• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PEMERINTAH TERHADAP PERMASALAHAN. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN PEMERINTAH TERHADAP PERMASALAHAN. docx"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PEMERINTAH TERHADAP PERMASALAHAN

KEMISKINAN DI INDONESIA

Diajukan sebagai Ujian Akhir Semester Matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar

Kelas SBD.02

Oleh :

Tantik Dahlia NIM. 130810201048

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, penyusunan makalah yang berjudul “Peranan Pemerinah Terhadap Permasalahan Kemiskinan di Indonesia” dapat diselesaikan tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Harapan saya semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga untuk kedepannya saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini dengan lebih baik.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini, dari siapapun datangnya, penulis akan menerima dan menyambutnya dengan segala kerendahan hati.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Jember, 14 Mei 2014

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….………..….….i

KATA PENGANTAR………..……….……...ii

DAFTAR ISI………...iii

BAB I PENDAHULUAN………..…...1

1.1. Latar Belakang ………..………... ……1

1.2. Rumusan Masalah…………... ………..2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………..……….……....3

2.1. Pengertian dan Jenis Kemiskinan………... ………..………..…….…...3

2.2. Kategori Orang Miskin…… ……….……….…..4

2.3 Karakteristik Kemiskinan Di Indonesia……….…6

BAB III PEMBAHASAN………...10

3.1. Fenomena Kemiskinan Di Indonesia ………...10

3.2.Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan…….………..………...13

3.3. Hambatan Utaman Yang Menyebabkan Masyarakat Indonesia Terperangkap Dalam Kemiskinan ……….………...16

3.4. Dampak Kemiskinan Di Indonesia……….17

3.5. Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Kemiskinan...18

BAB IV PENUTUP……….………….26

4.1 Kesimpulan………..………26

4.2 Saran……….……….………..26

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, kemiskinan telah menjadi isu sosial sekaligus isu politik yang banyak dibicarakan diberbagai kalangan, baik kaum politisi maupun kaum cendekiawan. Dimana saat ini kita hidup dijaman millennium yang sejatinya ditandai oleh modernisasi, kemajuan peradaban dan kualitas hidup umat manusia. Kenyataaanya, dunia masih menyimpan paradox dan tetap menyisakan nestapa, terutama bagi kaum papa di Negara Negara berkembang.

Perbincangan tentang kemiskinan dan upaya pemberantasannya belakangan ini makin marak. Berbagai strategi dan upaya terus dilakukan pemerintah untuk segera mengurangi kesenjangan dan membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan, terutama penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan.

Di Indonesia sendiri perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin dari waktu ke waktu sejak tahun 1976 hingga 2011 menunjukkan tren penurunan yang menggembirakan. Pada tahun 1976, lebih dari 54 juta penduduk (sekitar 40%) berada di bawah garis kemiskinan, dan menurun terus hingga angka 22,5 juta jiwa (sekitar 13,7%) pada tahun 1996. Namun, akibat krisis ekonomi tahun 1998, angka tersebut sempat membengkak menjadi 49,5 juta jiwa (sekitar 25 %) pada tahun 1998. Berkat usaha keras pemerintah dan pereencanaan yang berkesinambungan angka tersebut berhasil diturunkan secara bertahap hingga pada September 2011 angka kemiskinan menjadi 29,9 juta jiwa (12,36%).

(5)

program-program penanggulangan dan pengentasan kemiskinan yang bersifat keberpihakan kepada kelompok miskin.

Meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai dalam upaya pemberantasan kemiskinan, pemerintah menyadari tantangan dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan masih banyak. Mengingat jumlahnya yang masih sangat besar yaitu sekitar 29,13 juta. Selain itu kemiskinan menimbulkan penderitaan dan merendahkan martabat manusia sehingga tidak sesuai dengan harkat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling mulia. Lebih dari pada itu, kemiskinan adalah induk dari kejahatan dan kriminalitas serta revolusi sosial yang paling berbahaya. Pandangan tersebut menggambarkan kesadaran bahwa kemiskinan bukanlah semata-mata soal eksistensi hidup dan harga diri pribadi orang perorangan sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling mulia. Kemiskinan adalah juga soal eksistensi kehidupan sosial dan kehidupan bernegara. Kemiskinan bukanlah persoalan individu atau keluarga semata tetapi juga persoalan masyarakat, persoalan Negara maupun persoalan bersama seluruh umat manusia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat di ambil rumusan masalahnya, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah fenomena kemiskinan di Indonesia? 2. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan?

3. Apa saja hambatan utama yang menyebabkan masyarakat Indonesia terperangkap dalam kemiskinan?

4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan di Indonesia? 5. Apa saja peran pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan?

(6)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN DAN JENIS KEMISKINAN

Menurut Sar A. Levitan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standart hidup yang layak. Sedangkan menurut Bradley R. Schiller, kemiskinan adalah ketidak-sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Dan menurut Emil Salim mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Ala, 1981).

Secara umum kemiskinan lazim didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan.

Definisi beranjak dari pendekatan berbasis hak yang menyatakan bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

(7)

(1) Jika 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang dari 12% pendapatan Nasional, maka disebut pembagian pendapatan nasional yang sangat timpang

(2) Jika 40% jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima 12-17% dari pendapatan nasional maka disebut ketidakmertaan sedang. (3) Juka 40 % jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih

dari 17% dari pendapatan Nasional, maka disebut ketidakmerataan rendah.

Kedua, kemiskinan absolut, yakni suatu keadaan dimana tingkat pendapatan absolut dari satu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti : sandang, papan, pemukiman, dan pendidikan. Menurut kriteria Biro pusat Statistik (BPS) dengan menghitung pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi berdasarkan data survey sosial-ekonomi Nasional (SUSENAS) ditetapkan batas garis kemiskinan absolut adalah setara dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 2.100 kalori per orang plus beberapa kebutuhan non makanan lain, seperti sandang, papan, jasa, dan lain-lain (Mas’ode,1994:137)

2.2 KATEGORI ORANG MISKIN

Siapakah orang miskin itu? Terkait dengan pertanyan ini, kita sering diselimuti tanda tanya perihal kemiskinan, mengapa orang menjadi miskin? Bagaimanakah kondisi seseorang yang bisa dikatakan miskin? Hal ini muncul ketika kita melihat fenomena mutakhir di tengah masyarakat yang menunjukkan ketidaksejahteraan kriteria miskin dan tidak miskin. Misalnya, dalam kasus bantuan langsung tunai (BLT) dan beras miskin (RASKIN) ribuan orang berbondong mengambil jatah orang miskin dengan ragam dan variannya.

(8)

melihat dan mengkategorikan layak atau tidak layaknya seseorang masuk dalam kategori miskin.

Dalam The End of Poverty (2005), Jeffery D. Sach mengklasifikasikan kaum miskin ke dalam tiga bagian. Pertama, mereka yang hidup dalam Extreme Poverty, yang satuan rumah tangganya tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, kelaparan, tidak mempunyai akses atas layanan kesehatan, tidak mendapatkan air bersih dan sanitasi, tidak mempunyai fasilitas tempat tinggal yang sederhana dan tidak mempunyai kelengkapan harian. Situasi ini banyak terjadi di Negara berkembang.

Kedua, moderate poverty, mereka yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (seperti dijelaskan pada bagian pertama), tetapi sangat minim dan tidak selalu mampu. Ketiga, relative poverty, mereka yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, tetapi berada di bawah rata-rata cara orang hidup di Negara yang bersangkutan.

Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek sosial, ekonomi, psikologi, dan politik. Aspek sosial disebabkan terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, dan lemahnya mengantisipasi peluang. Aspek psikologi disebabkan rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolasi. Aspek politik berkaitan dengan diskriminatif, dan posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan.

Kemiskinan dapat juga dibedakan menjadi 3 pengertian, yaitu kemiskinan absolut, relatif, dan kultural. Seseorang dapat di golongkan miskin absolut apabila pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan. Mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.

(9)

masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan sekalipun usaha dari pihak lain yang membantunya.

2.3 KARAKTERISTIK KEMISKINAN DI INDONESIA

Kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang mendunia, setiap Negara memiliki karakteristik kemiskinannnya masing-masing yang dapat diakibatkan oleh begitu banyak sebab seperti geografis, kultur, sistem pemerintahan, dan lain-lainya. Sebagai sebuah Negara kepulauan yang agraris, kemiskinan di Indonesia juga memiliki karakteristik tertentu. Dari berbagai data statistik yang ada, setidaknya terdapat tujuh karakteristik yang menjadi ciri khasnya.

Karakteristik 1:

Mayoritas rumah tangga miskin menggantungkan hidupnya di sektor pertanian.

Secara sektoral, jumlah penduduk miskin kita terkonsentrasi di sektor pertanian. Sektor ini dari dulu hingga sekarang selalu menjadi tempat mayoritas rumah tangga miskin menggantungkan hidupnya. Data BPS (2010), kita mendapatkan bahwa sekitar 63% rumah tangga miskin yang Bekerja di sektor pertanian merupakan buruh tani, sekitar 6% Bekerja di sektor industri, sekitar 10% belum atau tidak memiliki pekerjaan dan sisanya 21% Bekerja di sektor sektor lainnya. besarnya ketergantungan masyarakat miskin terhadap sektor pertanian menjadikan sektor ini penting untuk mendapatkan prioritas dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Karakteristik 2:

Mayoritas rumah tangga miskin adalah petani gurem/subsisten.

(10)

tahunnya. Dengan demikian persentase rata-rata peningkatan jumlah petani guren/subsiten lebih tinggi 0,3% dari peningkatan rata-rata jumlah rumah tangga petani.

Karakteristik 3:

Disparitas tingkat kemiskinan yang tinggi antara kota dan desa.

Secara kuantitas, jumlah penduduk miskin yang tingal dipedesaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan dengan rat-rata hampir mencapai 2 kali lipat. Dengan kata lain, setiap satu penduduk miskin yng ada di kota, terdapat sekitar 2 penduduk miskin yang berada di desa. Lebih dalam lagi kita perhatikan, keberadaan penduduk miskin kota tak lain merupakan akibat proses urbanisasi yang cukup pasif dari penduduk miskin desa yang pindah ke kota untuk mencari pekerjaan.

Karakteristik 4:

Disparitas tingkat kemiskinan yang sangat tinggi antar provinsi.

Secara geospial, Indonesia memiliki angka sebaran kemiskinan yang tidak merata antar provinsi dan terdapat kesenjangan yang sangat besar antara satu provinsi dengan provinsi lain. Ada provinsi dengan tingkat kemiskinan yang cukup rendah namun di daerah lain sangat tinggi, bahkan perbedaannya bisa mencapai 1 banding 12. Contoh: Jakarta dan Papua, dimana tingkat kemiskinan di Jakarta hanya sekitar 3,48%, sedangkan di Papua bisa mencapai angka 36,8%.

Karakteristik 5:

Dominasi belanja-belanja makanan terhadap garis kemiskinan

(11)

untuk pembelian komoditas non-makanan. Dari total pengeluaran untuk makanan tersebut, beras adalah penyumbang terbesar dengan proporsi sebesar 25,2% untuk rumah tangga miskin yang tinggal di perkotaan sebesar 34,11% untuk rumah tangga miskin pedesaan. Oleh karena itu, kebijakan stabilitas harga terutama beras sangat signifikan pengaruhnya terhadap upaya proteksi rumah tangga miskin.

Karakteristik 6:

Berkumpul di sekitar garis kemiskinan.

Menurut data BPS, per Maret 2011 jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 30,02 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan data per Maret 2010, dimana penduduk miskin berjumlah 31,02 juta orang atau 13,33% maka terjadi penurunan 1 juta jiwa dalam setahun terakhir. Namun penurunan tersebut melambat jika dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya yang berhasil mengentaskan kemiskinan hingga 1,5 juta jiwa sementara pertumbuhan penduduk ekonomi nasional tahun 2011 meningkat drastis menjadi 6,5% dari tahun 2010 yang hanya 6,1%. Dengan kata lain, laju pengurangan kemiskinan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Memang bila dilihat persentase kemiskinan yang berkisar pada angka 12,49%, jumlah penduduk miskin di Indonesia tersebut terkesan kecil. Namun bila dilihat angka ini secara absolut maka jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat besar. Angka inipun belum menambahkan jumlah penduduk yang sedikit di atas garis kemiskinan atau near poor. Karena banyaknya penduduk Indonesia yang miskin tersebut maka desain kebijakan yang mampu memproteksi masyarakat harus menjadi fokus utama. Selain itu stabilitas makroekonomi, politik dan keamanan (polkam) menjadi penting untuk tetap dijaga agar masyarakat miskin tersebut tidak semakin membengkak.

Karakteristik 7:

Kemiskinan bersifat multidimensi

(12)
(13)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 FENOMENA KEMISKINAN DI INDONESIA

Setelah Indonesia di landa krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-1999 dan setelah dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari 40,1 % menjadi 11.3 %, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP, dan UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah pendududk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999). Sementara itu Internasional labour Organization (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 129,67 juta atau sekitar 66,3 % dari seluruh jumlah penduduk (BPS, 1999).

Data dari BPS (1999) juga memperlihatkan bahwa selama periode 1996-1998 telah terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin hampir sama di wilayah pedesaan dan perkotaan. Di wilayah pedesaan angka kemiskinan meningkat menjadi 62,72%, sementara diperkotaan meningkat menjadi 61,1%. Secara agregat, persentase peningkatan penduduk miskin terhadap total populasi memang lebih besar di wilayah pedesaan (7,78%) dibandingkan dengan di perkotaan (4,72%). Akan tetapi, selama 2 tahun terakhir secara absolute jumlah orang miskin meningkat sekitar 140% atau 10,4 juta juwa di wilayah perkotaan, sedangkan di pedesaan sekitar 105% atau 16,6 juta jiwa.

(14)

membawa dampak negatif dan memperparah pengangguran di perkotaan. Kedua, pertambahan harga bahan makanan kurang berpengaruh terhadap penduduk pedesaan karena mereka masih dapat memenuhi kebutuhan dasarnya melalui sistem produksi subsistem khususnya yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan makanan tidak terlalu dominan pada masyarakat perkotaan.

Angka kemiskinan ini jauh lebih besar jika dalam kategori kemiskinan dimasukkan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 21 juta orang. PMKS meliputi gelandangan, pengemis, anak jalanan, yatim piatu dan jompo telantar, dan penyandang cacat yang tidak memiliki pekerjaan atau memiliki pekerjaan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara umum kondisi PMKS lebih memprihatinkan daripada kelompok orang miskin. Selain memiliki kekurangan pangan, sandang dan papan, psikologi, sosial dan politik terutama menghinggapi para pemuda di negeri ini.

Selain kelompok diatas, kriris ekonomi yang terjadi meningkatkan jumlah orang yang Bekerja di sektor informal. Merosotnya pertumbuhan ekonomi, dilikuidasinya sejumlah kantor swasta dan pemerintah, serta dirampingkannya struktur industri formal telah mendorong orang untuk memasuki sektor informal yang lebih fleksibel. Studi ILO (1998) memperkirakan bahwa selama periode krisis antara tahun 1997 dan 1998, pemutusan hubungan kerja terhadap 5,4 juta pekerja pada sector industri modern menurunkan jumlah pekerja formal (terutama para pemuda) dari 35 % menjadi 30%.

(15)

Departemen Sosial tidak pernah absen dalam mengkaji masalah kemiskinan ini, termasuk melaksanakan program-program kesejahteraan Sosial dikenal PROKESOS yang dilaksanakan, baik secara intradepartemen maupun antar departemen bekerja sama dengan departemen-departemen maupun antardepartemen lain secara lintas sektoral. Dalam garis besar, pendekatan Depsos dalam menelaah dan menangani kemiskinan sangat dipengaruhi oleh perspektif pekerjaan sosial (social network). Pekerjaan sosial dimaksud, bukanlah kegiatan kegiatan sukarela atau pekerja pekerja amal melainkan profesi pertolongan kemanusiaan yang memiliki dasar dasar keilmuan (body of knowledge), nilai nilai (body o value), dan keterampilan (body of skills) profesional yang umumnya diperoleh melalui pendidikan tinggi pekerja sosial (S1, S2, S3)

Ditambah lagi, Media Indonesia menyajikan hasil survey terhadap 480 responden yang diambil secara acak dari daftar pemilik telefon enam kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan dan Makassar) (Halida, 2008). Responden ditanya bagaimana pendapatannya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari saaat ini, apakah dirasakan semakin berat atau ringan.

Mayoritas responden (73%) merasakan bahwa pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari semakin berat; sebanyak 21% responden merasakan sama saja; dan hanya 6% yang merasakan semakin ringan. Ketika ditanyakan apakah sekarang ini mendapatkan pekerjaan baru dirasakan semakin sulit atau semakin mudah, sebagian besar responden (89%) merasakan sekarang makin sulit mencari pekerjaan baru; sebanyak 5% responden merasakan sama saja; dan 2% merasakan tidak tahu.

Hasil survey ini sejalan dengan wajah kemiskinan agregat, baik berdasarkan garis kemiskinan (poverty line) dari badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembanguan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) dari

United nations Development Programme (UNDP), maupun garis kemiskinan $2 perhari yang dikembangkan Bank Dunia (The World Bank).

(16)

39,30 juta. Meskipun terjadi penurunan sebesar 2,13 juta jiwa, angka ini tetap besar. Angka kemiskinan ini menggunakan poverty line dari BPS sekitar Rp. 5.500 perkapita perhari. Jika menggunakan poverty line dari Bank Dunia sebesar $2 per kapita per hari, diperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia berkisar antara 50-60% dari total penduduk.

Laporan United Nations Development Programme (UNDP), human Development Report 2007/2008, memperlihatkan Indonesia berada diperingkat 107 dari 117 Negara dari perimgkat IPM tahun 2007. Yang semakin tertinggal dengan Negara Negara berkembang lain. Indikator IPM menggambarkan tingkat kualitas hidup sekaligus kemampuan manusia Indonesia. Dengan demikian peringkat IPM menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan manusia Indonesia masih berada di tingkat bawah.

3.2 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

Kemiskinan dapat menunjuk pada kondisi individu, kelompok, maupun situasi kolektif masyarakat. sebuah bangsa atau Negara secara keseluruhan bisa pula dikategorikan miskin. Guna menghindari stigma, Negara-negara ini tidak dinamakan lagi sebagai Negara miskin (poor country) atau Negara terbelakang (underdeveloped country), melainkan disebut dengan Negara berkembang (developing country).

Kemiskinan yang bersifat massal dan parah pada umumnya terdapat di Negara berkembang. Namun, terdapat bukti bahwa kemiskinan juga hadir di Negara maju. Di Negara Negara berkembang, kemiskinan sangat terkait dengan aspek struktural. Misalnya, akibat sistem ekonomi yang tidak adil, sosial, atau tidak adanya jaminan sosial.

(17)

kupon makanan (food-stamp) atau tunjangan keluarga yang di AS disebut program TAN (temporary assistance for needy families) atau di Indonesia dinamakan PKH (Program Keluarga Harapan).

Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan yang hanya disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain, seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal atau keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian), atau hidup dilokasi terpencil dengan sumber daya alam dan infrastruktur yang terbatas. Secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :

1. Faktor individual.

Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.

2. Faktor sosial.

Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, gender, etnis, yang menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi;

3. Faktor kultural.

Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering merujuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Penelitian Oscar Lewis di Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin memiliki sub-kultur atau kebiasaan tersendiri, yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Sikap-sikap negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, kurang menghormati etos kerja, misalnya, sering ditemukan pada orang orang miskin;

(18)

Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sistem ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal terjerat oleh kemiskinan, dan sulit keluar dari kemiskinan. Sebaliknya, stimulus ekonomi, pajak dan iklim investasi lebih menguntungkan orang kaya dan pemodal asing untuk terus memupuk kekayaan.

Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, David Cox (2004:1-6) membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi (Lihat Suharto,2008b):

1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi.

Globalisasi melahirkan Negara pemenang dan kalah. Pemenang umumnya adalah Negara-negara maju. Sedangkan Negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan.

Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).

3. Kemiskinan sosial.

Kemiskinan yang di alami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka, seperti bias gender, diskriminasi atau eksploitasi ekonomi.

4. Kemiskinan konsekuensional.

Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal diluar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan

(19)

Hambatan struktural adalah sebuah kondisi kemiskinan yang diakibatkan oleh kebijakan dan tatanan ekonomi yang tidak berpihak kepada orang miskin. Orang miskin akan selamanya miskin jika tidak ada perbaikan struktural yang mengubah kondisi yang ada menjadi lebih baik.

2. Hambatan Sumber Daya Manusia

Kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas

Dalam konteks kemiskinan di Indonesa, mayoritas masyarakat mengalami kemiskinan multidimensi yang parah. Tingkat pendidikan, keahlian dan keterampilan mereka rendah, pengenalan terhadap teknologi juga masih sangat minim, serta pemenuhan standart hidup seperti kesehatan dasar dan fasilitas tempat tinggal juga rendah. Jadi, seandainya hambatan struktural dapat diselesaikan, namun kapabilitas sumber daya manusia tidak ditingkatkan maka optimalisasi penggunaan sumber daya yang sudah disediakan tidak akan bisa dilakukan dengan baik karena pada akhirnya, manusialah yang akan memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia. 3. Hambatan institusi

Kelembagaan yang rapuh

Hambatan yang ketiga adalah upaya pemberantasan di hulu adalah hambatan institusi. Mengapa institusi menjadi penting? Karena kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang ditimbulkan oleh fenomena ekonomi belaka tetapi juga oleh proses interaksi antara fenomena ekonomi, sosial, dan budaya, dan media interaksi fenomena-fenomena tersebut tak lain adalah institusi. Data World Economic Forum (2011) menunjukkan bahwa kondisi makro-ekonomi yang terus sehat dan tingkat pertumbuhan makro-ekonomi yang relative stabil ternyata tidak di iringi oleh perkembangan institusi yang memadai. Menutut laporan tersebut kondisi makro-ekonomi kita berada di peringkat 35 sedangkan kualitas institusi masih berada di peringkat 61 yang dibandingkan dengan tahun sebelumnya di posisi 58, berarti kualitas kita menurun. Hal ini tentu mengherankan mengingat kualitas institusi atmosfir demokrasi kita semakin terbuka. Kualitas institusi kita yang rendah ini pada akhirnya akan berdampak terhadap buruknya iklim usaha dan investasi serta pasar yang menjadi tidak efektif dan tidak efisiensi karena begitu banyaknya inefisiensi di institusi pemerintahan.

(20)

Budaya yang menghambat

Hambatan yang keempat yang menciptakan belenggu kemiskinan adalah hambatan sosial budaya. Yang dimaksud dengan hambatan sosial budaya adalah hambatan berupa sistem budaya kerja yang tidak produktif yang masih tetap dan terus dijalankan di sebagian besar masyarakat. Dalam konteks pengentasan kemiskinan di sektor pertanian dan pedesaan, hambatan ini muncul sebagai sebuah fakta yang nyata dan terus berjalan seolah-olah tidak ada perubahan ke arah sistem budaya kerja yang baik .

Keempat hambatan di atas saling terkait dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya sehingga penyelesaian salah satu hambatan yang ada saja tidak akan menyelesaikan masalah kemiskinan jika hambatan yang lainnya tidak pula diselesaikan. Keempatnya saling mengunci dan menjerat masyarakat miskin di sektor pertanian dan di pedesaan untuk tetap dalam kemiskinan dan hal tersebut menjadikan perangkap kemiskinan menyerupai lingkaran setan (vicious circle).

3.4 DAMPAK KEMISKINAN DI INDONESIA

Kemiskinan mempunyai dampak negatif yang bersifat menyebar

(multiplier effect) keseluruh tatanan kemasyarakatan. Kemiskinan dapat membunuh mimpi generasi muda Indonesia dalam mengangkat masa depan. Bagaimana generasi muda kedepan dapat membayangkan cerahnya masa depan apabila pada hari ini mereka dihantui antara makan dan tidaknya esok.

(21)

Dalam konteks yang filosofis, manusia (termasuk pemuda) secara eksistensial sangat ditentukan oleh pekerjaan. Hal ini karena melalui bekerja ia mengalami ekstentifikasi diri (perluasan diri) sehingga menghasilkan karya yang autentik. Filsafat pekerjaan ini dapat kita temukan dari berbagai pemikiran dan filsuf, seperti Hegel dan Marx. Mereka Melihat bahwa kerjalah yang menentukan keberlangsungan eksistensi manusia dalam mengarungi sejarahnya.

Oleh karena itu, lorong kemiskinan dengan segala bentuk dan varian diatas secara eksistensial telah merapuhkan kondisi dan kedaulatan manusia dalam hal ini kaum muda untuk menemukan autentisitas dirinya dengan dunia diluar dirinya. Selain itu, kemiskinan membuat seseorang (si miskin) merasa dirinya semakin terasing dan imperior dari lingkungan sekitar. Kemiskianan membuat seseorang menjadi kaku berinteraksi dalam masyarakat yang menyebabkan individu kehilangan kebebasan. Situasi dan kondisi ini berpotensi melahirkan kekerasan dan kriminalitas.

3.5 PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI KEMISKINAN

Telah berbagai cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia terbagi dalam 3 era yakni Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi

1. Orde Lama

Nasionalisme yang sosialistik sebagai ilusi yang menjebak

Secara umum, pengentasan kemiskinan di era Orde lama belum menjadi prioritas pembangunan nasional saat itu. Era Orde Lama lebih fokus pada pembangunan stabilitas politik dan pembentukan dasar-dasar Negara dengan konsep pembangunan ekonomi yang cenderung kearah sosialisme yang sangat inward looking, protektif, dan nasionalstik.

Di Era Orde Lama setidaknya terdapat 2 program pengentasan kemiskinan yang dijalankan yakni Program Benteng dan Program Reformasi Tanah (land reform).

(22)

barang dari luar negeri melalui kemudahan dan kemurahan untuk mendapatkan kredit. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh geliat pengusaha Cina di Indonesia yang menguasai sektor-sektor bisnis dari hulu dan hilir sehingga pemerintah berinisiatif untuk Melindungi pengusaha pribumi dalam menyaingi pengusaha Cina;

b. Satu dekade setelah Program Benteng dilaksanakan, pemerintah Orde Lama kembali menggulirkan kebijakan yang diharapkan mampu menciptakan kemakmuran terutama di sektor pertanian. Pada awal tahun 1960, pemerintah Orde Lama mencanangkan Program Agraria sebagai program unggulan untuk mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan. Kebijakan ini sangat populis karena merupakan salah satu cita-cita ideologis sosialisme saat itu yaitu pemberataan distribusi kekayaan Negara. Namun kebijakan ini hanya berjaan 3-4 tahun karena terjadi pergolakan politik yang mengubah tampuk kepemimpinan rezim.

2. Orde Baru

Delusi Trickle Dowmn Effect

Pada tahun 1967, Orde Baru memulai roda pemerintahan di bawah kepemimpinan para teknokrat dari Universitas Indonesia yang dapat menekan inflasi hingga mencapai dibawah 10%. Investasi modal asing masuk, defisit neraca pembayaran mulai membaik dan pengelolaan fiskal yang baik, sehingga perekonomian tumbuh cukup tinggi, yang menyebabkan tingkat kemiskinan menurun secara drastis dari 50,6% tahun 1970 menjadi 11,3% ditahun 1996. Faktor determinan pengentasan kemiskinan saat itu adalah tingginya pertumbuhan ekonomi dan terkendalinya pertumbuhan penduduk serta pesatnya petumbuhan sektor pertanian .

Setelah sukses melakukan pengelolaan fundamental makroekonomi, pemerintah melakukan fokus dalam pembangunan infrastuktur pertanian seperti:

a. pembangunan irigasi yang mampu mengairi lahan sawah hingga 1,5 hektar.

(23)

c. menjalankan program BIMAS (Bimbingan Masyarakat) dengan memberikan skema kredit untuk petani dan bantuan tenaga terdidik dari pendidikan tinggi untuk mengembangkan produksi pertanian.

Pemerintah juga mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) untuk pembangunan masif sekolah-sekolah, seperti, SD Inpres, puskesmas, jalan-jalan dan instalasi listrik di pedesaaan serta membuat program P4K (Program Peningkatan Pendapatan Pertanian dan Kelautan) untuk mendukung permodalan petani dan nelayan dalam menjalankan usaha mereka.

Pada periode 1980-an hingga 1990-an pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan dimana sektor industri berperan cukup banyak dalam mengurangi angka kemiskinan

Lebih lanjut, pada periode ini pemerintah Orde Baru melakukan perbaikan kebijakan dengan melihat lagi program pengentasan kemiskinan sebagai salah satu agenda utamanya. Presiden mengeluarkan Kebijakan Inpres Desa Tertinggi (IDT) pada tahun 1993 yang memberikan layanan dan perlakuan khusus untuk membangun ekonomi bagi daerah-daerah pedesaan terpencil yang tertinggal. Namun demikian bangunan ekonomi Orde Baru rapuh karena kemiskinan kembali meningkat saat periode sebelum krisis.

3. Era Reformasi

Orang Miskin sebagai Objek Sasaran.

Krisis ekonomi 1997/1998 memunculkan inisiatif bagi pemerintah untuk memulai sebuah konsep yang dikenal dengan Jaring Pengaman Sosial (JPS) atau

social safety-Net System. JPS adalah kebijakan yang bersifat taktis untuk memproteksi masyarakat miskin jika terjadi guncangan krisis yang luar biasa. Beberapa program yang berjalan waktu itu adalah :

(24)

b. Juga dikembangkan program-program lain seperti JPS-kesehatan untuk terbentuknya BKPK (Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan).

Pasca jatuhnya Abdurahman Wahid, Megawati sebagai penggantinya mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 124 Tahun 2001 tentang pergantian nama BKPK menjadi KPK (Komite Penanggulangan kemiskinan) yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) dan berkoordinasi dengan BAPPENAS. Pada tahun 2003, pemerintah telah berhasil menyempurnakan I-PRSP dan meresmikannya menjadi Strategi Nasional Penaggulangan Kemiskinan (SNPK).

SNPK berisi lima strategi utama penanggulangan kemiskinan yakni meningkatkan kesemptan dan kapabilitas masyarakat miskin, memperkuat institusi masyarakat, meningkatkan kapasitas masyarakat, mendorong tumbuh dan berkembangnya sistem perlindungan sosial, dan mendorong terciptanya kerja sama global yang lebih baik lagi. Sedangkan rencana aksi yang menjadikan fokus kerja adalah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat miskin yakni:

1. Ketersediaaan makanan yang layak dan terjangkau 2. Pemenuhan layanan kesehatan dasar terjamin

3. Pemenuhan kebutuhan untuk meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi

4. Pengembangan usaha kecil menengah dan penciptaan kesempatan kerja yang luas

5. Penyediaan rumah tinggal yang layak dan murah 6. Tersedianya fasilitas air dan sanitasi yang bersih 7. Status kepemilikan lahan dan keadilan

8. Pengembangan ekonomi yang ramah lingkungan dan kemanfaatan sumber daya alam yang optimal namum proporsional

(25)

10. Partispasi dalam proses pembuatan kebijakan yang lebih bijak.

Di pemerintahan SBY periode I dan II SNPK diterjemahkan kedalam beberapa program pro-rakyat yang tebagi menjadi 4 klaster. Yang masing-masing klaster memiliki peranan yang berbeda karena karakteristik masyarakat atau rumah tangga yang ditargetkan berbeda.

Klaster I:

Bantuan Sosial (Social Assistance)

Klaster I merupakan program pengentasan kemiskinan yang berupa pemberian bantuan sosial (social asssitance) dengan cara memberikan proteksi dan promosi kepada masyarakat miskin agar mampu menjalani kehidupan mereka dengan baik

Program-program dalam klaster I adalah sebagai berikut

1. Program Keluarga Harapan (PKH)

PKH adalah bantuan tunai langsung bersyarat yang diberikan kepada rumah tangga yang sangat miskin (extremely poor) dengan tujuan untuk membantu mereka agar mampu membiayai kebutuhan utama yaitu pendidikan dasar dan kesehatan.

2. Program jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Program ini adalah kelanjutan dari JPS-kesehatan. Jamkesmas ini merupakan program bantuan langsung pemerintah berupa layanan kesehatan gratis atau murah yang dperuntukkan bagi rumah tangga miskin atau rentan miskin.

3. Program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin).

Program ini adalah penyempurnaan dari program Operasi Pasar (OPK). Yang pertama kali dicetuskan pada tahun 1998 untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan harga pasar. Program ini ditujukan bagi rumah tangga miskin dan rentan miskin dengan cakupan mencapai sekitar 17,5 juta rumah tangga sasaran.

4. Program bantuan langsung tunai (BLT)

(26)

BSM adalah bantuan uang tunai bersyarat yang diperuntukkan bagi siswa dari rumah tangga miskin nilai manfaat sekitar Rp 600 ribu untuk siswa sekolah dasar hingga Rp 1,2 juta untuk mahasiswa Universitas.

6. Jaminan Sosial Lanjut Usia (JLSU), Jaminan Sosial Penyandang Cacat Berat (JSPCA), dan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)

Program ini adalah program uji coba yang sifatnya tunai bersyarat dan in-kind transfer dalam bentuk layanan.

Klaster II:

Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment)

Pada klaster II ini yang menjadi sasaran program adalah suatu daerah (desa atau kecamatan). Program utamanya adalah Program Nasional Pemberdayaan masyarakat (PNPM), yang pada dasarnya adalah mengintegrasikan program-program pemberdayaan yang sebelumnya mungkin sudah berjalan. PNPM mengintegrasikan, mengkonsolidasikan dan mengkoordinasikan semua program tersebut sehingga PNPM terkelola dengan lebih baik lagi, mudah dalam pengawasannya dan eveluasinya, serta tentu hasilnya diharapkan bisa lebih optimal. PNPM adalah pemberian bantuan tunai langsung kepada kecamatan dengan nilai proyek sebesar 500 juta hingga 1 miliar per kecamatan.

Klaster III:

Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Small-Micro and Medium Enterprise Empowerment)

Program klaster ketiga ini diperuntukkan bagi rumah tangga miskin atau rentan miskin yang memiliki usaha kecil, namun belum berkembang dengan baik sehingga perlu bantuan dana untuk mendorong usahanya agar bisa berlanjut dan berkembang lebih baik lagi. Beberapa program yang sudah berjalan yang termasuk dalam kategori klaster ketiga ini antara lain:

(27)

 PPEMP (Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir), program ini untuk menjangkau masyarakat pesisir yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam mengembangkan usaha yang sumber dananya berasal dari Kementrian Kelautan dan Perikanan.

 P4NK (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil ) yakni Program kredit lunak atau hibah yang diberikan kepada petani atau nelayan untuk menjalankan kegiatan atau usahanya dan dana ini diberikan oleh Kementrian Pertanian.

Pemerintah juga menjalankan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bekerjasama dengan PT.askrindo dan PT. Jamkrido untuk menjamin pembiayaan usaha kecil menengah yang masih belum layak mendapat pinjaman bank (unbankable).

Klaster IV:

Program Murah untuk Rakyat

Program ini disusun untuk memberikan keringanan dan kemudahan bagi rumah tangga miskin dan hampir miskin agar bisa memiliki rumah yang layak tinggal dengan fasilitas rumah yang memenuhi standar minimal kesehatan dan kebersihan, menyediakan listrik yang terjangkau, menyediakan tranportasi murah, meningkatkan kehidupan masyarakat miskin perkotaan, dan lain-lain. Program murah untuk rakyat ini ditunjukkan agar rumah tangga miskin dapat memenuhi beberapa kebutuhan primer dalam hidupnya dan meningkatkan affordability

(28)

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan pelaksanaan program-program yang telah dilakukan didesain dengan sangat baik secara konseptual. Namun ternyata terlihat beberapa kekurangan dalam proses implementasinya yang secara efekti dan signifikan bagi kelompok masyrakat yang menjadi sasaran yang menjadi sasaran program sebagamana mestinya. Hal ini terlihat dari perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin dari waktu ke waktu sejak tahun 1976 hingga 2011 menunjukkan tren penurunan yang menggembirakan.

(29)

menimbulkan berbagai tindak kejahatan dan kriminalitas. Sehingga pengentasan kemiskinan perlu digalakkan. Mengingat usaha pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan terus dilakukan dari jaman orde lama hingga orde reformasi belum cukup kuat untuk menahan laju kemiskinan di Indonesia.

4.2 SARAN

Perlu ditingkatkan kembali pelaksanaan dan pengawasan melalui tata kelola dan data kependudukan terhadap bantuan program bantuan sosial agar target yang diharapkan dari program ini memenuhi targetnya secara tepat.

Selain itu, sosialisasi program bantuan sosial perlu ditingkatkan agar kelompok rumah tangga yang menjadi target sasaran memahamibagaimanacara mendapatkannyasecara benar dan seberapa besar hak yang mereka dapatkan dan menyadari manfaat dan keuntungan dari program tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Stamboel,Kemal Azis. 2012. Panggilan Keberpihakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suyanto, Bagong. 1996. Perangkap Kemiskinan, Problem dan Strategi Pengentasan Dalam Pembangunan Desa. Yogyakarta: Aditya Media.

Suharto, Edi.2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung: ALFABETA.

Houghton, Jonathan, dan Shahidur R. Khandker. 2012. Pedoman Tentang Kemiskinan Dan Ketimpngan. Jakarta: Salemba Empat.

Referensi

Dokumen terkait

1) Program motivasi dimulai dengan membudayakan cara berfikir positif bagi setiap SDM dengan mengungkapkannya melalui pujian (reinforcement) pada setiap orang yang

Tersedia dan tersebarnya fasilitas pendidikan sejak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga Perguruan Tinggi yang bisa dimanfaatkan oleh tidak saja penduduk Kota

Meningkatkan sarana dan prasarana untuk perlindungan objek pemajuan kebudayaan Melayu Riau. Jumlah objek pemajuan kebudayaan Melayu Riau yang

Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Wisatawan Asing Ke Indonesia berdasarkan Asal

Saya tidak mudah murung ketika mengalami kesulitan beradaptasi dengan orang Jawa.. Pikiran saya tetap fokus meskipun mendengar bahasa Jawa yang tidak saya

Tu- juan dari penulisan ini adalah menghasilkan su- atu program aplikasi yang diharapkan nantinya dapat membantu kelancaran dalam menyusun laporan pengolahan data, merancang

Penelitian ini bertujuan menganalisis kondisi produksi dan daerah penangkapan udang, menganalisis pola dinamis penurunan hasil tangkapan udang akibat pengaruh pengendapan dan

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadholi (2015) yang berjudul “Pengaruh pembiayaan murabahah, musyarakah dan mudharabah terhadap