\Ev aluasi D MT -1-2 G Permai u Stress His tory 26-01-04
G.Kusuma G.Permai
Gambar 4. Profil kuat geser tak teralirkan, cu, lokasi
Graha Permai dan Graha Kusuma, Resor Dago Pakar.
4.5. Sudut Geser Dalam tak Teralirkan (ϕϕϕϕu)
Sudut geser dalam tak teralirkan (ϕu) pada persamaan
korelasi empiris dimaksudkan sebagai sudut geser dalam tak teralirkan tanah pasir ϕu, dan hasilnya dapat
dilihat pada Gambar 5.
Terlihat bahwa nilai sudut geser dalam (ϕu) semakin
dalam kedudukannya semakin kecil nilainya; ini dikarenakan tanahnya tidak seluruhnya berupa tanah pasir. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 20 30 40 50 60 K e d a la m a n , D ( m ) ℵsafe ℵderajat)
c :\Ev aluasi D MT -1-2 G Permai u Stress His tory 26-01-04
G.Kusuma G.Permai
Gambar 5. Profil sudut geser dalam tak teralirkan (ϕu) lokasi Graha Permai dan Graha
Kusuma, Resor Dago Pakar 4.6. Constrained Modulus (M)
Nilai constrained modulus berhubungan erat dengan parameter perubahan volume, dan hasil perhitungan ditampilkan pada Gambar 6.
Terlihat pada Gambar 6 bahwa nilai M dari kedua lokasi penelitian menunjukkan perbedaan yang besar pada kedalaman 0,20 m sampai 2,00 m dan pada kedalaman antara 4,00 m sampai 5,00 m. Namun untuk kedalaman selanjutnya (> 2,00 m dan > 5,00 m) nilai M cenderung sama. Pola profil dengan kondisi ini persis sama dengan pola dan kondisi untuk profil kuat geser tanah (cu), dan dengan alasan yang
sama hal ini mungkin terjadi yaitu perbedaan mengenai tingkat pelapukan dan sementasi dari kedua lokasi penelitian. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 K e d a la m a n , D ( m ) M ℵkg/cm2)
c :\Ev aluasi D MT-1-2 G Permai u Stres s His tory 26-01-04
G.Kusuma G.Permai
Gambar 6 Profil constrained modulus (M) untuk lokasi Graha Permai dan Graha Kusuma, Resor Dago Pakar.
Demikianlah ternyata tingkat pelapukan dan sementasi sangat mempengaruhi nilai constrained modulus (M) dan juga kuat geser (cu).
64 4.7. Modulus Elastisitas (E)
Profil modulus elastisitas (E) pada Gambar 7 menunjukkan pola dan bentuk yang sama dengan pola dan bentuk profil kuat geser (cu) dan profil
constrained modulus (M), karena semua mengandung fungsi indeks dilatometer yang sama yaitu parameter modulus dilatometer (Ed). Constrained modulus (M)
adalah hanya fungsi dari Ed, sedangkan modulus
elastisitas E hanya fungsi dari constrained modulus (M), sehingga dengan alasan dan kriteria yang sama maka pola dan bentuk profil keduanya juga sama.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 100 200 30 0 400 500 600 700 800 K e d a la m a n , D ( m ) E kg/cm2)
c :\Ev aluasi D MT-1-2 G Permai u Stress His to ry 26-01-04
G.Kusuma G.Permai
Gambar 7. Profil modulus elastisitas (E) di lokasi Graha Permai dan Graha Kusuma, Resor Dago Pakar.
4.8. Modulus Geser (Go)
Nilai modulus geser dihitung dengan persamaan korelasi empiris dari Tanaka & Tanaka (1998)[4], yang merupakan fungsi dari indeks dilatometer modulus dilatometer (Ed). 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 K e d a la m a n , D ( m ) Go ≅kg/cm2)
c:\Evaluasi DMT-1-2 G Permai u Stress History 26-01-04
G.Kusuma G.Permai
Gambar 8. Profil modulus geser (Go) di lokasi Graha
Permai dan Graha Kusuma, Resor Dago Pakar.
Seperti halnya pada ketiga profil terdahulu yaitu profil kuat geser (cu), profil constrained modulus (M) dan profil
modulus elastisitas (E), profil modulus geser (Go) juga
mempunyai pola dan bentuk yang sama dengan
ketiganya. Mengingat persamaan korelasi empiris untuk modulus geser (Go) hanya fungsi dari modulus
dilatometer (Ed), maka kriteria kondisi perbedaan dan
persamaan pada kedalaman tertentu berlaku juga pada nilai modulus geser (Go). Gambar 8.
5. SIMPULAN
Dari hasil pengujian Dilatometer (DMT) diperoleh banyak parameter geoteknik sepanjang kedalaman pengujian melalui persamaaan korelasi empiris Marchetti, dimana parameter geoteknik yang dapat diprediksi melalui data hasil uji DMT antara lain klasifikasi tanah, Gs, γm, Ko, OCR, cu, ϕu, M, E, Go.
6. REKOMENDASI
Disarankan untuk melakukan penelitian komprehen-sif dengan alat Flat Dilatometer untuk tanah residual tropis, guna melihat apakah persamaan korelasi empiris dari Marchetti masih berlaku.
7. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Paulus P. Rahardjo (Unpar) yang telah mengizinkan kami menggunakan alat dilatometer milik Laboratorium Geoteknik Unpar – Bandung untuk melakukan penelitian ini.
8. DAFTAR PUSTAKA
[1] Marchetti, S., 1980, “In situ Tests by Flat Dilatometer”, Journal of the Geotechnical Engineering Division, ASCE, Vol. 106, No. GT3, Proc. Paper 15290, March, 1980, pp. 299-321.
[2] Schmertmann, J.H., 1998, ”Introduction to the Marchetti Dilatometer Test (DMT)”, Proceedings, Confrence on Inovations in Geotechnical Engineering, Sponsored by Central PA Section ASCE and PennDOT, Harrisburg, Apr 18-19, 11 pp.
[3] ASTM International, 2001, “Standard Test Method for Performing the Flat Dilatometer (DMT), ASTM D 6635-01”, Annual Book of ASTM Standard vol.04.08, vol.04.09.
[4] Tanaka, H., and Tanaka , M., 1998, “Characterization of Sandy Soils using CPT and DMT”, Soils and Foundation Vol. 38, No. 3, pp. 55-65, September 1998, Japanese Geotechnical Society.