• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, kanker payudara merupakan penyakit dimana terjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, kanker payudara merupakan penyakit dimana terjadi"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum, kanker payudara merupakan penyakit dimana terjadi

pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan payudara yang mengakibatkan

munculnya tumor ganas pada jaringan payudara, serta dapat menyebar, baik ke

jaringan sekitar payudara atau ke jaringan dari organ lain (metastasis). Kanker

payudara merupakan penyakit yang menakutkan pada setiap wanita, dan dari

tahun ke tahun jumlah penderita kanker payudara ini semakin meningkat.

Berdasarkan data Riskesdas (2007), kanker secara umum menjadi penyebab

kematian masyarakat Indonesia nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi,

cedera, perinatal, dan DM, dengan kanker payudara menjadi tipe penyakit kanker

dengan kasus tertinggi ke-2 setelah kanker serviks. Berdasarkan data Sistem

Informasi Rumah Sakit (SIRS) (2007), kanker payudara menempati urutan

pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%). Berdasarkan

data Globoccan (2008), di Indonesia terdapat 39.831 kasus kanker payudara (36,2

per 100.000 penduduk) dan 20.052 kasus kematian akibat kanker payudara (18,6

per 100.000 per penduduk).

Bukan hanya di Indonesia, hampir di seluruh dunia pun kanker payudara

merupakan penyakit dengan insidensi yang tinggi terutama pada wanita.

Berdasarkan data WHO, pada tahun 2008 23% kanker pada wanita adalah kanker

payudara, dan kanker payudara merupakan penyebab kematian utama akibat

(2)

Masalah utama dalam penanggulangan penyakit kanker adalah besarnya

biaya perawatan dan waktu terapi yang panjang. Hal ini tidak hanya menimbulkan

kerugian ekonomi bagi penderita tetapi juga bagi keluarga dan pemerintah. Selain

itu, terbatasnya tenaga kesehatan yang profesional serta sarana dan prasarana

dalam menanggulangi penyakit kanker payudara ini masih menjadi masalah di

Indonesia (Depkes RI, 2008).

Meningkatnya biaya kesehatan telah menjadi perhatian besar dan menjadi

salah satu isu penting bagi pasien, praktisi kesehatan, pihak asuransi, pemerintah,

dan masyarakat secara umum, dikarenakan tidak semua bentuk produk dan

pelayanan kesehatan tidak dapat dengan mudah untuk diperoleh oleh pasien. Hal

ini membuat suatu analisis ekonomi di bidang kesehatan memainkan peranan

penting sebagai sumber informasi kesehatan, dengan tujuan untuk meningkatkan

penggunaan produk dan pelayanan kesehatan secara optimal dan efisien

(Wertheimer dan Chaney, 2003).

Kanker payudara dapat diterapi melalui beberapa cara, yaitu melalui cara

pembedahan, radioterapi, terapi endokrin, terapi biologis tertarget dengan antibodi

monoklonal, dan kemoterapi. Kemoterapi dengan menggunakan obat anti-kanker

merupakan salah satu terapi yang paling banyak digunakan pada kasus kanker

payudara, baik itu sebagai terapi adjuvan dan neoadjuvan pada kanker payudara

stadium awal, maupun sebagai terapi utama pada kanker payudara stadium lanjut

(ACS, 2013b). Pemberian kemoterapi pada pasien kanker payudara berbeda-beda

pada setiap pasien tergantung pada stadium kanker payudara yang dideritanya.

(3)

meliputi jenis dan dosis obat sitotoksik yang diberikan, interval waktu pemberian

obat sitotoksik, serta jumlah siklus kemoterapi yang dijalani oleh pasien. Hal ini

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan pada lamanya perawatan

pasien dan besarnya biaya yang ditanggung setiap pasien kanker payudara

(Lidgren, 2007). Selain itu penggunaan kemoterapi juga dapat menimbulkan

berbagai masalah seperti efek samping dan toksisitas akibat penggunaan

kemoterapi, dimana hal ini juga dapat mempengaruhi besarnya biaya yang perlu

dikeluarkan oleh pasien.

Dari data yang diketahui, kerugian ekonomi di seluruh dunia akibat kanker

payudara pada tahun 2011 diperkirakan mencapai $US300-400 milyar dengan

$US100-140 milyar diantaranya adalah pengeluaran untuk biaya medis langsung.

Pada satu dekade terakhir, sekitar $US500 milyar dikeluarkan untuk menangani

penyakit mematikan ini (Estim, 2011).

Di negara Eropa pun biaya untuk pengobatan kanker masih cukup besar.

Seperti misalnya di Perancis pada tahun 2004, total pengeluaran untuk biaya

medis langsung untuk tiap pasien adalah sekitar £47.832. Di Inggris pada tahun 2002, total pengeluaran untuk biaya medis langsung untuk tiap pasien adalah

sekitar £12.502. Berdasarkan data pada tahun 2011 di Swedia, total biaya langsung untuk pengobatan kanker payudara tiap pasien adalah 142.763 SEK,

dimana 37 % dari total biaya langsung tersebut adalah untuk biaya skrining awal,

32% adalah untuk biaya rawat inap pasien, 22% adalah untuk biaya rawat jalan

pasien, dan 9% lainnya adalah untuk biaya obat. Lebih dari 50% dari total biaya

(4)

Indonesia sendiri penelitian mengenai total biaya yang perlu dikeluarkan oleh

pasien kanker payudara jumlahnya masih minim. Berdasarkan penelitian yang

sebelumnya dilakukan oleh Novia (2011) pada pasien kanker payudara yang

menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2010, diketahui

bahwa total biaya langsung pada 68 kasus mencapai Rp 280.563.299,00 dengan

rata-rata total biaya langsung sebesar Rp 4.102.252,09 ± 4.540.217,03

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa perlu melakukan

penelitian untuk mengetahui besarnya biaya medis langsung yang dikeluarkan

oleh pasien kanker payudara yang menjalani rawat inap untuk menjalani satu

siklus kemoterapi untuk pengobatan kanker payudara pada tahun 2012 di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta, yang merupakan rumah sakit rujukan utama untuk

pengobatan kanker payudara di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu juga

perlu diketahui komponen biaya yang terlibat dan besarnya biaya tersebut, serta

faktor penentu yang mempengaruhi besarnya biaya yang perlu dikeluarkan oleh

pasien.

B. Perumusan Masalah

1. Berapa besar biaya terapi pada pasien kanker payudara rawat inap yang

menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?

2. Berapa besar biaya tiap komponen penyusun biaya total yang diperlukan pada

pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi dan menjalani rawat

(5)

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya biaya terapi pada pasien kanker

payudara yang mendapatkan kemoterapi dan menjalani rawat inap di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui besarnya biaya terapi pada pasien kanker payudara rawat

inap yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui besarnya biaya tiap komponen penyusun biaya total yang

diperlukan pada pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi dan

menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya terapi

pada pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi dan menjalani

rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bermanfaat bagi peneliti, pihak RSUP Dr. Sardjito, masyarakat secara umum,

dan berbagai pihak terkait sebagai sumber informasi mengenai gambaran biaya

yang dikeluarkan oleh pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi

dan menjalani rawat inap dalam rangka penanggulangan kasus kanker

payudara.

2. Bermanfaat bagi RSUP Dr. Sardjito yang merupakan rumah sakit rujukan bagi

pasien kanker di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam membantu untuk

membuat pedoman terapi untuk kanker payudara dan untuk dasar penetapan

(6)

terapi yang efektif dan efisien mengingat tingginya biaya yang diperlukan

dalam pengobatan, terutama terkait dengan kemoterapi yang dijalani oleh

pasien. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh pihak RSUP Dr. Sardjito

sebagai bahan evaluasi untuk standar tatalaksana terapi beserta pembiayaannya

untuk terapi kanker payudara, dengan membandingkannya dengan standar tarif

INA-CBGs yang diberlakukan oleh BPJS Kesehatan.

3. Bagi peneliti dapat memberikan pemahaman dan pendalaman mengenai

penyakit kanker payudara beserta dengan tata laksana terapinya dan ilmu

farmakoekonomi melalui penerapan penelitian di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta khususnya terkait dengan analisis biaya terapi.

4. Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tentang besarnya biaya terapi

kanker payudara, terutama terkait dengan kemoterapi untuk pengobatan kanker

payudara tersebut, sehingga masyarakat dapat menjadi lebih berwaspada

terhadap penyakit kanker payudara dan dapat mengambil langkah-langkah

preventif dengan menjauhi faktor risiko kanker payudara.

E. Tinjauan Pustaka

1. Kanker Payudara

a. Definisi Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan suatu tumor ganas yang

perkembangannya berawal dari sel payudara. Tumor ganas ini merupakan

suatu kumpulan dari sel kanker yang dapat berkembang dan menginvasi

jaringan disekitarnya, hingga mengalami metastasis ke jaringan yang

(7)

Penyakit ini dapat menyerang wanita maupun pria meskipun

kasusnya pada pria masih sangat jarang. Payudara wanita terdiri dari

kelenjar lobulus, duktal, dan stroma. Lobulus merupakan kelenjar penghasil

susu. Duktal yang merupakan saluran kecil yang menghubungkan lobulus

dengan puting payudara untuk menghantarkan susu. Stroma yang

merupakan suatu lapisan yang terdiri dari jaringan lemak dan jaringan ikat

yang mengelilingi duktal dan lobulus, pembuluh darah, serta pembuluh

limfatik.

Sel pada payudara yang seringkali mengalami kanker adalah sel

pada jaringan duktal dan lobulus, serta pada beberapa kasus juga menyerang

sel pada jaringan payudara yang lainnya.

b. Epidemiologi Kanker Payudara

Penyakit kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang

paling sering terjadi dan merupakan penyakit kanker yang paling banyak

mengakibatkan kematian setelah kanker paru-paru. Penyakit kanker

payudara terutama terjadi pada wanita dan sangat jarang terjadi pada pria.

Berdasarkan data National Cancer Institute, di Amerika Serikat

hingga tahun 2013 terjadi 232.340 kasus kanker payudara pada wanita,

dengan 39.620 kasus mengakibatkan kematian dan 2.240 kasus kanker

payudara pada pria dengan 410 kasus mengakibatkan kematian. Berdasarkan

data WHO, pada tahun 2008 terdapat 1,38 juta kasus dan 458.000 kematian

akibat kanker payudara di tiap tahunnya terutama terjadi di negara miskin

(8)

dini kanker payudara dan terbatasnya pelayanan kesehatan. Berdasarkan

data American Cancer Society (ACS), insidensi kematian akibat kanker

payudara paling banyak ditemui pada wanita umur antara 45-55 tahun.

Di Indonesia sendiri kasus terjadinya kanker payudara masih cukup

tinggi dan sudah sekian lama sejak tahun 1988 menjadi jenis kanker yang

paling banyak diderita oleh orang Indonesia. Penyakit kanker payudara

merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi kedua setelah

kanker serviks (Riskesdas, 2007; Tjindarbumi dan Rukmini, 2002).

Tabel I. Gambaran jumlah kasus tumor/kanker di Indonesia dari total 4.017 orang responden ≥ 10 tahun penderita tumor/kanker (Riskesdas, 2007)

Tumor/kanker Jumlah Kasus

Alat kelamin wanita, ovarium, cervix uteri 793

Payudara 618

Kulit 517

Kelenjar gondok, endokrin 552

Jaringan lunak 483

Saluran cerna 248

Rongga mulut dan tenggorokan 181

Tulang, tulang rawan 174

Mata, otak, bagian susunan saraf pusat 164

Alat kelamin pria/prostat 146

Saluran kemih 95

Paru-paru 29

Darah 22

c. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara

Seperti halnya kanker lainnya, penyebab kanker payudara terdiri dari

2 faktor, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal. Faktor

eksternal dari lingkungan menjadi penyebab utama terjadinya kanker, karena

dari lingkungan tersebut terdapat berbagai substansi yang bersifat

(9)

senyawa yang terkandung dalam rokok, polusi lingkungan, serta berbagai

substansi kimia seperti obat kanker. Faktor internal terjadinya kanker antara

lain adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh

(Hasnida dan Lubis, 2009).

Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan

seseorang mengalami kanker payudara. Faktor risiko utama yang sangat

berhubungan dengan kejadian kanker payudara adalah jenis kelamin dan

usia. Berdasarkan jenisnya, faktor risiko kanker terdiri dari faktor risiko

yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor risiko

yang dapat diubah antara lain adalah faktor risiko yang terkait dengan

perilaku dan gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, dan diet, serta

yang sangat berkaitan erat dengan kanker payudara adalah penggunaan

Hormone Replacement Therapy. Faktor diet terkait dengan konsumsi makanan mengandung lemak tinggi yang memiliki kaitan erat dengan

peningkatan berat badan dan risiko kanker payudara. Diet lemak yang tinggi

dan peningkatan berat badan ini terkait dengan peningkatan jumlah jaringan

adiposa yang dapat meningkatkan sirkulasi estrogen bebas dengan kadar

yang berlebih akibat konversi androstenedion menjadi estradiol di jaringan

adiposa perifer (Dipiro dkk., 2008).

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, terutama yang terkait dengan

kanker payudara antara lain adalah jenis kelamin, usia, faktor riwayat

penyakit dan genetik, ras dan etnis, serta dense breast tissue atau densitas

(10)

1) Jenis Kelamin

Wanita merupakan faktor risiko utama terjadinya kanker

payudara. Meskipun kasus kanker payudara juga dapat terjadi pada pria,

namun wanita memiliki kemungkinan 100 kali lebih besar mengalami

kanker payudara dibandingkan pria. Hal ini terutama terkait dengan

faktor endokrin, terutama hormon estrogen dan progesteron yang dapat

meningkatkan pertumbuhan dari sel kanker payudara, dimana pada

wanita jumlah hormon tersebut lebih besar dibandingkan pada pria

(ACS, 2012a).

2) Usia

Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab

terjadinya kanker payudara. Pada tabel II dapat dilihat risiko kanker

payudara akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia.

Sekitar 1 dari 8 kasus kanker payudara yang bersifat invasif terjadi pada

wanita yang berusia kurang dari 45 tahun, serta 2 dari 3 kasus kanker

payudara yang bersifat invasif terjadi pada wanita berusia 55 tahun atau

lebih (ACS,2012c).

Tabel II. Gambaran probabilitas terjadinya kanker payudara berdasarkan usia pada wanita dengan berbagai ras pada tahun 2001-2003 berdasarkan data

Surveillance Epidemioligy and End Results (SEER) statistic review, oleh The National Cancer Institute (Dipiro dkk., 2008)

Interval Usia (Tahun) Probabilitas (%) Peningkatan Kanker Payudara Invasif Selama Interval

30-40 0,43 atau 1 dari 233

40-50 1,44 atau 1 dari 69

50-69 2,63 atau 1 dari 38

60-70 3,65 atau 1 dari 27

Dari lahir sampai

(11)

Faktor usia ini terutama terkait erat dengan usia pasien saat

mengalami menstruasi pertama dan saat mengalami menopause. Seorang

pasien yang mengalami menstruasi lebih awal (terutama sebelum usia 12

tahun) dan mengalami menopause pada usia yang lebih tua terutama

pada usia diatas 55 tahun akan memiliki risiko yang lebih besar

mengalami kanker payudara (Dipiro dkk., 2008; McPherson dkk., 2000).

3) Faktor Riwayat Penyakit dan Genetik

Baik riwayat penyakit individu maupun keluarga dapat

berpengaruh pada risiko seseorang mengalami kanker payudara. Seorang

yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara dan kanker lain seperti

kanker ovarium dan kanker uterus juga memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk mengalami kanker payudara.

Kanker payudara juga banyak ditemukan pada seorang yang

memiliki riwayat keluarga penderita kanker payudara. Sekitar 5-10%

kasus kanker payudara terjadi akibat sifat herediter, dimana suatu gen

yang cacat diturunkan dari orang tua. Gen BRCA1 dan BRCA2

merupakan gen yang paling berperan dalam terjadinya kanker payudara

yang bersifat herediter. Kecacatan pada gen tersebut dapat

mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya kasus kanker payudara.

Pada sel normal, gen BRCA1 dan BRCA2 berperan dalam mencegah

terjadinya kanker melalui mekanisme pembentukan protein yang

menjaga sel agar tidak tumbuh secara abrnormal, sehingga bila

(12)

maka risiko terjadinya kanker payudara dapat meningkat hingga

mencapai 80% (ACS, 2012a). Seorang yang memiliki riwayat keluarga

kanker payudara bukan hanya berisiko mengalami kanker payudara,

tetapi juga dapat mengalami kanker lain, terutama kanker ovarium.

Selain mutasi gen BRCA, terdapat gen lain yang bila terjadi mutasi dapat

mengakibatkan kanker payudara yang bersifat herediter, namun

frekuensinya tidak setinggi gen BRCA dalam meningkatkan risiko

terjadinya kanker payudara.

4) Ras dan Etnis

Secara garis besar wanita berkulit putih memiliki risiko kanker

payudara yang lebih besar dibandingan dengan wanita campuran

Afrika-Amerika, namun wanita Afro-Amerika memiliki risiko kanker payudara

dibawah usia 45 tahun dan risiko kematian akibat kanker payudara yang

lebih besar dibandingan dengan wanita berkulit putih. Wanita ras lain

memiliki risiko yang lebih rendah mengalami kanker payudara dan

kematian akibat kanker payudara yang lebih kecil (ACS, 2012c).

5) Densitas Jaringan Payudara (Dense Breast Tissue)

Payudara terdiri dari jaringan lemak, jaringan fibrosa, dan

jaringan kelenjar. Seorang wanita dikatakan memiliki densitas jaringan

payudara yang besar bila memiliki jaringan glandular dan fibrosa yang

lebih banyak serta jaringan lemak yang lebih sedikit. Wanita dengan

densitas jaringan payudara yang besar memiliki risiko mengalami kanker

payudara dibandingkan dengan wanita yang memiliki densitas payudara

(13)

payudara antara lain usia, status menopause, penggunaan obat seperti

untuk terapi hormonal, kehamilan, dan genetik (ACS,2012a).

d. Tipe Kanker Payudara

Terdapat beberapa tipe kanker payudara, dan kebanyakan dari kanker

payudara menyerang sel duktal dan lobulus, serta beberapa menyerang sel

pada jaringan payudara yang lainnya. Dilihat dari tipenya, suatu kanker

payudara yang terjadi dapat berupa kombinasi dari beberapa jenis kanker

payudara yang bersifat invasif dan in situ. Kanker payudara yang bersifat in

situ sering kali disebut dengan kanker payudara preinvasif yang pada

perkembangannya dapat berkembang menjadi sel kanker payudara yang

dapat menyebar dan bersifat invasif. Kanker payudara stadium dini (early

breast cancer), locally breast cancer, dan kanker payudara yang bermetastasis adalah kanker yang merupakan tipe kanker payudara invasif

(NBCC, 2007).

1) Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) atau Intraductal Carcinoma

Tipe kanker payudara ini merupakan tipe kanker payudara

non-invasive yang paling sering terjadi dengan perbandingan sekitar 1 dari 5 kasus kanker payudara adalah jenis DCIS. Pada tipe kanker payudara ini

sel kanker hanya menyerang bagian sel duktal payudara, namun tidak

menyebar melebihi dinding duktal hingga ke jaringan payudara lain

(ACS, 2012a). DCIS memiliki risiko yang tinggi berkembang menjadi

kanker payudara invasif, sehingga skrining awal kanker payudara

memiliki peranan yang sangat penting untuk mencegah perkembangan

(14)

berapapun, dan kebanyakan ditemukan pada wanita usia 50-59 tahun

(NBBC, 2007).

2) Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) atau Lobular Neoplasia

LCIS ini bukan merupakan kanker. Pada LCIS terjadi suatu

perubahan pada sel lobula yang mengarah pada sifat abnormal, sehingga

seringkali LCIS ini disebut sebagai pre-cancer dan pasien yang

mengalami LCIS ini memiliki faktor risiko yang lebih besar mengalami

kanker payudara, meskipun pada beberapa kasus tidak sampai

berkembang menjadi kanker (ACS, 2012a). LCIS banyak terkait dengan

adanya ekspresi pada reseptor estrogen dan progesteron. LCIS paling

banyak terjadi pada wanita usia 40-50 tahun atau 10 tahun lebih muda

dibandingkan pada prevalensi wanita yang mengalami DCIS (Lakhani

dkk., 2006)

3) Invasive Ductal Carsinoma (IDC)

IDC merupakan tipe kanker payudara yang paling sering terjadi

pada wanita. Pada IDC, sel kanker berkembang dari sel duktal payudara,

kemudian menembus dinding sel duktal, lalu menyebar dan berkembang

hingga pada jaringan lemak dari payudara. Selain itu IDC juga memiliki

kemungkinan untuk mengalami metastasis ke jaringan dan organ tubuh

lainnya melalui sistem limfatik dan aliran darah (ACS, 2012a).

4) Invasive Lobular Carcinoma (ILC)

ILC merupakan suatu kanker payudara yang bersifat invasif,

dimana pada awalnya sel kanker berkembang pada jaringan lobula, dan

(15)

seperti halnya IDC, ILC juga dapat mengalami metastasis ke jaringan dan

organ tubuh lainnya (ACS, 2012a).

5) Tipe Kanker Payudara yang Jarang Terjadi

Selain tipe kanker payudara DCIS, LCIS, IDC, dan ILC, terdapat

beberapa tipe kanker payudara lainnya, yaitu inflammatory breast cancer,

triple-negative breast cancer, paget disease pada puting payudara, phyllodes tumor, dan angiosarkoma, namun tipe kanker payudara tersebut lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan DCIS, LCIS, IDC, dan ILC

(ACS, 2012a).

e. Gejala Klinis dan Tanda Kanker Payudara

Adanya benjolan atau massa pada payudara yang tidak terasa nyeri

pada payudara merupakan tanda awal kanker payudara yang paling sering

terjadi pada sebagian besar wanita. Benjolan ini biasanya tidak terasa sakit

serta bersifat soliter, unilateral, padat, mengeras, bentuknya tidak teratur,

dan nonmobile, walaupun pada beberapa orang benjolan ini juga dapat terasa

nyeri. Adanya cairan yang keluar secara abnormal dari puting payudara,

puting payudara seperti tenggelam (retraksi), atau adanya bagian kulit pada

payudara yang mencekung (dimpling) mungkin ditemui pada beberapa

kasus, namun hal ini jarang terjadi. Pada beberapa kasus lainnya, edema dan

kemerahan, serta kulit terasa panas juga dapat terjadi, terutama di sekitar

payudara (Dipiro dkk., 2008).

Pada kasus kanker payudara yang telah mengalami metastasis ke

(16)

pembesaran pada daerah perut, jaundice, dan gangguan mental dapat terjadi.

Gejala lainnya dari kanker payudara yang telah mengalami metastasis

seperti adanya benjolan pada daerah organ yang terserang oleh sel kanker

bermetastasis dapat juga terjadi, tergantung dari jaringan atau organ yang

terkena sel kanker yang berasal dari kanker payudara tersebut.

f. Diagnosis Kanker Payudara

Deteksi dini pada kanker payudara merupakan langkah penting untuk

mencegah perkembangan kanker payudara. Pemeriksaan awal pada kasus

payudara dapat melalui penelusuran riwayat penyakit pasien, pemeriksaan

keadaan fisik payudara, mammografi tiga dimensi, dan teknik pencitraan

(imaging) seperti ultrasonografi (USG). Penggunaan mammogram, penilaian

kalsifikasi, atau kombinasi tersebut untuk pemeriksaan pada kanker

payudara merupakan teknik yang paling banyak digunakan untuk melihat

adanya abnormalitas pada sel payudara (Dipiro dkk., 2008).

Teknik biopsi dapat dilakukan apabila tes dengan mammogram

menunjukan adanya sel payudara yang bersifat kanker dan memiliki

kemungkinan menyebar ke organ lain. Dengan biopsi, sel yang diduga

kanker diambil dan kemudian dianalisis terlebih dahulu sebelum melakukan

tindakan pengobatan. Teknik biopsi sendiri terdiri dari beberapa tipe, antara

lain fine needle aspiration atau aspirasi jarum halus (FNA atau AJH), core

needle biopsy, biopsi terhubung dengan alat vakum, biopsi terbuka dengan teknik operasi pembedahan, dan diseksi nodus limfa (ACS, 2012c)

(17)

g. Stadium Kanker Payudara

Penentuan stadium kanker payudara adalah suatu proses untuk

menentukan progresivitas dan memliki kepentingan untuk penentuan

prognosis dan merencanakan terapi. Klasifikasi stadium kanker payudara

berdasarkan petunjuk American Joint Comitee for Cancer digunakan untuk

menentukan keadaan dan perkembangan kanker payudara, dan yang telah

digunakan hampir di seluruh pusat ilmu kedokteran adalah klasifikasi TNM.

Penentuan stadium kanker payudara terdiri dari penentuan stadium klinis

dan stadium patologik. Pemeriksaan fisik, biopsi, dan tes pencitraan kanker

payudara merupakan teknik pemeriksaan untuk penentuan stadium klinis,

sedangkan teknik pemeriksaan stadium klinis yang disertai pembedahan

dilakukan untuk penentuan stadium patologik. Gambaran stadium patologis

lebih akurat menggambarkan perkembangan stadium kanker payudara

dibandingkan dengan stadium klinis (ACS, 2012a).

Penentuan stadium kanker pada kanker payudara dengan klasifikasi

TNM, didasarkan pada ukuran dan luas tumor primer (T1-4), ada dan luasnya

penyebaran hingga nodus limfa(N1-3), serta sudah atau belumnya sel kanker

mengalami metastasis (M0-1). Berdasarkan sistem numerik (I,II, III, dan IV),

stadium 0 menggambarkan adanya karsinoma in situ (Tis) atau tidak adanya

sel kanker, stadium I menggambarkan adanya tumor primer yang bersifat

invasif dan belum menyebar hingga nodus limfa, dan stadium II biasanya

menggambarkan sel kanker sudah mulai menyebar hingga nodus limfa.

(18)

stadium awal, dimana pada stadium ini kemungkinan pasien kanker

payudara untuk sembuh masih cukup tinggi. Stadium III menggambarkan

adanya tumor yang besar dengan penyebaran hingga nodus limfa yang lebih

ekstensif dibandingkan pada stadium II. Stadium IV menggambarkan sel

kanker sudah mengalami metastasis ke organ lain yang letaknya jauh dari

asal sel kanker tersebut (Dipiro dkk., 2008).

Tabel III. Penggolongan stadium kanker payudara berdasarkan klasifikasi TNM menurut American Joint Comittee on Cancer (2009)

Stadium T N M 0 Tis N0 M0 I T1 a N0 M0 IIA T0 N1 M0 T1 a N1 M0 T2 N0 M0 IIB T2 N1 M0 T3 N0 M0 IIIA T0 N2 M0 T1a N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 IIIC T apapun N3 M0 IV T apapun N apapun M1 Keterangan :

Simbol T merupakan uuran dari kanker yang sudah menyebar dari kanker yang sudah atau belum menyebar ke jaringan lain

Tis : T1 : T1a : T1b: T1c : T2 : T3 : T4 : T4a : T4b : T4c : T4d :

Kanker payudara karsinoma in situ Ukuran sel tumor ≤2 cm

Ukuran sel tumor >0,1-0,5 cm Ukuran sel tumor >0,5-1 cm Ukuran sel tumor >1-2 cm Ukuran sel tumor >2-5 cm Ukuran sel tumor > 5 cm

Kanker atau tumor dengan ukuran apa pun dan telah meyebar secara ekstensif hingga dinding dada

Meluas hingga dinding dada namun belum meluas hingga otot peskularis

Adanya edema (termasuk pada peau d’orange) atau adanya ulserasi kulit, atau satelit nodul kulit.

Adanya kondisi T4a dan T4b Adanya inflammatory carcinoma

(19)

Simbol N berdasarkan nodus limfa yang telah terkena kanker. Terdapat 2 klasifikasi untuk menggambarkan N. Yang pertama yaitu yang secara klinik sebelum pembedahan, dan kedua yaitu secara patologik dimana tumor dapat diangkat dari nodus limfa pada saat pembedahan

N0 klinik : N1 klinik : N2 klinik : N3 klinik : N0 patologik : N1 patologik : N2 patologik : N3 patologik :

Kanker belum menyebar ke nodus limfa berdasarkan pemeriksaan.klinik Kanker sudah mulai menyebar hingga nodus limfa axilla pada sisi yang sama dengan payudara yang mengalami kanker dan tidak melekat pada jaringan sekitar

Kanker sudah menyebar hingga nodus limfa axilla pada sisi yang sama dengan payudara yang mengalami kanker dan melekat pada jaringan sekitar Kanker sudah menyebar hingga nodus limfa axilla di atas atau di bawah tulang selangka pada sisi payudara yang sama yang terkena kanker, baik belum atau telah menyebar hingga nodus limfa axilla bawah ketiak

Kanker belum menyebar ke nodus limfa berdasarkan pemeriksaan secara mikroskopik

Kanker ditemukan pada 1-3 nodus limfa axilla Kanker sudah menyebar pada 4-5 nodus limfa

Kanker telah menyebar pada 10 atau lebih nodus limfa axilla dan juga nodus limfa lain sekitar payudara

Simbol M menunjukkan penyebaran kanker jauh ke jaringan lain dan beberapa organ tubuh.

M0 : M1 :

Kanker tidak mengalami metastasis ke organ yang jauh Kanker telah mengalami metastasis ke organ yang jauh h. Kemoterapi pada Kanker Payudara

Kemoterapi pada kanker merupakan penggunaan obat anti-kanker,

baik itu dengan obat tunggal maupun kombinasi beberapa obat, secara intra

vena atau lewat mulut, untuk menangani kanker dengan tujuan untuk

menghambat pertumbuhan tumor maupun untuk menghancurkan sel kanker

melalui berbagai macam mekanisme aksi (ACS, 2013b). Meskipun memiliki

berbagai efek samping, kemoterapi yang digunakan untuk terapi definitif

maupun sebagai terapi adjuvan atau neoadjuvan pada kanker banyak

direkomendasikan terutama untuk penyakit kanker stadium lanjut. Pada

banyak pasien kanker, penggunaan obat sitotoksik untuk kemoterapi

bertujuan untuk mengurangi gejala kanker serta meningkatkan kualitas

hidup dengan tingkat survival yang lebih panjang, meskipun dengan

(20)

Kemoterapi pada kanker payudara direkomendasikan berdasarkan

ukuran tumor, penyebaran tumor, serta ada tidaknya keberadaan tumor pada

nodus limfa aksila, dan penggunaannya dapat sebagai terapi adjuvan,

neoadjuvan, maupun sebagai terapi utama pada kanker payudara stadium

lanjut. Respon terhadap pemberian kemoterapi didasari oleh beberapa faktor

yaitu stadium kanker payudara yang diderita, banyaknya organ yang yang

mengalami metastasis, regimen kemoterapi yang diberikan, terapi lain yang

dijalani oleh pasien, dan status kondisi pasien (Dipiro dkk., 2008).

Kemoterapi adjuvan adalah istilah yang digunakan apabila

kemoterapi diberikan setelah pasien menjalani pembedahan pada kanker

payudara. Pembedahan dilakukan untuk menghilangkan semua sel kanker

yang terlihat, namun dibutuhkan terapi adjuvan untuk membunuh sel kanker

yang masih tersisa dan tidak terlihat. Tujuan dari kemoterapi adjuvan ini

adalah untuk eradikasi penyakit mikrometastasis serta mencegah tumor

kambuhan (Dipiro dkk., 2008).

Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum dilakukan pembedahan,

dan seringkali disebut sebagai kemoterapi neoadjuvan. Tujuan dari

penggunaan kemoterapi neoadjuvan adalah untuk memperkecil ukuran

tumor yang besar sehingga dapat lebih mudah untuk dihilangkan dengan

pembedahan. Selain itu, penggunaan kemoterapi adjuvan adalah dapat

memberikan gambaran bagaimana respon sel kanker terhadap obat

kemoterapi, dimana apabila suatu tumor tidak mengecil setelah pemberian

(21)

agen kemoterapi lainnya (ACS, 2012a). Terapi lokal yang diberikan pasca

kemoterapi dan luasnya pembedahan juga ditentukan oleh respon tumor

terhadap kemoterapi (Dipiro dkk., 2008).

Kemoterapi terutama diberikan pada pasien dengan kanker payudara

stadium lanjut yang telah mengalami metastasis ke organ lain. Sel kanker

yang telah mengalami metastasis dari kanker payudara tentunya juga dapat

membahayakan fungsi organ yang mengalami metastasis tersebut, sehingga

sel kanker yang telah mengalami metastasis tersebut juga perlu untuk

diterapi. Kemoterapi merupakan pengobatan yang paling ampuh karena obat

kemoterapi yang diberikan akan mengikuti aliran darah untuk mencapai sel

kanker pada semua bagian tubuh. Respon pengobatan dengan kemoterapi

terhadap sel kanker meningkat karena obat yang dihantarkan kepada sel

menjadi lebih efektif dan efisien.

Pada penggunaan kemoterapi untuk semua jenis kanker, menjaga

kadar efektif obat sitotoksik dalam jangka waktu yang lebih lama untuk satu

kali pemberian akan lebih efektif dibandingkan memberikan kemoterapi

dalam dosis besar sekaligus dalam sekali pemberian. Hal ini perlu dilakukan

dengan tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping akibat

penggunaan kemoterapi tersebut. Untuk obat dengan siklus spesifik

(cycle-dependent), memperpanjang waktu penghantaran juga mempunyai keuntungan pada sel target dengan siklus yang berbeda karena saat

perkembangan sel kanker mencapai satu fase dimana obat beraksi, maka

(22)

Tabel IV. Regimen kemoterapi yang sering digunakan untuk pengobatan kanker payudara (Dipiro dkk., 2008)

Regimen Kemoterapi Adjuvan AC

Doxorubicin 60 mg/m2 IV, hari 1 Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Siklus diulang setiap 21 hari dalam 4 siklus

AC → Paclitaxel

Doxorubicin 60 mg/m2 IV, hari 1 Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Siklus diulang setiap 21 hari dalam 4 siklus Diikuti dengan :

Paclitaxel 175 mg/m2 IV, hari 1 selama 3 jam Siklus diulang setiap 21 hari dalam 4 siklus FAC

5-Fluorourasil 500 mg/m2

Doxorubicin 50 mg/m2 IV continous infusion dalam 72 jam

Cyclophosphamide 500 mg/ m2 IV, hari 1 Siklus diulang setiap 21-28 hari dalam 6 siklus

TAC

Docetaxel 75 mg/m2 IV, hari 1 Doxorubicin 50 mg/m2IV bolus, hari 1 Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1 (Doxorubicin harus diberikan lebih dahulu) Siklus diulang setiap 21 hari dalam 6 siklus (harus diberikan dengan growth factor support)

CAF

Cyclophosphamide 600/m2 IV, hari 1 Doxorubicin 60 mg/m2 IV bolus, hari 1 5-Fluorouracil 600 mg/m2, hari 1

Siklus diulang setiap 21-28 hari dalam 6 siklus

Paclitaxel → FAC

Paclitaxel 80 mg/m2 setiap minggu, IV selama 1 jam setiap minggu dalam 12 minggu

Diikuti dengan :

5-Fluorouracil 500 mg/m2 IV, hari 1 dan 4

Doxorubicin 50 mg/m2 IV continous infusion selama 72 jam

Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1 Siklus diulang setiap 21-28 hari dalam 4 siklus FEC

5-Fluorouracil 500 mg/m2 IV, hari 1 Epirubicin 100 mg/m2 IV bolus, hari 1 Cyclophosphamide 500 mg/m2 IV, hari 1 Siklus diulang setiap 21 hari dalam 6 siklus

CMF

Cyclophosphamide 100 mg/m2 setiap hari secara per oral, hari 1-14

Methotrexate 40 mg/m2 IV, hari 1 dan 8 5-Fluorouracil 600 mg/m2 IV, hari 1 dan 8 Siklus diulang setiap 28 hari dalam 6 siklus Atau

Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1 Methotrexate 40 mg/m2 IV, hari 1 5-Fluorouracil 600 mg/m2 IV, hari 1 dan 8 Siklus diulang setiap 21 hari dalam 6 siklus CEF

Cyclophosphamide 75 mg/m2 setiap hari secara per oral, hari 1-14

Epirubicin 60 mg/m2 IV, hari 1 dan 8 5-Fluorouracil 600 mg/m2 IV, hari 1 dan 8 Siklus diulang setiap 21 hari dalam 6 siklus (juga perlu diberikan juga antibiotik profilaksis atau growth factor support)

Dose-Dense AC → Paclitaxel Doxorubicin 60 mg/m2 IV bolus, hari 1 Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV, hari 1

Siklus diulang setiap 14 hari dalam 4 siklus (harus diberikan dengan growth factor support)

Diikuti dengan :

Paclitaxel 175 mg/m2 IV selama 3 jam

Siklus diulang setiap 14 hari dalam 4 siklus (harus diberikan dengan growth factor support)

Regimen Agen Kemoterapi Tunggal untuk Kanker Payudara yang Bermetastasis Paclitaxel

Paclitaxel 175 mg/m2 IV selama 3 jam Siklus diulang setiap 21 hari

Atau

Paclitaxel 80 mg/m2 selama 1 jam, setiap minggu

Pemberian dosis diulang setiap 7 hari

Vinorelbine

Vinorelbine 30 mg/m2 IV, hari 1 dan 8 Siklus diulang setiap 21 hari

Atau

Vinorelbine 25-30 mg/m2 IV, setiap minggu Siklus diulang setiap 7 hari (Pengaturan dosus didasarkan pada nilai Absolute Neutrophil Count/ANC, lihat informasi produk)

(23)

Tabel IV. Lanjutan..

Docetaxel

Docetaxel 60-100 mg/m2 IV selama 1 jam Siklus diulang setiap 21 hari

Atau

Docetaxel 30-35 mg/m2 IV selama 30 menit, setiap minggu

Siklus diulang setiap 7 hari

Gemcitabine

Gemcitabine 600-1000 mg/m2 IV, setiap minggu, pada hari 1, 8, dan 15

Siklus diulang setiap 28 hari (....)

Capecitabine

Capecitabine 2000-2500 mg/m2 secara per oral, 2 kali sehari selama 14 hari

Siklus diulang setiap 21 hari

Liposomal Doxorubicin

Liposomal Doxorubicin 30-50 mg/m2 IV selama 90 menit

Siklus diulang setiap 28 hari

Regimen Agen Kemoterapi Kombinasi untuk Kanker Payudara yang Bermetastasis Docetaxel + Capecitabine

Docetaxel 75 mg/m2 IV selama 1 jam, hari 1 Capecitabine 2000-2500 mg/m2 secara per oral, 2 kali sehari selama 14 hari

Siklus diulang setiap 21 hari

Paclitaxel + Gemcitabine

Paclitaxel 175 mg/m2 IV selama 3 jam, hari 1 Gemcitabine 1250 mg/m2 IV, hari 1 dan 8 Siklus diulang setiap 21 hari

Keterangan : A : Adriamycin (Doxorubicin) F : 5-Fluorouracil C : Cyclophosphamide E : Epirubicin T : Docetaxel M : Methotrexate

Pada banyak kasus kanker, penggunaan kemoterapi yang paling

efektif adalah apabila digunakan secara kombinasi lebih dari satu obat

kemoterapi. Berbagai kombinasi obat sitotoksik tersebut diberikan dengan

tujuan untuk meningkatkan hasil pengobatan dan mengurangi efek samping

obat dibandingkan dengan penggunaan obat sitotoksik tunggal dosis besar

(Dipiro dkk., 2008).

Kemoterapi diberikan beberapa kali dengan interval waktu tertentu

yang disebut dengan siklus. Siklus kemoterapi adalah penggunaan

kemoterapi dengan dosis tertentu, baik dengan agen kemoterapi tunggal

maupun secara kombinasi yang kemudian diikuti dengan beberapa hari atau

minggu tanpa terapi. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu bagi sel

(24)

kemoterapi yang diberikan ditentukan sebelum pasien menjalani kemoterapi

didasarkan pada tipe dan stadium kanker yang dialami (ACS, 2013b).

Pada kasus kanker payudara yang telah bermetastasis seringkali

pemberian satu regimen kemoterapi tidaklah cukup meskipun semua siklus

sudah dilakukan sesuai dengan rencana. Oleh karena itu seringkali pasien

diberikan lagi regimen kemoterapi dengan jenis obat yang berbeda atau

sering disebut kemoterapi lini kedua (second-line chemoterapy). Pilihan

pemberian kemoterapi lini kedua didasarkan pada respon pasien terhadap

kemoterapi lini pertama (first-line chemotherapy) yang telah diberikan.

Pasien yang tidak memiliki respon yang baik terhadap pengobatan

kemoterapi lini pertama akan diberikan kemoterapi lini kedua dengan jenis

obat sitotoksik yang berbeda untuk menghindari terjadinya resistensi sel

kanker terhadap agen kemoterapi (Crown dkk., 2002).

Beberapa agen kemoterapi menunjukkan aktivitas pada terapi kanker

payudara, seperti doxorubicin, epirubicin, paclitaxel, docetaxel,

capecitabine, 5-fluorouracil, cyclophosphamide, methotrextate, vinblastine,

gemcitabine, mitoxantrone, mitromycin-C, thiotepa, dan melphalan. Agen

kemoterapi yang memiliki aktivitas yang paling baik untuk terapi kanker

payudara adalah agen kemoterapi golongan anthracycline (doxorubicin dan

epirubicin) dan taxane (paclitaxel dan docetaxel), dimana responnya

mencapai 50 hingga 60% pasien kanker payudara (Dipiro dkk., 2008; Crown

(25)

2. Farmakoekonomi

Dalam suatu pengukuran tingkat keberhasilan terapi, hal yang perlu

diperhatikan bukan hanya berdasarkan perkembangan patofisiologi penyakit

yang diderita oleh pasien namun juga berbagai aspek lain. Salah satunya adalah

masalah ekonomi karena dapat mempengaruhi perspektif seorang pasien dalam

mengikuti suatu program kesehatan yang terkait dengan penyakitnya.

Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan masalah pengobatan

suatu penyakit juga ikut terkena dampaknya, seperti salah satunya adalah

semakin bervariasinya biaya untuk pengobatan suatu penyakit. Oleh karena itu

perlu untuk dilakukan suatu analisis yang mendalam terkait masalah tersebut

yang dapat dianalisis melalui suatu studi farmakoekonomi (Bootman dkk.,

2005).

Farmakoekonomi merupakan suatu deskripsi dan analisis biaya terapi

obat pada suatu sistem pelayanan kesehatan dan masyarakat yang didalamnya

mempelajari bagaimana kita mengidentifikasi, mengukur, serta

membandingkan biaya dan konsekuensinya (hasil dari suatu tindakan atau

outcome) dari suatu produk dan pelayanan farmasi (Bootman dkk., 2005). Berdasarkan hal tersebut, suatu studi farmakoekonomi ini diharapkan dapat

menjawab berbagai permasalahan yang terkait dengan pengobatan dan

merupakan suatu alat yang dapat menguji bagaimana suatu outcome dan

pengaruh dari suatu terapi obat dan pelayanan kesehatan terkait, yang nantinya

dapat memberikan informasi mengenai suatu program kesehatan yang paling

(26)

Biaya yang dihitung dari suatu intervensi kesehatan bukan hanya

meliputi biaya pengobatan saja, tetapi juga pada hampir semua aspek yang

terkait pasien. Dalam studi farmakoekonomi, biaya-biaya digolongkan menjadi

biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya tidak terukur.

a. Biaya langsung (direct cost) merupakan biaya yang terkait secara langsung

dengan pelayanan kesehatan, seperti biaya jasa staf kesehatan, biaya rumah

sakit, biaya laboratorium, dan biaya pembelian obat.

b. Biaya tidak langsung (indirect cost) yaitu biaya yang berdasarkan perspektif

masyarakat secara keseluruhan, seperti biaya hilangnya produktivitas,

hilangnya pendapatan dan hilangnya waktu, serta biaya transportasi ke

rumah sakit dan sebaliknya. Biaya ini bukan hanya menyangkut pasien itu

sendiri, tetapi juga menyangkut keluarga pasien dan masyarakat secara

keseluruhan.

c. Biaya tak terukur (Intangible Cost) seperti rasa sakit, kecemasan, trauma,

dan kondisi psikologi baik pasien maupun keluarganya.

Penilaian biaya dan konsekuensi dari sebuah produk atau jasa farmasi

sangatlah bergantung pada perspektif mana yang digunakan sebagai dasar

untuk evaluasi farmakoekonomi yang dilakukan. Pada umumnya perspektif

yang sering digunakan meliputi parspektif pasien, penyedia layanan kesehatan

(provider), pembayar (payer), dan masyarakat (societal). Evaluasi

farmakoekonomi dapat menentukan nilai produk atau jasa, dari satu perspektif

atau lebih. Klarifikasi dari perspektif sangat penting karena hasil evaluasi

(27)

ditentukan dengan jelas, evaluasi biaya dan konsekuensi yang relevan dapat

dimulai. Perspektif adalah hal yang penting karena nilai yang ditempatkan pada

pengobatan akan tergantung pada sudut pandang yang diambil.

a. Perspektif Pasien

Perspektif pasien adalah yang terpenting karena pasien merupakan

konsumen utama dari pelayanan kesehatan. Biaya dari perspektif pasien

adalah apa yang pasien bayar untuk produk atau pelayanan kesehatan.

Konsekuensi dari perspektif pasien adalah efek klinis baik positif maupun

negatif dari suatu alternatif program atau pengobatan. Sebagai contoh,

berbagai biaya dari perspektif pasien termasuk biaya yang ditanggung

asuransi, biaya terapi yang dikeluarkan pasien, dan biaya tidak langsung,

seperti upah yang hilang (Sanchez, 2005).

b. Perspektif Penyedia Layanan Kesehatan (Provider)

Biaya dari perspektif penyedia layanan adalah biaya dalam

menyediakan sebuah produk atau layanan. Penyedia layanan dapat meliputi

rumah sakit, organisasi penyedia layanan atau dokter praktek swasta. Dari

perspektif ini biaya medis langsung seperti biaya obat, rawat inap, tes

laboratorium, perlengkapan, dan gaji profesi kesehatan dapat diidentifikasi,

diukur, dan dibandingkan (Sanchez, 2005).

c. Perspektif Pembayar (Payer)

Pembayar meliputi perusahaan asuransi, pengusaha, atau pemerintah.

Dari perspektif ini biaya yang dihitung adalah biaya untuk produk dan

layanan perawatan kesehatan yang diterima atau diganti oleh pihak

(28)

tidak langsung seperti hilangnya hari kerja dan penurunan produktivitas juga

dapat memberikan kontribusi pada total biaya kesehatan yang ditanggung

oleh pembayar (Sanchez, 2005).

d. Perspektif masyarakat (social)

Perspektif masyarakat adalah perluasan dari semua perspektif karena

merupakan satu-satunya perspektif yang mempertimbangkan manfaat bagi

masyarakat secara keseluruhan. Secara teoritis semua biaya langsung dan

tidak langsung termasuk dalam evaluasi ekonomi yang dilihat dari perspektif

masyarakat. Biaya dari perspektif ini meliputi morbiditas dan kematian

pasien, serta keseluruhan biaya dari pemberian dan penerimaan pelayanan

kesehatan. Evaluasi dari perspektif ini juga mencakup semua konsekuensi

penting dari individu yang bersangkutan (Sanchez, 2005).

Farmakoekonomi meliputi 2 metodologi utama dalam analisis ekonomi

di bidang kesehatan yaitu analisis cost (biaya) dan analisis outcome. Analisis

biaya meliputi biaya berupa produk atau pelayanan kesehatan yang digunakan

tanpa melihat bagaimana outcome dari pasien maupun provider, sedangkan

analisis outcome menganalisis bagaimana efek dari suatu produk atau

pelayanan kesehatan yang dilakukan, baik pada pasien ataupun suatu

masyarakat.

Terdapat 5 tipe analisis farmakoekonomi yang sering digunakan

berdasarkan pada problem yang dihadapi yaitu cost-minimization analysis,

cost-effectiveness analysis, cost-effectiveness analysis, cost-benefit analysis,

(29)

a. Cost-effectiveness Analysis

Metodologi ini digunakan untuk membandingkan 2 atau lebih

macam pilihan terapi dengan satuan outcome yang sama (seperti tekanan

darah, kadar glukosa, dan lain-lain) dengan biaya terapi yang dikeluarkan.

Hasil yang didapat kemudian dianalisis dan pilihan terapi yang memiliki

nilai biaya terendah dengan efektivitas yang tertinggi serta rasio

effectiveness paling rendah adalah yang dipilih. Metode analisis cost-effectiveness ini adalah metode yang paling sering digunakan dalam suatu analisis farmakoekonomi (Walley, 2004).

b. Cost-minimization Analysis

Metodologi ini merupakan tipe analisis cost-effectiveness yang

digunakan untuk menganalisis 2 pilihan terapi atau lebih yang diasumsikan

sama dalam hal outcome. Dari hal tersebut, biaya yang terkait dengan

intervensi pengobatan seperti biaya administrasi dan akuisisi obat dapat

dievaluasi dan dibandingkan, dimana biaya tersebut bisa jadi menghasilkan

perbedaan nilai yang berbeda signifikan. Metode ini banyak digunakam

untuk membandingkan penggunaan tipe obat paten dan obat generik, serta

obat yang berbeda pada proses pemberiannya (Walley, 2004).

c. Cost-benefit Analysis

Metodologi ini digunakan untuk membandingkan biaya dengan

outcome dari suatu pilihan terapi dan outcome yang didapat dinyatakan dalam suatu nilai mata uang. Outcome atau benefit yang dilihat adalah

berupa biaya program atau intervesi kesehatan yang nantinya perlu untuk

(30)

dilakukan. Metode ini cukup sulit untuk dilakukan dikarenakan semua

benefit dan biaya dari suatu program harus dianalisis terutama pada hal benefit, dikarenakan cukup banyak benefit yang sulit untuk diukur serta dikonversikan ke dalam suatu nilai mata uang, seperti kualitas hidup pasien,

kepuasan pasien, dan lain-lain (Walley, 2004).

d. Cost-utility Analysis

Metode ini merupakan suatu studi farmakoekonomi yang

membandingkan biaya dari suatu program kesehatan dengan outcome terapi

berupa kualitas hidup pasien yang dinyatakan dengan nilai quality-adjust life

years saved (QALY). Metode analisis ini memungkinkan untuk mengukur efek terapi dengan jenis penyakit yang berbeda dan berefek pada tingkat

morbiditas dan mortalitas pasien, seperti contohnya adalah penyakit kanker.

Outcome akhir yang dilihat adalah harapan hidup pasien yang memperoleh pilihan program tersebut (Walley, 2004).

e. Cost Analysis

Cost analysis adalah tipe analisis yang mengidentifikasi biaya total yang timbul akibat penyakit atau suatu terapi yang digunakan untuk

pengobatan suatu penyakit. Metode ini tidak membandingkan kemanjuran

dari suatu terapi atau penggunaan obat yang satu dengan obat-obatan

lainnya. Cost analysis ini merupakan teknik evaluasi ekonomi yang pertama

digunakan dalam bidang kesehatan. Metode analisis ini mengevaluasi biaya

langsung dan tidak langsung serta memperkirakan keseluruhan biaya akibat

suatu penyakit yang spesifik pada populasi yang telah ditentukan. Dengan

(31)

penyakit dan biaya yang perlu dikeluarkan untuk menangani suatu kondisi

akibat penyakit dan efek dari obat tersebut, sehingga dapat secara efektif

dilakukan perbandingan dengan macam pilihan terapi lainnya, terutama

dalam hal macam biaya yang terlibat dalam pilihan terapi tersebut (Walley,

2004). Tujuan utama dari cost analysis adalah untuk memperkirakan

dampak ekonomi dari suatu penyakit terhadap masyarakat dan dapat

menjadi alat ekonomi yang baik untuk memberikan informasi dalam

pengambilan keputusan apabila dilihat dari perspektif yang berbeda. Lebih

jauh lagi, cost analysis ini dapat menjadi suatu penelitian deskriptif yang

dapat menyediakan informasi untuk membantu proses politik sebagai fungsi

manajemen pada tingkat yang berbeda dalam organisasi pelayanan

kesehatan (Tarricone, 2006).

F. Kerangka Konsep Penelitian

Biaya Total

1. Biaya Obat dan Barang Medis 8. Biaya IGD 2. Biaya Tindakan Medik 9. Biaya IP2S/CSSD 3. Biaya Penunjang Diagnostik 10. Biaya Labu Darah 4. Biaya Visite 11. Biaya Pelayanan Oksigen 5. Biaya Keperawatan 12. Biaya Konsultasi Gizi 6. Biaya Akomodasi 13. Biaya Administrasi 7. Biaya Pelayanan ICU dan ICCU 14. Biaya Lain-lain

Pasien Kanker Payudara Rawat Inap yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito

Tahun 2012 Usia Stadium Kanker Payudara Cara Bayar 1. Umum 2. ASKES 3. UPTD JPKM Sleman 4. UPT PJKD Yogya 4. Jamkesos 6. Jamkesmas 7. Jamkesda Penyakit Lain 1. Tanpa Penyakit Lain 2. Dengan Penyakit

Lain

Regimen Kemoterapi

Kelas Rawat Inap Lama Rawat Inap

(32)

G. Keterangan Empirik

Dengan dilakukannya penelitian ini dapat diketahui total biaya bagi pasien

kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi dan menjalani rawat inap di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta antara bulan Januari 2012 sampai dengan

Desember 2012. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran mengenai

komponen biaya yang mempengaruhi total biaya, besarnya biaya tiap komponen,

dan komponen yang memiliki kontribusi besar pada biaya total yang diperlukan.

Dari penelitian ini juga dapat diketahui faktor-faktor penentu yang dapat

mempengaruhi besarnya biaya perawatan pasien kanker payudara yang

Gambar

Tabel I. Gambaran jumlah kasus tumor/kanker di Indonesia dari total 4.017 orang  responden ≥ 10 tahun penderita tumor/kanker (Riskesdas, 2007)
Tabel II. Gambaran probabilitas terjadinya kanker payudara berdasarkan usia  pada wanita dengan berbagai ras pada tahun 2001-2003 berdasarkan data  Surveillance Epidemioligy and End Results (SEER) statistic review, oleh The
Tabel III. Penggolongan stadium kanker payudara berdasarkan klasifikasi TNM  menurut American Joint Comittee on Cancer (2009)
Tabel IV. Lanjutan..
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 24 November 2006, Perusahaan telah melakukan kerjasama operasi dengan PT Anugerah Mitra Lestari (AML) dengan memberikan hak pengelolaan pembangunan atas tanah yang

Data yang dikumpulkan berupa hasil belajar siswa (nilai afektif, kognitif, dan psikomotorik), data tanggapan siswa dan guru. Data hasil belajar siswa dianalisis menggunakan

Jadi, yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah suatu penelitian dalam mengukur perbedaan hasil belajar antara pembelajaran geometri dengan menggunakan

Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk memberikan sinyal kepada masyarakat untuk semakin meningkatkan

Perjalanan Dinas Luar Daerah 130,890,000 Koordinasi dan sosialisasi Pengembangan Sumber Daya Alam dan Pertanian 206,400,000 Penggandaan Pengembangan sumber daya alam dan

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa efektifitas APKLT bertekanan 0,8 MPa lebih besar dibandingkan alat penukar kalor loop thermosyphon tanpa fluida kerja (APKTF) untuk semua

Berdasarkan penelitian yang telah dila- kukan tentang perkembangan aerenkim akar kangkung darat dan kangkung air dapat diper- oleh kesimpulan sebagai berikut: proses

Keterkaitan dengan Sistem Sosial Berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandaskan sekulerisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura- hura), permisivisme (serba