• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demam Lassa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Demam Lassa"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rodentia adalah hewan pengerat yang memuliki banyak jenis, yaitu ada aquatic rodent (rodent yang hisup di air), leaping rodent (rodent yang biasanya hidup di rumput atau padang pasir),tunneling rodent(rodent yang hidup di terowongan) dan tree-dwelling rodent (rodent yang hidup terutama di pohon).

Berdasarkan sudut ilmu kesehatan lingkungan, keempat jenis rodent tersebut perlu mendapatkan pengawasan yang seksama. Namun, pengawasan rodentia mengenal prioritas sehingga yang paling perlu untuk dilakukan pengawasan adalah golongan tunneling rodent. Hal tersebut dikarenakan, hewan pengerat golongan ini senang hidup di lingkungan pemukiman manusia (Yudhastuti, 2011:11).

Salah satu golongan tunneling rodent adalah tikus. Tikus merupakan hewan liar dari golongan mamalia dan dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan pengerat dan pemakan segala jenis makanan (omnivora) ini sering menimbulkan kerusakan dan kerugian dalam kehidupan manusia antara lain dalam bidang pertanian, perkebunan, permukiman dan kesehatan. Tikus sudah mampu beradaptasi dengan baik serta menggantungkan dirinya pada kehidupan manusia dalam hal pakan dan tempat tinggal. Selain itu, tikus dapat membahayakan manusia karena mampu menularkan penyakit pada manusia.

Tikus mampu menularkan penyakit pada manusia dengan membawa benih penyakit, pinjal, kutu, bakteri dan parasit. Binatang dari suku Murides ini dikenal sebagai sumber beberapa penyakitzoonosis. Beberapa jenis penyakit yang ditularkan oleh tikus antara lain Pes/Plaque, Leptospirosis, Scub Typhus, Murine Thypus, Rat Bite Fever, Salmonellosis, Lymphatic Chorionmeningitis, Hantavirus Pulmonary Syndrome dan Lassa Fever.

Lassa Fever atau demam berdarah lassa adalah salah satu jenis penyakit yang ditularkan oleh tikus dengan akibat yang berbahaya. Infeksi endemik terjadi di negara-negara Afrika Barat, dan menyebabkan 300-500.000 kasus setiap tahunnya dengan kematian sekitar 5.000 jiwa.

Data terbaru sedikitnya 40 orang telah meninggal di seluruh Nigeria akibat wabah demam berdarah lassa selama 6 minggu dan ada 397 kasus telah dilaporkan pada 22 februari 2012 lalu. Dari 397 kasus tersebut, ada 87 kasus yang telah dikonfirmasi positif oleh pejabat

(2)

medis setempat. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit melihat waktu kejadian yang hanya 6 minggu (Antara news).

Mikroba penyebab demam berdarah lassa dapat dimanfaatkan sebagai senjata biologis karena memiliki karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut (Sudibya, 2012).

Penyakit demam berdarah lassa ini memang belum banyak dikenal di Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat juga menjadi wabah di Indonesia. Sebab, hewan pembawa penyakit ini adalah tikus yang juga telah banyak menyumbang kasus wabah penyakitzoonosis di wilayah Indonesia. Berdasarkan berbagai data diatas, penulis ingin melakukan sebuah studi pustaka mengenai penyakit demam berdarah lassa sebagai tambahan wawasan tentang penyakit tersebut.

International Health Regulation (IHR) adalah suatu instrumen Internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota WHO maupun negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat.

Dimana prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan, bandara dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar mampu menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan lainnya yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu International Health Regulation (IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).

Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko penyakit menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti: a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan

(3)

PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang meresahkan dunia. KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional (Depkes RI, 2008).

WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas.

Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik sebagai jawaban dari PHEIC (Depkes RI, 2008).

Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC, IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria sebagai berikut: :

a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat. b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

c). Berpotensi menyebar secara Internasional

d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan

e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan makalah ini adalah tentang penyakit demam berdarah lassa. Maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

(4)

“ Apa pengertian penyakit Demam Berdarah Lassa, penyebabnya, bagaimana tikus sebagai vektor penyebab serta kemungkinan terjadinya di Indonesia?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari mengenai penyakit demam berdarah lassa yang terdiri dari pengertian, penyebab, tikus sebagai vektor penyebab dan mengidentifikasi kemungkinan terjadi di Indonesia

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mempelajari penyebab penyakit demam berdarah lassa

2. Mempelajari bagaimana peran tikus sebagai vektor dalam penyakit demam berdarah lassa 4. Mempelajari gejala penyakit demam berdarah lassa

5. Mempelajari pengobatan penyakit demam berdarah lassa 6. Mempelajari pencegahan penyakit demam berdarah lassa

7. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya penyakit demam berdarah lassa 1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah: 1. Bagi Peneliti

Sebagai penambahan wawasan yang telah dimiliki khususnya dalam bidang pengendalian vektor dan rodent dan selain itu sebagai pemenuhan syarat Ujian Tengah Semester VII

2. Bagi Pembaca

Sebagai penambahan wawasan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembelajaran selanjutnya.

(5)

BAB II PEMBAHASAN Lassa Fever

2.1 Deskripsi Demam Berdarah Lassa

Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang pertama kali dideskripsikan tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria. Kasus-kasus penyakit klinis lain telah dikenal lebih dari sati dekade sebelumnya namun tidak ada yang berhubungan dengan penyakit ini. Wabah penyakit ini telah diamati di Nigeria, Liberia, Sierra Leone, Guinea, dan Republik Afrika Tengah.

Seperti demam hemorrhagic lain, demam berdarah lassa juga dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang yang lain. Penularan tersebut dapat melalui kontak oleh udara, urin atau semen. Massa inkubasi demam berdarah lassa sekitar 10 hari (kisaran antara 3 sampai 21 hari).

Virus lassa dapat menginfeksi hampir setiap jaringan dalam tubuh manusia. Dimulai dari mukosa, usus, paru-paru dan sistem urin kemudian berkembang ke sistem vaskular.

(6)

2.2 Epidemiologi Vektor

Lassa virus zoonosis (ditransmisikan dari hewan), yang menyebar ke manusia dari tikus, khusus multi-mammate tikus ('' Mastomys natalensis''). Ini mungkin adalah hewan yang paling umum di Afrika ekuatorial, di mana-mana di rumah-tangga manusia dan dimakan sebagai makanan enak di beberapa daerah. Dalam tikus ini infeksi adalah dalam keadaan asimtomatik gigih. Virus adalah gudang di mereka guano (urin dan kotoran), yang dapat aerosolized. Dalam kasus yang fatal, Lassa demam dicirikan oleh gangguan atau tertunda imunitas selular menuju fulminant viremia.

Infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui hubungan ke kotoran hewan melalui traktat-traktat pernapasan atau pencernaan. Inhalasi partikel kecil bahan infektif (aerosol) diyakini menjadi sarana paling signifikan eksposur. Mungkin untuk memperoleh infeksi melalui rusak kulit atau selaput lendir yang langsung terkena bahan infektif. Transmisi dari orang ke orang juga telah didirikan, menyajikan risiko penyakit untuk pekerja kesehatan. Frekuensi transmisi melalui kontak seksual belum ditetapkan.

2.3 Etiologi Demam Berdarah Lassa

Penyebab penyakit demam berdarah lassa seperti telah disebutkan diatas adalah dikarenakan oleh infeksi virus secara akut. Virus penyebab penyakit demam berdarah lassa adalah Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa yang merupakan golongan arbovirus dengan genus arenavirus dan family arenaviridae. Virus ini merupakan jenis virus demam berdarah (Viral Hemorrhagic Fever/VHF) pada primata baik manusia maupun non manusia. Virus lassa merupakan virus RNA yang berantai tunggal dan ditemukan sekitar 30 tahun lalu.

Virus lassa ini dapat menetap dalam darah selama berbulan-bulan setelah sembuh, karena itu penggunaan serum bagi orang yang baru sembuh harus lebih berhati-hati.

(7)

2.4 Reservoir dan Transmisi Demam Berdarah Lassa

Demam berdarah lassa merupakan penyakit zoonosis yang berarti bahwa manusia terinfeksi dari kontak dengan hewan yang terinfeksi. Hewan reservoir atau host dari virus lassa adalah tikus dari genus Mastomys yaitu spesies Mastomys natalensis atau tikus multimammate. Mastomys yang terinfeksi virus ini umumnya tidak menjadi sakit. Tetapi mereka melepaskan virus dalam kotoran mereka berupa urin dan tinja.

Demam berdarah lassa terjadi pada semua kelompok umur baik pada perempuan maupun pada laki-laki. Orang yang paling beresiko adalah mereka yang tinggal di daerah pedesaan dimana tikus Mastomys banyak ditemukan, terutama di daerah dengan sanitasi yang buruk dan di daerah padat penduduk. Secara lebih ringkas, gambaran peran tikus sebagai reservoir kejadian penyakit demam berdarah lassa ditunjukkan pada gambar berikut:

Manusia biasanya terinfeksi virus Lassa dari paparan kotoran tikus Mastomys yang terinfeksi dengan cara kontak/paparan langsung dengan kotoran tersebut, misalnya dengan menyentuh kotoran yang terinfeksi. Virus Lassa juga dapat menyebar antara manusia melalui kontak langsung dengan darah, urin, feses atau cairan tubuh lainnya dari seorang dengan demam berdarah lassa.

Sebenarnya belum ada bukti epidemiologis yang mendukung penyebaran virus melalui udara antara manusia. Virus tersebut dapat pula disebarkan melalui peralatan medis yang terkontaminasi seperti jarum suntik yang digunakan kembali dan dapat pula melalui transmisi seksual. Kontak langsung dengan hewan pengerat yang terinfeksi bukanlah satu-satunya cara di mana orang yang terinfeksi; penularan dari orang ke orang dapat terjadi setelah terpapar virus dalam darah, jaringan, sekresi, atau ekskresi dari Lassa terinfeksi virus individu. Kontak biasa (termasuk kontak kulit-ke-kulit tanpa pertukaran cairan tubuh) tidak menyebarkan virus Lassa. Penularan dari orang-ke-orang umum di layanan kesehatan (disebut infeksi nosokomial) di mana alat pelindung diri yang tepat (PPE) tidak tersedia atau tidak digunakan. Virus Lassa dapat tersebar di peralatan medis yang terkontaminasi, seperti jarum digunakan kembali

Reservoir, atau host, virus Lassa adalah hewan pengerat yang dikenal sebagai "tikus multimammate" (Mastomys natalensis). Setelah terinfeksi, hewan pengerat ini mampu

(8)

mengekskresikan virus dalam urin untuk jangka waktu yang panjang, mungkin selama sisa hidupnya. Mastomys tikus sering berkembang biak, menghasilkan sejumlah besar keturunan, dan banyak di sabana dan hutan dari barat, tengah, dan Afrika timur. Selain itu, Mastomys mudah menjajah rumah manusia dan daerah di mana makanan disimpan. Semua faktor ini berkontribusi pada penyebaran yang relatif efisien virus Lassa dari tikus yang terinfeksi ke manusia.

Penularan virus Lassa ke manusia terjadi paling sering melalui konsumsi atau inhalasi. Mastomys tikus menumpahkan virus dalam urin dan kotoran dan kontak langsung dengan bahan-bahan tersebut, melalui menyentuh benda yang tercemar, makan makanan yang terkontaminasi, atau paparan membuka luka atau luka, dapat menyebabkan infeksi.

Karena Mastomys tikus sering hidup di dalam dan sekitar rumah dan mengais pada item makanan manusia sisa atau makanan buruk disimpan, transmisi kontak langsung umum. Mastomys tikus kadang-kadang dikonsumsi sebagai sumber makanan dan infeksi dapat terjadi ketika tikus tertangkap dan siap. Kontak dengan virus juga dapat terjadi ketika seseorang menghirup partikel-partikel kecil di udara yang terkontaminasi dengan kotoran binatang pengerat yang terinfeksi. Aerosol ini atau penularan melalui udara dapat terjadi selama kegiatan pembersihan, seperti menyapu.

2.5 Gejala Demam Berdarah Lassa

Sekitar 80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 % kasus menunjukkan gejala/penyakit yang berat/ parah mempengaruhi multi sistem, di mana virus mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan ginjal.

Masa inkubasi Demam Berdarah Lassa berkisar 6-21 hari. Timbulnya penyakit ini biasanya bertahap, dimulai dengan demam, kelemahan umum, dan malaise. Setelah beberapa hari timbul sakit kepala,, sakit tenggorokan, nyeri otot, nyeri dada, mual, muntah, diare, batuk, dan perut dapat mengikuti. Pada keadaan yang berat berlanjut dengan gejala wajah bengkak, timbul cairan dalam rongga paru-paru, perdarahan dari mulut, hidung, vagina atau saluran pencernaan, dan tekanan darah rendah, adanya protein dalam urin (Proteinuria). Pada tahap akhir dari penyakit dapat terjadishock, kejang, tremor, disorientasi, dan koma. Tuli terjadi pada 25% pasien pada masa pemulihan setelah 1-3 bulan. Transient

(9)

rambut rontok dan gangguan gaya berjalan mungkin terjadi selama pemulihan. Berikut ini disajikan gambaran presentase tanda dan gejala yang terjadi pada demam berdarah lassa.

Secara klinis, demam berdarah lassa sulit dibedakan dari demam hemorrhagic lain, seperti infeksi oleh virus ebola dan virus marburg dan juga dari penyakit demam yang lebih umum seperti malaria.

2.6 Diagnosis Demam Berdarah Lassa

Demam Berdarah Lassa sangat bervariasi dan non-spesifik, diagnosis secara klinis sering sulit untuk dilakukan, terutama pada awal perjalanan penyakit. Demam Berdarah Lassa sulit untuk dibedakan dari banyak penyakit lainnya yang menyebabkan demam, termasuk malaria, Shigellosis, demam tipus, demam kuning dan demam berdarah virus.

Diagnosis pasti hanya dapat dilakukan dengan pengujian di laboratorium yang sangat khusus.Spesimen laboratorium mungkin berbahaya dan harus ditangani dengan sangat hati-hati. Demam Berdarah Lassa didiagnosis dengan deteksi antigen Lassa, antibodi anti-Lassa, atau teknik isolasi virus. ELISA test untuk antigen dan antibodi IgM memberikan 88% kepekaan dan 90% kekhususan untuk mengetahui adanya infeksi.

2.7 Pengobatan Demam Berdarah Lassa

Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa jika diberikan pada awal perjalanan penyakit klinis. Tidak ada bukti untuk mendukung peran ribavirin sebagai pengobatan profilaksis pasca pajanan untuk demam Lassa. Ribavirin adalah obat yang sepertinya mengganggu replikasi virus dengan menghambat sintesis asam nukleat.

(10)

Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi tentang kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.

1. Pemberantasan Tikus di Wilayah Pelabuhan

Dilaksanakan di daerah perimeter pel abuhan dengan teknik pemasangan perangkap, baik perangkap hidup ( cage trap), maupun perangkap mati (back break trap), dengan memelihara predator, memberikan poisoning (rodentisida), dan lokal fumigasi (dengan Posphine).

2. Pemberantasan Tikus di Kapal dan di Peswat

Di kapal, dilakukan dengan fumigasi menggunakan fumigant yang direkomendasikan yaitu SO2 dan HCN (WHO, 1972), namun di Indonesia sesuai dengan SK DirJen PPM&PLP No. 716-I/PD.03.04.EI tanggal 19 Nopember 1990, tentang fumigan yang digunakan untuk fumigasi kapal dalam rangka penerbitan SKHT bagi kapal, adalah HCN, CH3 Br, dan SO2. Pada tahun 1998/1999 telah diterbitkan 42 sertifikat DC/SKHT dan 1.217 DEC/SKBHT ( Anonimus, 1999).

Di pesawat bahan fumigan yang direkomendasikan oleh WHO, hanyalah HCN (WHO, 1984).

Selain itu, pengendalian infeksi juga dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian demam berdarah lassa yaitu Anggota keluarga dan petugas layanan kesehatan harus selalu berhati-hati untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh sambil merawat orang sakit. Pencegahan dengan menggunakan pelindung untuk perawat harus dilakukan secara rutin terhadap penularan virus Lassa. Namun, untuk keselamatan sebaiknya pasien yang diduga demam Lassa harus dirawat di diruangan khusus “tindakan isolasi,” yang meliputi mengenakan pakaian pelindung seperti masker, sarung tangan, gaun, dan perisai wajah, dan sistematis sterilisasi peralatan yang terkontaminasi.

2.9 Identifikasi Kemungkinan Kejadian di Indonesia

Berdasarkan hasil mempelajari demam berdarah lassa yang telah menjadi wabah di Nigeria, dapat diidentifikasi bahwa demam berdarah lassa ini juga dapat terjadi di Indonesia. Hal tersebut didasarkan sebab virus memang mudah untuk menular dari orang ke orang yang lain. Selain itu, hewan reservoir virus lassa ini adalah tikus yang juga banyak terdapat di Indonesia terutama di daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk.

(11)

Secara defenisi, PHEIC dalam International Health Regulation (IHR) adalah suatu instrumen Internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh negara anggota WHO maupun negara bukan WHO. Dimana tujuan dan ruang lingkup untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit secara Internasional, serta melaksanakan public health response sesuai dengan risiko kesehatan masyarakat. Dimana prosedur pelaksanaan akan dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap pelabuhan, bandara dan lintas barat (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2005 cakupan IHR diperluas agar mampu menangani penyakit new emerging, dan re emerging serta infeksi risiko kesehatan lainnya yang terjadi, baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun non infeksi. Oleh karena itu International Health Regulation(IHR) tahun 2005 dipersiapkan pula pengunpulan informasi secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Depkes RI, 2008).

Penerapan IHR adalah suatu langkah penting bagi negara-negara dalam bekerjasama guna memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan pengendalian risiko penyakit menular khususnya. Pertimbangan tersebut menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi atau keadaan kritis, seperti: a) Mencegah penyebaran penyakit yang beresiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat b) Menghindarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan dan perdagangan yang diakibatkan oleh masalah kesehatan masyarakat dunia/PHEIC.PHEIC adalah kedaruratan kesehatan kejadian luar biasa (KLB) yang meresahkan dunia. KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara Internasional. Beberapa faktor seperti letak geografi serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas Internasional, kecepatan dan penyebarannya dan faktor lainnya yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB merupakan penyakit berpotensi dalam penyebaran Internasional (Depkes RI, 2008). WHO merekomendasikan pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan pengelola transportasi. seperti melakukan pemeriksaan yang tepat untuk pemeriksaan rutin terhadap risiko kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung di bandara, pelabuhan, lintas batas. Pemeriksaan dapat dilakukan kepada manusia, barang, kargo, kontainer, kapal pesawat, transportasi darat dan paket pos. Rekomendasi sementara dibuat oleh WHO secara khusus, dan waktu terbatas dan didasarkan pada risiko yang spesifik

(12)

sebagai jawaban dari PHEIC (Depkes RI, 2008). Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC, IHR mempersiapkan instrumen dan mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC dengan kreteria sebagai berikut: :

a). Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat. b). KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

c). Berpotensi menyebar secara Internasional

d). Berisiko terhadap perjalanan maupun perdagangan

e). Kemungkinan membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya

Pengawasan Kedatangan di Bandara & pelabuhan

Pemeriksaan kesehatan kapal perlu dilakukan, mengingat kapal membawa vektor penyakit, baik terhadap isi dan muatan kapal maupun orang yang mungkin tertular dari luar negeri. Isi dan muatan kapal merupakan faktor risiko terhadap berkembangbiaknya vektor penyakit, baik penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah. Keberadaan vektor tersebut dapat disebabkan pada isi dan lingkungan fisik/ ruangan yang ada pada kapal tersebut seperti ; kamar mandi/toilet, kamar anak buah kapal, gudang penyimpanan bahan makanan, tempat penampungan air bersih/tandon air (palka), dapur, sampah, pantry. Pada bagian tersebut umumnya vektor penyakit seperti tikus, kecoak dan nyamuk berkembang biak (Dirjen PPMPL,1996). Beberapa faktor risiko yang sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan penyebab terjadinya penyakit menular berpotensial wabah. Salah satu aspek penularan penyakit adalah serangga/vektor penular penyakit, baik yang dibawa melalui alat angkut kapal baik yang datang dari luar Indonesia maupun sebaliknya. Upaya pengendalian risiko lingkungan bertujuan untuk membuat wilayah pelabuhan laut dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembang biakan kuman/vektor penyakit (Ditjen PP-PL 2007).

(13)

Kapal merupakan alat angkut umum baik yang bersifat Nasional maupun Internasional. Keadaan sanitasi kapal yang kurang memenuhi syarat dapat menjadi sumber penularan penyakit, dimana semua bagian atau ruangan yang ada dalam kapal mempunyai faktor risiko dalam menularkan penyakit. Kondisi alat angkut kapal yang tidak baik maka memungkinkan untuk timbulnya vektor penyakit di atas kapal seperti tikus, kecoa dan nyamuk. Hal ini tentu didasari atas kenyataan bahwa kapal adalah salah satu usaha bagi umum yang langsung dipergunakan oleh masyarakat, sehingga perlu pengawasan kesehatan terhadap alat angkut tersebut. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit yaitu dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal, yaitu menjaga sanitasi kapal yang memenuhi syarat kesehatan. Kondisi kapal sangat dipengaruhi oleh manusianya disamping konstruksi dan kompartemen kapal itu sendiri, sehingga jika tidak ditangani dengan baik maka kompartemen di dalam kapal itu akan menyebabkan risiko yang memungkinkan munculnya vektor di dalam kapal tersebut. Menurut Kusnoputranto dan Susanna (2000), dalam bidang kesehatan berbagai komponen lingkungan yang diketahui dapat merupakan faktor risiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan lingkungan. Sementara itu hubungan interaktif antara komponen lingkungan tempat kerja dan manusia merupakan bagian dari kajian kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam skala mikro, orang-orang yang bekerja ditempat pekerjaannya menghadapi kondisi lingkungan kerja secara lebih intensif, baik menghadapi alat-alat maupun lingkungan pekerjaannya. Di Indonesia penyakit yang ditularkan serangga masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Data atau informasi yang menerangkan hubungan antara spesies tertentu dengan lingkungannya merupakan kunci penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan serangga. Penguasaan bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendalian vektor. Usaha pengendalian vektor akan memberikan hasil maksimal apabila ada kesamaan antara perilaku vektor dengan pengendalian yang diterapkan. Meningkatnya populasi beberapa serangga menimbulkan berbagai masalah di berbagai sektor, salah satunya di sektor transportasi laut. Munculnya vektor penular penyakit di dalam kapal seperti kecoa, tikus dan nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit menular baik antara satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain baik dalam negara maupun antar negara. Dengan demikian pengendalian vektor di kapal mutlak di lakukan, agar dapat menurunkan populasi vektor dan menurunkan insiden penyakit yang ditimbulkan oleh masingmasing vektor tersebut. Menurut Dirjen PPM dan PLP DEPKES RI (1996), tentang pedoman sanitasi kapal yaitu:

(14)

Air layak minum disimpan disatu atau lebih tangki yang dikonstruksi, ditempatkan dan dilindungi sedemikian rupa, sehingga aman dari segala pencemar yang berasal dari luar tangki. Tangki dibuat dari metal, harus tersendiri, tidak bersekatan dengan tangki yang memuat air bukan untuk minum. Tangki bukan merupakan bagian dari kulit kapal, penutup tangki tidak boleh ada paku sumbat, tidak boleh ada toilet dan kakus yang dipasang berdampingan dengan tangki tersebut. Bagian dasar dari tangki air minum pada bagian bawah kapal memiliki ketinggian lebih dari 45 cm diatas tangki dasar dalam, diberi tanda air layak minum dilembaran berukuran minimal 1,25 cm. Dilengkapi dengan lubang periksa air minum yang tingginya 1,25 cm di atas permukaan atas tangki yang menempel pada bagian terluar yang dilengkapi dengan packing yang ketat, dilengkapi dengan ventilasi sehingga mencegah terjadinya benda-benda pengkontaminasi yang terbuat dari pipa dengan diameter 3,8 cm, dilengkapi dengan saluran luapan dan dapat dikombinasikan dengan ventilasi, mempunyai alat pelampung pengukur air, mempunyai bukaan pengeringan dengan diameter 3,8 cm, Tangki air minum dan bagian lainnya didesinfeksi dengan klorin.

2. Dapur tempat penyiapan makanan (Galley)

Dinding dan atap memiliki permukaan yang lembut, rapi dan bercat terang. Filter udara berserabut tidak boleh dipasang di atap atau melintasi peralatan pemrosesan makanan. Penerangan tidak kurang dari 20 lilin atau sekitar 200 lux. Diberikan ventilasi yang cukup untuk menghilangkan hawa busuk dan kondensasi, ventilasi alam ditambah sesuai kebutuhan, lubang hawa di unit ventilasi mudah dilepas untuk keperluan pembersihan. Rak penyimpanan perkakas dan perabot tidak boleh diletakkan di bawah ventilasi. Peralatan dan perkakas dapur yang terkena kontak langsung dengan makanan dan minuman dibuat dari bahan yang halus anti karat, tidak mengandung racun, kedap air dan mudah dibersihkan. 3. Ruang penyimpan bahan makanan (Store room)

Ruang penyimpanan cukup memperoleh ventilasi, bersih, kering, dan memberikan ruang pembersihan dibawahnya. Tempat penyimpanan dibuat dari materi yang kedap air, tahan karat, tidak mengandung racun, halus, kuat dan tahan terhadap goresan.

a. Penyimpanan perkakas dan makanan yang tidak mudah busuk

Bahan makanan kering, perkakas yang sering tidak digunakan, disimpan di ruang khusus. Tempat penyimpanan dibuat dari bahan yang berkualitas, demikian juga

(15)

wadah-dilengkapi dengan tutup yang rapat. Makanan disimpan ditempat yang rapi di rak atau papan penyimpanan bagian tertentu guna melindungi benda-benda yang ada pada tempat tersebut dari percikan dan pencemaran. Suhu yang disarankan untuk penyimpanan jenis ini 10-15 derajat celcius.

b. Penyimpanan berpendingin untuk makanan yang mudah busuk

Semua makanan yang mudah busuk sebaiknya disimpan di bawah suhu 7 derajat Celcius, kecuali masa penyiapan atau saat digelar untuk keperluan penghidangan secara cepat setelah penyiapan. Bila makanan di simpan dalam jangka waktu lama disarankan untuk menyimpan pada suhu 4 derajat Celcius. Seluruh ruang pendingin di buat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, bebas dari hawa busuk. Benda-benda berpendingin seperti lemari es tersebut hendaknya diletakkan ditempat yang paling hangat dalam ruangan. Papan rak dalam jumlah yang mencukupi hendaknya disediakan di seluruh unit pendingin untuk mencegah penumpukan bahan dan memungkinkan ventilasi dan pembersihan. Pastikan termometer tidak rusak, sehingga bisa menunjukkan ketepatan jangkau. Suhu yang disarankan untuk penyimpanan bahan yang mudah busuk:

a) Bahan makanan beku: tidak lebih dari -12 derajat Celcius b) Daging dan ikan: 0-3 derajat Celcius

c) Susu dan produk hasil susu: 5-7 derajat Celcius d) Buah dan Sayuran: 7-10 derajat Celcius

4. Toilet/kamar mandi

Toilet/kamar mandi yang mencukupi disiapkan dekat dengan ruang penyiapan makanan, tidak menghadap langsung ke ruang tempat makanan disiapkan, disimpan dan dihidangkan. Pintu toilet/kamar mandi berengsel kuat dan secara otomatis menutup sendiri, ada ventilasi dan penerangan yang cukup. Fasilitas cuci tangan disediakan dalam ruangan toilet /kamar mandi, dilengkapi dengan air panas dan dingin, tissu, sabun, kain/handuk. Air cuci pada wastafel disarankan dengan suhu 77 derajat Celcius. Pada dinding yang dekat pintu toilet diberi tanda dengan tulisan yang berbunyi “CUCI TANGAN SETELAH MENGGUNAKAN TOILET”.

(16)

Ketentuan hendaknya dibuat untuk penyimpan dan pembuangan yang tersanitasi. Tempat sampah dapat digunakan di daerah penyiapan dan penyimpanan makanan, hanya untuk keperluan penggunaan segera. Tempat sampah berada di ruang yang khusus, terpisah dari tempat proses pengolahan makanan, mudah di bersihkan, tahan terhadap tikus (rodent) dan rayap (vermin), mempunyai pegangan, dibuat kedap air, di lengkapi dengan penutup yang rapat.

6. Ruangan awak buah kapal (Quarters crew)

Ruang tidur awak kapal mempunyai luas 1,67 sampai 2,78 m² dengan mempunyai ruang utama yang bersih dengan ukuran minimal 1,90 m². Tidak boleh lebih dari 4 orang yang mendiami satu kamar tidur, memilki ventilasi yang cukup dan ditambah dengan ventilasi mekanis untuk mendukung ventilasi alam untuk berbagai keperluan dan kebutuhan. Mempunyai penerangan yang cukup. Sebaiknya ada 1 toilet dan 1 pancuran atau bak mandi untuk tiap 8 orang dan satu wastapel untuk tiap 6 orang.

Menurut WHO, standar yang ditetapkan International Health Regulation (IHR) Tahun 2005, bahwa operator alat angkut untuk seterusnya harus menjaga alat angkut yang menjadi tanggung jawabnya, bebas dari sumber penyakit atau kontaminasi, dan juga bebas dari vektor penyakit. Dalam upaya pengendalian vektor penular penyakit, Kantor Kesehatan Pelabuhan Tembilahan melakukan: (1) Pemeriksaan kesehatan kapal yang datang dari negara sehat dan endemis, (2) Pemeriksaan kapal untuk penerbitan dokumen kesehatan (3) Pelaksanaan hapus tikus/serangga (4) Peningkatan sanitasi lingkungan Clearance pada kedatangan dan keberangkatan kapal (5) Upaya penegakan hukum kekarantinaan. Upaya lain yang dilakukan adalah memasang perisai tikus (Rat Guard), meninggikan tangga 60 cm dari dermaga.

b. Kemampuan Binatang/Vektor Yang Sering Ditemui Di kapal .

Binatang/vektor yang sering ditemui di kapal antara lain adalah tikus, kecoa, dan nyamuk. 1. Tikus

(17)

Lingkungan manusia sangat disenangi oleh tikus, ada 2 (dua) hal menarik yakni tersedianya makanan dan tempat istirahat, bermain-main maupun bersarang. Namun apabila tidak ada makanan pastilah akan semakin tidak disenangi dan mereka akan segera meninggalkan tempat tersebut. Kemampuan fisik tikus yaitu menggali lubang dalam tanah di luar dan atau di dalam rumah sebagai tempat bersarang, biasanya berbentuk mangkuk berdiameter lebih kurang 20 cm. Memiliki kemampuan memanjat pohon, bangunan atau tempat tinggi yang sangat baik, bahkan dapat memanjat vertikal di dalam pipa yang berukuran 3 inch. Memiliki kemampuan meloncat setinggi 60 cm, sejauh kurang lebih 40 cm dan dari ketinggian 5 meter tikus juga dapat meloncat ke bawah. Mempunyai kebiasaan menggigit dan mengerat kayu, papan, bahan makanan, pembungkus barang. Tujuan menggigit dan mengerat barang adalah untuk menjaga agar gigi tidak terlalu panjang. Dapat menyelam selama 30 detik, suhu air yang rendah tidak memengaruhi kemampuan tikus untuk berenang. Disamping kemampuan fisik, tikus juga memiliki kemampuan indera, antara lain: penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba. Untuk mengetahui ada tidaknya tikus antara lain: Dropping, Runways, Growing, Borrow, bau, tikus hidup dan ditemukannya bangkai tikus (Wijanarko, 2008).

2. Kecoa

Kecoa merupakan salah satu dari serangga kapal, disamping serangga rumah dan bangunan. Pada malam hari kecoak aktif mencari makan di dapur, gudang makanan, tempat sampah dan saluran air. Kecoa mampu membawa Ootheca atau sarang telur yang diletakkan dipunggungnya selama beberapa minggu. Mampu terbang, mampu beradaptasi walau terbawa dalam barang pada alat angkut, termasuk kapal, mampu berjalan dari gedung ke gedung lain atau dari saluran ke saluran lain, taman, selokan dalam tanah ke tempat kehidupan manusia. Suka makan tinja manusia dan suka menginjak-injak kotoran maupun sampah pada waktu mencari makanannya. Mampu mengeluarkan cairan dari mulut dan bagian lain dari tubuhnya, sehingga mengakibatkan bau di area atau makanan yang diinjaknya. Jenis kecoa yang banyak terdapat di Indonesia Periplaneta americana, Periplaneta australasiae, Supella longipalpa (Wijanarko, 2008).

3. Nyamuk

Berdasarkan tempat hidupnya dikenal 2 tingkatan: tingkatan dalam air dan tingkatan diluar tempat berair. Jadi untuk kalangsungan hidupnya sangat diperlukan air. Kemampuan hidup dalam air pada saat nyamuk masih berupa telur, larva, dan kepompong, sedangkan setelah

(18)

menjadi nyamuk dewasa kehidupannya akan berada di luar air dan mampu terbang setelah menghirup udara. Nyamuk betina hanya kawin 1 kali selama hidupnya, setelah 24-28 jam keluar dari kepompong. Nyamuk mencari darah siang dan malam hari dan ada yang mulai dari senja sampai menjelang pagi. Nyamuk senang dengan darah manusia dan juga darah hewan. Nyamuk mampu terbang antara 50 sampai 100 meter untuk jenis Aedes Aegypti. Belkin (1945) dan Perry (1946), melaporkan bahwa jarak terbang Anopheles Farauti lebih kurang 800 meter. Penyebaran nyamuk secara aktif menyebar menurut kebiasaan terbangnya, sedangkan secara pasif nyamuk terbawa angin atau kendaraan. Kepadatan nyamuk dipengaruhi oleh topografi dan kesuburan daerah, ada orang dan ternaknya untuk makanannya, ada kebun untuk istirahatnya dan ada sumber air untuk berkembangbiaknya.

c. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Binatang/Vektor di Kapal

Menurut International Health Regulation (2005), Public Health Emergency Of International Concern (PHEIC) adalah suatu kejadian luar biasa yang dapat menjadi ancaman kesehatan bagi negara lain. Setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan kreteria sebagai berikut:

1) Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat 2) KLB atau sifat kejadian tidak diketahui

3) Berpotensi menyebar secara International

4) Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan

Adapun penyakit yang ditimbulkan oleh binatang/vektor yang dapat menyebabkan PHEIC adalah :

1. Tikus a. Pes Paru

Pes Paru merupakan penyakit zoonosis menular yang melibatkan binatang pengerat dan kutu tikus/pinjal yang hidup pada tikus, yang menyebarkan infeksi bakteri kepada berbagai binatang dan manusia. Dengan gejala klinis yaitu: demam, lemas, batuk, nyeri dada, sesak, batuk darah, hipotensi dan pingsan (syok) dengan masa inkubasi 1-7 hari. Penyebab penyakit ini yaitu: Yersinia pestis, basil gram negatif famili Enterobacteriaceae.

(19)

Penyebaran penyakit ini antara lain binatang pengerat liar tikus penyebab Pes berada di Afrika Tengah, Afrika Timur, Afrika Selatan, Amerika Utara, Amerika Barat dan Asia. Pes endemis di Benua Afrika , Amerika dan Asia. Pada tahun 2003 sembilan (9) negara melaporkan 2118 kasus pes dengan 182 kematian, 98,7% kasus dan 98,9% kematian dilaporkan dari Afrika. Cara penularan dengan sumber paparan yang paling sering menghasilkan penyakit pada manusia diseluruh dunia adalah gigitan kutu tikus/pinjal tikus yang telah terinfeksi Xenopsylla cheopis (kutu tikus). Pes Paru ditularkan melalui Aerosol dan Droplet infestion

b. Demam Lassa

Demam Lassa adalah suatu penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus Lassa, dengan gejala klinis yaitu: demam akut, lemas, sakit kepala dan tenggorokan, batuk, mual, muntah dan diare, nyeri otot, sakit dada dan perut. Pada kasus berat terjadi pingsan (syok), efusi pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati, dan endema pada muka dan leher dengan masa inkubasi 6-21 hari. Penyebaran penyakit pada daerah endemis di Sierra leone, Liberia, Guinea dan Nigeria. Juga dilaporkan dari Republik Afrika Tengah, Kongo, Mali dan Senegal. Reservoir adalah binatang pengerat liar di Afrika Barat, yaitu sejenis tikus multimamat kompleks spesies dari Mastomys (I Nyoman, 2008).

Cara penularan melalui udara atau kontak dengan eksreta dari binatang pengerat yang terinfeksi pada permukaan lantai dan tempat tidur atau mencemari makanan dan air. Kontak langsung dengan darah melalui jarum yang tercemar atau kontak dengan sekret tenggorokan atau urine pasien 3-9 minggu dari masa sakit, dan melalui hubungan seksual. Masa penularan dari orang ke orang terjadi selama fase demam akut pada saat virus ada di tenggorokan. 2. Kecoa

Kecoa dapat menimbulkan penyakit menular seperti diare, disentri, virus hepatitis A, polio pada anak-anak, karena serangga ini sebagai reservoar dari beberapa spesies cacing (I Nyoman, 2008). Penularan penyakit dapat terjadi melalui beberapa mikro organime phatogen antara lain: Streptococcus, Salmonella, sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoak organissme tersebut mengkontaminasi makanan (I Nyoman, 2008).

(20)

a. Yellow Fever

Yellow Fever adalah penyakit demam kuning yang merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus Yellow Fever termasuk genus Flavivirus, dengan gejala klinis: demam, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, mual, muntah pendarahan, badan menjadi kuning, gangguan fungsi hati, ginjal, otak, jantung, pencernaan, gangguan kesadaran. Angka kematian sampai 80% (I Nyoman, 2008).

Penyebaran penyakit ini mempunyai sejarah yang menyeramkan. Pada tahun 1940 ribuan orang meninggal di Sudan. Tahun 1960-1962, 30 ribu orang meninggal di Ethiopia, dan penyakit ini terus menyebar ke berbagai negara seperti: Senegal,

Bolivia, Equador, Brazil, Colombia, Peru, Ghana dan lain-lain. Cara penularan yaitu melalui vektor nyamuk Aedes aegypty, Aedes aconitus yang juga merupakan vektor dari penyakit demam berdarah. Masa inkubasi penyakit ini 3 sampai 6 hari.

b. West Nile Fever

Penyakit ini adalah suatu penyakit menular yang disebabkan kelompok virus genus Flavivirus yang menyebabkan demam mirip demam dengue dan berlangsung selama 1 minggu atau kurang, dengan gejala klinis demam, sakit kepala, lesu, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, pada umumnya takut pada cahaya (fotophobia), dengan masa inkubasi 3-12 hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini menyebabkan KLB di Mesir, Israel, India, Perancis, Rumania, Republik Ceko, dan tersebar di Afrika, daerah Mediteran Utara dan Asia Barat. Cara penularan penyakit ini melalui gigitan nyamuk infektif Culex univittatus di Afrika Selatan, Culex modestus, Culex pipiens di Israel.

Masa penularan tidak langsung ditularkan dari orang ke orang, dimana nyamuk terinfeksi menularkan virus sepanjang hidupnya (I Nyoman, 2008).

c. Demam Berdarah Dengue (DHF)

Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan demam akut, dengan gejala klinis: Demam akut 2-7 hari, nyeri otot, sakit kepala, disekitar mata, tidak ada nafsu makan, gangguan saluran pencernaan dan timbul ruam kulit, dapat timbul pendarahan bawah kulit, gusi, hidung, saluran pencernaan, dan terjadi syok, dengan masa inkubasi 3-14 hari (I Nyoman, 2008). Penyebaran penyakit ini pada derah

(21)

Mexico, Karibia dan Amerika Tengah. Endemis rendah di Papua Nugini, Bangladesh, Nepal, Taiwan, dan sebagian besar negara Pasifik.

Cara penularan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia, dimana masa penularan menjadi infektif bagi nyamuk beberapa saat sebelum panas sampai saat demam berakhir. Nyamuk infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita dan tetap infektif selama hidupnya (I Nyoman, 2008).

Pengendalian Vektor

Penanggulangan kecoa ditujukan agar menurunnya penyakit yang ditularkan oleh kecoa di kapal, menurunnya tingkat kepadatan kecoa di kapal serta terciptanya kapal bersih dan sehat. Menurut Depkes RI (2003), pengendalian kecoa di kapal di lakukan antara lain:

1. Pengendalian Non Kimia

Pengendalian secara non kimia yaitu :

Pencegahan secara fisik agar kapal tidak menjadi tempat perindukan kecoa dengan upaya yang dilakukan yaitu: dengan mengisolasi tempat vektor berkembang biak di kapal dan pada faktor risiko dengan cara memodifikasi habitat kecoa sehingga tidak menjadi habitat kecoa atau tempat yang tidak di sukai kecoa di kapal.

b. Pengendalian secara lingkungan, yaitu dengan menciptakan kondisi faktor risiko lingkungan yang bersih sehingga kecoa tidaka akan betah berada di lingkungan tersebut. c. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami kecoa

2. Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian yang memakai bahan kimia insektisida, baik yang sifatnya menolak (reppelent) dan menarik (attractant). Pada umumnya bahan kimia yang dipakai untuk pengendalian kecoak yaitu hidrokarbon berkhlor (khlordane, dieldrin, heptaklor, lindane) dan organopospat majemuk (diazinon, malathion, dan ronnel). Metode yang dilakukan dengan cara penyemprotan atau pemaparan. Untuk pemaparan banyak digunakan diklorovos, propoxur, kepone yang diformulasikan dalam bentuk pasta. Sedangkan untuk reppelent digunakan pyretrin dan dikloros. Menurut (Davidson dan Peairs, 1966) mengatakan metode

(22)

penyemprotan banyak memakai khlordane, malathion atau ronnel, diazinon, dieldrin atau lindane.

SKEMA

(23)

Diagram 1. Algoritma lalulintas orang sakit ORANG SAKIT Pencatatan dan pelaporan Surat Ijin Pengangkutan Orang sakit Syarat Administrasi :

- Survailance clearance dari dokter/prawat pelabuhan embarkasi

- Surat keterangan dokter

- ICV yang valid bagi orang sakit dari daerah endemis NED

- Indentitas pendamping dan alamat yang dituju harus jelas Syarat teknis :

- Tidak menderita penyakit karantina/menular tertentu - Orang sakit dipesawat/kapal dari

daerah endemisyang harus diperiksa langsung oleh dokter/perawat KKP

- Orang sakit dipesawat/kapal dari daerah non endemis NED ada surat keterangan dari

Syarat Administrasi

- Surat keterangan dokter/dinas kesehatan setempat

- Identitas jelas dari orang sakit dan pendampingnya

Syarat Teknis:

- Tidak menderita penyakit karantina /menular tertentu - Tidak ada kontra indikasi

dalam penerbangan/pelayaran - Ada pendamping (dokter/perawat/bidan/tenaga lainya Pemberitahuan Lisan/Tertulis Kedatangan Orang Sakit Pemberangkatan Orang Sakit

Tdk bawa surat ket Bawa surat ket

(24)

Diagram 2. Algoritma orang sakit

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Tidak ada kontra indikasi medis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dokumen dan recheck KKP

Ada kontra indikasi medis

Tida k Ya

Diterbitkan izin angkut orang sakit

Tidak diterbitkan izin angkut orang

Menderita penyakit menular

(25)

1. Demam berdarah lassa adalah demam hemorrhagic virus akut yang disebabkan oleh Lassa Virus (LASV)/ Virus Lassa

2. Hewan reservoir atau host dari virus lassa adalah tikus dari genus Mastomys yaitu spesiesMastomys natalensis atau tikus multimammate

3. Sekitar 80% dari infeksi pada manusia tidak menunjukkan gejala, 20 % kasus menunjukkan gejala/penyakit yang berat/ parah mempengaruhi multi sistem, di mana virus mempengaruhi beberapa organ dalam tubuh, seperti limpa, hati dan ginjal.

4. Ribavirin obat antivirus adalah pengobatan yang efektif untuk demam Lassa

5. Pencegahan demam berdarah lassa dapat dilakukan dengan melakukan promosi tentang kebersihan masyarakat yaitu dengan melakukan pengendalian tikus.

6. Berdasarkan hasil identifikasi studi pustaka ada kemungkinan demam berdarah lassa dapat terjadi di Indonesia.

3.2 Saran

1. Untuk perumahan dengan jumlah penduduk yang padat disarankan untuk melakukan sanitasi lingkungan dengan baik dan benar.

2. Bagi yang pernah melakukan kontak dengan tikus disarankan untuk segera melakukan diagnosa pada pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, Behrman Klirgman. 2000 .Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

(26)

Demby AH, Inapougui A, Kargbo K, et al. Demam Lassa di Guinea. . II: Distribusi dan prevalensi infeksi virus Lassa pada mamalia kecil Vector Borne dan Penyakit zoonosis 2001; 1:. 283-97. Fichet-Calvet E, Rogers DJ. Peta Risiko Lassa Demam di Afrika Barat. PLoS Neglected Tropical

Diseases. 2009; 3 (3): e388.

Bingkai JD. Kisah demam Lassa. Bagian I:. Menemukan penyakit New York State Journal of Medicine. 1992; 92 (5): 199-202.

Bingkai JD, Baldwin JM, Gocke DJ, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika Barat. I. klinis deskripsi dan patologis temuan. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 1970; 19: 670-9.

Gunther S, virus Lenz O. Lassa. Kritis Ulasan di Clinical Sciences Laboratory. 2004; 41 (4): 339-90.

Haas WH, T Breuer, Pfaff G, et al. Impor demam Lassa di Jerman: pengawasan dan pengelolaan kontak person Clinical Infectious Diseases.. 2003; 36 (10): 1254-8.

Hensley LE, Smith MA, Geisbert JB, et al. Patogenesis demam Lassa di kera cynomolgus. Virology. 2011; 8: 205.

Johnson KM, McCormick JB, Webb PA, et al. Virologi klinis demam Lassa pada pasien rawat inap. Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 456-64.

Lecompte E, Fichet-Calvet E, Daffis S, et al. Mastomys natalensis dan demam Lassa, Afrika Barat. Muncul Infectious Diseases. 2006; 12 (12): 1971-4.

McCormick JB, Fisher-Hoch SP. Lassa Demam. Topik Lancar di Mikrobiologi dan Imunologi. 2002; 262: 75-109.

McCormick JB, Webb PA, Krebs JW, et al. Sebuah studi prospektif epidemiologi dan ekologi Lassa demam. Journal of Infectious Diseases. 1987; 155 (3): 437-44.

Monath TP, Newhouse VF, Kemp GE, et al. Lassa isolasi virus dari hewan pengerat Mastomys natalensis selama epidemi di Sierra Leone. Science. 1974; 185: 263-5.

Rollin PE, Nichol ST, Zaki S, Ksiazek TG. Arenaviruses dan filoviruses. in: Versalovic J, Carroll KC, Funke G, Jorgensen JH, Landry ML, Warnock DW eds. Manual Mikrobiologi Klinik.

(27)

Speir RW, Kayu OL, Liebhaber H, et al. Demam Lassa, penyakit virus baru manusia dari Afrika Barat. IV. Mikroskop elektron dari kultur sel Vero terinfeksi virus Lassa. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 1970; 19: 692-4.

Troup JM, White HA, Fom AL, et al. Wabah demam Lassa di Jos Plateau, Nigeria, pada Januari-Februari 1970, Sebuah laporan awal. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 1970; 19: 695-6.

Weller, F.Barbara. 2005 . Buku Saku Perawat edisi 22. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC Yudhastuti, Ririh. 2011 . Pengendalian Vektor dan Rodent. Surabaya: Pustaka Melati

Organisasi Kesehatan Dunia. Informasi pada demam Lassa di Afrika Barat. Weekly Epidemiologi Record. 2005; 80 (10): 86-8.

Akhmad Sudibya. Sekilas Tentang Bioterorisme.

Diaksesdari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=data%20kejadian%20demam%20lassa %20&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F

%2Felib.fk.uwks.ac.id%2Fasset%2Farchieve%2Fjurnal%2FVol%2520Edisi%2520Khusus %2520Desember%25202011%2FSEKILAS%2520TENTANG

%2520%2520BIOTERORISME.docx&ei=K3WOUL--JIOurAes4oCACg&usg=AFQjCNE_osFqTaIhgFDUPttf0UnIkckWfg (Sitasi 25 Oktober 2012)

Anonim. Apakah Demam Lassa Itu?. diakses dari http://www.news-medical.net/health/What-is-Lassa-Fever-%28Indonesian%29.aspx (Sitasi 24 Oktober 2012)

Anonim. Demam Berdarah Lassa. diakses dari http://wietf.wordpress.com/2011/06/09/demam-berdarah-lassa/ (Sitasi 24 Oktober 2012)

Gambar

Diagram 1. Algoritma lalulintas orang sakit ORANG SAKIT Pencatatan dan pelaporanSurat IjinPengangkutanOrang sakit Syarat Administrasi :
Diagram 2. Algoritma orang sakit

Referensi

Dokumen terkait

Pada lokus HEL9 alel yang ditemukan adalah alel A dan B denganhanya genotipe AB yang ditemukan (100%).Sedangkan pada lokus INRA035 ditemukan tiga alel yakni A (0.4813),

Pada diagram konteks ini merupakan gambaran dari seluruh sistem secara umum diluar proses utama pengiriman dan penerimaan informasi IMB yang telah dijelaskan melalui flowchart,

[20] The effects of the addition of alkanolamide (ALK) on cure characteristics and filler dispersion of the two types of carbon black (CB) filled natural rubber (NR) compounds

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Sementara itu, defisit transaksi jasa-jasa juga mengalami peningkatan yang disebabkan oleh tingginya pembayaran bunga utang luar negeri, meningkatnya

HaBpan dar penqujan n adaah unluk mendapalkan secam past unluk kerja alal penepung plsang yang ada dl kecamatan Loa Kulu kobapatef Kula Kerraneqara.. BAHANDAN

Dari beberapa pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa kemutakhiran adalah segala informasi yang terbaru yang disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang bertujuan

Secara langsung, kedaulatan rakyat itu diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan