• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penulis mengambil judul Kebijakan Luar Negeri Mesir membuka Jalur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Penulis mengambil judul Kebijakan Luar Negeri Mesir membuka Jalur"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Alasan Memilih Judul

Penulis mengambil judul “Kebijakan Luar Negeri Mesir membuka Jalur Rafah secara kondisonal pasca kasus Mavi Marmara”. Alasan pemilihan judul ini adalah ingin mengetahui bagaimana kebijakan Mesir sebagai negara satu-satunya yang mempunyai perbatasan darat dengan Gaza, yaitu jalur Rafah. Selain itu ada beberapa alasan lainnya antara lain:

1. Kasus yang diambil adalah kasus kontemporer, sehingga topik penulisan ini belum pernah ditulis dan dianalisis oleh Mahasiswa jurusan Ilmu Hubungan Internasional, fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ketertarikan terhadap pengambilan keputusan Mesir salah satu negara yang mepunyai perbatasan langsung dengan Gaza.

3. Makin Maraknya pemberitaan perihal blokade Gaza dan tekanan internasional terhadap Mesir sebagai satu-satunya negara yang mempunyai pembatas langsung ke Gaza melalui jalur darat yaitu Jalur Rafah pasca penyerangan kapal Mavi marmara, 31 Mei 2010 oleh Israel.

B. Latar Belakang Masalah

Prioritas kebijakan politik luar negeri Mesir bertumpu pada empat pilar utama. Pertama, terciptanya perdamaian yang adil dan berkesinambungan di wilayah

(2)

Timur Tengah. Kedua, mempertahankan kerjasama yang baik dengan negara-negara Euro-Mediterania. Ketiga, Meningkatkan kerjasama dengan negara-negara maju terutama Amerika Serikat, Jepang, China, dan Rusia. Keempat, Kerjasama dengan PBB sebagai wadah bagi kebijakan luar negeri Mesir untuk memperoleh pengakuan internasional.1

Pada saat Mesir dibawah kepemimpinan Abdul Gamal Nasser, Mesir merupakan negara Arab radikal yang anti-Israel, dan bersama negara-negara arab lainnya memerangi Israel, karena rasa ketidakpuasan negara-negara arab atas didirikannya negara Israel. Pasca kepemimpinan Nasser, yaitu kepemimpinan sadat, Mesir bukan lagi negara yang radikal, tetapi yang mau mengakui eksitensi Israel, yang diabadikan dengan perjanjain camp david tahun 1979, melalui perjanjian tersebut Mesir mendapatkan kedaulatan semenanjung Sinai, tetapi pada saat itu mesir di cap penghianat, oleh sahabat-sahabat (negara arab) dahulunya. Dan dikeluarkan pada Liga Arab pada tahun 1979.

Perihal masalah Palestina, Mesir menaruh perhatian yang sangat besar dan bertekad untuk berperan dalam dunia internasional untuk mendorong terciptanya perdamaian dunia, terutama di kawasan Timur Tengah, sebagai lingkungan dimana negara itu berada. Mesir percaya bahwa hampir tidak mungkin mendorong kemajuan di setiap negara di kawasan ini, termasuk Mesir, tanpa adanya stabilitas dan perdamaian yang berkesinambungan tetapi secara mengkagetkan pemerintah Mesir yang notebenya adalah key player di kawasan timur Tengah dan negara yang mempunyai kontrol Jalur menuju Gaza, yaitu Jalur Rafah. Jalur Rafah adalah satu-       

(3)

satunya pintu Gerbang Gaza ke dunia luar yang menjadi harapan warga Gaza. Tapi pemerintah Mesir yang berkawan dekat dengan Israel menutup perbatasan itu bersamaan dengan blokade yang dilakukan rezim Zionis Israel atas Jalur Gaza. Akibat penutupan perbatasan Rafah krisis kemanusiaan di Gaza makin memburuk. Warga Gaza terpaksa menggali terowongan-terowongan untuk sekedar bisa mendapatkan kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Terowongan-terowongan itu pun, jika ketahuan, akan dihancurkan oleh aparat Mesir.2 Dr. Ghazi Hamad menyatakan bahwa penutupan penyeberangan menambah penderitaan mendasar bagi Jalur Gaza yang diblokade. Dia menyatakan bahwa penyeberangan Rafah adalah pembuluh utama bagi Jalur Gaza.3

Jalur Gaza adalah sebuah wilyah di Palestina yang bentuknya memanjang dan sempit. Panjang wilayah ini adalah 45 Km, dan lebarnya 5,7 Km di bebebrapa bagian, dan 12 Km di bagian yang lain. Sehingga kalau di jumlah , luas jalur Gaza adalah 365 Km2. Sejak mulai pendudukan Israel tahun 1967, penduduk jalur Gaza sudah hidup dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Semua itu disebabkan oleh tindakan-tindakan Israel sebagai penjajah, kebijakan-kebijakan yang mematikan pembangunanan dan usaha-usaha menghalangi kemajuan dalam hidup rakyat palestina. Disamping itu, Israel juga tak henti-hentinya melakukan tindakan

        2

Mesir Janji buka Jalur Rafah tnapa batas waktu, dalam

http://www.eramuslim.com/berita/dunia/mesir-janji-buka-perbatasan-rafah-tanpa-batas-waktu.htm. tanggal 05 Agustus 2010. 

3

  Penderitaan Gaza dipsrburuk, dalam http://muchlisin.blgspot.com/2010/02/penderitaan-gaza-diperburuk-oleh.html. tanggal 05 Agustus 2010. 

(4)

kejahatan berupa perampasan tanah, penghancuran infrastruktur dalam industri dan pengawasan melekat pada segala gerakan dari penduduk Palestina.

Walupun tentara Israel telah keluar dari jalur Gaza pada September 2005, namun tidak berarti jalur Gaza sudah merdeka, karena memang penduduk jalur gaza belum merasakan kedamian dan ketenangan. Bahkan sebaliknya Jalur Gaza seakan berubah menjadi sebuah penjara raksasa yang dikelilingi oleh kawat-kawat berduri dari segala arah.

Jalur gaza mempunyai 6 pintu diantaranya ada satu jalur yang ditutup sama sekali. Sisanya lebih sering ditutup sepanjang tahun, keenam pintu adalah:Pintu Gerbang Rafah, Pintu Minthar, Pintu Bait Hanun, Pintu Shufa, Pintu Karam Abu Salim, Pintu Nahil Auz.

Kesepakatan berkaitan dengan Pintu perbatasan pada tahun 2005 atau yang biasa disebut dengan The Agreement 2005 yang berkaitan dengan kebebasan berpindah-pindah, keluar masuk Jalur Gaza, dan pembukaan kembali Jalur Rafah kesepakatan itu menyatakan bahwa Jalur Rafah akan kembali dibuka pada tanggal 25 November 2005. Jalur Rafah ini akan berada di bawah kendali dualisme Palestina-Mesir, dan akan diawasi oleh Uni Eropa sebagai pihak ketiga. Penggunaan Jalur ini adalah untuk keluar masuk penduduk Otoritas Palestina. Kemudian juga tercapai sebuah kesepakatan antara Palestina dan Mesir untuk sama-sama memudahkan keluar masuknya penduduk Palestina yang melewati Jalur Rafah. Hal itu dicapai dalam pertemuan-pertemuan intensif yang dilakukan oleh Muhammad Dahlan yang

(5)

menjabat sebagai menteri urusan sipil, bersama perwakilan-perwakilan dari berbagai departeman dari pemerintah.4

Jalur Rafah dibuka pada tanggal 25 November 2005 dan beroperasi hampir setiap hari sampai 25 Juni 2006, dari 25 Juni 2006 sampai November ditutup oleh Israel, kecuali untuk beberapa hari saja dalam sebulan, Pada Juni 2007 Jalur Rafah ditutup total setelah Hamas mengambil alih kekuasaan atas Jalur Gaza.

Pada saat terjadi penyerangan Kapal Mavi Marmara, telah menyudutkan Mesir karena selama ini Mesir sedikit membantu blokade Gaza, dengan menutup Pintu Gerbang Rafah. Penyerangan militer Israel terhadap Kapal Mavi Marmara di perairan Internasional telah meningkatkan desakan internasional kepada Mesir agar segera mencabut blokade Gaza melalui darat. Desakan tersebut tidak hanya menuntut agara blokade Gaza dicabut tetapi juga mendesak agar Mesir meembuka Jalur Rafah secara permanen. Kondisi menimbulkan dilematis bagi Mesir, dimana di satu sisi terikat dengan komitmen dengan Israel , sementara di sisi lain dihadapkan pada rasa kemanusiaan karena sesama Dunia Arab.

Sehari setelah tragedi Mavi Marmara akhirnya Presiden Husni Mubarrak memerintahkan dibukanya perlintasan Jalur secara kondisional. Perbatasan itu dibuka Selasa (01/06/2010) pada pukul 13.30 waktu setempat (pukul 17.30 WIB).5

       

4 Derita Rakyat Gaza, www.dakwatuna.com, diakses 5 Agustus 2010  5

Mubarrak Perintahkan Perbatasan Rafah Dengan Gaza

(6)

Alasan inilah yang melatar belakangi penulis menulis Skripsi dengan judul “Kebijakan Luar Negeri Mesir Membuka Jalur Rafah Secara Kondisonal Pasca

Kasus Mavi Marmara ”.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Skripsi ini adalah:

1. Penelitian dan penulisan ini diharapkan bisa menambah pengetahuan penulis dan mahasiswa jurusan hubungan internasional dalam hal politik Luar Negeri khususnya Negara Mesir.

2. Untuk mengetahui kebijakan Luar Negeri Mesir terhadap Gaza pasca Mavi Marmara dalam pengontrolan Jalur Rafah.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi Mesir dalam pengambilan kebijakan Luar Negeri terhadap Gaza Pasca Mavi Marmara dalam pembukaan Jalur Rafah secara Kondisional .

4. Sebagai perwujudan atas teori-teori yang penulis terima di bangku kuliah, yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan serta untuk membuktikan hipotesa-hipotesa yang telah dibuat.

5. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar kesarjanaan starta (S-1) pada Program studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universias Muhammadiyah Yogyakarta.

(7)

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan ulasan yang dikemukakan maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mengapa Mesir Mengambil kebijakan Luar Negeri membuka jalur Rafah secara kondisional pasca kasus Mavi Marmara?

E. Kerangka Pemikiran

Untuk melihat permasalahan diatas, digunakan kerangka pemikiran, baik teori maupun konsep yang digunakan untuk mengindentifikasi pokok permasalahan. Sebelum menguraikan teori yang dipakai untuk menganalisa permasalahan yang ada, lebih dulu akan diuraikan apa yang disebut teori.

Teori adalah bentuk penjelasan paling umum yang memberitahukan kepada kita mengapa sesuatu terjadi dan kapan sesuatu itu terjadi, dengan demikian selain dipakai untuk eksplanasi, teori juga menjadi dasar prediksi. Dari pengertian ini, secara gamblang teori bisa dikatakan sebagai suatu pandangan atau persepsi mengenai sesuatu yang terjadi dan akan terjadi.6 Sedangkan konsep adalah abstraksi yang mewakili suatu atau fenomena tertentu.7 Untuk menganalisa permasalahan yang ada, penulis menggunakan teori sebagai berikut:

1) Teori Pengambilan Keputusan Luar Negeri

Kajian mengenai Teori Pengambilan Keputusan Luar Negeri (The Decision Making process) menjelaskan bahwa Politik Luar Negeri dipandang sebagai hasil        

6

Mohtar Mas’oed, Teori Dan Metodologi Hubungan Internasional (Yogyakarta: PAU UGM, 1988). Hal.121 

7

Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin Dan Metodologi, (Yogyakrta: LP3ES,1990) Hal.109 

(8)

berbagai pertimbangan rasional yang berusaha menetapkan pilihan atas berbagai alternative yang ada, dengan keuntungan sebesar-besarnya ataupun kerugian sekecil-kecilnya (optimalisasi hasil). Para pembuat keputusan juga diasumsikan bisa memperoleh informasi yang cukup banyak, sehingga bisa melakukan penelusuran tuntas terhadap semua alternative kebijakan yang mungkin dilakukan dan sumber yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan yang mereka tetapkan.

Menurut William D.Coplin, Teori pengambilan keputusan Luar Negeri atau Foreign policy, Yaitu :8

“ apabila kita akan nmenganalisa kebijakan luar negeri suatu negara, maka kita harus mempertanyakan para pemimpin negara dalam membuat kebijakan luar negeri. Dan salah besar jika menganggap bahwa para pemimpin negara (para pembuat kebijkan luar negeri) bertindak tanpa pertimbangan. Tetapi sebaliknya, tindakan politik luar negeri tersebut dipandang sebagai akibat dari tiga konsiderasi yang mempengarui para pengambil kebijakan luar negeri :

a. Kondisi politik dalam negeri yang meliputi keadaan atau situasi di dalam negeri yang akan membuat keputusan, yaitu situasi politik di dalam negri itu yang berkaitan dengan keputusan tersebut, termasuk faktor budaya mendasari tingkah laku manusianya.

b. Situasi Ekonomi dan Militer di negara tersebut, termasuk faktor geografis yang selalu menjadi pertimbangan utama dalam pertahanan dan keamanan.

c. Konteks Internasional (situasi di negara yang menjadi tujuan politik luar negeri), serta pengaruh dari negara-negara lain yang relavan dengan permasalahan yang dihadapi.

        8

William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional : Suatu Telaah Teoritis ,(Bandung ,Sinar Baru:1992) Hal.30. 

(9)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Gambar 1

Bagaimana Empat Determinan Mempengaruhi Tindakan Politik Luar Negeri

Sumber : William D.Coplin, Pengantar Politik Internasional : Suatu telaah Teoritis, edisi ke-2 Bandung, Sinar Baru, 1992.hal.30.

Menurut gambar diatas, politik luar negeri memang dipengaruhi oleh kondisi politik dalam negeri, kemampuan ekonomi dan militer serta konteks Internasional akan tetapi pengambil keputusan luar negeri dimana dalam konteks ini presiden sebagai pengemban tugas dan bisa juga disebut sebagai aktor individu dan aktor rasional, dimana dalam model ini politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional. Penghitungan secara rasional, untung-rugi dalam Politik dalam Negeri

  Pengambilan keputusan Kondisi Ekonomi dan Militer Tindakan Politik Luar Negeri Konteks Internasional suatu produk tindakan politik suatu negara di masalalu, kini dan mendatang yang akan mungkin diantisipasi 

(10)

pengambil keputusan dimana terdapat kepentingan baik itu murni kepentingan Negara atau pribadi dari pengambil keputusan ini.

Sebelum penjelasan yang lebih jauh, akan penulis gambarkan aplikasi teori William D.Coplin tersebut sebagai berikut:

Gambar II

Aplikasi gambar teori pengambilan keputusan Luar Negeri Wiliam D.Coplin

Politik Luar Negeri:

1. Birokrat 2. Partai-partai 3. Kelompok kepentingan Pengambil Keputusan: Presiden Mubarrak

Kondisi Perekonomian dan Militer:

Adanya kerjasama dan ketergantungan terhadap negara yang lain yang lebih maju, Konteks Luar Negeri: Bersahabat baik dengan Israel dan Amerika Serikat Tindakan Politik Luar Negeri:  Membuka Jalur Rafah Secara Kondisional

(11)

Fokus penelitian diletakkan pada kondisi politik dalam negeri, kondisi

ekonomi dan militer dan konteks Internasional, ketiga faktor tersebut memang

sesuai dengan apa yang melandasi terciptanya kebijakan membuka Jalur Rafah secara kondisional. Dimana kondisi politik dalam negeri, kepentingan ekonomi dan milter dan faktor konteks Internasional sangat mempengaruhi lahirnya sebuah kebijakan Luar Negeri.

Jika dilihat dari situsi politik dalam negeri, kerangka konseptual untuk politik dalam negeri ini berfokus pada kolerasi antar pengambil keputusan (decision makers) dengan aktor-aktor politik dalam negeri yang berupaya mempengaruhi politik luar negeri. Aktor-aktor politik tersebut disebut dengan “policy influences”(yang mempengaruhi kebijakan). Hubungan antara aktor-aktor politik dalam negeri ini dengan para pengambil keputusan disebut ”policy influences system”(sistem pengaruh kebijakan).

Proses pembuatan kebijakan luar negeri pada masa Husni Mubarrak berlangsung dalam konteks pembukaan Jalur Rafah secara kondisonal tidak lagi hanya didominasi oleh Presiden namun juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan masyarakat khususnya Partai Politik dan kelompok kepentingan.

Semenjak adanya perubahan dari tunggal partai menjadi multipartai, perpolitikan dalam Negeri Mesir sangat dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. pihak-pihak tersebut diantaranya adalah partai politik, kelompok kepentingan, serta individual factor yakni Presiden.9

       

(12)

Sejak tahun 1923 hingga tahun 1952, Mesir memiliki sistem politik multipartai, sehingga untuk pemilihan mendatang akan ada persaingan yang sangat ketat untuk mendapatkan kursi kekuasaan terbanyak. Perlu diingat Partai politik adalah pihak yang sangat mempunyai kepentingan dalam perpolitikan dalam negeri karena hal ini menyangkut bursa pencalonan dan kepemimpinan pada pemilihan mendatang.

Dalam kasus kebijakan membuka Jalur Rafah secara kondisional, partai yang dominan sejak tahun 1978 yaitu partai NDP (Partai Nasional Demokrasi) yang diketuai oleh Husni Mubarrak. Dengan adanya peristiwa ini menjadi isu penting dalam mengembalikan citra partai NDP.

Faktor politik dalam negeri juga bisa dilihat dari sikap kelompok kepentingan, dalam kasus ini banyak dari pihak kelompok kepentingan seperti Ikhwanul Muslimin maupun rakyat Mesir menekan Pemerintah Mesir agar segera membuka Jalur Rafah, seperti yang dilakukan oleh ribuan warga Mesir dengan melakukan demonstrasi di berbagai tempat di Cairo dan di luar Cairo setelah melaksanakan Shalat Jum’at pada tanggal 4 Juni 2010.10

Peristiwa ini juga dimanfaatkan oleh partai Politik yaitu partai NDP yang diketuai Oleh Huni Mubarrak untuk mengembalikan citra Partai sehingga agar dapat terus berkuasa dan kekuasaan tersebut bisa dilanjutkan oleh putra dari Husni Mubarrak, dan alasan Pemerintah Mesir membuka Jalur Rafah secara kondisonal.

Jika dilihat dari kondisi ekonomi, pada sisi ekonomi Mesir merupakan negara terbesar kedua di wilayah Arab setelah Arab Saudi tetapi pendapatan per capita GDP        

10

Mesir, www.deplu.co.id, diakses tanggal 01 Juni 2010.  

(13)

adalah $1,310 membuat Mesir menjadi negara rmiskin di kawasan Timur Tengah, dan sumber income ekonomi Mesir terbesar dari penghasilan bantuan Luar Negeri, sektor pariwisata, Terusan Suez, dan pembayaran pekerja Mesir yang hidup di Luar Negeri.11 Ekonomi Mesir sendiri sangat bergantung dengan bantuan dari luar negeri khususnya Amerika Serikat dan terjalinya kerjasama gas alam antara Mesir dan Israel yang menguntungkan ekonomi domestik Mesir serta kekhawatiran Mesir akan adanya pengungsi yang mayoritas anak-anak sehingga akan berdampak pada ekonomi Mesir.

Sedangkan dalam hal kemampuan atau kondisi militer, dalam suatu negara perlu ditetapkan dulu kriteria terpenting dalam kekuatan militer, dalam kekuatan militer, yaitu jumlah pasukan, tingkat pelatihan dan sifat perlengkapan perangnya. Kita mungkin bisa mempersoalkan perbedaan antara yang terlatih dengan yang diperlengkapi dengan baik, karena kita bisa memperoleh (atau sudah memperoleh) tenaga-tenaga ahli dan terlatih, yang diperlukan untuk menggunakan dan memelihara perlengkapan itu. Namun, karena negara terbelakang mungkin mampu memperoleh perlengkapan yang canggih dari negara-negara maju, negara-negara tersebut juga mungkin kekurangan tenaga yang cukup terampil dan terlatih, untuk menangani perlengkapan tersebut. Dan perlu ditekankan bahwa pelatihan bukan sekedar masalah keterampilan teknis dalam menangani mesin perang tapi juga pengemban kapasitas manusia untuk bertempur dengan baik, serta untuk mengambil keputusan-keputusan yang tepat dalam kondisi perang. Jadi, kemampuan untuk bertempur tidak selamanya

       

(14)

bisa diukur hanya melalui jumlah pasukan atau perlengkapan karena jumlah pasukan kurang berarti jika dibandingkan dengan pelatihan dan jenis perlengkapan.12

Setelah menaksir kemampuan militer suatu negara, kita perlu mengetahui apakah sumber-sumber kemampuan itu berasal dari luar negeri atau dalam negeri, karena makin bergantung suatu negara pada luar negeri dalam menunjang kekuatan angkatan bersenjata, makin rawan pula negara tersebut terhadap kendala-kendala dari luar, dalam menggunakan kekuatan, karena seluruh ekonomi dunia taraf tertentu berkaitan dengan perdagangan, dan karena banyak barang yang diperdagangkan itu berhubungan dengan industri pertahanan, semua negara sedikit banyak bergantung pada negara-negara lain dalam kekuatan militernya. Dan ketergantungan ini mempunyai dampak terhadap kedua negara karena biasanya pemasok memperoleh kontrol tertentu atas negara pembeli.

Katergantungan suatu negara pada pemasok perlengkapan itu. Hal itu menyangkut pengadaan suku cadang, untuk pemeliharaan pada masa damai serta pada masa perang, termasuk penggunaan penasihat asing untuk menggunakan perlengkapan itu dengan tepat. Jadi, dalam beberapa hal negara-negara yang memasok perlengkapan militer bisa berpengaruh terhadap negara-negara yang menerima. Selain itu, penasihat-penasihat militer yang dikirim ke negara-negara terbelakang untuk membantu mereka dalam masalah-masalah teknik, sering melakukan tekanan politis umum sehingga kadang negara pemasok bisa

        12 Ibid, hal.124. 

(15)

memaksakan kepentingannya di negara penerima dan cenderung memperlakukan negara penerima sebagai wilayah kompetesi diantara mereka.13

Faktor penting dalam kondisi dimana adanya kerjasama antara negara maju dengan negara terbelakang, adalah mobilitas negara maju yang memberi keuntungan strategis. Kemampuan teknologi dan militer bangsa-bangsa yang maju memungkinkan produksi massal dan penggunaan sistem logistik yang besar dan kompleks. Jadi, negara maju memiliki mobilitas yang diperlukan untuk menghancurkan negara terbelakang secara tepat dan tuntas, sementara itu mereka relative kebal dan tahan terhadap serangan balasan. Negara maju bisa menekan negara yang kurang maju dengan ancaman menghentikan suplai senjata, mengembangkan barang pengganti, atau mencari pasaran-pasaran lain bagi produk-produk negara terbelakang. Dengan menolak menepati perjanjian investasi atau secara fisik memboikot atau memblokade negara-negara terbelakang. Akan tetapi negara maju juga bisa memberikan bantuan kepada negara berkembang atau terbelakang berupa bantuan modal, stabilitas politik dalam negeri, dll.14

Apabila kita terapkan dalam kebijakan luar negeri Mesir membuka Jalur Rafah secara militer, Mesir mempunyai kerjasama militer dengan Israel mengenai kerjasama perbatasan, dan adanya bantuan dari Amerika Serikat yang sangat membantu dalam kondisi militer Mesir, serta kekhawatiran Mesir membuka secara permanen akan mengancam keamanan nasional Mesir karena akan adanya penyelundupan senjata.

       

13 Wiiliam D. Coplin, Pengantar Politik Internasional : Suatu Telaah teoritis, edisi ke-2 (bandung:

sinar Baru, 1992),Hal. 126.  

(16)

Dilihat dari Konteks Internasional Mesir mendapatkan tekanan yang terus muncul dari internal maupun internasional, termasuk dari pemerintah dan rakyat Turki yang berjanji akan terus berjuang hingga blokade Gaza di cabut. Seruan Turki tersebut mendorong gerakan yang sama di berbagai negara muslim, termasuk Indonesia dengan satu tujuan menembus blokade Gaza melalui darat. Desakan Internasional tersebut tidak hanya mencabut blokade, tapi juga memaksakan masuknya barang-barang bantuan kemanusiaan ke dalam wilayah Gaza melalui perbatasanya sehingga pembukaan jalur Rafah sangat diharapkan.

Dan faktor lain yang mempengaruhi pengambilan kebijakan membuka Jalur Rafah secara kondisional dalam konteks Internasional adalah apabila Mesir membuka Jalur Rafah secara permanen, maka akan menuai protes dari Israel karena Mesir sangat bersahabat baik dan kuatnya kerjasama dengan Israel dan Amerika Serikat, dan kedua negara yaitu Israel dan Amerika Serikat pun banyak membantu dalam domestik Mesir, khususnya bidang ekonomi dan keamanan, sehingga Mesir sangat bersikap rasional dalam mengambil kebijakan Luar Negeri, khususnya perihal pengontrolan Jalur Rafah.

2) Model Aktor Rasional

Dalam model ini politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasionall, terutama suatu pemerintah yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan luar negeri digambarkan sebagai suatu proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku individu yang bernalar dan terkoordinasi. Dalam analogi ini

(17)

individu itu melalui serangkaian tahap-tahap intelektual, dengan menerapkan panalran yang sungguh-sungguh berusaha menerapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada. Jadi, unit analisis pembuatan keputusan ini adalah pilihan-pilihan yang diambil oleh pemerintah. Dengan demikian, analisis politik luar negeri harus memusatkan perhatian pada penelaahan kepentingan nasional dan tujuan dari suatu negara, alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahanya dan perhitungan untung rugi atas masing-masing alternatif itu.15

Dalam model aktor rasional digambarkan bahwa para pembuat keputusan dalam melakukan pilihan-pilihann atau alternatif-alternatif itu menggunakan optimalisasi hasil. Para pembuat keputusan itu digambarkan selalu siap untuk melakukan perubahan atau penyesuaian dalam kebijaksanaanya. Mereka juga diasumsikan dapat memperoleh informasi yang cukup banyak sehingga dapat melakukan penelusuran tuntas terhadap semua alternatif kebijkananaan yang mungkin dilakukan dan semua sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang mereka terapkan.

Graham T. Allisonn memberikan gambaran mengenai proses pembuatan keputusan model yang digunakan adalah model aktor rasional, model proses organisasi dan model politik birokratik. Dalam model ini politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan aktor rasional untuk mencapai suatu tujuan. Aktor rasional dipandang sebagai orang yang mengetahui tentang pilihan-pilihan yang tersedia dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap pilihan sebelum membuat keputusan. Pembuatan keputusan luar negeri digambarkan        

15

 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metedologi, Jakarta: LP3ES, 1990 Hal. 234. 

(18)

sebagai suatu proses intelektual. Dimana pemerintah dianalogikan sebagai individu yang bernalar dan terkoordinasi. Setiap individu melalui beberapa tahap intelektual menerapkan dan menetapkan pilihan ats alternatif-alternatif yang ada. Maka unit analisis pada pembuatan keputusan itu adalah pilihan-pilihan yang dimabil pemerintah. Dengan demikian, analisis tentang politik luar negeri harus memusatkan perhatian pada kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa itu sendiri.

Model ini sangat terkenal terutama karena asumsi rasionalitas yang dikandungnya. Dalam model ini para pembuat keputusan itu dianggap rasional, dan kita pada umumnya memang cenderung berpikir bahwa keputusan terutama yang menyangkut politik luar negeri dibuat secara rasional. Karena itulah, menurut Allison, model ini paling sering diterapkan untuk mendiskripsikan dan menjelaskan politik luar negeri.

Batasan rasional mempunyai arti yang spesifik, dalam proses pembuatan kaputusan diadasarkan pada empat langkah:16

1. Pemilihan yang ojektif yang bernilai dari suatu kebijakan yang sudah pasti ditujukan pada tujuan yang maksimal.

2. Pemilihan atas alternatif-alternatif yang ada untuk mencapai hasil yang diharapkan.

3. Perhitungan dari untung dan rugi dari alternatif yang diambil. 4. Pemilihan alternatif yang memberikan hasil yang optimal.

Apabila kita terapkan teori rasional pada pengambilan keputusan membuka Jalur Gaza secara kondisoal, Mesir sangat bersahabat baik dengan Israel maupun        

16

 Spainer Uslaner, “America Foreign policy Making& the Democratic Dilemms”., CBS College Publishing, New York, 1982, Hal. 226. 

(19)

Amerika Serikat, di dalam kerjasamanya Mesir sangat diuntungkan, sehingga akhirnya Mesir mengambil kebijakan membuka Jalur Rafah secara kondional karena menurut aktor pengambilan kebijakan bahwa keputusan inilah yang bisa mendapatkan hasil optimal dan bisa menguntungkan Mesir.

F. Hipotesa

Berdasarkan keterangan dalam kerangka pemikiran dan aplikasinya, maka penulis mengambil hipotesa bahwa Mesir mengambil kebijakan luar negeri untuk membuka Jalur rafah secara kondisional, karena pertimbangan ekonomi, keamanan, dan konteks Internasional.

Pertama, mempertahankan kepercayaan rakyat terhadap partai NDP sehingga

bisa terus berkuasa.

Kedua, Menjaga kestabilan ekonomi dan kemanan Mesir.

Ketiga, menjaga dan mempertahankan hubungan dengan Israel dan Amerika

Serikat.

G. Metodologi Penelitian

Dalam Skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat library research atau bersifat studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan, mempelajari, dan menganalisa data yang diambil dari buku-buku atau pustaka, makalah, jurnal, artikel, surat kabar, dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan

(20)

maupun yang tidak diterbitkan, website serta berbagai media lain. Dan sumber-sumber lain yang memiliki hubungan dengan topik yang diambil penulis17.

H. Jangkauan Penulisan

Jangkuan penulisan dalam skripsi ini agar tidak terlalu meluas, secara umum penulis membatasi penelitian pada politik luar negeri Mesir terhadap gaza perihal tentang pengontrolan Jalur Rafah dari sejak adanya perang Arab-Israel I pada tahun 1948 sampai tahun 2010 yaitu kasus penyerangan Mavi Marmara. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan penulis juga akan mengambil referensi terkait peristiwa-peristiwa sebelumnya yang terkait dan dapat mendukung penelitian dalam penulisan skripsi.

I. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan pembahasan masalah dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis berusaha untuk menulis secara sistematis dari bab ke bab, berikut ini adalah uraian singkat yang termuat dari bab ke bab:

BAB I merupakan bab pendahuluan yang memuat alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka teori, hipotesa, jangkauan penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II akan membahas tentang profile dan sistem pemerintahan Mesir dimana akan menggambarkan pilar-pilar yang mempengaruhi kebijakan Mesir dalam kasus Palestina,serta perjalanan Politik Luar Negeri Mesir.

       

(21)

BAB III akan membahas tentang kronologi tragedi Mavi Marmara, gambaran umum Jalur Rafah atau Pintu Gerbang Rafah, kebijakan Mesir dalam membuka Jalur Rafah secara Kondisional.

BAB IV akan menjelaskan faktor-faktor yang menjadi alasan Mesir dalam pengambilan kebijakan terhadap Gaza dalam membuka Jalur Rafah berdasarkan teori pengambilan keputusan (Foreign Policy Desicion Making) dan pilihan Rasional Mesir.

BAB V berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapat penulis berdasarkan pembahasan-pembahasan berikutnya.

Gambar

Gambar II

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan untuk MXGXO µ3HQJDUXK Social Media Marketing Melalui Blackberry Messenger Terhadap Minat Beli Konsumen di PT Agung Automal (Agung Toyota)

Dengan sasaran strategis dan capaian indikator kinerja yang telah ditetapkan dan dilakukan langkah-langkah operasional melalui pelaksanaan kegiatan, diharapkan Balai

Hasil ini cukup menggembirakan karena reaksi berlangsung dalam medium air, sementara untuk penempelan gugus epoksi pada silika gel dengan media bebas air pernah

Studi ini dimaksudkan untuk menganalisa secara jelas dan detail semua aspek-aspek dari segala bidang guna mencari tahu kelayakan dan manfaat bagi masyarakat dalam usaha

,;ekurang-kurangnyn setara dengan pengalaman. 5.3.:1 Kw-:,us alau pengalamun, pengetahtlan dan/atall kepakaran yang dlmakl!Udkan telah diikutilelipt>rolehi daJam rna

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pestisida nabati campuran perbandingan 50:50 antara serbuk daun pandan wangi dan daun sukun, campuran

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia