• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2005), keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik, dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan serta pelatihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Menurut Rivai (2004) keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut.

Kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cedera yang diakibatkan gerakan berulang-ulang, sakit punggung, sindrom carpal tunnel, penyakit-penyakit kardiovaskular, berbagai jenis kanker seperti kanker paru-paru dan leukimia.

2.1.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2001), tujuan kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya sebagai berikut:

1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

(2)

3. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

4. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.

5. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

6. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian, dan partisipasi kerja. 7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Menurut Rivai (2004), tujuan keselamatan kerja meliputi:

1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.

2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.

3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptibilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.

2.1.2 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Menurut J.B Miner, mengatasi masalah K3 dapat dilakukan dengan cara Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology. Safety Psychology lebih menitikberatkan usaha mencegah kecelakaan itu terjadi, dengan meneliti kenapa dan bagaimana kecelakaan bisa terjadi. Industrial Clinical Psychology menitiberatkan pada kinerja karyawan yang menurun, sebab-sebab penurunan dan bagaimana mengatasinya.

Faktor-faktor dari dua cara tersebut adalah sebagai berikut: 1. Safety Psychology terdiri dari enam faktor, yaitu:

(3)

Laporan dan statistik kecelakaan sangat penting dalam program kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dengan adanya laporan dan statistic kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, perusahaan akan memiliki gambaran mengenai potensi terjadinya kecelakaan dan cara mengantisipasinya.

b. Pelatihan Keselamatan

Merupakan salah satu program K3 yang diperlukan karyawan sebagai pengetahuan tentang keselamatan kerja. Pelatihan keselamatan yang dilakukan perusahaan kepada karyawannya diharapkan dapat mengurangi atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

c. Publikasi Keselamatan Kerja

Publikasi keselamatan kerja adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemberian informasi dan pesan-pesan terkait keselamatan kerja karyawan, melalui berbagai macam cara diantaranya lewat spanduk, pamflet, gambar, poster, dan selebaran yang berguna untuk mengurangi tindakan-tindakan yang membahayakan saat bekerja. Publikasi keselamatan kerja juga dapat memberikan pemahaman kepada karyawan mengenai pentingnya K3.

d. Kontrol Lingkungan Kerja

Kontrol lingkungan kerja adalah pemeriksaan/pengendalian yang berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja yang bertujuan untuk melindungi karyawan dari bahaya kecelakaan kerja yang mungkin terjadi dan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman. Perusahaan harus dapat melindungi karyawannya dari kemungkinan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, perusahaan harus menyediakan peralatan pengaman dan peralatan pelindung diri untuk karyawannya.

e. Pengawasan dan Disiplin

Pengawasan dan disiplin adalah melakukan kontrol terhadap lingkungan kerja dan perilaku kerja karyawan. Pengawasan

(4)

dilakukan dengan maksud untuk menjaga setiap mesin dan peralatan selalu dalam kondisi stabil dan siap untuk digunakan. f. Peningkatan Kesadaran K3

Peningkatan kesadaran K3 merupakan usaha perusahaan dalam mensukseskan program K3. Adanya komitmen yang kuat dan perhatian yang besar dari manajemen perusahaan membuat karyawan sadar terhadap pentingnya kesehatan dan keselamatan saat bekerja.

2. Industrial Clinical Psychology terdiri dari dua faktor, yaitu: a. Konseling

Konseling atau pemimbingan dilakukan untuk meningkatkan kembali semangat kerja dari karyawan. Disebabkan penurunan kinerja karyawan dari suatu permasalahan yang dihadapi.

b. Employee Assistance Program

Karyawan yang memiliki masalah akan dibimbing secara intensif oleh supervisor yang ditunjuk. Hal ini digunakan untuk menangani bermacam-macam masalah karyawan terutama yang berhubungan dengan kinerja karyawan.

2.1.3 Sistem Manajemen K3

Sistem manajemen K3 secara keseluruhan mencakup struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan dan pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Berguna untuk tercapainya lingkungan tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Dapat dilihat pada Gambar 3 Bagan sistem model manajemen K3 LK (Santoso, 2004).

(5)

Gambar 3. Sistem Model Manajemen K3 LK (Santoso,2004) 2.1.4 Manfaat K3

Menurut Arep dan Tanjung (2004), mengungkapkan manfaat K3 adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Ekonomis

a. Berkurangnya kecelakaan dan sakit karena kerja.

b. Mencegah hilangnya investasi fisik dan investasi sumber daya manusia.

c. Meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang nyaman dan aman, serta motivasi kerja yang meningkat.

2. Manfaat Psikologis

a. Meningkatkan kepuasan kerja.

b. Kepuasan kerja tersebut akan meningkatkan motivasi kerja dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. c. Perusahaan akan merasa bangga bahwa telah ikut serta dalam

melaksanakan program pemerintah dan ikut serta dalam pembangunan nasional dan citra baik perusahaan akan meningkat. Peningkatan berkelanjutan Pengukuran Komitmen dan kebijaksanaan Peningkatan ulang dan peningkatan manajemen Perencanaan Pelaksanaan

(6)

2.1.5 Perlindungan Pengendalian K3

Menurut Rivai (2004) perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Perlindungan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Berhubungan dengan Masalah Keuangan

Perlindungan yang berhubungan dengan masalah keuangan dilakukan melalui pemberian berbagai santunan dalam bentuk santunan jaminan sosial (social security), kompensasi ketiadaan pekerjaan (unemployment compensation), biaya medis (medical coverage), dan kompensasi pekerja (worker’s compensation) 2. Perlindungan yang berhubungan dengan Keamanan Fisik

Karyawan

Memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengharuskan perusahaan untuk memberikan fasilitas yang memadai demi menjamin keamanan kerja serta memberikan jaminan finansial apabila karyawan mengalami kecelakaan kerja. Karyawan memiliki hak untuk menuntut perusahaan agar menyediakan fasilitas kerja yang memadai agar keselamatan fisik dan mental karyawan terlindungi dari jenis kecelakaan yang dilakukan pekerja.

Menurut Santoso (2004), pengendalian kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:

1. Upaya-upaya pengendalian a. Proses isolasi

b. Pemasangan lokal exhauster c. Ventilasi umum

d. Pemakaian alat pelindung diri e. Penggadaan fasilitas saniter

f. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan secara berkala dilakukan.

(7)

g. Penyelenggaraan latihan/penyuluhan kepada semua karyawan dan pengusaha. h. Kontrol administrasi 2. Hirarki pengendalian a. Eliminasi b. Substitusi c. Pengendalian rekayasa d. Pengendalian administratif e. Alat pelindung diri

3. Masalah umum alat pelindung diri (APD)

a. Tidak semua alat pelindung diri melalui pengujian laboratoris, sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya.

b. Tidak nyaman dan kadang-kadang membuat pemakai sulit bekerja.

c. Alat pelindung diri (APD) dapat menciptakan masalah baru. d. Perlindungan yang diberikan alat pelindung diri (APD) sulit

untuk dimonitor.

e. Kewajiban pemeliharaan alat pelindung diri (APD) dialihkan dari pihak manajemn ke pekerja.

f. Efektivitas alat pelindung diri (APD) sering tergantung “GOOD FIT” pada pekerja.

g. Kepercayaan pada alat pelindung diri (APD) akan menghambat pengembangan kontrol teknologi yang baru.

4. Masalah pemakaian alat pelindung diri (APD) a. Pekerja tidak mau memakai dengan alasan

1) Tidak sadar/tidak mengerti 2) Panas

3) Sesak

4) Tidak enak dipakai 5) Tidak enak dipandang 6) Berat

(8)

8) Tidak sesuai dengan bahaya yang ada 9) Tidak ada sangsi

10) Atasan juga tidak memakai b. Tidak disediakan oleh perusahaan

1) Ketidakmengertian 2) Pura-pura tidak mengerti 3) Alasan bahaya

4) Dianggap sia-sia (karena pekerja tidak mau memakai) c. Pengadaan oleh perusahaan

1) Tidak sesuai dengan bahaya yang ada 2) Asal beli (terutama memilih yang murah) 2.1.6 Landasan Hukum K3

Menurut Sugeng (2005). Hukum kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Indonesia telah banyak diterbitkan baik dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan Surat Edaran, antara lain:

1. Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13/2003 2. Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1/1997

3. Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 3/1992 4. UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2.

5. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 14/1993.

6. Keputusan Presiden, Penyakit yang timbul Karena Hubungsn Kerja No.22/1993.

7. Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan dalam Tempat Kerja No. 7/1964. 8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan

Tenaga Kerja dalam penyelenggaraan Keselamatan Kerja No. 2/1980.

9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja No. 3/1982.

(9)

2.2. Kecelakaan

2.2.1 Faktor-faktor kecelakaan

Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007). Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja dapat dilihat dari berbagai sudut. Bisa dari sudut kebijakan pemerintah, kondisi pekerjaan, kondisi fisik, dan mental karyawan, serta kondisi fasilitas yang disediakan.

1. Kebijakan Pemerintah

a. Undang-undang Ketenagakerjaan, khususnya yang menyangkut tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan belum ada. b. Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan keselamatan dan

kesehatan kerja karyawan belum ada.

c. Pengendalian dan tindakan hukum bagi perusahaan yang mengabaikan undang-undang dan peraturan yang berlaku keselamatan dan kesehatan kerja belum ada kalaupun sudah ada, tetapi tidak diterapkan secara tegas.

2. Kondisi Pekerjaan

a. Standar kerja yang kurang tepat dan pelaksanaannya juga tidak tepat.

b. Jenis pekerjaan fisik yang sangat berbahaya. Namun, di sisi lain, fasilitas keselamatan kerja sangat kurang.

c. Kenyamanan kerja yang sangat kurang karena kurang tersedianya unsur pendukung keselamatan dan kenyamanan kerja.

d. Tidak tersedianya prosedur manual petunjuk kerja.

e. Kurangnya kontrol, evaluasi, dan pemeliharaan tentang alat-alat kerja secara rutin.

3. Kondisi Karyawan

a. Keterampilan karyawan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang rendah.

b. Kondisi kesehatan fisik karyawan yang tidak prima.

c. Kondisi kesehatan mental, seperti rendahnya motivasi tentang K3 serta tingginya derajat stres dan depresi.

(10)

4. Kondisi Fasilitas Perusahaan

a. Ketersediaan fasilitas yang kurang cukup (jumlah dan mutu) b. Kondisi ruangan kerja yang kurang nyaman.

c. Tidak tersediannya fasilitas kesehatan dan klinik perusahaan d. Tidak tersediannya fasilitas asuransi kecelakaan.

e. Kurangnya pelatihan dan sosialisasi tentang pentingnya keselamatan kerja dikalangan karyawan..

2.2.2 Pencegahan Kecelakaan

Menurut Bennett NBS (1995) dalam Santoso (2004), mengungkapkan bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dengan dua aspek, yaitu: aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, dan letak) dan aspek perangkat lunak ( manusia dan segala unsur yang berkaitan).

Menurut Olishifski dalam Santoso (2004), bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja profesional dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut:

1. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material, dan struktur perencanaan.

2. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut.

3. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja atau karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja.

4. Memberikan alat pelindung diri tetentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan.

Menurut Suma’mur dalam Santoso (2004), kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut ini:

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian,dan cara kerja peralatan industri, serta P3K dan pemeriksaan kesehatan.

(11)

2. Standardisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, dan tidak resmi mengenai misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai instruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD).

3. Pengawasan, agar ketentuan Undang-Undang wajib dipatuhi. 4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang

berbahaya, pagar pengamanan, pengujian alat pelindung diri (APD), pencegahan ledakan dan peralatan lainnya.

5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan psikologis, faktor lingkungan, dan teknologi, serta keadaan yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan.

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.

8. Pendidikan 9. Latihan-latihan

10. Asuransi, yaitu insetif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan.

11. Penggairahan, pendekatan lain supaya bersikap selamat. 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

2.3. Kinerja

Menurut Rivai (2004), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai indikator dalam kemajuan perusahaan dan upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Kinerja adalah implementasi dari rencana yang telah disusun dari awal sebelum melakukan kegiatan. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Melihat sebuah organisasi menghargai dan memperlakukan sumberdaya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam

(12)

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya pada suatu organisasi. (Wibowo,2008)

2.3.1 Faktor-faktor Kinerja

Menurut Mangkuprawira (2009) faktor-faktor kinerja dapat dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu unsur internal dan unsur eksternal. 1. Unsur Internal meliputi:

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan seseorang yang dimiliki sangat mempengaruhi kinerja seseorang dalam menyelesaikan suatu tanggung jawab dan tugas yang diberikan. Tingkat pendidikan dapat dilihat dari penguasaan sikap, ilmu pengetahuan, dan keterampilan pada tingkat tertentu. Semakin tinggi kecerdasan intelektualnya dapat mempengaruhi dalam mencari alternatif penyelesaian masalah dan keterampilan menganalisis.

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dikuasai oleh pekerja sangat mendukung dalam menunjang pekerjaannya. Pengetahuan yang ada meliputi komunikasi, inisiatif, kreativitas, dan konflik. Semakin tinggi tingkat pemahaman sesorang dapat mempengaruhi daya inovasinya.

c. Tingkat Keterampilan

Keterampilan pekerja dapat terlihat dengan penguasaan penerapan ilmu dan pengetahuan, serta teknologi yang dipraktikkan dalam pekerjaannya.

d. Sikap Motivasi terhadap Kinerja

Sikap motivasi pekerja terhadap pekerjaannya, mempengaruhi kinerja yang ingin dicapai. Apabila terdapat penghargaan yang tinggi dapat mendorong seseorang untuk lebih giat melakukan tugas dan meningkatkan kinerja di dalam perusahaan.

e. Tingkat Pengalaman Kerja

Pengalaman seseorang dapat memberikan pengaruh yang berdampak positif, karena seseorang akan belajar dari

(13)

pengalaman yang pernah dialami untuk melakukan sesuatu kearah yang lebih baik dalam kinerjanya.

2. Unsur Eksternal meliputi: a. Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga yang kondusif dan memberikan hal yang positif terhadap pekerjaan sangat mempengaruhi dan mendorong kinerja karyawan untuk bekerja sebaik mungkin supaya menghasilkan output yang memuaskan.

b. Lingkungan Sosial Budaya

Aspek kedisiplinan sosial yang tinggi, tanggung jawab sosial, dan sistem nilai tentang pekerjaannya mendorong karyawan untuk berperan aktif untuk meningkatkan kinerjanya.

c. Lingkungan Ekonomi

Lingkungan ekonomi dapat terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi, pengangguran, derajat kemiskinan, penguasaan aset produksi, dan pendapatan perkapita.

d. Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar dapat terlihat dalam perilaku masyarakat yang menghargai pentingnya pendidikan dan pelatihan. Lingkungan belajar dapat terlihat dari ketersediaan infrastruktur penunjang proses belajar, mutu belajar, dan metode pembelajaran.

e. Lingkungan Kerja Termasuk Budaya Kerja

Lingkungan kerja tempat dimana seorang bekerja. Suasana kerja dicirikan oleh aspek-aspek budaya produktif, kepemimpinan, hubungan karyawan dengan sesama rekan dan atasan yang seimbang, manajemen kinerja, manajemen pendidikan dan pelatihan, manajemen karier, dan manajemen kompensasi.

f. Teknologi

Teknologi dibedakan menjadi dua, yaitu teknologi lunak dan teknologi keras. Teknologi lunak meliputi metode, teknik, dan

(14)

prosedur kerja. Sedangkan teknologi keras meliputi mesin-mesin atau alat-alat produksi.

2.3.2 Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2004), penilaian kinerja adalah suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Pada saat bersamaan karyawan memerlukan umpan balik atas hasil kerja mereka sebagai panduan bagi perilaku mereka di masa yang akan datang. Pekerja juga ingin mendapatkan hal positif atas berbagai hal yang telah mereka lakukan dengan baik selama melakukan pekerjaan.

Menurut Hasibuan (2008), kriteria atau unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian kinerja karyawan meliputi beberapa hal, yaitu:

1. Kesetiaan: penyelia mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatan dan organisasinya. Dapat terlihat dari seorang pekerja yang dihadapkan pada kondisi dan situasi yang sulit yang berhubungan dengan masa depannya.

2. Kejujuran: penyelia menilai kejujuran karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sejalan atau tidak dengan kenyataan.

3. Prestasi kerja: penyelia melihat hasil kerja karyawan dari kualitas dan kuantitasnya dalam uraian pekerjaannya.

4. Kedisiplinan: penyelia melihat kedisiplinan karyawan dalam mematuhi paratuaran yang telah dibuat oleh perusahaan dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi dan standar prosedur yang menjadi tanggung jawab pekerja.

5. Kreativitas: penyelia melihat kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya dalam penyelesaian pekerjaannya. 6. Kerjasama: penyelia menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan

bekerjasama dengan karyawan lainnya secara vertikal dan horizontal baik diluar maupun didalam pekerjaan sehingga pekerjaan akan semakin baik.

(15)

7. Kepimpinan: penyelia melihat bahwa pekerja mampu untuk memimpin, mempunyai kewibawaan yang kuat, dan dapat mempengaruhi pekerja lainnya.

8. Tanggung jawab: penyelia melihat dan mampu menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya. 9. Ketelitian: penyelia melihat kemampuan karyawan dapat menilai

karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kehati-hatian dalam bekerja, dan langkah-langkah dalam bekerja.

Menurut Siagian (2008), berpendapat sistem penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pekerja dimana terdapat berbagai faktor,yaitu:

1. Kriteria penilaian adalah manusia yang disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.

2. Penilaian yang dilakuakn pada serangkaian tolok ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif.

3. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan dengan rapi dan arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pekerja.

4. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, pengambilalihan tugas, alih wilayah, maupun pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.

Selain itu masih menurut Siagian (2008), pentingnya penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, seperti:

1. Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil prestasi kerja, ketiga pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai

(16)

langkah yang diperlukan agar prestasi kerja pegawai lebih meningkat.

2. Bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. 3. Kepentingan mutasi pegawai.

4. Berguna untuk menyusun program pendidikan dan pelatihan, baik yang dimasksudkan untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan terungkap melalui penilaian prestasi kerja.

5. Membantu para pegawai menentukan rancana kariernya dan dengan bantuan bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karier yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan kepentingan organisasi

2.3.3 Jenis-jenis penilaian kinerja

Menurut Rivai (2004), jenis-jenis penilaian kinerja dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu:

1. Penilaian hanya oleh atasan

2. Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.

3. Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih individu untuk bermusyawarah dengannya, dan atasan langsung yang membuat keputusan akhir.

4. Penilaian melalui keputusan komite, sama seperti pada pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir, dan hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas.

5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti pada kelompok staf, namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen.

(17)

2.4. Teori Pengaruh K3 Terhadap Kinerja Karyawan

Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), kesehatan dan keselamatan kerja karyawan sangat berperan dalam mempengaruhi kinerja di perusahaan. Apabila kesehatan kerja terganggu dapat mengganggu mutu dan produktivitas kerja.

Menurut Rivai (2004), karyawan memiliki hak untuk menuntut perusahaan agar menyediakan fasilitas kerja yang memadai agar keselamatan fisik dan mental mereka terlindungi dan dapat meningkatkan kinerja dari pekerjaan yang dilakukan. Selain itu juga jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan kerja, penyakit, dan hal-hal yang berkaitan dengan stress mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, maka perusahaan akan semakin efektif dan berdampak pada kinerja baik untuk perusahaan dan karyawan.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

Mahardika (2005) melakukan penelitian tentang Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di PT PLN (persero) Unit Bisnis Strategis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (UBS P3B) Region Jawa Timur dan Bali. Analisis data menggunakan analisis regresi berganda dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program K3 mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan, sehingga penerapan program K3 yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan.

Riestiany (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Plant 11 PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi berganda. PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Telah menerapkan SMK3 berdasarkan standar OHSAS 18001 dan Permeneker No. 05/MEN/1996. Penerapan SMK3 tersebut, telah terorganisir dengan baik sehingga telah mendapat penghargaan Golden Flag dari PT Sucifindo (auditor eksternal) selama tiga kali pada tahun 2000,2003, dan 2006. Tingkat keseringan kecelakaan (Injured Frequency Rate-IFR) dan Tingkat keparahan

(18)

kecelakaan (Injured Saverity Rate-ISR) dari P-11 cenderung menurun hingga tahun 2007 sejak pertama kali beroperasi tahun 2000 dan telah mencapai zero accident pada tahun 2006 dan 2007. Berdasarkan persepsi karyawan, pelaksanaan SMK3 di P-11 telah berjalan dengan baik dan efektif mengurangi angka kecelakaan kerja terutama dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, karyawan P-11 sangat merasakan manfaat yang besar dari pemeriksaan kesehatan rutin yang diadakan oleh PT ITP, Tbk. Tingkat keseringan kecelakaan (Injured Frequency Rate-IFR) dan Tingkat keparahan kecelakaan (Injured Saverity Rate-ISR) mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, namun IFR lebih signifikan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja karyawan dibandingkan ISR. Semakin kecil IFR dan ISR maka semakin tinggi tingkat produktivitas kerja karyawan PT ITP.

Noegroho (2009) melakukan penelitian dengan judul Analisis Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT XYZ Bagian Pressing). Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Hubungan antara keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan kinerja karyawan adalah positif, sangat nyata dan berkorelasi substansial (agak kuat). Faktor K3 memiliki hubungan yang positif, sangat nyata, dan berkorelasi substansial (agak kuat) dengan kinerja karyawan kecuali kontrol lingkungan kerja yang memiliki hubungan yang rendah terhadap kinerja karyawan.

Ropiah (2010) dengan judul penelitian Persepsi Karyawan Tentang Hubungan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Motivasi Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Kasus PT Korma Jaya Utama, Jakarta Selatan).Penelitian ini menggunakan analisis korelasi Rank Spearman.Pelaksanaan program K3 di Divisi Produksi PT KJU sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas pelaksanaan pelatihan keselamatan yang sudah efektif, tingginya kontrol lingkungan kerja yaitu dengan adanya laporan sanitasi yang digunakan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan program K3 di perusahaan, serta inspeksi dan disiplin yang dilaksanakan secara rutin dan adanya peningkatan kesadaran K3 oleh karyawan.

Gambar

Gambar 3. Sistem Model Manajemen K3 LK (Santoso,2004)  2.1.4   Manfaat K3

Referensi

Dokumen terkait

Analisa Pengaruh Relevansi Nilai Informasi Laba, Arus Kas Operasi, Nilai Buku Ekuitas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Harga Saham pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek

Berdasarkan kajian dari penelitian terdahulu di atas, dapat diketahui bahwa penelitian terhadap teks HQ dengan disertai suntingan teks HQ serta analisis struktur

Faktor daya tarik lain yang menyebabkan perkembangan pembangunan apartemen di Kota Bekasi adalah kelonggaran izin dari Pemerintah Kota Bekasi yang

Monitoring dan evaluasi pada umumnya dilakukan dengan mengumpulkan data/informasi secara reguler dan terus menerus yang menghasilkan indikator-indikator perkembangan

Jabodetabekjur sebagai satu wilayah administrasi baru, maka perlu ditetapkan dalam UU tersendiri karena perlu mengubah 11 undang-undang tentang pembentukan daerah: 3

Hasil penelitian rataan pertumbuhan kaki ayam pelung pada umur 11 minggu didapatkan hasil perlakuan T3 7,25 cm lebih baik dari perlakuan T1 6,90 cm dan T2 6,95 cm namun secara

SKRIPSI PERBANDINGAN SIFAT FISIKA DAN SIFAT KIMIA RESTU PUSPITASARI... ADLN Perpustakaan

" Komponen utama CWU adalah evaporator, Condenser, exhaust fan, kompresor, katup ekspansi, saringan refigeran (filter driyer), indikator tekanan isap (low pressure,LP),