• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERADAAN PENANGKARAN PENYU PASCA PENAMBANGAN PASIR BESI DI DESA SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBERADAAN PENANGKARAN PENYU PASCA PENAMBANGAN PASIR BESI DI DESA SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERADAAN PENANGKARAN PENYU

PASCA PENAMBANGAN PASIR BESI DI DESA SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA

Nedi Sunaedi1) (nedi_pdil@yahoo.co.id) Rida Fitria Ningsih2) (rida_munandar@yahoo.co.id)

Program Studi Pendidikan Geografi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya

ABSTRACT

Rida Fitria Ningsih. 2014. The existence of the Post Turtle Breeding Iron Sand Mining in the Village District of Cipatujah Sindangkerta Tasikmalaya Regency.

Geography Education Program. Faculty of Teacher Training and Education. Siliwangi University.

The background of this research is declining turtle populations are not only caused by excessive utilization, but also as a result of the destruction of nesting habitat, habitat depletion of food sources and also the presence of various predators in the wild. Changes in the physical condition that is due to the iron sand mining activity is also one threat to turtle habitat in the Village District of Cipatujah Sindangkerta Tasikmalaya regency.

Issues that will be examined in this study is the condition of the environment in the post-breeding turtles lay their eggs in the iron sand mining village Cipatujah Sindangkerta District of Tasikmalaya district and the impact of the presence of iron sand mining in the village of turtle breeding Sindangkerta Cipatujah District of Tasikmalaya regency.

This study used a descriptive method of data collection techniques using literature review, observation, interviews, and documentation studies carried out to the community both fishermen and non-fishermen as many as 24 people and officers BKSDA (Conservation and Natural Resources).

The results showed that, Environmental Conditions breeding turtles lay their eggs after the iron sand mining in the Village District of Cipatujah Sindangkerta Tasikmalaya in poor condition, it appears conditions turtle nesting beaches suffered erosion reaches 13 meters, the highway around the coast where turtles lay their eggs broken, but now it is in concrete (91,67), the destruction of coastal vegetation, it appears to many surrounding trees and fallen dry beach even disappear (95,8), and environmental disturbance by sand mining trucks iron noise, vibration and light (91,67). The impact of the presence of iron sand mining in the village of turtle breeding Sindangkerta Cipatujah Tasikmalaya District of negative impacts, it appears to decrease the appearance of turtle nesting beach Sindangkerta (95,83) that was originally in there Sindangkerta Coast olive ridley turtles, flatback, turtle hawksbill, leatherback turtles and loggerhead sea turtles, but now the only remaining green turtles and turtle habitat disturbed (91,66).

(2)

A. Latar Belakang

Kemajuan industri yang sangat cepat, termasuk di Indonesia memberi isyarat yang berdampak menfaat bagi kehidupan masyarakat, tapi diperhitungkan kemungkinan yang merugikan, baik merugikan bagi masyarakat dan lingkungan serta ekosistem lainnya. Selain itu, dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, hal ini akan berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan dengan berujung habisnyasumber daya alam yang tersedia tersedia dan menyebabkan rusaknya lingkungan dan punahnya habitat fauna yang ada di sekitarnya.

Salah satu daerah di Indonesia yang memilki kekayaan alam yang melimpah adalah sepanjang pantai selatan Cipatujah Kabupaten Tasikmlaya, memiliki keelokan pantai yang sangat indah dan terdapat sumber daya alam berupa bahan galian yaitu pasir besi. Bahan galian pasir besi yang ada di sepanjang pantai Selatan Cipatujah telah diambil sejak tahun 2005. Mekanisme peralatan penambangan telah menyebabkan skala penambangan semakin membesar. Hal ini akan menyebabkan kegiatan penambangan menimbiulkan dampak lingkungan yang sangat besar. Adapun Pantai Sindangkerta juga merupakan salah satu pantai tempat penyu bertelur. Di kawasan konservasi seluas 90 hektar itu, akan dijumpai suaka alam satwa penyu yang sudah lama kita temukan. Mengingat penyu semakin terancam punah keberadaanya, untuk itu pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan populasi penyu, yaitu dengan melakukan pengamanan dan pemeliharaan habitat serta lingkungan yang menunjang pertumbuhan populasi penyu, baik secara alam maupun semi alam.

Pantai Sindangkerta dijadikan kawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dengan keputusan Bupati Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor: 660.1/Kep/165/I.H/2000 dan muncul keputusan Menteri Kehutanan nomor 6964/KPTS-II/2002 tentang Penunjukkan Kawasan Konservasi Pantai Sindangkerta Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat Seluas 90 Hektar sebagai Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan yaitu Suaka Margasatwa Sindangkerta.

Penyu merupakan sumberdaya hayati khas di daerah Pantai Selatan Tasikmalaya khususnya Pantai Sindangkerta. Populasi penyu yang terus menurun

(3)

bukan hanya diakibatkan oleh pemanfaatannya yang berlebih, tetapi juga akibat rusaknya habitat peneluran, menipisnya habitat sumber makanan dan juga adanya perubahan kondisi fisik yaitu akibat adanya kegiatan penambangan pasir besi juga menjadi salah satu ancaman bagi habitat penyu.

Kegiatan penambangan pasir besi di sepanjang Pantai Selatan Cipatujah Tasikmalaya adalah salah satu faktor khusus yang menyebabkan menurunnya populasi penyu yang ada di Pantai Kecamatan Cipatujah. Kondisi inilah yang menyebabkan semua jenis penyu di Indonesia diberikan status dilindungi oleh negara sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Akan tetapi pemberian status perlindungan saja tidak cukup untuk memulihkan atau setidaknya mempertahankan populasi penyu di Sindangkerta.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kondisi lingkungan tempat penangkaran penyu bertelur pasca penambangan pasir besi di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya.

2. Untuk mengetahui dampak penambangan pasir besi terhadap keberadaan penangkaran penyu di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya.

C. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk mengkaji masalah nyata yang terjadi sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasi data tersebut sehingga mempunyai arti dan makna.

D. Variabel Penelitian

1. Kondisi lingkungan tempat penangkaran penyu bertelur pasca penambangan pasir besi di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya adalah: a. Kerusakan lingkungan fisik pantai,

(4)

c. Gangguan lingkungan.

2. Dampak penambangan pasir besi terhadap keberadaan penangkaran penyu di Desa Sindangkert Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya adalah:

a. Populasi penyu berkurang. b. Habitat penyu terganggu.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi lapangan 2. wawancara

3. studi dokumenter 4. studi literatur.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah pedoman yang digunakan dalam kegiatan penelitian, supaya penelitian yang dilakukan terarah. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:

1. Pedoman observasi ini berisi daftar isian yang berkenaan dengan deskripsi tempat penelitian yaitu Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Daftar pertanyaan ini meliputi kondisi fisik suatu daerah penelitian, seperti kondisi lahan, ketinggian tempat, kondisi tanah, hidrologi, dan curah hujan serta kondisi sosial ekonomi seperti mata pencaharian, transportasi, dan jenis bangunan rumah.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara adalah suatu alat untuk mengetahui data yang diinginkan yang tidak dapat terungkap dalam pertanyaan dalam pedoman wawancara, dan di dalamnnya berupa daftar pertanyaan.

G. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar pantai peneluran penyu baik nelayan sebanyak 175 orang maupun bukan nelayan sebanyak 337 KK dan petugas BKSDA.

(5)

2. Sampel

Pengambilan sampel untuk masyarakat sekitar baik nelayan maupun bukan nelayan yaitu dengan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Simple random sampling sebanyak 24 orang dan juga pengambilan sampel dengan tenik judgment sampling yaitu petugas BKSDA.

H. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Desa Sindangkerta

Secara administratif, Desa Sindangkerta terletak di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Luas keseluruhan Desa Sindangkerta adalah 2.351 ha yang terbagi ke dalam 6 dusun yaitu: Dusun cisaat I, Dusun Cisaat II, Dusun Karanganyar, Dusun Sindangsari, Dusun Sindanghurip dan Dusun Gunungsabeulah.

Berdasarkan zonefikasi fisiografi Jawa Barat, daerah penelitian termasuk ke dalam Zone Pegunungan Selatan yang tebentang di Priangan Selatan mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai Nusa Kambangan. Panajngnya kira-kira 50 km, tetapi Nusa Kambangan hanya beberapa km saja. Keseluruhannya merupakan sayap selatan dari geantiklin Jawa yang miring ke arah Samudera Hindia.

Desa Sindangkerta terletak pada ketinggian 0-50 meter di atas permuakan laut. Topografi daerah penelitian ini berupa dataran rendah, landai yang disertai hamparan terumbu karang dan pantai berpasir. Dimana dengan topografi pantai seperti itu sangat cocok untuk tempat penyu bertelur.

Potensi sumberdaya air Desa Sindangkerta terdiri dari air permukaan dan air tanah. Air permukaan yang terdapat di Desa Sindangkerta yaitu Sungai Cikuya Hirup dan Sungai Cipaseureuhan. Selain potensi air permukaan, daerah penelitian juga memilki potensi air tanah yanga baik terdiri dari sumur gali dan sumber mata air.

Penduduk Desa Sindangkerta seluruhnya berjumlah 6.383 orang yang tersebar di 6 kedusunan dengan luas wilayah 2.351 ha. Dengan membandingkan antara luas wilayah desa dengan jumlah penduduk, maka dapat diketahui kepadatan penduduk Desa Sindangkerta yaitu 2,71 jiwa/ha, kepadatan penduduk

(6)

fisiologis Desa Sindangkerta yaitu 9,82 jiwa/ha dan kepadatan penduduk agraris Desa Sindangkerta yaitu 3,18 jiwa/ha.

Suaka Margastwa Sindangkerta memiliki panjang 3 km dan luas 90 ha. Sekitar 20 meter jarak lokasi penambangan pasir besi ke lokasi pantai peneluran penyu. Tempat peneluran penyu di Desa Sindangkerta terdiri dari enam lokasi peneluran. Setiap lokasi memiliki panjang pantai berbeda-beda yang terbagi dalam dua kategori, yaitu pantai peneluran tidak terlalu banyak karang dan pantai berkarang terjal yang sangat jarang dijadikan lokasi peneluran terpanjang terdapat di Tegal Sereh dan terpendek di Selokan Wangi. Pantai yang berkarang terjal umunya memilki hamparan karang yang luas ke tengah samudera. Pantai berkarang ini sulit untuk dilalui penyu, kalaupun ada hanya terjadi ketika pasang besar.

Lebar pantai berkisar antara 18-110 meter dengan rata-rata 47,8 meter. Pantai paling lebar terdapat di Cilutud yaitu 110 meter dan terpendek di Selokan Wangi sepanjang 18 meter. Lebar pantai lainnya masih tergolong dalam kisaran 30-80 meter di atas pasang surut.

Lokasi peneluran penyu dan penangkaran tukik di Sindangkerta dikelola oleh Resort BKSDA, sampai saat ini KSDA memiliki fasilitas 1 buah rumah jaga dengan 6 orang pegawai, 1 buah bak penetasan ukuran 10 x 5 x 1,5 m2, 2 buah bak pemeliharaan tukik sementara ukuran 2,5 x 1,5 m2 dan 1 buah bak penampungan tukik sementara ukuran 5 x 1,5 m2. Lokasi rumah jaga dan penangkaran di Tegal Sereh.

2. Deskripsi Hasil Penelitian

a. Kondisi Lingkungan Tempat Penangkaran Penyu Pasca Penambangan Pasir Besi di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya

Pertambangan pasir besi mempunyai pengaruh yang menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat setempat. Hal yang menguntungkannya berupa, masyarakat sekitar maupun di luar bisa mendapatkan pekerjaan pekerjaan dari pertambangan pasir besi tersebut, adapun hal yang merugikan berupa kerusakan lingkungan, diantaranya: kondisi jalan yang menghubungkan

(7)

daerah penelitian rusak berat, rusaknya lingkungan pantai, rusaknya vegetasi pantai dan terganggunya tata air untuk lahan pertanian sawah. Kegiatan penambangan pasir besi juga sangat berpengaruh terhadap keberadaan penyu. 1) Kerusakan Lingkungan Fisik Pantai

Kegiatan penambangan pasir besi mengakibatkan kerusakan lingkungan fisik pantai seperti terhadap kondisi jalan raya yang menjadi hancur dan berlubang, jalan merupakan fasilitas penting dalam pembangunan. Transportasi akan memperlancar arus manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain, kemajuan daerah tergantung pada kondisi transportasi yang akan meningkatkan aksesibilitas daerah tersebut.

Kondisi morfologi pantai yang keadaannya seperti berbukit-bukit dan seperti kolam, lahan subur banyak yang hilang dan terhadap daerah penangkaran penyu menjadi abrasi. Abrasi tersebut mencapai 13 meter. Kondisi pantai yang tadinya landai menjadi curam, semakin curam pantai semakin sulit penyu untuk bertelur. Kemiringan pantai berpengaruh pada pendaratan penyu karena umumnya penyu menyukai daerah yang landai. Kemiringan pantai yang landai memudahkan penyu untuk memantau lokasi penelurannya ketika penyu tersebut sedang berenang menuju pantai untuk mencari lokasi peneluran yang curam karena pantainya terkikis oleh abrasi atau mengalami penurunan kondisi lingkungan.

2) Rusaknya Vegetasi Pantai

Berbagai jenis vegetasi tumbuhan menghiasi sepanjang jalur pantai. Vegetasi yang beragam tersebut sangat banyak dan berbentuk seperti hutan. Keadaan vegetasi yang masih alami tersebut membuat satwa yang adadi sekitar pantai banyak. Jenis vegetasi yang ditemukan di panatai peneluran Sindangkerta antara lain: Bintaro, pandan laut, waru laut, bakung laut, mengkudu, jarak dan pecut kuda. Keadaan vegetasi setelah adanya penambangan pasir besi menjadi rusak, banyak yang tumbang dan kering. 3) Gangguan Lingkungan

Kondisi lingkungan tempat penyu bertelur mengalami gangguan lingkungan baik berupa cahaya maupun suara. Karena penyu ketika bertelur peka terhadap cahaya, maupun suara dan getaran, akibat adanya kegiatan

(8)

penambangan pasir besi, gangguan lingkungan tersebut muncul sehingga penyu yang akan bertelur akan mencari dan terus mencari tempat yang nyaman untuk bertelur bahkan sampai tidak jadi bertelur.

Gangguan lingkungan dari penambangan pasir besi menyebabkan sering adanya getaran dari truk-truk pengangkut pasir besi yang dalam satu hari mencapai ratusan mobil truk sehingga penyu yang akan bertelur menjadi pindah-pindah lokasi bertelur bahkan tidak jadi bertelur karena lingkungannya merasa terngganggu.

b. Dampak Penambangan Pasir Besi terhadap Keberadaan Penyu di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya

1) Populasi Penyu Berkurang

Musim bertelur penyu di suatu daerah diperkirakan sangat tergantung kepada kehadiran populasi itu sendiri, kondisi pantai peneluran dan ketersediaan pakan di pantai tersebut. Musim peneluran penyu di kepulauan Indonesia menunjukkan perbedaan dalam waktu puncak peneluran, namun secara umum menunjukkan waktu yang bersamaan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober. Khusus untuk di kawasan Sindangkerta, musim bertelur penyu pada tahun 2013 berlangsung pada bulan September dan bulan Oktober. Dampak penambangan pasir besi terhadap keberadaan penangkaran penyu menyebabkan populasi penyu berkurang.

Pantai Sindangkerta terkenal dengan penyu hijau, meskipun saat ini rusak oleh penambangan pasir besi, tetapi penyu hijau masih tetap ada meskipun jumlahnya berkurang. Selain penyu hijau, Pantai Sindangkerta memiliki banyak jenis penyu yang sering mucul yaitu penyu lekang. Penyu pipih, penyu sisik, penyu belimbing dan penyu tempayan. Namun saat ini penyu tersebut sudah tidak ada hadir di Pantai Sindangkerta, kecuali penyu belimbing pernah muncul pada tahun 2008.

Perkembangan populasi penyu yang bertelur di kawasan Suaka Margasatwa Sindangkerta mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Penyu hijau merupakan penyu yang paling sering ditemukan bertelur. Hasil pencatan yang dilakukan terhadap frekuensi kemunculan penyu yang naik untuk

(9)

bertelur yang diawali pada tahun 2005 mengalami penurunan di tahun 2006 dan 2007 serta mengalami kenaikan sampai pada tahun 2008, tahun dijumpai frekuensi kemunculan terbanyak, kemudian mengalami penurunan kembali di tahun 2009 dengan frekuensi terendah. Hal tersebut mengundang pertanyaan tentang kemampuan reproduksi serta keberlanjutan Pantai Sindangkerta sebagai kawasan perlindungan penyu. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan lagi tetapi mulai tahun 2011 mengalami penurunan kembali sampai tahun 2013.

2) Habitat Penyu terganggu

Kehadiran hutan pantai memberikan pengaruh positif terhadap kesetabilan populasi penyu yang hendak bertelur. Hewan dan tumbuhan serta lingkungan sekitar memiliki hubungan yang sangat penting untuk mensintesis bahan organik, sumber makanan, sebagai alat melindungi diri dari pengaruh sinar matahari, mencegah perubahan suhu yang tajam dan menciptakan situasi yang nyaman untuk tempat tinggal dan berkembang biak.

Gangguan yang sering terjadi terhadap habitat penyu didominasi oleh gangguan yang disebabkan oleh manusia. Gangguan yang terjadi dapat menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung bagi penyu yang melakukan aktivitas di kawasan peneluran. Salah satu gangguan yang memiliki dampak sangat besar yang dilakukan manusia yaitu kegiatan penambangan pasir bsi itu sendiri.

Habitat penyu terganggu karena penambangan pasir besi mengganggu tempat tinggal dan tempat perkembangbiakan penyu tersebut, hal ini disebabkan penyu bertelur apabila keadaan sepi dan gelap serta tidak banyak orang dan bising oleh aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab.

(10)

I. Simpulan dan Saran 1. Simpulan

Berdasrkan hasil penelitian tentang Keberadaan Penangkaran Penyu Pasca Penambangan Pasir Besi di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Kondisi lingkungan tempat penangkaran penyu bertelur pasca penambangan pasir besi di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya adalah kerusakan lingkungan fisik pantai. Hal ini terjadi terhadap kondisi jalan tempat aktivitas masyarakat sekitar menjadi rusak dan di pantai kawasan tempat penyu bertelur menjadi abrasi yang mencapai 13 meter. Kemudian rusaknya vegetasi pantai yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan pasir besisehingga vegetasi banyak yang tumbang dan hilang.Serta terjadinya gangguan lingkungan oleh truk-truk pengangkut pasir besi mengakibatkan penyu sulit untuk bertelur karena penyu peka terhadap cahaya, suara dan getaran.

b. Dampak penambangan pasir besi terhadap keberadaan penangkaran penyu di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini nampak terhadap tingkat populasi penyu yang semakin berkurang mulai dari tahun 2009, jenis penyu belimbing, penyu pipih, penyu hijau, tempayan, penyu sisik dan penyu lekang sudah tidak ada lagi muncul di perairan Pantai Sindangkerta, yang tersisa sekarang hanya penyu hijau saja dengan jumlah yang menurun. Habitat penyu terganggu karena penambangan pasir besi mengganggu tempat tempat tinggal dan tempat perkembangbiakan penyu tersebut, hal ini disebabkan penyu bertelur apabila keadaan sepi dan gelap serta tidak banyak atau bising oleh aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab.

2. Saran-saran

dalam penelitian mengenai Keberadaan Penangkaran Penyu asca Penambangan Pasir Besi di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

a. Pengelolaan Suaka Margasatwa Sindangkerta sebagai tempat peneluran penyu harus berupaya meningkatkan jumlah penyu yang bertelur.

(11)

b. Pengelolaan Suaka Margasatwa Sindangkerta harus menggulangi eksploitasi telur oleh penduduk.

c. Pengelolaan untuk pelestarian penyu harus mencakup perlindungan dan perbaikan habitat, baik pantai peneluran penyu maupun daerah tempat mencari makan serta penetapan hukumyang melarang dengan tegas pemanfaatan penyu. d. Mengingat dekatnya pantai peneluran dengan komunitas penduduk perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat mengenai perlunya menjaga kelestarian penyu laut dengan tidak mengganggu dan tidak merusak habitatnya.

e. Penghijauan pantai harus menjadi agenda utama pemerintah setempat dalam memelihara kestabilan pantai peneluran penyu laut,dengan memelihara yang sudah ada dan melakukan penanaman kembali daerah-daerah yang kosong. f. Meminimalisir segala sesuatu yang diyakini dapat mengganggu kesetabilan

pantai peneluran, dalam hal ini, jalan raya yang menghubungkan Cipatujah dan Pangandaran terasa sangat mengganggu kesetabilan penyu bertelur terutama di lokasi Pantai Tegal Sereh, Panarikan, dan Katapang. Kalau bisa, jalan raya tersebut dipindahkan.

g. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam agar tidak sampai merusak seluruh lingkungan yang ada di Kecamatan Cipatujah.

h. Kepada peneiti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti tentang Keberadaan Penangkaran Penyu pada masalah-masalah yang belum diteliti pada skripsi ini dan sifatnya lebih kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

BKSDA, Jabar. 2002. Suaka Margasatwa Laut Sindangkerta. BKSDA. Tasikmalaya.

Dermawan, Agus. (2009). Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Jakarta: Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jendral kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan Departemen Kelautan dan Perikanan.

(12)

Dosen, Tim. (2011). Pedoman Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa. Geografi Universitas Siliwangi Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.

Nasution, S. (2012). Metode Research, Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Profil Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. 2013.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian pendahuluan berupa pencucian tanah (soil washing) untuk menurunkan kadar total petroleum hidrokarbon (TPH) yang terkandung pada tanah tercemar

Perbedaan warna kulit manusia disebabkan oleh perbedaan kandungan melanin dalam tubuh. Proses pembentukan melanin ini melibatkan tirosinase dan apabila pembentukan melanin

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis SWOT yang digunakan untuk strategi pemasaran yang sebaiknya digunakan oleh perusahaan dalam upaya

Adapun ruang lingkup dari pada Standar Operation Procedure (SOP) ini meliputi tata cara pelayanan informasi. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan

Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,

DAFTAR NAMA GURU PAI PADA SEKOLAH - TAHUN 2011 PROVINSI : JAWA TENGAH... Ida

terdiri dari mycelia dan spora jang melekat pada daun jang berbulu seperti daun wam atau daun djati, jang diperoleh dengan menum- buhkan tjendawan tempe pada

Pelaksanaan pemasangan batu bata ini membutuhkan bahan batu bata yang cukup banyak pada lapangan apalagi bangunan gedung ini terdiri dari lima (5) lantai,