• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Histologi jaringan usus halus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Histologi jaringan usus halus"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1. Histologi jaringan usus halus

Kerusakan vili pada usus halus dapat dilihat dari gambaran histologi jaringan usus halus tersebut. Keberadaan vili berpengaruh terhadap penyerapan makanan dan kondisi kesehatan saluran pencernaan. Vili yang rusak tidak akan bisa menyerap makanan secara baik, sehingga asupan nutrisi bagi individu akan berkurang dan kondisi kesehatan menurun (Schiller & Sellin 2006). Pada penelitian ini, persentase kerusakan vili mukosa usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum) tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Analisis statistik menunjukkan pada hari ke-8 kerusakan vili duodenum tidak berbeda nyata (p>0.05) untuk setiap kelompok perlakuan (Gambar 7). Pada jejunum, kelompok perlakuan L. fermentum menunjukkan kerusakan vili yang nyata (p<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif, namun tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok perlakuan L. plantarum, L. plantarum + EPEC, dan L. fermentum + EPEC (Gambar 8). Analisis statistik menunjukkan pemberian L. plantarum dan L. fermentum pada ileum menimbulkan kerusakan vili yang tidak berbeda nyata (p>0.05), baik pada kelompok perlakuan L. plantarum, L. fermentum, L. plantarum + EPEC, maupun L. fermentum + EPEC. Namun kelompok perlakuan L. plantarum dan L. fermentum menunjukkan kerusakan vili yang lebih rendah secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif (Gambar 9).

Uji lanjut Duncan menunjukkan pada duodenum, jejunum, dan ileum, kerusakan vili kelompok kontrol positif tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok kontrol negatif. Kerusakan vili usus halus belum nyata terjadi pada hari ke-8 karena kelompok kontrol positif (EPEC), L. plantarum + EPEC, dan L. fermentum + EPEC belum diberi cekok EPEC. Berdasarkan pada analisis statistik pemberian L. plantarum dan L. fermentum belum menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kesehatan vili duodenum, namun sudah mulai berefek baik pada vili ileum. Hal ini dimungkinkan karena jangka waktu pemberian L. plantarum dan L. fermentum tergolong masih singkat, sehingga belum

(2)

26

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kesehatan vili usus halus tikus percobaan.

Tabel 3 Data persentase kerusakan vili usus halus Perlakuan Persentase kerusakan vili (Mean±SD)

Duodenum Jejunum Ileum

Hari ke-8 (sebelum pemberian EPEC)

Kontrol negatif (A) 11.34±6.02a 36.54±12.22b 33.75±5.11bc

L.plantarum (B) 12.45±4.38a 17.14±4.12ab 14.97±6.50a

L.fermentum (C) 10.33±1.03a 14.85±1.94a 19.96±1.79a

L.plantarum+EPEC (D) 13.00±4.24a 25.09±4.01ab 26.55±2.19abc

L.fermentum+EPEC (E) 11.55±0.63a 24.24±0.49ab 20.64±0.65ab

Kontrol positif (F) 11.45±2.05a 30.88±2.89b 34.92±1.31c

Hari ke-15 (pemberian EPEC)

Kontrol negatif (A) 22.87±3.01bc 30.76±1.62b 35.35±0.49bc

L.plantarum (B) 16.15±.04abc 21.29±.29a 26.41±0.72ab

L.fermentum (C) 9.68±.45a 18.12±4.28a 18.75±1.06a

L.plantarum+EPEC (D) 19.09±2.69abc 32.18±3.09b 31.07±0.25bc

L.fermentum+EPEC (E) 15.84±3.30ab 21.33±6.60a 25.91±8.97ab

Kontrol positif (F) 26.85±9.16b 44.69±1.85c 39.00±5.66c

Hari ke-22 (setelah pemberian EPEC)

Kontrol negatif (A) 24.19±2.28b 37.00±4.24c 34.94±3.62d

L.plantarum (B) 13.68±2.58a 19.21±2.79a 23.12±0.30c

L.fermentum (C) 9.21±0.30a 15.10±1.18a 15.89±2.84b

L.plantarum+EPEC (D) 24.66±2.35b 46.85±2.62d 34.72±1.97d

L.fermentum+EPEC (E) 12.95±0.07a 26.00±1.42b 11.89±1.10a

Kontrol positif (F) 32.50±3.54c 54.85±1.21e 42.07±1.52e

Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom pada masing-masing minggu menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Penelitian Panigrahim (2008) menunjukkan bahwa dalam waktu 7 hari pemberian L. plantarum sudah bisa meningkatkan keragaman bakteri gram positif dan menurunkan jumlah bakteri gram negatif pada usus individu yang baru lahir. Hasil penelitian Strompfová (2006) menunjukkan bahwa pemberian 1x109 cfu/ml L. fermentum selama 7 hari dapat meningkatkan populasi mikroba Lactobacillus spp. sebanyak 55% dan Enterococcus spp. sebanyak 25% pada usus anjing yang sehat.

(3)

Gambar 7 Foto mikrograf duodenum tikus pada hari ke-8 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili tiap kelompok perlakuan tidak berbeda nyata antara satu dan yang lainya.

A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum, C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, F: kelompok kontrol positif (EPEC). Skala = 200 µm.

(4)

28

Gambar 8 Foto mikrograf jejunum tikus pada hari ke-8 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili yang lebih sedikit terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C). Sedangkan kelompok perlakuan lainnya tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif. Kerusakan vili jejunum ditunjukkan oleh tanda . .

A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum,

C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC,

(5)

Gambar 9 Foto mikrograf ileum tikus pada hari ke-8 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili kelompok perlakuan L. plantarum (B) dan L. fermentum (C) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (A) dan kontrol positif (F). Kerusakan vili ileum ditunjukkan oleh tanda

A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum,

C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC,

(6)

30

Pada terminasi hari ke-15, kelompok perlakuan L. fermentum memiliki kerusakan vili yang lebih kecil secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif di semua bagian usus halus. Pada duodenum, kelompok perlakuan L. plantarum menunjukkan kerusakan vili yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok perlakuan L. fermentum, L. plantarum + EPEC, maupun L. fermentum + EPEC. Hal ini menunjukkan pemberian L. plantarum dan L. fermentum mempunyai efek yang hampir sama pada duodenum, baik saat dipapar maupun tidak dipapar EPEC (Gambar 10).

Pada jejunum, kelompok perlakuan L. plantarum menunjukkan kerusakan vili yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok perlakuan L. fermentum dan L. fermentum + EPEC, namun lebih rendah secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum lebih baik dibandingkan dengan L. plantarum dalam mempertahankan vili jejunum dari serangan EPEC. Kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC menunjukkan kerusakan vili yang tinggi namun tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa L. plantarum masih mampu mempertahankan kondisi kesehatan vili usus halus seperti kondisi kontrol negatif (Gambar 11).

Menurut Anderson et al. (2010), L. plantarum mempertinggi pertahanan selular pada mukosa usus halus dengan meningkatkan jumlah protein tight junction. Tight junction adalah protein yang menghubungkan antara membran sel satu dan membran sel yang lain untuk mengatur perpindahan material interselular. Meningkatnya jumlah tight juction akan menurunkan permeabilitas selular sehingga sel lebih selektif dalam menerima zat atau bahan-bahan asing dari luar.

Probiotik L. fermentum meningkatkan kesehatan dan pertahanan mukosa usus inang dengan beberapa mekanisme, di antaranya dia menempel dengan sangat baik pada permukaan sel mukosa usus inang terutama di jejunum dan ileum (Plant & Conway 2001), sehingga bisa menghambat penempelan bakteri patogen. Selain itu, L. fermentum juga mensekresikan metabolit antimikroba (Mikelsaar & Zilmer 2009) dan metabolit antiinflamasi (Peran et al. 2005).

Menurut Yan dan Polk (2008), senyawa antimikroba bakteriosin yang dihasilkan oleh L. fermentum berfungsi untuk melawan bakteri gram positif.

(7)

Sedangkan asam laktat, asam asetat, dan asam propionat berfungsi untuk menurunkan pH lingkungan sehingga menghambat sebagian besar bakteri gram negatif termasuk EPEC. Sebuah studi menunjukkan bahwa pH rendah berpengaruh terhadap permeabilitas membran luar bakteri gram negatif, saat permeabilitas membran terganggu, senyawa antimikroba akan masuk dan menyebabkan kematian pada bakteri tersebut (Alakomi et al. 2001).

Pada bagian ileum, kelompok perlakuan L. fermentum menunjukkan kerusakan vili yang rendah dan tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC dan L. plantarum. Analisis statistik menunjukkan bahwa kerusakan vili kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa L. plantarum mampu mempertahankan kondisi kerusakan vili usus halus yang dipapar EPEC seperti kondisi kelompok kontrol negatif. Paparan EPEC pada kelompok kontrol positif juga menimbulkan kondisi kerusakan vili yang sama seperti kontrol negatif (Gambar 12).

Kerusakan vili duodenum dan ileum kelompok kontrol positif tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini karena aktivitas pertumbuhan mikroorganisme patogen di duodenum cenderung sedikit. Faktor yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut di antaranya kondisi lumen duodenum yang kaya akan garam empedu dan sekreta pankreas (Jonqueira & Carneiro 2005). Selain itu, pergerakan peristaltik duodenum yang cepat juga mencegah menetapnya patogen di duodenum (Lu & Walker 2001). Sedangkan ileum dilengkapi dengan jaringan limfatik yang besar yaitu daun payer sebagai pertahanan terhadap patogen (Samuelson 2007).

Di jejunum, kelompok kontrol positif memiliki persentase kerusakan vili yang paling tinggi secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. Bakteri EPEC merupakan strain E. coli yang bersifat patogen. Patogenesa dari infeksi EPEC dimulai dengan berikatan secara kuat pada permukaan epitel vili usus kemudian merusak mikrovili, dikenal dengan istilah “attaching and effacing” (A/E) (Grüenheid et al. 2001). Kerusakan mikrovili akan menganggu penyerapan nutrisi serta menganggu keseimbangan osmotik sel epitel usus yang berakibat pada terjadinya diare (Lapointe et al. 2009).

(8)

32

Gambar 10 Foto mikrograf duodenum tikus pada hari ke-15 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili yang lebih sedikit terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C). Sedangkan kerusakan vili kelompok perlakuan lainnya tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif (A). Kerusakan vili duodenum ditunjukkan oleh tanda . A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum, C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC,

(9)

Gambar 11 Foto mikrograf jejunum tikus pada hari ke-15 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili terendah terdapat pada kelompok perlakuan L. plantarum (B), L. fermentum (C), dan L. fermentum + EPEC (E). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kerusakan vili paling tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Kerusakan vili jejunum ditunjukkan oleh tanda . A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum, C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, F: kelompok kontrol positif (EPEC). Skala = 200 µm.

(10)

34

Gambar 12 Foto mikrograf ileum tikus pada hari ke-15 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili yang lebih rendah terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C). Sedangkan kelompok perlakuan lainnya tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif (A). Kerusakan vili ileum ditunjukkan oleh tanda . A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum, C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, F: kelompok kontrol positif (EPEC). Skala = 200 µm.

(11)

Bakteri EPEC terutama menyerang jejunum karena ukuran jejunum yang lebih panjang dibandingkan dengan dengan duodenum dan ileum sehingga paparan EPEC cenderung lebih lama di jejunum. Selain itu, jejunum memiliki regenerasi sel epitel vili yang lebih lambat dibandingkan dengan dengan duodenum dan ileum, sehingga eliminasi EPEC yang menempel pada sel epitel vili juga menjadi lebih lambat (Louaka et al. 2009). Di jejunum pertahanan mukosa yang dominan adalah sekresi mukus dari sel goblet, karena jumlah sel goblet terbanyak terdapat pada jejunum (Samuelson 2007). Namun telah dilaporkan bahwa EPEC mampu untuk tumbuh pada kondisi mukus yang tinggi seperti di jejunum (Edelman et al. 2003).

Pada hari ke-22, persentase kerusakan vili usus halus tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada duodenum, kerusakan vili pada kelompok perlakuan L. fermentum, L. fermentum + EPEC, dan L. plantarum nyata (p<0.05) lebih kecil dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, kontrol negatif, dan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tunggal L. plantarum dan L. fermentum dapat menekan kerusakan vili duodenum. Pada tikus yang dipapar EPEC, L. fermentum dapat menekan kerusakan vili usus halus lebih besar dibandingkan dengan L. plantarum. Kerusakan vili usus kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa L. plantarum bisa melawan serangan EPEC dan mempertahankan kondisi mukosa duodenum seperti kondisi kontrol negatif (Gambar 13).

Di jejunum dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan L. plantarum dan L. fermentum memiliki nilai kerusakan vili yang nyata (p<0.05) paling kecil dibandingkan dengan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tunggal L. plantarum maupun L. fermentum memberikan efek yang paling baik dalam memelihara kondisi kesehatan vili jejunum. Analisis statistik menunjukkan bahwa kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC memiliki kerusakan vili jejunum yang nyata (P<0.05) lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa L. plantarum kurang efektif melawan serangan EPEC yang terdapat pada jejunum (Gambar 14).

(12)

36

Gambar 13 Foto mikrograf duodenum tikus pada hari ke-22 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili yang paling sedikit terdapat pada kelompok perlakuan L. plantarum (B), L. fermentum (C), dan L. fermentum + EPEC (E). Kerusakan vili kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC sama dengan kontrol negatif (A). Kerusakan vili duodenum ditunjukkan oleh tanda .

A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum,

C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC,

(13)

Gambar 14 Foto mikrograf jejunum tikus pada hari ke-22 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili yang paling sedikit terdapat pada kelompok perlakuan L. plantarum (B) dan L. fermentum (C). Kerusakan vili kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC (D) dan kontrol positif (F) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol negatif (A). Kerusakan vili jejunum ditunjukkan oleh tanda . Skala = 200 µm.

(14)

38

Gambar 15 Foto mikrograf ileum tikus pada hari ke-22 yang diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE). Dapat dilihat bahwa kerusakan vili yang paling sedikit terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC (E), disusul kelompok perlakuan L. fermentum (C), L. plantarum (B), dan L. plantarum + EPEC (D) serta kelompok kontrol negatif (A). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kerusakan vili paling tinggi. Kerusakan vili ileum ditunjukkan oleh tanda . Skala = 200 µm.

(15)

Pada ileum tikus percobaan, selain pada kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, setiap kelompok memiliki kerusakan vili yang berbeda nyata antara satu dan yang lainnya. Urutan kelompok perlakuan dengan kerusakan vili yang terkecil sampai yang terbesar, yaitu L. fermentum + EPEC, L. fermentum, L. plantarum, L. plantarum + EPEC dan kontrol negatif, kemudian kontrol positif. Kerusakan vili kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa L. plantarum mampu mempertahankan kondisi vili ileum terhadap serangan EPEC seperti kondisi kontrol negatif. Jaringan duodenum, jejunum, dan ileum pada kelompok kontrol positif (EPEC) hari ke-22 mengalami kerusakan vili yang nyata (p<0.05) paling tinggi dibandingkan dengan dengan kelompok perlakuan lainnya. Ini membuktikan bahwa EPEC menyebabkan kerusakan yang berlanjut pada vili usus halus, walaupun pemberian dari luar telah dihentikan (Gambar 15).

Hasil di atas menunjukkan bahwa pemberian probiotik dengan jumlah yang tepat bisa memperbaiki kondisi kesehatan mukosa saluran usus halus, sedangkan yang tidak diberi probiotik mengalami kerusakan vili yang berlanjut. Penelitian Peran et al. (2005) menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama 3 minggu bisa memperbaiki mukosa usus besar pada tikus colitis dengan merangsang pertumbuhan sel epitel dan sel goblet.

2. Kandungan Cu,Zn-SOD jaringan usus halus

Hasil pewarnaan imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD pada jaringan usus halus menunjukkan lokasi enzim Cu,Zn-SOD yang terdapat pada jaringan usus halus. Enzim Cu,Zn-SOD pada jaringan usus halus terdistribusi pada bagian mukosa (epitel vili, lamina propria, kripta, dan kelenjar liberkun), submukosa, dan tunika muskularis. Keberadaan enzim Cu,Zn-SOD di jaringan usus halus ditandai dengan adanya warna coklat di dalam sel jaringan usus halus tersebut. Kandungan terbanyak ditemukan pada kelenjar liberkun mukosa, dan tunika muskularis. Hanya sedikit enzim Cu,Zn-SOD yang ditemukan di epitel vili mukosa, lamina propria mukosa, dan submukosa. Sedangkan pada tunika serosa

(16)

40

tidak ditemukan adanya enzim Cu,Zn-SOD. Hal ini ditandai dengan tidak adanya warna coklat pada jaringan tunika serosa.

Enzim Cu,Zn-SOD merupakan enzim antioksidan endogen yang mempunyai peranan penting secara langsung melindungi sel terhadap gangguan radikal bebas, dan secara tidak langsung memelihara keseimbangan oksigen yang bersifat toksik (Wresdiyati et al. 2002). Enzim Cu,Zn-SOD bekerja melalui sistem pertahanan preventif, menghambat atau merusak proses pembentukan radikal bebas, serta mengkatalisasi radikal bebas anion superoksida dan mengubahnya menjadi hidrogen peroksida (Carroll et al. 2004), yang selanjutnya diubah lagi oleh enzim katalase menjadi air dan oksigen yang stabil (Gurer & Ercal 2000).

Kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada usus halus tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 4. Pada duodenum dan ileum hari ke-8, kelompok perlakuan L. fermentum menunjukkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang paling banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Kelompok perlakuan lain menunjukkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang sama dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini dimungkinkan karena jangka waktu pemberian L. plantarum dan L. fermentum tergolong masih singkat, sehingga belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada usus halus. Selain itu, kelompok perlakuan kontrol positif (EPEC), L. plantarum + EPEC, dan L. fermentum + EPEC belum diberi cekok EPEC (Gambar 16 dan Gambar18).

Di jejunum, kelompok perlakuan L. fermentum dan L. fermentum + EPEC menunjukkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa L. fermentum sudah memberikan pengaruh baik terhadap kandungan enzim Cu,Zn-SOD di jejunum dalam waktu satu minggu. Kelompok perlakuan yang diberi L. plantarum (kelompok perlakuan L. plantarum dan L. plantarum + EPEC) memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang sama dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum dalam waktu satu minggu belum memberikan efek terhadap kandungan enzim Cu,Zn-SOD di jejunum (Gambar 17).

(17)

Pada hari ke-15, kelompok perlakuan L. fermentum pada duodenum, jejunum, dan ileum menunjukkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok perlakuan L. plantarum juga memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang tinggi pada duodenum dan jejunum, namun tidak sebanyak kelompok perlakuan L. fermentum. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tunggal L. fermentum dan L. plantarum selama dua minggu memberikan efek yang baik terhadap peningkatan kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada semua jaringan usus halus.

Tabel 4Kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada jaringan usus halus tikus percobaan

Perlakuan Kandungan Cu,Zn-SOD

Duodenum Jejunum Ileum

Hari ke-8 (sebelum pemberian EPEC)

Kontrol negatif ++ ++ ++ L.plantarum ++ ++ ++ L.fermentum +++ +++ +++ L.plantarum+EPEC ++ ++ ++ L.fermentum+EPEC ++ +++ ++ Kontrol positif ++ ++ ++

Hari ke-15 (pemberian EPEC)

Kontrol negatif ++ ++ ++

L.plantarum +++ +++ ++

L.fermentum ++++ ++++ ++++

L.plantarum+EPEC ++ ++ ++

L.fermentum+EPEC +++ ++++ +++

Kontrol positif (EPEC) -/+ -/+ -/+

Hari ke-22 (setelah pemberian EPEC)

Kontrol negatif ++ ++ ++

L.plantarum +++ +++ ++

L.fermentum ++++ +++ +++

L.plantarum+EPEC ++ ++ ++

L.fermentum+EPEC +++ +++ +++

Kontrol positif (EPEC) + + -/+

Ket: Tanda (+) menunjukkan adanya kandungan enzim antioksidan Cu,Zn-SOD. Semakin banyak tanda (+) berarti semakin tinggi kandungan enzim tersebut.

(18)

42

Gambar 16 Foto mikrograf duodenum tikus pada hari ke-8 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan lain sama seperti kontrol negatif (A).

A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum, C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, F: kontrol positif (EPEC). Skala =200 µm.

(19)

Gambar 17 Foto mikrograf jejunum tikus pada hari ke-8 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C) dan L. fermentum + EPEC (E). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan lain sama seperti kontrol negatif (A). A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum, C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, F: kontrol positif (EPEC). Skala =200 µm.

(20)

44

Gambar 18 Foto mikrograf ileum tikus pada hari ke-8 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan lain sama seperti kontrol negatif (A).

A: kelompok kontrol negatif, B: kelompok perlakuan L. plantarum, C: kelompok perlakuan L. fermentum, D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, F: kontrol positif (EPEC). Skala =200 µm.

(21)

Pada duodenum, jejunum, dan ileum kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC menunjukkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif. Pada kelompok perlakuan L.plantarum + EPEC kandungan enzim Cu,Zn-SOD nya sama dengan kelompok kontrol negatif, namun lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pada duodenum, jejunum, dan ileum, pemberian L. fermentum dan L. plantarum bisa menjaga kandungan enzim Cu,Zn-SOD jaringan usus halus yang dipapar EPEC (Gambar 19, Gambar 20, dan Gambar 21).

Kelompok kontrol positif pada terminasi hari ke-15 kehilangan sebagian besar kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam jaringan usus halusnya. Menurut Cheng et al. (2006), invasi bakteri dan fungi patogen ke dalam tubuh inang menyebabkan kandungan SOD menurun. Menurut Yan & Polk (2008) penempelan EPEC pada permukaan sel epitel akan mengaktifkan mekanisme inflamasi yaitu teraktivasinya dendritik sel yang kemudian menyebabkan peningkatan sekresi sitokin. Mekanisme ini menyebabkan infiltrasi leukosit, terutama neutrofil dan makrofag di mukosa dan infiltrasi limfosit B dan limfosit T di submukosa. Neutrofil dan makrofag ini akan memfagosit bakteri EPEC.

Menurut Roitt (2002), ketika fagositosis dimulai, terjadi peningkatan kegiatan hexose monophosphate shunt yang membangun NADPH. Kemudian elektron-elektron keluar dari NADPH menuju ke membran flavoprotein yang mengandung FAD dan selanjutnya menuju ke sitokrom dan membran plasma. Elektron tersebut membuat terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yang dihasilkan berupa reactive oxigen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS), contohnya hidrogen peroksida (H2O2), nitrit oksida (NO), dan anion

superoksida (Mikelsaar & Zilmer 2009).

Radikal bebas biasanya dinetralisir oleh antioksidan seperti enzim Cu,Zn-SOD. Jumlah bakteri EPEC yang banyak akan meningkatkan jumlah radikal bebas, sehingga enzim antioksidan Cu,Zn-SOD yang dipakai untuk menetralisir radikal bebas tersebut juga meningkat. Hal inilah yang menyebabkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada jaringan usus halus tikus yang dipapar EPEC menjadi lebih sedikit.

(22)

46

Gambar 19 Foto mikrograf duodenum tikus pada hari ke-15 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C), diikuti kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC (E) dan L. plantarum (B). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC sama seperti kontrol negatif (A). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling sedikit. Skala =200 µm.

(23)

Gambar 20 Foto mikrograf jejunum tikus pada hari ke-15 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C), diikuti kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC (E) dan L. plantarum (B). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC sama seperti kontrol negatif (A). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling sedikit. Skala =200 µm.

(24)

48

Gambar 21 Foto mikrograf ileum tikus pada hari ke-15 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C), diikuti kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC (E). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan L. plantarum dan L. plantarum + EPEC sama seperti kontrol negatif (A). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling sedikit. Skala =200 µm.

(25)

Pada duodenum hari ke-22, kelompok perlakuan L. fermentum memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lain. Kelompok perlakuan L. plantarum, dan L. fermentum + EPEC memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum dan L. plantarum memberikan efek terhadap tingginya kadungan enzim Cu,Zn-SOD jaringan usus halus. Usus halus kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang sama dengan kelompok kontrol negatif. Ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum bisa menjaga kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada duodenum yang dipapar EPEC (Gambar 22).

Hartanti (2010) menyatakan bahwa probiotik mampu menstimulasi sistem imun dengan meningkatkan fungsi fagositosis dari monosit. Menurut Baratawidjaja (2006), monosit bisa memproduksi sitokin (IL-6 dan TNF-α) dan mengerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi. IL-6 (interleukin-6) dan TNF-α (tumor necrosis factor-α) dapat memodulasi penyediaan tembaga (Cu) dan seng (Zn). Tersedianya Cu dan Zn tersebut berperan untuk pembentukan atau pengaktivan enzim Cu,Zn-SOD karena Cu,Zn-SOD membutuhkan Cu dan Zn untuk melakukan aktivitas biologisnya (Li et al. 2010). Berarti keberadaan probiotik mampu meningkatkan jumlah enzim Cu,Zn-SOD. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zubillaga et al. (2001) yang menyebutkan bahwa pangan fungsional yang mengandung probiotik dapat meningkatkan ekspresi enzim superoksida dismutase.

Kandungan enzim Cu,Zn-SOD di jejunum sama dengan kandungan enzim Cu,Zn-SOD di duodenum. Kelompok perlakuan L. fermentum, L. plantarum, dan L. fermentum + EPEC memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang paling banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang sama dengan kelompok kontrol negatif (Gambar 23).

Di ileum, kelompok perlakuan L. fermentum dan L. fermentum + EPEC memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa L. fermentum memiliki

(26)

50

Gambar 22 Foto mikrograf duodenum tikus pada hari ke-22 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C), diikuti kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC (E) dan L. plantarum (B). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC (D) sama seperti kontrol negatif (A). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling sedikit. Skala =200 µm.

(27)

Gambar 23 Foto mikrograf jejunum tikus pada hari ke-22 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C), L. fermentum + EPEC (E), dan L. plantarum (B). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC (D) sama seperti kontrol negatif (A). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling sedikit. Skala =200 µm.

(28)

52

Gambar 24 Foto mikrograf ileum tikus pada hari ke-22 yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Warna coklat menandakan adanya kandungan enzim Cu,Zn-SOD di dalam sel. Dapat dilihat bahwa kandungan enzim tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan L. fermentum (C) dan L. fermentum + EPEC (E). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan L. plantarum (B) dan L. plantarum + EPEC (D) sama seperti kontrol negatif (A). Kelompok kontrol positif (F) memiliki kandungan enzim Cu,Zn-SOD paling sedikit. Skala =200 µm.

(29)

efek meningkatkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD di ileum pada hari ke-22. Kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, dan L. plantarum menunjukkan kandungan enzim Cu,Zn-SOD yang sama dengan kontrol negatif namun lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Hal ini menunjukkan pemberian L. plantarum bisa mempertahankan kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada jaringan ileum yang dipapar EPEC seperti kondisi kelompok kontrol negatif. Kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada kontrol positif paling rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Gambar 24).

Menurut Adebayo-tayo dan Onilude (2008) serta Fukuda et al. (2010), L. fermentum dapat menghasilkan eksopolisakarida (EPS). EPS yaitu polisakarida berantai panjang dan bercabang yang terdiri atas unit-unit gula atau turunan gula (glukosa, galaktosa, dan rhamnosa). EPS merupakan polimer yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. EPS disekresikan oleh probiotik BAL ke permukaan sel dan membentuk kapsul, atau disekresikan ke lingkungan ekstraseluler dalam bentuk lendir. Eksopolisakarida (EPS) dapat menurunkan stres oksidatif secara nyata (Sengul et al. 2010). EPS dapat memperbaiki kerusakan oksidatif dari mukosa, sehingga bisa membantu pemulihan sel-sel yang mengalami stress oksidatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Mikelsaar dan Zilmer (2009) yang menyatakan bahwa L. fermentum berfungsi sebagai probiotik antimikrobial dan antioksidatif.

Referensi

Dokumen terkait

“ faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya stroke berulang pada penderita. pasca

Askrindo pada proyek pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kota Surakarta adalah: membuat perjanjian pokok yang berisi jumlah kerugian yang akan ditanggung oleh pihak surety

pelaksanaan, pengukuran dan tindak lanjut yang dilakukan untuk mencapai pelaksanaan, pengukuran dan tindak lanjut yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

• Belajar dengan mendengarkan (mengingat yang didiskusikan daripada yang dilihat). • Berbicara dalam irama

Portland Cement Composit (PCC) yaitu semen hidrolis yang dibuat dari hasil penggilingan terak (clinker) semen portland dengan bahan tambahan berupa gypsum dan satu

ICAAP11 Abstract Team on behalf of the Scientific

Dari berbagai pengertian di atas dapat diketahui bahwa implementasi kurikulum adalah penerapan atau pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam