Alamat korespondensi
Inventarisasi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Utara
Danau Limboto
Stocktaking And Structure Vegetasi Plant Stocktaking Under in Area North Lake Limboto
Agus Djakaria, Dr. Novri Y. Kandowangko M.P, Dr. Dewi W.K Baderan S.Pd, M.Si
Jurusan Biologi, Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Gorontalo Diterima: 30 Agustus 2013. Disetujui: 14 Agustus 2013
Abstrak
Agus Djakaria. 2013. Inventarisasi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Utara Danau Limboto.Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan IPA. Universitas Negeri Gorontalo. Dibimbing oleh Dr. Novri Y. Kandowangko M.P sebagai pembimbing I dan Dr. Dewi W.K Baderan S.Pd, M.Si sebagai pembimbing II.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui spesies dan struktur tumbuhan bawah yang terdapat di kawasan utara Danau Limboto. Penelitian dilakukan selama tiga bulan yakni dimulai dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2013. Metode penelitian menggunakan metode survey. Data penelitian diperoleh dengan cara membuat plot bersarang, ukuran plot merupakan luas area minimal, yaitu suatu luasan plot yang diperoleh berdasarkan kurva spesies area. Data dianalisis menggunakan rumus Dombois dan Ellembeng untuk mengetahui Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, serta Indeks Nilai Penting. Hasil penelitian yang ditemukan adalah 20 spesies tumbuhan bawah yakni Aeschynomene indica, Cyperus eskulentus, Echinochloa colona,
Cynodon dactylon, Cyperus elatus, Eclipta prostrata, Ludwigia hyssopifolia, Panicum repens, Alternanthera sessilis, Stachytarpheta jamaicensis, Catharantus roseus, Ipomoea fistulosa, Ageratum conyzoides, Sphenoclea zeylanica, Acalypha indica, Justicia procumbens, Hyptis capitata, Amarathus sp, dan Euphorbia hirtai. Struktue Vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat
adalah frekuensi jenis pada stasiun penelitian diperoleh sama yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2, kerapatan yang tertinggi terdapat pada spesies, Ipomoea fistulosa yaitu 0.29 Individu/m2 yang terdapat pada stasiun I dan stasiun II sedangkan kerapatan yang terendah terdapat pada stasiun II pada spesies Hyptis capitata yaitu 0.06 Individu/m2, dan memiliki indeks nilai penting (INP) yang lebih tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu spesies, Ipomoea fistulosa dengan (INP) 0,25.
Kata Kunci: Inventarisasi, Tumbuhan Bawah, Danau Limboto
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki danau besar yang jumlahnya ± 500 danau. Danau ini tersebar di setiap pulau besar seperti, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, kecuali Pulau Bali. Di Pulau Jawa selain memiliki danau besar juga memiliki danau kecil yang jumlahnya ribuan terdapat di Propinsi Jawa Barat sekitar ± 354 buah danau kecil dan di Propinsi Jawa Timur ± 438 buah danau kecil (Bemmelen, 1949 dalam Lehmusloto et al., 1995). Pulau Sulawesi memiliki beberapa danau yakni ± 11 buah
sedangkan untuk di Propinsi Gorontalo hanya terdapat 2 danau yaitu Danau Limboto dan Danau Perintis.
Danau Limboto merupakan danau terbesar
yang terletak di Provinsi Gorontalo. Danau Limboto merupakan muara dari empat sungai besar yaitu Sungai Alo, Sungai Pohu, Sungai Biyonga, dan Sungai Molalahu. Danau Limboto juga merupakan muara dari 23 sungai kecil serta saluran air drainase sawah di sebelah Timur dan Utara (Suryono, dkk., 2010). Danau
Alamat korespondensi
Limboto dikategorikan sebagai danau kritis yaitu danau yang mengalami penurunan luas dan kedalaman. Danau ini terjadi secara alamiah, menurut data yang dilaporkan Balihristi (2010), bahwa luas Danau Limboto pada tahun 1932 yaitu 7.000 ha dengan kedalaman 30 m, pada tahun 1962 berkurang menjadi 4.250 ha dengan kedalaman 10 m. Luas danau saat ini diperkirakan 3.000 ha dengan kedalaman 2 m.
Danau Limboto telah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar, diantaranya sebagai tempat pemeliharaan ikan, daerah pemukiman penduduk dan dijadikan sebagai daerah pertanian. Kondisi danau Limboto yang menurun pada saat ini disebabkan oleh masyarakat sekitar. Berkurangnya kedalaman dan terjadi pendangkalan Danau Limboto disebabkan oleh sedimentasi dari sungai dan limbah penduduk yang menguasai lahan sekitar danau, baik untuk kegiatan pertanian maupun permukiman. Akibatnya terjadi kerusakan lingkungan yang ditandai adanya erosi, banjir pada musim hujan, dan kekeringan pada musim kemarau di wilayah Gorontalo.
Danau Limboto memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Menurut Rade (2011), bahwa keanekaragaman hayati (Biodiversity) sering diartikan dengan kekayaan jenis spesies mahluk hidup pada suatu daerah. Keanekaragaman mahluk hidup di Danau Limboto terdiri dari tumbuh-tumbuhan dan ikan, banyak tumbuhan yang tumbuh liar disekitar Danau Limboto. Manfaat tumbuhan ini dibagi menjadi dua sisi yaitu sisi positif sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan.
Sisi negatif yaitu dapat mempercepat proses pendangkalan dari Danau Limboto, hal ini disebabkan apabila semakin banyak tumbuhan di Danau Limboto maka akan mempercepat pendangkalan. Danau Limboto lama-kelamaan akan menjadi lebih sempit atau mungkin akan hilang, dengan keadaan Danau Limboto yang ditumbuhi tumbuhan yang berlebihan berdampak pada kerusakan terhadap Danau Limboto. faktor lingkungan yang mempengaruhi keruakan Danau Limboto, misalnya sediman dari Danau Limboto sangat subur sehingga tumbuhan dapat tumbuh dengan baik, serta suhu, air, dan cahaya matahari adalah faktor penting munculnya tumbuhan baru.
Berdasarkan hasil observasi, di kawasan utara Danau Limboto tepatnya di Kelurahan Hutuo Kecamatan Limboto, sudah mulai mengalami pendangkalan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak tumbuhan yang terdapat di kawasan danau dan mulai dibukanya sebagai areal persawahan penduduk sekitar. Curah hujannya tinggi sehinga dapat mengakibatkan banjir di daerah sekitarnya. Selain itu juga di kawasan Danau Limboto sebelah Utara dibangun jalan yang menghubungkan antara Danau Limboto bagian Utara dan bagian Selatan yaitu Jalan Ha. Asri Rahman dan terdapat juga sungai, yang kadang-kadang ada airnya dan juga tidak ada airnya, oleh sebab itu masyarakat menamanya dutula monduhu atau sungai monduhu.
Kawasan Utara Danau Limboto terdapat enam kelurahan, dimana empat kelurahan diantaranya masuk di Kecamatan Limboto dan dua kelurahan masuk di Kecamatan Telaga. Empat kelurahan yang masuk di Kecamatan Limboto tersebut yaitu Kelurahan Kayu Bulan, Kelurahan Hepulawa, Kelurahan Dutulanaa dan Kelurahan Hutuo. Kelurahan Hutuo ini, terbagi tujuh lingkungan yaitu lingkungan satu Rumah Jaba, lingkungan dua Pade Daa, lingkungan tiga Wangun, lingkungan empat Ali Daa, lingkungan lima Butu Hungalo, lingkungan enam Oliduta, dan lingkungan yang ketujuh Dehualolo.
Tujuh lingkungan yang terdapat di sebelah Danau Limboto yaitu lingkungan yang keenam dan ketujuh di Kelurahan Hutuo, Sebahagian masyarakatnya di Kelurahan Hutuo belum mengetahui beberapa tumbuhan yang tumbuh di kawasan utara Danau Limboto. Masyarakat hanya mengetahui beberapa tumbuhan saja yaitu eceng gondok, tombili, kangkung dan bunga trompet, tapi kenyataannya di kawsan utara dari Danau Limboto tempatnya di Kelurahan Hutuo, di lingkungan Oliduta dan lingkungan Dehualolo terdapat banyak tumbuhan.
Minimnya penelitian inventarisasi vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat di kawasan Danau Limboto, untuk itu perlu adanya inventarisasi vegetasi pada tumbuhan yang tumbuh di sebelah utara Danau Limboto, agar dapat diketahui jenis tumbuhan tersebut. Berdasarkan uraian ini maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
Alamat korespondensi
Inventarisasi dan Struktur Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Utara Danau Limboto.
METODE
Penelitian difokuskan di Kelurahan Hutuo yang merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di bagian utara kawasan Danau Limboto Kecamatan Limboto. Waktu penelitian selama 3 bulan, dimulai dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2013.
Metode Pengambilan sampel
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini diawali dengan observasi langsung, baik lokasi, situasi dan kondisi dari subjek yang diteliti yaitu jamur. Hal ini nantinya akan mempermudah dalam proses pengumpulan data. Untuk pengambilan data dilakukan dengan melakukan penjelajahan pada seluruh bagian Cagar Alam Tangale, dan selanjutnya mengambil sampel jamur yang di temukan pada saat penjelajahan.
Analisis Data
Struktur vegetasi yang dianalisis adalah struktur vegetasi tingkat semak. Data vegetasi yang tumbuh di lokasi penelitian dianalisis untuk mengetahui Kerapatan(K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), serta Indeks Nilai Penting (INP) menggunakan rumus Dombois dan Ellembeng (1974), sebagai berikut:
Kerapatan =
KR =
Frekuensi =
FK =
Indeks nilai penting = FR + KR
Dimana : FR = Frekuensi relatif KR = Kerapatan relatif Indeks nilai penting suatu jenis berkisar antara 0-300, nilai penting ini memberikan
gambaran tentang peranan suatu jenis tumbuhan dalam ekosistem dan dapat juga di gunakan untuk mengetahui dominansi suatu spesies dalam komunitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan pada dua lokasi yaitu Lingkungan Oliduta dan Lingkungan Dehualolo, di kawasan utara Danau Limboto, tepatnya di Kelurahan Hutuo. Ditemukan 20 spesies tumbuhan bawah. Dimana pada stasiun I terdapat 16 spesies dan pada stasiun II terdapat 12 spesies tetapi dari 12 tersebut terdapat 5 spesies baru. Dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4
Tabel 4.3 Sruktur vegetasi tumbuhan bawah dan
Indeks Nilai Penting pada stasiun 1 Lingkungan Oliduta
Sumber: Data primer, 2013
Dilihat pada Tabel diatas ke 16 spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian di stasiun 1 Lingkungan Oliduta, Kerapatan yang tertinggi pada stasiun I yaitu pada spesies Ipomea
vistulosa yaitu 0.29 Individu/m2 Sedangkan kerapatan yang terendah terdapat pada stasiun I
Nama Spesies K KR F FR INP
Ipomoea fistulosa 0.29 0.09 1 0.07 0.16 Acalypha indica 0.24 0.08 1 0.07 0.15 Cynodon dactylon 0.24 0.08 0.84 0.06 0.14 Ludwigia hyssopifolia 0.22 0.07 1 0.07 0.14 Alternanthera sessilis 0.22 0.07 1 0.07 0.14 Echinochloa colonum 0.2 0.06 1 0.07 0.13 Eupatorium odoratum 0.2 0.06 1 0.07 0.13 Aeschynomene indica 0.19 0.06 1 0.07 0.13 Sphenoclea zeylanica 0.19 0.06 1 0.07 0.13 Eclipta prostrata sp 0.19 0.06 1 0.07 0.13 Catharantus roseus sp 0.18 0.06 1 0.07 0.13 Panicum repens sp 0.16 0.05 1 0.07 0.12 Cyperus odoratus sp 0.17 0.05 0.84 0.06 0.11 Stachytarpheta jamaicensis 0.16 0.05 0.84 0.06 0.11 Phyllanthus niruri 0.15 0.05 0.84 0.06 0.11 Cyperus eskulentus 0.11 0.04 0.84 0.06 0.1 Areal Luas Total Jumlah Jenis Suatu Individu Jumlah % 100 Jenis Seluruh Total Kerapatan Jenis Suatu Individu Kerapatan x petak Banyaknya Jumlah Petak Satuan Jumlah % 100 Jenis Suatu Total Frekuensi Jenis Suatu Frekuensi x
Alamat korespondensi
yaitu spesies Cyperus eskulentus yaitu 0.11 Individu/m2. Frekuensinya mempunyai 2 nilai yang berbeda yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2 di setiap spesies yang dikarenakan pada stasiun 1 ditemukan jumlah spesies yang sama. Untuk perbandingan frekuensi adalah sama. Dan Indeks Nilai Penting yang tertingi pada spesies
Ipomea vistulosa sp yaitu 0,16 Individu/m2 dan yang terenda pada spesies Cyperus eskulentus sp yaitu 0.1 Individu/m2.
Tabel 4.4 Sruktur vegetasi tumbuhan bawah dan nilai Indeks Nilai Penting pada stasiun 2 Lingkungan Dehualolo
Sumber: Data primer, 2013
Dilihat pada Tabel diatas ke 12 spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian di stasiun 2 Lingkungan Dehualolo, Kerapatan tertinggi pada stasiun 2 yaitu pada spesies
Ipomea vistulosa yaitu 0.29 Individu/m2
Sedangkan kerapatan yang terendah yaitu spesies Hyptis capitata yaitu 0.06 Individu/m2. Frekuensinya sama denagan stasiun 1 mempunyai 2 nilai yang berbeda yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2 di setiap spesies ditemukan yang dikarenakan pada stasiun 2 ditemukan jumlah spesies yang sama juga. Untuk perbandingan frekuensi adalah sama. Dan Indeks Nilai Penting yang tertingi pada spesies Ipomea
vistulosa yaitu 0,25 Individu/m2 dan yang terenda pada spesies Hyptis capitata yaitu 0.11 Individu/m2.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 20 spesies yang ada di kawasan utara Danau Limboto di Kelurahan Hutu dengan 20 spesies ini, di temukan di stasiun 1 yaitu 16 spesie yaitu Aeschynomene
indica, Cyperus eskulentus sp, Echinochloa colona, Cynodon dactylon, Cyperus elatus, Eclipta prostrata, Ludwigia hyssopifolia, Panicum repens, Alternanthera sessilis, Stachytarpheta, Catharantus roseus, Phyllanthus niruri, Ipomoea fistulosa, Eupatorium odoratum, Sphenoclea zeylanica, Acalypha indica, dan stasiun 2 yaitu 12 spesies
yaitu Aeschynomene indica, Echinochloa colona , Cynodon dactylon, Eclipta prostrata, Alternanthera sessilis, Ipomoea fistulosa, Eupatorium odoratum, Acalypha indica, Justicia procumbens, Hyptis capitata, Amarathus sp, dan Euphorbia hirta sp, dari 12
spesies 5 spesies diantaranya adalah spesies baru yaitu Acalypha indica, Justicia procumbens, Hyptis capitata, Amarathus sp, dan Euphorbia hirtai. Tumbuhan bawah yang
lebih dominan ditemukan pada lokasi penelitian adalah Plambungo (Ipomoea fistulosa). Spesies ini banyak tumbuh, karena spesies ini bisa tumbuh di mana saja, di air maupun di daratan, hal ini dijelaskan oleh Haase, (1999) jenis
Ipomoea fistulosa paling banyak tumbuh atau
paling dominan yang ada pada kondisi substrat yang berair.
Lingkungan Oliduta umumnya memiliki tipe substrat yaitu tanah liat dan berair dan Lingkungan Dehualolo adalah tanah berpasir dan berlumpur. Tumbuhan bawah yang ditemukan dilokasi penelitian umumnya ditempat-tempat yang terbuka misalnya kelurahan Oliduta yang terdapat persawahan milik masyarakat setempat, seperti yang dijelaskan oleh Aththorick (2005), vegetasi tumbuhan bawah banyak terdapat di tempat-tempat terbuka seperti di tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan selanjutnya Menurut Kusmana (1995) tumbuhan bawah terdiri dari tumbuhan selain permudaan pohon misalnya rumput, herba dan semak belukar.
Pada lokasi penelitian mempunyai tingkat frekuensi yang sama baik pada Lingkungan Oliduta dan Lingkungan Dehualolo yang dapat dilihat pada Gambar 1: Diagram perbandingan Nama Spesies K KR F FR INP
Ipomoea fistulosa 0.29 0.16 1 0.09 0.25 Alternanthera sessilis 0.18 0.1 1 0.09 0.19 Eupatorium odoratum 0.18 0.1 1 0.09 0.19 Echinochloa colonum 0.16 0.09 1 0.09 0.18 Aeschynomene indica 0.16 0.09 0.84 0.08 0.17 Cynodon dactylon 0.16 0.09 0.84 0.08 0.17 Amarathus sp 0.15 0.08 1 0.09 0.17 Eclipta prostrata 0.14 0.08 0.84 0.08 0.16 Acalypha indica 0.13 0.07 1 0.09 0.16 Euphorbia hirtai 0.09 0.05 1 0.09 0.14 Justicia procumbens 0.09 0.05 0.84 0.08 0.13 Hyptis capitata 0.06 0.03 0.84 0.08 0.11
Alamat korespondensi
Frekuensi antara stasiun I dan stasiun II . Frekuensi yang didapatkan adalah sama baik pada stasiun I dan stasiun II yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2. Menurut Kordi (2011) frekuensi jenis (F), yaitu peluang suatu jenis ditemukan dalam titik sampel yang diamati. Berkaitan dengan nilai Frekuensi menurut Kershaw dalam Arrijani, dkk (2006) mengemukakan bahwa frekuensi suatu jenis dalam vegetasi tertentu, besarannya frekuensi tertinggi termasuk kategori spesies yang memiliki kemampuan adaptasinya terhadap kondisi lingkungan. Menurut Greig-Smith dalam Arrijani,dkk (2006), nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh distribusi. Rendahnya frekuensi pada stasiun I dan stasiun II di akibatkan kemampuan adaptasi tumbuhan bawah terhadap kondisi lingkungan kurang maksimal serta banyaknya aktivitas masyarakat yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan tumbuhan bawah yang ada di Kelurahan Hutuo. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan nilai kerapatan tumbuhan bawah relatif sangat rendah. Ipomoea fistulosa memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu 0.29 Individu/m2 yang terdapat pada stasiun I dan stasiun II, sedangkan kerapatan terendah pada stasiun II pada spesies
Hyptis capitata 0.06 Individu/m2 . Menurut Arrijani,dkk (2006) perbedaan nilai kerapatan masing-masing jenis disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan reproduksi, penyebaran dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Nilai kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies bersangkutan pada satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada lokasi penelitian.
Rendahnya kerapatan tumbuhan bawah yang ada di Kelurahan Hutuo diakibatkan disekitar lokasi penelitian sebagian besar tempat ini telah di jadikan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat sekitar danau Limboto. Berdasarkan penelitian pada 2 stasiun pengamatan yang berbeda ditemukan nilai kerapatan yang berbeda-beda. Ipomoea fistulosa memiliki nilai kerapatan yang tertinggi jika dibandingkan dengan spesies yang lain hal ini disebakan karena letaknya yang ideal (lebih kearah darat) dan mudah tumbuh dan pertumbuhannya lebih optimal mendapatkan sinar matahari. Pernyataan tersebut lebih dipertegas oleh Gusmalyna (1983) karena
cahaya matahari bagi tumbuhan merupakan salah satu factor yang penting dalam proses perkembangan, pertumbuhan dan repruduksi. Indeks nilai penting (INP) adalah untuk melihat seberapa besar peranan suatu tumbuhan dalam ekosistem. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa tumbuhan bawah mempunyai peranan sangat tinggi pada wilayah Danau Limboto. Dari data penelitian semua spesies mempunyai peranan secara homogen. Salah satu peranan tumbuhan yang paling mendasar adalah tumbuhan sebagai penutup tanah menjaga kelembapan sehingga proses dekomposisi berlangsung dengan cepat, sehingga dapat menyediakan unsure hara untuk tanaman pokok. Siklus hara akan berlangsung sempurna dan guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsure hara yang sudah diuraikan oleh bakteri (irwanto, 2007). Berdasarkan indeks nilai penting pada gambar 3 diagram terlihat bahwa
Ipomoea fistulosa memiliki tingkat nilai penting
yang lebih tinggi terutama pada stasiun II yaitu 0.25 sehingga dapat dikatakan bahwa yang mempunyai peranan penting dalam proses menjaga keberlangsungan ekosistem yakni spesies Ipomoea fistulosa. Nilai INP pada setiap jenis tumbuhan bawah sangat tergantung pada kondisi pertumbuhan itu sendiri. Tumbuhan bawah untuk tumbuh dengan baik, memerlukan sejumlah factor pendukung utama dalam pertumbuhan adalah ketersediaan nutrient atau bahan organik. Peryataan ini di pertegas dengan hasil penilitian Risa (2007) bahwa nutrient dibutukan oleh tumbuhan sebagai sumber energy yang digunakan untk tumbuhan selama proses pertumbuhan dan perkembangan.
Parameter lingkungan sangat berperan dalam proses pertumbuhan tumbuhan bawah adalah suhu yang merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mementukan perubahan ekologi. Suhu mempunyai peran yang penting karena bersama-sama dengan salinitas dapat mengontrol densitas air laut. Suhu yang berada pada Lingkungan Oliduta adalah 39 OC dan Lingkungan Dehualolo adalah 40OC berarti suhu yang dimiliki oleh kawasan Danau Limboto baik untuk pertumbuhan tumbuhan bawah. Suhu yang diukur relatif tinggi karena pengukuran suhu dilakukan pada siang hari saat tumbuhan bawah sedang melakukan proses
Alamat korespondensi
fotosintesis. Menurut Risa (2007) menyatakan bahwa tumbuhan memerlukan suhu yang sesuai sehingga dapat tumbuh dan pada saat cahaya jenuh dan tumbuhan memanfaatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.
Menurut Risa (2007) Derajat keasaman (pH) juga menpengaruhi pertumbuhan tumbuhan bawah karena adanya pH tanah yang dapat mengatur kelarutan nutrient dalam tanah. Derajat keasaman (pH) pada stasiun I Lingkungan Oliduta memiliki 6.7% pH sedangkan di stasiun II Kelurahan Dehualolo memiliki 6.9% pH.
Parameter lingkungan yang terdapat pada lokasi penelitian Kelurahan Hutuo Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo disimpulkan cukup baik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan bawah.
Kesimpulan
Tumbuhan bawah yang ditemukan di kawasan utara Danau Limboto ternyata ada 20 spesies tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah tersebut adalah Aeschynomene indica, Cyperus
eskulentus, Echinochloa colona, Cynodon dactylon, Cyperus elatus, Eclipta prostrata, Ludwigia hyssopifolia, Panicum repens, Alternanthera sessilis, Stachytarpheta jamaicensis, Catharantus roseus, Ipomoea fistulosa, Ageratum conyzoides, Sphenoclea zeylanica, Phyllanthus niruri, Acalypha indica, Justicia procumbens, Hyptis capitata, Amarathus sp, dan Euphorbia hirtai.
Vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat di kawasan Danau Limboto adalah frekuensi jenis pada stasiun penelitian diperoleh sama yaitu 0.84 dan 1 Individu/m2 , kerapatan yang tertinggi terdapat pada pada spesies , Ipomoea
fistulosa yaitu 0.29 Individu/m2 yang terdapat pada stasiun I dan stasiun II sedangkan kerapatan yang terendah terdapat pada stasiun II pada spesies Hyptis capitata yaitu 0.06 Individu/m2, dan memiliki indeks nilai penting (INP) yang lebih tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu spesies , Ipomoea fistulosa dengan (INP) 0,25.
Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan data dan informasi bagi penelitian selanjutnya yang mengkaji komposisi dan analisis vegetasi Tumbuhan Bawah dari berbagai aspek lainnya.
2. Hasil peneitian ini diharapakan pula dapat menjadi informasi terkait dengan materi pada mata kuliah Ekologi, BTT dan Pengetahuan Lingkungan dan sebagai sumber data dan informasi untuk dinas dan instansi yang terkait dengan penenelitian ini khususnya keanekaragaman Tumbuhan Bawah di kawasan Danau Limboto.
3. Tumbuhan Bawah yang ada di Kelurahan Hutuo Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo perlu peremajaan kembali guna meningkatkan potensi dan dapat menjamin fungsinya sebagai penutup tanah sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat.
Daftar Pustaka
Arrijani, Setiadi.D, Edi. G, dan Ibnul. Q. 2006,
Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango, Volume 7, Nomor 2, Jurnal
biodiversitas: Surakarta
Aththorick,T.A. 2005. Kemiripan Komunitas
Tumbuhan Bawah Pada Beberapa Tipe Ekosistem Perkebunan di Labuhan Batu.
Jurnal Komunikasi Penelitian.
Anonim. 2007. Taksonoi Tumbuhan http://e cou rse.Usu.ac,id/content/biologi/
taksonomi/textbook.pdf. (diaskes 27 maret 2013).
Ardaka, M. 1996. Inventarisasi Tanaman Obat
Keluarga di Desa Pegadungan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Bulleng. Denpasar: Yayasan Ratini
Gorda.
Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya
Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Bogor: IPB.
Cullen, James. 2006. Practical Plant Identification Cambredge University
Alamat korespondensi
Djamhuri. 1981. Informasi tanaman kehutana
(jurnal). Departemen Kehutanan.
(diaskes 26 maret 2013).
Dombois, Dieter, Muller and Ellembeng Heinz. 1974. Aims and Methal Vegetation
Ekology, Joha Ciley and sons. Toronto.
Fachrul,M Ferianita. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Jakatra : Bumi Aksara
Gusmalyna. 1983. Analisis Vegetasi Dasar di
Hutan Setia Mulia Ladang Padi Padang. Skripsi Sarjana Biologi
FMIPA Universitas Andalas. (tidak dipublikasi).
Haase. R. 1999. Seasonal Growth of “Algodão-bravo”(Ipomoea Carnea spp. Fistulosa) Pesq. agropec. bras., Brasília, v.34, n.2, p.159-163
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku:
Yogyakarta. Tesis.
Kementrian Pekerjaan Umum direktorat Jendral SDA. 2010. Kegiatan Pengolahan Danau.
Kordi, M, Ghufran H. 2011. Ekosistem Lamun
(Seagrass) Fungsi, Potensi dan Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta
Kusmana, C. 1995. Pengembangan Sistem
Silvikultur Hutan Mangrove dan Alternatifnya. Rimba Indonesia XXX
No. 1-2 : 35-41.
Lehmusluoto, P. 1995. National Inventory of
the Major Lakes and Reservoirs in Indonesia. Expedition Indo-danau
Technical Report. Printed and Bound by Painatuskeskus Oy. Helsinki.
Marsono Dj. 1989. Konservasi Sumberdaya
Alam dan Lingkungan Hidup, Penerbit
BIGRAF Publishing Bekerjasama
dengan Sekolah Tinggi eknik Lingkungan YLH. Yogyakarta.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Notohadikusumo T. 2005. Implikasi Etika
dalam Kebijakan Pembangunan Kawasan. Jurnal Forum Perencanaan
Pembangunan.Edisi Khusus. Januari 2005.
Rade, Amram. 2011. Keanekaragaman Hayati
dan Perubahan Iklim. Jurnal
Eukariotik. Vol 9(1).
Risa. 2007. Budidaya Anggrek Bulan.: BBPP Lembang,
http://www.bbpp-lembang.info pada 8 Juli 2013.
Ruthena, Yuli. 2010. Struktur Vegetasi Tumbuhan Air di Danau Lutan Palangka Raya. Journal of Tropical
Fisheries. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya. Vol 5(1).
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Suryani, Erma dan Nurmansyah. 2009.
Inventarisasi dan Karakterisasi Tanaman Kauy Umanis Seilon (Cinnamomum zeylanicum Blume) di Kebun Percobaan Laing Solok. Buletin
Littro. Vol 20(2): 99-105.
Suryono, Tri, S. Sunanisari, E. Mulyana dan Rosidah. 2010. Tingkat Kesuburan dan
Pencemaran Danau Limboto. Jurnal
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Vol 36 (1):49-61.
Sunarto, B. dan Rugaya. (1992). Folora
Tanaman Nasional Gede Pangrango.
Herbarium Bogoriense, Pulitbang Biologi LIPI, Bogor
Soerianegara I dan A Indrawan. 2008.
Ekologi Hutan Indonesia. Bogor.
Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Alamat korespondensi
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Umum.
(Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan).
Yogyakarta: Gadjah mada unipersity Pees.
Whitten, R. O., W. L. Chandler, M. G. Thomas, K. J. Clayson, and J. S. Fine 1988.
Survey ofAlpha-Amylase Activity and Isoamylase in Autopsy Tissue. Clin.