• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia Untu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia Untu"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS DUNIA

(2)
(3)

KELAS DUNIA

Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia

(4)

Penanggung Jawab:

Eddy Purwanto, Deputi Seswapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan

Editor:

Togar Silaban, Asdep Seswapres Bidang Pelayanan Publik Cetakan Pertama:

Februari 2012

ISBN 978-602-18070-0-2

COVER

Dari karya Fiona Pfennigwerth untuk bukunya "The Scrolls Illuminated" (http://fionapfennigwerth.info/the-scrolls/), dengan izin pelukis.

• Kupu-Kupu berasal dari ulat yang hidup dari mengkonsumsi dedaunan, berevolusi melalui metamorfosa menjadi Kupu-Kupucantik yang membantu penyerbukan bunga-bunga, Terjadilah pertumbuhan dan pemeliharaan hutan hijau.

• Bunga dan hutan melambangkan rakyat banyak, dan Kupu-Kupumelambangkan pemerintahan yang semula hidup ditengah-tengah rakyat, lalu kemudian berperan sebagai pemimpin yang peduli pada pertumbuhan kesejahteraan dan kehidupan rakyat, penuh ketulusan.

KARTUN

Wahyu Kokkang dari Jawa Pos Group menggambarkan kartun di Bab 3 yang diterbitkan dalam laporan "Pemerintahan untuk seluruh masyarakat" pada tahun 2004, dan yang lain khusus untuk buku ini.

WEB

Buku ini juga diterbitkan di website kami, http://www.inspire-web.or.id/

UCAPAN TERIMA KASIH

Deputi Seswapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan yang membantu Wakil Presiden sebagai Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada AusAID, Kemitraan (Partnership for Governance Reform) dan Tim Bantuan Tata Kelola Pemerintahan serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.

Diterbitkan oleh:

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14

(5)

Daftar Isi

Pengantar ... v

Pendahuluan ... 1

1 Nilai-Nilai Luhur Pelayanan Publik ... 9

2 Rintangan Sulit (Hard Choices) ... 13

3 Manajemen Perubahan ... 19

4 Best Value ... 25

5 Menteri Sebagai Pelayan Publik ... 27

6 Perencanaan Strategis Individu ... 31

7 Aparatur Profesional ... 37

8 Petunjuk Operasional Kegiatan ... 41

9 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi ... 45

10 Analisa Peraturan Perundang-Undangan ... 51

11 Kemitraan (Engaging Partners) ... 57

12 Kemitraan Politis ... 61

(6)
(7)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Salam sejahtera untuk kita semua

Sejalan sengan ikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kegiatan pembangunan di segala bidang, sudah sepantasnya kita senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tidak terhingga bagi bangsa dan negara tercinta ini.

Penerbitan buku “Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia: Untuk Reformasi Birokras di Indonesia” patut kita sambut gembira sebagai salah satu upaya memberikan informasi yang positif kepada masyarakat mengenai langkah-langkah kita menuju Good Governance khususnya bidang peningkatan kualitas pelayanan publik.

Kualitas pelayanan publik yang prima merupakan muara dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Terdapat sinergi positif dan hubungan kualitas yang sangat erat antara Reformasi Birokrasi dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Hal itu didasarkan pada satu prinsip utama bahwa setiap penyelenggara negara merupakan pelayanan Publik, dari level tinggi sampai dengan jajaran paling bawah. Jika birokrasi sudah tertata dengan baik, dan secara

(8)

dan selektif, maka pelayanan publik secara otomatis akan berjalan dengan baik.

Alhamdulillah kita sudah mempunyai landasan hukum dan blue print mengenai pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang tertuang dalam Pepres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 serta Permenpan-RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Dalam visi yang tercantum dalam Grand Design telah diarahkan menuju pemerintahan Kelas Dunia, dan hal ini sejalan dengan buku ini. Namun untuk mempercepat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, kita harus melakukan terobosan-terobosan positif dan

berlari kencang sehingga target yang hendak dicapai dalam memperbaiki kualitas birokrasi di Indonesia dapat segera terwujud. Jika gerakan Reformasi Birokrasi ini tidak kita percepat, maka langkah kita akan semakin berat di tengah-tengah persaingan global yang makin terasa. Itulah sebabnya, saya beserta jajaran Kementerian PAN dan RB serta didukung penuh oleh Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Wakil Presiden, menyusun kebijakan berupa 9 (Sembilan) Program Percepatan Reformasi Birokrasi sebagai ekstraksi dari Grand Design Reformasi Birokrasi yang terdiri dari : 1) Penataan Struktur Birokrasi, 2) Penataan Jumlah, Distribusi dan Kualitas PNS, 3) Sistim Seleksi dan Promosi secara Terbuka, 4) Profesionalitas PNS, 5) Pengembangan Sistim Elektronik Pemerintah (E-Government), 6) Penyederhanaan Perijinan Usaha, 7) Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai Negeri, 8) Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri, serta 9) Eisiensi pengunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Pegawai Negeri.

(9)

serta mendatangkan investasi yang menguntungkan bagi pengembangan bangsa dan negara. “Success Story” tentang pengembangan pelayanan publik, hendaknya terus digemakan sering dengan bergulirnya percepatan Reformasi Birokrasi.

Buku ini diharapkan akan menjadi referensi sekaligus wacana yang berharga dalam rangka mewujudkan manajemen pelayanan publik yang berkelas dunia sebagaimana visi Reformasi Birokrasi. Harapan tersebut bukan sesuatu yang muluk-muluk, asalkan kita bersungguh-sungguh dan bekerja keras untuk memperbaiki kualitas kinerja birokrasi Indonesia. Insya Allah, Tuhan yang Maha Bijaksana akan senantiasa meridhoi dan memayungi setiap perjuangan kita.

Billahittauiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,

(10)
(11)

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sebagai pedoman dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia. Grand Design Reformasi Birokrasi tersebut antara lain menetapkan tujuan Reformasi Birokrasi yang meliputi:

Meningkatkan Pelayanan Publik yang Baik dan Benar; Reformasi Birokrasi memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik secara menyeluruh. Sasaran utama peningkatan adalah unit pelayananan publik di Pemerintah Daerah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, serta unit pelayanan pemerintah Pusat seperti Polisi, Kejaksaan, Beacukai, Pajak, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Agama, dll.

Meningkatkan Kualitas Pengambilan Kebijakan dan Keputusan; Reformasi Birokrasi mensinergikan kegiatan-kegiatan entitas yang saling terkait, setiap entitas dapat mendukung entitas lainnya terutama dalam kebutuhan informasi/dokumen, sehingga kualitas pegambilan keputusan bisa menjadi lebih baik.

Mencegah Penyalahgunaan Wewenang; dengan Reformasi Birokrasi, para pejabat publik dilarang menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan atau untuk kepentingan golongan.

Meningkatkan Eisiensi Sumber Daya; Reformasi Birokrasi harus meminimalkan biaya-biaya dalam setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan.

(12)

Semua pihak diharapkan memberikan kontribusi untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Seluruh komponen bangsa, sesuai fungsi masing-masing, diharapkan untuk bersama-sama mendukung, memberi masukan, dan mengawasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dengan dukungan itu, semua pejabat publik akan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan Reformasi Birokrasi. Hasil dari Reformasi Birokrasi didambakan dan ditungu-tunggu seluruh lapisan masyarakat.

Tujuan Reformasi Birokrasi dilandasi oleh 13 prinsip-prinsip penting. Dengan 13 prinsip-prinsip dalam tulisan ini, para pejabat publik diharapkan dapat menjabarkan Reformasi Birokrasi menjadi program yang lebih rinci. Ketigabelas prinsip tersebut menjadi “ruh birokrasi” untuk senantiasa meningkatkan kinerja. Tulisan ini dimaksudkan sebagai inspirasi bagi para pejabat publik, di pusat dan daerah dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi, sehingga diharapkan jadi pemacu untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi dengan sungguh-sungguh.

Ketigabelas prinsip mengulas Reformasi Birokrasi yang sesungguhnya merupakan warisan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan Pancasila. Reformasi Birokrasi adalah penjabaran dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sudah ada sejak lama. Bangsa Indonesia menterjemahkan nilai-nilai luhur tersebut dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur yang mengispirasi Reformasi Birokrasi menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang tidak mudah.

(13)

menyelesaikan rintangan sulit secara sistematis agar ada sinergi yang baik untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan handal.

Menghadapi rintangan sulit, diperlukan manajemen perubahan yang memberi ruang dan kesempatan bagi pejabat publik agar senantiasa meningkatkan kemampuan dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kondisi masyarakat dan dunia selalu berkembang dan berubah. Karena itu manajemen perubahan menjadi bagian integral dari sistim birokrasi untuk mengantisipasi dinamika masyarakat. Para pejabat publik juga harus menerapkan pendekatan prinsip nilai-nilai terbaik (best value) untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai adalah pelayanan publik yang baik dan benar, diukur dengan indikator kinerja yang dikenal luas secara internasional, yaitu pelayanan publik kelas dunia. Setiap pejabat publik berkewajiban untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas kelas dunia pada unit-unit pelayanan masing-masing.

Presiden selaku kepala pemerintahan mengemban tugas untuk mewujudkan pelayanan masyarakat. Presiden mendelegasikan tugas tersebut kepada menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah. Menteri dan pimpinan lembaga adalah pelayan masyarakat yang bertanggungjawab terhadap tugas pelayanan di entitasnya. Menteri menugaskan setiap pejabat setingkat dibawah menteri untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat. Para pejabat tersebut menyiapkan indikator kinerja keberhasilan dari pelaksanaan pelayanan publik. Menteri harus memastikan bahwa kinerja pelayanan publik meningkat dari waktu ke waktu. Menteri mengawasi pejabat dibawahnya untuk memastikan bahwa mandat pelayanan publik terlaksana dengan baik dan benar.

(14)

secara profesional. Aparatur Negara dapat bekerja secara profesional dengan dukungan suatu sistim manajemen aparatur yang mengatur dan mengendalikan pembinaan aparatur yang berkualitas. Sistim manajemen aparatur negara menjamin transparansi dan seluruh pelaksanaan asas-asas pemerintahan yang baik.

Agar kinerja menteri, pimpinan lembaga, kepala daerah, dan aparatur negara dapat diukur dengan lebih baik, para pejabat publik tersebut perlu menyusun Petunjuk Operasional Kegiatan (POK), untuk menjabarkan tugas dan fungsi entitas masing-masing dalam kinerja anggaran. POK disahkan oleh menteri, pimpinan lembaga, atau kepala daerah, merupakan instrumen untuk pengukuran kinerja dan pelaksanaan pengendalian. Setiap unit kerja menyusun POK sebagai dasar pencapaian kinerja dan DIPA/ DPA, sebagai dasar penggunaan keuangan berdasarkan tugas dan fungsi unit kerja. Peningkatan kinerja diukur berdasarkan kriteria pada program jangka menengah (PJM) yang sudah ditetapkan. POK merupakan penjabaran PJM di setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. PJM disusun dengan basis kinerja yang meningkat dari tahun ketahun. Program Reformasi Birokrasi dilaksanakan dengan mewujudkan peningkatan kinerja secara terus menerus dari setiap unit kerja.

(15)

Keterlibatan dan kemitraan stakeholder untuk mendukung pelaksanaan Reformasi Birokrasi mutlak diperlukan. Pelibatan dalam kemitraan (engaging partners) antara stakeholder, kalangan profesional, masyarakat, parlemen, politisi, dan semua komponen bangsa memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Kemitraan dilaksanakan dalam semua tahap pelaksanaan Reformasi Birokrasi, mulai dari perumusan peraturan perundang-undangan, perencanaan program, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program reformasi.

Dengan prinsip kemitraan antara semua stakeholder, akan terjadi akuntabilitas sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja pelayanan publik dilaksanakan dan diukur dengan kriteria dan standar-standar yang diakui secara luas. Setiap biaya yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan dan standar akuntabilitas yang berlaku secara internasional. Setiap pejabat publik yang menggunakan sumber daya mempertanggungjawabkannya dengan baik dan benar.

(16)

Prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi tersebut meliputi:

Prinsip 1: Dasar perilaku pejabat publik yang baik adalah pengabdian, niat untuk mengelola pelayanan kepada masyarakat, serta mendukung dan mendorong pihak lain yang memberi pelayanan masyarakat.

Prinsip 2: Belajar dari rintangan sulit.

Prinsip 3: Reformasi Birokrasi dimulai dengan reformasi individu, dan membutuhkan dukungan pendongkrak perubahan yang mendorong orang lain untuk reformasi diri.

Prinsip 4: Memberi nilai terbaik diwujudkan melalui pelayanan terbaik.

Prinsip 5: Menteri dan kementerian sebagai pelayan publik dan membantu pelayanan publik.

Prinsip 6: Pejabat senior wajib menyusun rencana strategis individu sebagai pejabat untuk melaksanakan rencana strategis lembaganya.

Prinsip 7: Aparatur profesional menjadi tulang punggung pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Prinsip 8: Ukuran pencapaian kinerja adalah petunjuk operasional kegiatan, seperti dasar penggunaan keuangan adalah DIPA/DPA.

(17)

Prinsip 10: Dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh ada aturan ganda dan tidak membebani masyarakat selain yang diperlukan untuk menjamin hak perorangan dan mengatur kepentingan masyarakat luas.

Prinsip 11: Pemerintah tidak memikul reformasi sendiri; banyak mitra yang ikut serta untuk meningkatkan kinerja pemerintah.

Prinsip 12: Reformasi Birokrasi perlu dukungan politis untuk mendapatkan momentum dan resonansi yang besar.

(18)
(19)

1 Nilai-Nilai Luhur Pelayanan Publik

Prinsip 1: Dasar perilaku pejabat publik yang baik adalah pengabdian, niat untuk mengelola pelayanan kepada masyarakat, serta mendukung dan mendorong pihak lain yang memberi pelayanan masyarakat.

(20)

Negara dan Pemerintah Indonesia dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan pembentukan Negara itulah yang harus selalu dipegang dan dijadikan landasan dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bertanah air.

Undang-Undang Dasar mengamanatkan bahwa Pemerintah dan Negara bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu bentuk peningkatan kesejahteraan umum dilakukan dengan mewujudkan pelayanan publik yang baik. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik (UU No 25/2009) menjadi landasan bagi peningkatan pelayanan publik oleh para penyelenggara Negara di semua lini.

Undang-Undang pelayanan publik menetapkan duabelas asas. Tetapi seperti halnya undang–undang lainnya, UU nomor 25 tahun 2009 belum mengatur secara lengkap bagaimana seharusnya penyelenggara pelayanan publik bertindak sesuai dengan asas-asas dimaksud. Juga belum diatur bagaimana para pejabat dan pegawai negeri akan berperilaku dan memotivasi diri untuk melayani.

(21)

untuk menjabarkan prinsip dan asas pelayanan yang baik dalam bentuk rencana kerja yang rinci dan terukur. Rencana kerja dengan asas-asas tersebut dilaksanakan sehari-harinya oleh setiap unit pelayanan publik.

Dialog itu diharapkan untuk memberi inspirasi dan mendorong pejabat-pejabat, baik di pusat maupun di daerah, baik yang melayani masyarakat maupun yang memberikan pelayanan internal, untuk selalu berperilaku sesuai dengan prinsip pelayanan publik dan pemerintahan yang baik. Pada saat yang sama mereka diwajibkan untuk secara terus menerus memperbaiki kinerjanya. Dialog yang dimaksudkan akan dilaksanakan secara berkala, dan berkelanjutan sampai semua pihak ikut memberi masukan dalam peningkatan kualitas birokrasi kita.

Tulisan ini mengajak semua orang, untuk ikut serta dalam dialog tentang pelaksanaan nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan pengelolaan pelayanan publik yang baik. Dialog dapat diperluas dalam berbagai bentuk, melalui koran, TV, internet, Facebook, Twitter, di kantor, atau di mana saja. Masyarakat mempunyai hak untuk memberi masukan kepada entitas pemerintah melalui dialog atau melalui media lainnya. Semua entitas pemerintah semestinya menyiapkan situs (website) untuk menerima komentar dan tanggapan dari masyarakat. Masyarakat diharapkan mendorong pemerintah kita untuk berlaku adil dan transparan, dan bertindak rendah hati dihadapan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jiwa dari bangsa Indonesia.

Dengan secara terus menerus membuka dialog untuk menterjemahkan nilai-nilai luhur bangsa, secara berangsur-angsur pelayanan publik di Indonesia akan menjadi kebanggaan dan memberi dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara bertahap manajemen publik kelas dunia di Indonesia bisa terwujud.

(22)
(23)

2 Rintangan Sulit (

Hard Choices

)

Prinsip 2: Belajar dari rintangan sulit.

Menyusun asas-asas dan menetapkan nilai-nilai tata kelola pemerintahan yang baik seringkali tidak terlalu sulit. Upaya untuk melakukan peningkatan hal tersebut sudah sering dilakukan. Akan tetapi dalam kenyataan pelaksanaannya, selalu ditemui rintangan-rintangan yang tidak mudah untuk diatasi.

(24)

adalah karena pihak-pihak tersebut “menikmati” tata kelola pemerintahan yang buruk, mereka mendapatkan “keuntungan” dari keadaan yang tidak baik. Perilaku seperti

itu adalah perilaku pelaku korupsi. Para pelaku korupsi secara terbuka menyatakan akan melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik, tapi dalam kenyataanya, mereka terus melakukan korupsi. Mereka melakukan berbagai upaya agar kebiasaan korupsi akan tetap berlangsung.

Di sisi lain, tidak jarang ditemui bahwa “rencana tata kelola pemerintahan yang baik” tidak disusun secara baik. Secara deinisi disiapkan sebuah good governance plan, tetapi penyusunannya tidak lengkap, tidak akurat, akhirnya rencana itu bukan sebuah rencana yang baik. Atas alasan ini para pelaku korupsi “merasa nyaman”

untuk terus melaksanakan praktek-praktek kotornya. Hal tersebut adalah salah satu rintangan sulit (hard choice). Karena itu para pejabat publik harus selalu waspada dan menyiapkan diri untuk menghadapi rintangan-rintangan sulit tersebut.

Ada pihak-pihak yang ingin mempertahankan status quo, mereka tidak mau melakukan perubahan. Karena status quo memberikan kesempatan pada mereka untuk melakukan kecurangan-kecurangan, melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Perubahan bisa mempunyai kelebihan dan kekurangan, tetapi perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang menuju kebaikan, perubahan yang membawa manfaat bagi masyarakat. Salah satu contoh nyata yang masih sering dijumpai adanya pejabat publik yang menerapkan prinsip: “Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah!”Sesungguhnya tidak terlalu sulit untuk melakukan perubahan, tetapi tidak mudah untuk mengubah orang yang mendapatkan “keuntungan” dari kondisi status quo.

Hal lain yang menyebabkan perubahan menjadi sulit adalah karena banyak orang tidak mampu melihat persoalan

(25)

yang sesungguhnya. Mereka tidak bisa mengidentiikasi dan memetakan persoalan korupsi dengan sistematis. Sehingga terkesan bahwa korupsi merupakan persoalan yang multi-kompleks. Ketidakmampuan menjelaskan apa sesungguhnya KKN berdampak buruk bagi masyarakat. Banyak orang tidak bisa menguraikan dengan jelas bagaimana KKN terjadi dan bagaimana mengatasinya. Kemampuan yang terbatas untuk mengidentiikasi masalah KKN dengan tuntas membuat banyak orang menjadi frustasi dan putus asa untuk melakukan perubahan.

Adanya beberapa kasus yang tidak terselesaikan dengan tuntas membuat orang pesimis terhadap perubahan. Kasus maia pajak, maia hukum, maia peradilan mengakibatkan banyak orang kehilangan kepercayaan pada sistem dan aparat. Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan baru mengungkap sebagian saja dari persoalan yang sesungguhnya tentang maia pajak dan maia hukum. Persoalan besar yang sesungguhnya belum bisa dibongkar dan diselesaikan. Yang terungkap hanya “isu permukaan” dari maia pajak dan maia hukum tersebut.

Di tingkat masyarakat sehari-hari, persoalan kemiskinan, kualitas lingkungan yang semakin buruk, dan masalah kemacetan lalu lintas yang tidak terselesaikan membuat orang putus harapan akan adanya perbaikan. Orang tidak percaya akan ada perubahan dan akan adanya Reformasi Birokrasi. Ini menjadi rintangan sulit yang harus bisa dijelaskan dan diatasi.

(26)

Semua pihak harus belajar dari hal-hal sulit, dari rintangan-rintangan besar. Untuk melawan KKN, diperlukan upaya luar biasa. Tetapi rintangan sulit bisa diatasi. Pemerintah harus mendapatkan kepercayaan publik untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Karena itu rintangan sulit harus diatasi.

Banyak aparat pemerintah yang baik, tapi mereka ter-perangkap pada kondisi yang buruk. Para aparat yang baik merindukan kondisi yang dapat menjadikan mereka terus menjadi lebih baik. Tetapi selama ini mereka terkungkung pada keadaan KKN yang menggurita. Kadang-kadang pada tempat yang praktek KKN-nya sudah sangat buruk, orang-orang baik bahkan dianggap sebagai ancaman bagi pelaku KKN. Mereka yang baik, bahkan diperlakukan tidak adil dan sekaligus ditakut-takuti. Kita harus memilah yang baik dari yang tidak baik. Jangan sampai mereka yang baik terbawa arus ke dalam situasi yang salah. Karena itu setiap kementerian/lembaga/pemda semestinya menyiapkan suatu sistem dan iklim serta kondisi yang mendorong peningkatan bagi mereka yang baik, dan pada saat yang sama juga menyiapkan sistem dan kondisi yang memberi hukuman berat bagi pelaku KKN. Tidak ada ruang bagi penyalahgunaan wewenang dan jabatan (zero tolerance). Setiap aparat harus memilih apakah ia akan mengikuti sistem yang baik, atau menjerumuskan diri pada kejahatan KKN yang akan dibasmi dan dihukum.

Ada hal yang mudah bagi seseorang, tetapi merupakan hal sangat sulit bagi orang lain. “Barzun’s Laws of Learning” mengatakan:

(27)

Hal-hal sederhana, yang biasa dilakukan orang, kadang-kadang merupakan hal yang tersulit bagi orang lain. Bagi sebagian orang, untuk melakukan hal baik yang sederhana harus melalui suatu tahapan dan proses yang tidak mudah dan melelahkan. Kendala-kendala seperti itu kadang tidak mudah untuk dideteksi dan diselesaikan.

Tidak mudah untuk menjadi aparat pemerintah yang baik. Pimpinan yang mengalami kesulitan dalam melakukan perubahan harus mampu melihat bahwa kesulitan juga dihadapi oleh para bawahannya. Para atasan harus memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk belajar mengatasi kesulitan, atasan sekaligus memberi motivasi dan dorongan agar bawahannya melakukan yang terbaik dalam melakukan perubahan.

Hal lain yang juga merupakan rintangan adalah pembiaran atas kekeliruan kecil. Sering kali “kesalahan kecil” ditolerir dan tidak mengingatkan mereka yang melakukan kesalahan kecil tersebut. Kesalahan kecil sering dianggap akan menjadi benar dengan sendirinya. Padahal pembiaran dan toleransi terhadap “kesalahan kecil” adalah bibit dari kesalahan besar, ia bahkan bisa menjadi cikal bakal kejahatan KKN. Ketika ada orang merokok di ruangan yang dilarang untuk merokok, banyak orang mendiamkannya dan tidak menegur orang yang merokok. Atau ketika seseorang melanggar lalu lintas, tidak ada yang menegur. Orang tidak menegur ketika ada orang membuang sampah sembarangan. Hal-hal yang terlihat sederhana seperti itu sesungguhnya adalah rintangan sulit yang kita hadapi dalam melakukan perubahan.

(28)
(29)

3 Manajemen Perubahan

Prinsip 3: Reformasi Birokrasi mulai dengan reformasi individu,

dan membutuhkan dukungan pendongkrak perubahan yang mendorong orang lain untuk reformasi diri.

Manajemen Perubahan adalah suatu proses perencanaan dan bertindak untuk memperbaiki sistem secara konsisten dan berkelanjutan agar tercapai tujuan yang diharapkan oleh sistem tersebut. Dalam kondisi globalisasi seperti yang terjadi sekarang ini, perubahan yang diharapkan bukan saja perubahan internal dalam kelompok orang atau sistem, tetapi perubahan yang dapat bertahan dan terus berlangsung dalam situasi yang dinamis.

(30)

Mengubah pola pikir atau cara pandang seseorang merupakan suatu proses yang panjang, hal itu memerlukan upaya kuat dan terus menerus, dalam suatu proses yang disebut reformasi diri. Untuk mengubah pola pikir, terutama untuk mengubah pola pikir sekitar lima juta pegawai negeri dan penjabat publik lain, dibutuhkan suatu “pendongkrak perubahan” (levers of change). Psikolog Amerika, Howard Gardner memperkenalkan tujuh pendongkrak perubahan yaitu:

R-1 Reason. Manusia punya kemampuan berpikir, dan bila diberi penjelasan atas alasan untuk berubah, ia akan bertindak untuk berubah. Bila hanya diperintahkan

untuk berubah, seseorang tidak akan melakukannya dengan sepenuh hati, ia hanya sekedar ikut-ikutan saja, atau bahkan ia akan menolak perubahan. Untuk itu, semua aparat dalam pemerintahan bertanya kepada dirinya sendiri dan bertanya kepada rekan sekerjanya tentang kenapa ia harus berubah.

R-2 Research. Begitu banyak upaya perubahan gagal karena kurang siap. Siapa yang akan membangun rumah tanpa membuat perencanaan dan perhitungan sebelumnya? Semua perubahan harus diteliti lebih dahulu. Untuk ini, lembaga yang paling tepat untuk melakukan perubahan adalah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang). Kementerian, lembaga dan pemda memanfaatkan penelitian dan hasil-hasil dari Balitbang untuk dijadikan sebagai pendongkrak perubahan. Dan yang lebih penting agar perubahan yang dilakukan berdasar dan didukung oleh suatu penelitian yang benar. Perubahan yang demikian akan dapat bertahan dan berkelanjutan.

R-3 Resonance. Pada alat musik gitar, resonansi adalah efek memperkuat dan meningkatkan kualitas suara oleh “badan” gitar yang menerima getaran dari tali senar ketika

Setiap emosi, alasan dan

ancaman yang menghambat

perubahan, bila dikelola

dengan baik, dapat

menjadi umpan balik untuk

menyempurnakan upaya

(31)

dipetik. Analogi resonansi yang sama juga terjadi dalam masyarakat. Dampak suatu gerakan moral untuk berubah adalah resonansi, suara dari banyak orang yang sehati-sepikir, suara itu akan membuat keinginan untuk berubah makin kuat. Begitu banyak resonansi di negara ini, yang menyebut diri sebagai pro-reformasi. Mereka bicara di televisi dan koran, tetapi gerakannya bukan gerakan orang yang melaksanakan perubahan, melainkan membuat frustrasi masyarakat yang sudah lama menunggu perubahan. Semua aparat pemerintahan semestinya lebih proaktif bergerak, semua membuat resonansi yang lebih kuat untuk berubah.

R-4 Representational Redescription. Setiap orang mempunyai cara masing-masing dalam memahami dan memaknai perubahan yang ia laksanakan. Perubahan bisa menjadi sesuatu yang unik yang menggambarkan cara seseorang. Agar semua orang tertarik ikut reformasi, dan supaya orang tidak bosan mendengar pesan yang berulang-ulang, perubahan harus disebutkan melalui kata-kata baru, terminologi baru, dan media baru untuk mengungkapkan dan menjelaskan perubahan dan reformasi yang diharapkan. Untuk ini, kementerian, lembaga dan pemda hendaknya tidak lagi beranggapan bahwa suatu petunjuk pelaksanaan (guidelines) tentang perubahan dapat dibuat sama atau seragam. Semua kementerian, lembaga dan pemda secara terus menerus memberi penjelasan dan dorongan untuk melakukan perubahan.

(32)

buruk, dimana pengisian jabatan lebih didasarkan pada kolusi dan koncoisme. Pihak yang bertanggungjawab atas pengadaan pegawai harus benar-benar menjalankan fungsinya, menyiapkan personil, sumber daya manusia, sesuai dengan yang dibutuhkan. Pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian harus melayani setiap manajer publik agar para manajer publik tersebut mendapat sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan. Semua manajer pelayanan masyarakat perlu didukung oleh fasilitas yang memadai dan terawat baik.

R-6 Real World Events. Banyak kejadian di dunia ini yang dapat mendorong orang melakukan perubahan dalam dirinya, bahkan dunia dibuat berubah. Krisis moneter sekitar empat belas tahun yang lalu telah membawa perubahan yang besar dalam cara pandang bangsa Indonesia, bahkan krisis itu menjadi titik balik untuk melakukan reformasi. Ingat betapa pola pikir dan cara pandang masyarakat berubah setelah tsunami di Aceh. Akan tetapi setelah bencana tsunami di Jepang, kita didorong untuk berubah lebih baik lagi. Mari mendengar suara hati nurani untuk berubah tanpa menunggu kejadian seperti itu lagi. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan reformasi.

R-7 Resistances. Setiap emosi, alasan dan ancaman yang menghambat perubahan, bila dikelola dengan baik, dapat menjadi umpan balik untuk menyempurnakan upaya reformasi. Semua pejabat semestinya lebih mendengar orang yang mengadu, lebih menghargai pikiran orang lain daripada pikirannya sendiri, dan memanfaatkannya untuk meningkatkan perubahan yang diinginkan. Pengaduan harus ditindaklanjuti secepat mungkin, tidak boleh ditunda-tunda.

(33)

Orang sering mengatakan “perubahan mulai dari atas”. Presiden telah menetapkan Reformasi Birokrasi sebagai prioritas utama, dan telah menyusun rencana pelaksanaannya. Presiden menugaskan Wakil Presiden untuk memimpin pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Perubahan mulai dari atas dan mengalir ke bawah. Dibawah Presiden dan Wakil Presiden, ada menteri dan kemudian ada pejabat eselon satu. Para menteri mewakili Presiden untuk mengelola perubahan dalam bidangnya masing-masing, dan menugaskan bawahannya untuk menyempurnakan kinerja dan melaksanakan inisiatif baru. Di bawah pejabat eselon satu ada direktur, dan dibawahnya lagi terdapat para manajer program, yaitu orang yang bertanggungjawab atas pelaksanaan program pemerintah, yang harus mengimplementasikan perubahan sesuai dengan arahan atasannya.

Prinsip yang sama berlaku di daerah. Eksistensi kepala daerah dan para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah untuk mengelola perubahan supaya pemerintahan berjalan lebih baik.

Perubahan mulai di atas tetapi tidak berakhir di bawah. Perubahan harus menyeluruh. Perubahan di atas adalah perubahan kebijakan. Perubahan di bawah adalah yang memberi manfaat bagi masyarakat. Perubahan yang membawa dampak kepada masyarakat adalah ketika kebijakan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar.

(34)
(35)

4

Best Value

Prinsip 4: Memberi nilai terbaik diwujudkan melalui pelayanan terbaik.

Nilai terbaik (best value) adalah suatu kerangka kerja untuk memastikan bahwa unit-unit pemerintah yang memberi jasa pelayanan kepada masyarakat telah memenuhi kebutuhan masyarakat, dan berfokus pada eisiensi dan good governance. Kerangka kerja tersebut menghargai tingkat otonomi yang diberi kepada unit-unit kerja tersebut. Walaupun best value mengharuskan fungsinya diselenggarakan sebaik mungkin, best value tidak campur tangan dalam proses kerja.

Setiap unit kerja memastikan pelaksanaan asas-asas berikut.

■ Seluruh jasa harus memenuhi standar kualitas dan harga/biaya. Setiap unit kerja yang memberikan pelayanan menetapkan kualitas pelayanan yang diberikan, dan menetapkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk jasa pelayanan tersebut.

■ Seluruh jasa responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya.

■ Setiap jasa harus dapat diakses oleh mereka yang membutuhkan.

■ Penyelenggara layanan harus secara berkelanjutan meningkatkan kualitas layanan publiknya.

■ Penyelenggara layanan harus berkonsultasi terus menerus dan terencana dengan masyarakatnya mengenai layanan publik yang diberikan.

(36)

Beberapa kelebihan best value dengan pendekatan kerangka sebagai berikut. Pertama, harapan dihubungkan langsung dengan eisiensi dan sekaligus ”good governance”. Kedua, pendekatan best value diimplementasikan pada berbagai unit kerja kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, meski kondisi masing-masing unit kerja tersebut berbeda-beda. Seluruh organisasi Pemerintah dapat mengakomodasikan pendekatan best value.

Ketiga, melalui penerapan best value, ada suatu jalinan konsultasi kinerja yang interaktif diantara pihak yang melayani dan pihak yang dilayani sesuai dengan prinsip Open Government Partnership. Keempat, masyarakat atau komunitas yang dilayani oleh setiap unit penyelenggara layanan mendapatkan layanan publik dengan nilai terbaik (best value outcomes), karena pendekatan ini menekankan pada manfaat, bukan biaya. Kelima, akuntabilitas unit pelayanan akan meningkat. Best value membantu laporan akuntabilitas yang diinginkan masyarakat.

Keenam, pendekatan best value merangsang tumbuhnya ide-ide atau inovasi-inovasi yang berguna bagi pemberi layanan publik dan penerima layanan publiknya.

Di beberapa negara prinsip best value diintegrasikan dalam peraturan perundang-undangan. Ada juga negara yang menerapkan prinsip best value sebagai bagian dari standar manajemen ISO 9000. Kedua pola tersebut dapat diterapkan di Indonesia.

(37)

5 Menteri Sebagai Pelayan Publik

Prinsip 5: Menteri dan kementerian sebagai pelayan publik dan membantu pelayanan publik.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dengan kata lain, bahwa pembentukan pemerintah itu adalah untuk membantu masyarakat mencapai kebahagiaan, membantu rakyat untuk merasa bahagia. Semua tujuan tersebut dapat disebut sebagai pelayanan kepada masyarakat, pelayanan perlindungan, pelayanan kesejahteraan, pelayanan untuk mencerdaskan kehidupan, pelayanan dalam ikut pelaksanaan ketertiban dunia. Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden mendelegasikan tugas-tugas tersebut kepada menteri untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jadi pembentukan kementerian dan penunjukan menteri

(38)

Itu hal yang sulit dibayangkan jika birokrasi kita seperti yang sekarang. Proses perubahan yang diharapkan hanya dapat dimulai bila setiap kementerian/lembaga melihat fungsinya sebagai pelayanan. Kebanyakan kementerian dan lembaga tidak melayani masyarakat secara langsung. Lalu bagaimana seorang menteri bisa bertanggungjawab atas pelayanan kepada masyarakat di bidangnya? Sesungguhnya setiap Kementerian berfungsi melayani lembaga lain, sehingga lembaga yang dilayani itu dapat menjalankan fungsinya dengan baik untuk melayani masyarakat. Dapatkah dibayangkan suatu birokrasi yang dapat melindungi, mencerdaskan dengan hikmat, atau memberi kebahagiaan kepada masyarakat?

Sistim disiapkan sedemikian rupa sehingga setiap kementerian/lembaga bertugas dan berfungsi untuk membantu kementerian/lembaga/pemda. Sehingga kementerian/lembaga lain dan pemda dapat melayani masyarakat untuk mencapai kebahagiaan (happiness). Masyarakat harus membiasakan diri untuk melihat bahwa menteri atau pemimpin lembaga adalah pelayan untuk membantu suatu sistem yang dibentuk supaya masyarakat mendapatkan kebahagiaan dalam arti luas, yaitu kebahagiaan lahir dan batin. Setiap menteri atau pemimpin lembaga dan jajaran dibawahnya harus bisa menyusun dan melaksanakan rencana kerja yang terukur untuk membantu rakyat mencapai kebahagiaan. Setiap menteri menetapkan dengan jelas dan terukur, siapa sasaran penerima manfaat (beneiciaries) dari jasa pelayanan yang diberikan.

(39)

undang-undang yang mengatur otonomi daerah, dan sekaligus melakukan pengawasan teknis agar menteri dapat mempertanggungjawabkan kegiatan dibidangnya. Kementerian juga melayani pemerintah daerah melalui jasa pembinaan. Pembinaan adalah pelayanan jasa yang diberikan menteri kepada daerah supaya daerah dapat melayani masyarakat dengan lebih baik.

Pejabat di bawah menteri melayani menteri dengan mengawasi daerah, termasuk merancang tindak lanjut dari pengawasan. Pejabat dibawah menteri yang melayani pemerintah daerah dengan jasa pembinaan, tidak lebih tinggi atau lebih rendah. Ia adalah pemberi jasa, dengan tugas dari menteri untuk melayani. Sebagai contoh, Menteri Keuangan melayani Presiden dengan mengelola keuangan, dan melayani menteri lain dengan

fasilitasi penganggaran, pendanaan dan perbendaharaan. Contoh lain, Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melayani semua menteri dalam bidang sistem organisasi dan kepegawaian.

Setiap kementerian menentukan core-business nya sebagai fungsi pelayanan dengan perspektif baru, meningkatkan pelayanannya berdasarkan prinsip nilai-nilai terbaik (best value). Kementerian menetapkan pihak-pihak yang menerima layanannya. Menteri memastikan bahwa penerima jasa (beneiciaries) mendapatkan layanan sesuai kriteria dan prinsip pelayanan yang dikenal luas/ internasional.

(40)
(41)

6 Perencanaan Strategis Individu

Prinsip 6: Pejabat senior wajib menyusun rencana strategis individu sebagai pejabat untuk melaksanakan rencana strategis lembaganya.

Para menteri/pimpinan lembaga memimpin dan bertanggungjawab atas pengelolaan perubahan pada tata kelola pemerintahan di kementerian/lembaga masing-masing, supaya pemerintahan di masing-masing kementerian semakin efektif dan semakin eisien. Efektiitas dan eisiensi diukur dengan indikator yang

ditentukan dalam rencana strategis dan rencana tahunan. Para menteri/pimpinan lembaga mengukur efektiitas dan eisiensi pejabat bawahannya. Menteri/pimpinan lembaga menyiapkan metoda pengukuran efektiitas kerja para pejabat bawahannya.

Road Map Reformasi Birokrasi Nasional mewajibkan setiap Kementerian/Lembaga untuk menyiapkan suatu rencana strategis perubahan. Inti dari rencana ini adalah rencana strategis individu setiap pejabat

senior (pejabat eselon satu), tentang bagaimana ia akan mengelola perubahan, dengan indikator keberhasilan yang terukur. Rencana strategis individu disiapkan dan atau disesuaikan setiap kali ada perubahan yang terjadi. Setiap ada mutasi, pejabat baru wajib menyiapkan rencana strategis individu yang baru, agar pejabat baru dapat lebih berhasil dari pejabat sebelumnya. Rencana strategis Reformasi Birokrasi Kementerian di-update sejalan dengan pelaksanaan mutasi. Mutasi yang dilakukan tidak hanya sekedar pergantian personil, tetapi adalah untuk meningkatkan kinerja Kementerian/Lembaga tersebut.

Hanya orang yang

mempunyai rencana strategis

(42)

Indikator sukses para pejabat senior dapat disusun setidaknya dalam empat bidang: (1) pengembangan loyalitas, (2) peningkatan efektivitas dan eisiensi, (3) cara kerja dengan pihak luar (eksternal), dan (4) cara kerja dengan pihak dalam (internal). Perubahan pada masing-masing bidang berdasarkan tiga prinsip pokok berikut.

Setiap pejabat mendasarkan tindakannya atas prinsip loyalitas, prinsip etis, serta prinsip legitimasi dan akuntabilitas. Kemudian pejabat dimaksud membangun tiga prinsip tersebut dalam entitasnya. Berdasarkan prinsip loyalitas, setiap pejabat berjuang untuk mencapai hasil yang diinginkan atasannya. Tujuan yang diutamakan, bukan untuk sekedar mengikuti perintah atasan, bukan asal bapak senang. Tentu saja loyalitas yang dimaksudkan bukanlah loyalitas kepada pribadi atasan, tetapi loyalitas terhadap visi dan misi lembaga dalam pelaksanaan perubahan dan Reformasi Birokrasi.

Setiap pejabat bekerja dengan prinsip etis agar memastikan bahwa setiap keputusan dan tindakan berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance dan good public management).

Setiap pejabat bertindak berdasarkan prinsip legitimasi dan akuntabilitas, berdasarkan peraturan. Penyalahgunaan wewenang dianggap sebagai pelanggaran hukum dan berakibat pada penegakan hukum mulai dari tingkat awal sampai pada pengadilan. Setiap pejabat publik harus mempertanggungjawabkan semua penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang pada entitas yang dipimpinnya.

(43)

Setiap pejabat melaksanakan prinsip di bidang loyalitas melalui dua jenis keputusan. Yang pertama adalah pilihan diantara dua kutub yang berbeda: antara yang benar dan yang salah, antara yang baik dan yang buruk, dan antara maju atau mundur. Yang kedua adalah mempertimbangkan dengan seksama bila terjadi pertentangan antara nilai-nilai (values) dan prinsip-prinsip (principles), misalnya bilamana seorang menteri meminta sesuatu yang kurang etis, atau ketika suatu kegiatan atau proses tidak mungkin mencapai hasil dengan dalam situasi yang tersedia. Dalam hal kondisi yang kedua ini, seorang pejabat mengambil keputusan dan memberikan argumentasi atas keputusan tersebut. Itulah bagian dari akuntabilitas.

Pejabat dinilai efektif dan eisien bila dia mendasarkan tindakannya atas prinsip manajemen keuangan, prinsip nilai yang terbaik, dan nilai kompetisi regional. Setiap pejabat mengambil keputusan tentang kinerja dengan mempertimbangkan keuangan, dan mengambil keputusan tentang keuangan dengan mempertimbangkan kinerja. Artinya, kinerja yang tinggi dicapai dengan harga yang pantas (tidak dengan harga yang tinggi), dan pengeluaran biaya yang tinggi harus dibarengi dengan kinerja yang maksimal.

Setiap pejabat mencari tata cara kerja untuk menghasilkan pelayanan terbaik (dengan prinsip “nilai terbaik”= best value) kepada masyarakat dengan sumber daya yang tersedia. Setiap pejabat akan bertindak agar entitasnya memberi kontribusi kepada ekonomi nasional dan daerah yang membuat ekonomi lebih kompetitif dalam era global.

(44)

menyusun program, perincian perencanaan, pengadaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Berdasarkan prinsip kebijakan, setiap pejabat menjamin penyusunan kebijakan dibawah pimpinannya akan jelas, supaya bawahan dapat mengambil keputusan berdasarkan diskresi sendiri, bukan hanya sekedar ikut peraturan saja. Berdasarkan prinsip manajemen informasi dan e-government, setiap pejabat membangun sistem tata kelola informasi yang akurat, up-to-date, dan dapat dipakai oleh semua pihak yang berkaitan. Dengan prinsip ini, setiap pejabat membuat terobosan dalam tata kelola pemerintahan yang dapat dilaksanakan dengan bantuan teknologi informatika.

Setiap pejabat dengan mendasarkan tindakannya atas prinsip kerjasama kelompok, kerjasama dengan motivasi diri, dan kompetensi dalam penempatan pegawai. Berdasarkan prinsip kerjasama kelompok, setiap pejabat tidak mengumpamakan timnya sekedar sebagai sebuah “tim kumpul-kumpul”, tetapi seperti sebuah tim sepak bola yang profesional. Setiap anggota tim mempunyai keterampilan yang sesuai dengan posisinya, setiap anggota selalu mengantisipasi ia harus dimana dan berbuat apa. Bentuk tim disesuaikan dengan fungsi, bukan dengan kondisi anggota tim apa adanya. Staf dianggap sebagai anggota tim, bukan bawahan. Pemimpin adalah pelatih yang selalu ikut permainan, berfungsi sebagai “playing captain”.

(45)

Berdasarkan prinsip kompetensi dalam penempatan pegawai, setiap pejabat bekerja keras agar setiap kedudukan ditempati oleh orang yang kompeten. Kalau ada orang yang tidak mampu, atasannya memberdayakan, dan bila perlu mengganti dengan orang lain yang mampu. Atasan tidak berdiam diri saja bila ada personil yang kompeten diambil dari unit kerjanya, atau bila ia diberi orang yang tidak kompeten.

(46)
(47)

7 Aparatur Profesional

Prinsip 7: Aparatur profesional menjadi tulang punggung pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Reformasi Birokrasi hanya akan berjalan dengan baik bila didukung oleh birokrat atau aparatur yang profesional. Aparatur profesional menjadi tulang punggung pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah tidak dapat melaksanakan mandatnya tanpa dukungan aparatur yang tertata dengan baik. Untuk melaksanakan tugas melayani masyarakat, menteri, pimpinan lembaga, dan kepala daerah sebagai pejabat publik membutuhan dukungan sistim manajemen aparatur negara yang handal. Dalam sistim aparatur tersebut, selain unsur manajemennya, yang sangat penting adalah sistim pembinaan aparatur dan sistim pelaksanaan tugas aparatur.

Untuk mendapatkan sistim manajemen aparatur profesional, setidaknya ada beberapa faktor yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu:

■ Penempatan aparatur berdasarkan kompetensi, termasuk pada saat pelaksanaan rekrutmen aparatur; Untuk menjamin kompetensi, diperlukan sistim rekrutmen dan sistim promosi yang transparan, akuntabel dan terukur. Aturan dan petunjuk pelaksanaan harus dibuat oleh masing-masing entitas dengan keterlibatan stakeholder.

■ Adanya suatu lembaga independen untuk memilih “aparatur senior” yaitu aparatur yang sekaliber “chief

(48)

kerja dan kompetensi untuk menduduki posisi-posisi penting dalam birokrasi. Aparatur senior dapat ditugaskan lintas organisasi (entitas) sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi aparatur tersebut.

■ Aparatur harus bebas dari kepentingan politik dan netral dalam menjalankan tugasnya; Tidak boleh ada upaya politisasi birokrasi yang mengakibatkan aparatur terkotak-kotak mengikuti kepentingan politik praktis.

■ Aparatur wajib mentaati dan melaksanakan etika pelayanan publik; Etika pelayanan publik aparatur pada masing-masing entitas harus dikembangkan dengan mengacu pada norma-norma internasional.

■ Adanya pemisahan yang jelas tentang fungsi dan tugas antara pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat dengan pegawai aparatur negara yang diangkat.

■ Pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat dan menteri tidak terlibat dalam setiap proses pengelolaan dan pembinaan aparatur negara.

■ Aparatur diangkat untuk melaksanakan tugas secara eisien dan efektif. Karena itu pengadaan aparatur dilakukan dengan pendekatan bahwa aparatur direkrut untuk menyelesaiakan tugas entitas yang tersedia dalam anggaran (program).

(49)

■ Aparatur sipil adalah para profesional yang diangkat (direkrut), dipromosikan dan melaksanakan tugas dengan prinsip-prinsip profesionalisme yang diterima luas (memenuhi kaidah-kaidah standar internasional).

■ Penilaian kinerja pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan standar kompetensi, integritas dan moralitas harus berdasarkan ukuran yang jelas dan tidak ada celah untuk multi interpretasi dan subyektiitas.

■ Sebagai pegawai profesional, aparatur dibina dan diberi fasilitas untuk melaksanakan tugasnya secara profesional antara lain dengan:

- Gaji yang dapat menjamin kesejahteraan aparatur.

- Perlu penataan sistem penggajian, sehingga jumlah tunjangan tidak lebih besar dari jumlah gaji.

- Gaji dibebankan pada entitas anggaran.

- Keleluasaan untuk ditempatkan di berbagai entitas, termasuk keleluasaan aparatur Kabupaten/Kota untuk menjadi aparatur di Propinsi atau Pusat.

Dengan faktor-faktor diatas, pembinaan aparatur negara dapat dilakukan secara lebih profesional.

(50)

diatur bagaimana aparatur melaksanakan tugasnya dengan mengikuti norma-norma kepemerintahan yang berlaku secara universal. Sistim tata kelola dan administrasi pemerintahan memberikan ruang bagi aparatur untuk menjalankan kewenangannya, sekaligus mengatur batas-batas pelaksanaan diskresi kewenangan yang dimiliki.

(51)

8 Petunjuk Operasional Kegiatan

Prinsip 8: Ukuran pencapaian kinerja adalah petunjuk operasional kegiatan, seperti dasar penggunaan keuangan adalah DIPA/DPA.

Dalam sistim peraturan perundang-undangan keuangan negara, tugas dan fungsi dari unit kerja sering tidak berkaitan langsung dengan pertanggungjawaban dan kinerja. Padahal sesungguhnya kinerja harus diintegrasikan dalam tugas dan fungsi, kemudian dikorelasikan dengan anggaran. Kinerja adalah indikator dari pelaksanaan tugas dan fungsi dari unit kerja. Bila ada tugas dan fungsi, maka pengukuran kinerja terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut harus dilakukan. Tugas dan fungsi dilaksanakan melalui kegiatan dalam DIPA/DPA. Dalam proses penganggaran APBN/D, kinerja tidak boleh berbeda dari Rencana Kerja Tahunan sebagaimana ditetapkan dalam APBD/N.

(52)

penggunaan inputs/anggaran, tetapi juga untuk melaksanakan tugas dan fungsi unit kerja tersebut. Kinerja diukur dari kemampuan untuk memenuhi tugas dan fungsi melalui kegiatan dan anggaran. Untuk itu substansi DIPA/ DPA dijabarkan dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) yang menentukan pelaksanaan kegiatan.

Rancangan POK, dengan sasaran kinerja yang terukur, dijadikan dasar penyusunan DIPA/DPA. Sehingga DIPA/ DPA mencerminkan kinerja organisasi yang disepakati dengan DPR/DPRD. POK ditetapkan oleh menteri, pimpinan lembaga atau kepala daerah dan menjadi "anggaran" kinerja yang harus dicapai.

Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) setidaknya meliputi:

■ Pendelegasian tugas, yang dalam Reformasi Birokrasi menjadi penjabaran visi dan misi serta tupoksi menjadi program dan rencana kerja kegiatan pada setiap pemimpin program dan stafnya;

■ Pengadaan dan penempatan pegawai, sesuai dengan asas beban kerja dan asas kemampuan;

■ Pengadaan barang dan jasa yang menentukan setiap pekerjaan yang akan dikerjakan oleh pihak ketiga;

■ Daftar pembagian kerja (work breakdown schedule) dan jadwal kemajuan kerja, dengan titik-berat kepada operasi dan pemeliharaan;

■ Indikator kinerja masing-masing unit kerja;

■ Upaya peningkatan kinerja secara berkelanjutan;

■ Dasar penilaian kinerja pejabat;

(53)

POK ditetapkan bersama DIPA/DPA, dan saling melengkapinya. POK menjadi dasar pengendalian dan pengawasan. POK dapat berubah supaya kinerja selalu sesuai dengan target. Perubahan POK menjadi dasar untuk revisi anggaran pada pertengahan tahun anggaran.

Paling lambat pada permulaan bulan September kepala unit kerja melaksanakan review terhadap kinerja dan pelaksanaan DIPA/DPA dan POK masing-masing program. POK direvisi untuk:

■ mempercepat pelaksanaan program jika dipandang perlu dan tanpa tambahan risiko,

■ menjamin pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu pada transisi dari tahun anggaran yang berjalan ke tahun anggaran yang berikut,

■ penghematan pengeluaran pada bulan-bulan terakhir, serta

■ menentukan kegiatan dalam POK yang akan menjadi masukan untuk penyusunan POK untuk tahun yang berikut.

(54)
(55)

9 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Prinsip 9: Tujuan Reformasi Birokrasi adalah perbaikan secara menyeluruh yang menghasilkan peningkatan manfaat yang besar untuk masyarakat.

(56)

Saat ini ketiga aspek Reformasi Birokrasi diatas ditingkatkan dan sekaligus disempurnakan. Program Reformasi Birokrasi diintegrasikan dengan reformasi keuangan dan pelaksanaan otonomi sehingga menjadi satu kesatuan program. Fokus utama tetap pada peningkatan kinerja, peningkatan eisiensi, dan peningkatan pelayanan publik secara terus menerus pada semua aspek tersebut diatas.

Pelaksanaan reformasi yang mengintegrasikan bidang inansial, birokrasi, dan pelaksanaan otonomi dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban dan tanggungjawab setiap menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah untuk meningkatkan kinerja sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Para pejabat tersebut harus memaksimalkan segala upaya untuk memastikan agar tujuan peningkatan pelayanan publik tercapai dengan baik dan benar. Masyarakat ingin melihat bagaimana rintangan sulit (hard choices) diatasi dan diselesaikan. Dengan demikian kita akan secara konsisten menerapkan manajemen perubahan untuk meningkatkan kinerja secara berkelanjutan.

(57)

■ meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat;

■ meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan/program;

■ menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik di entitas masing-masing;

■ meningkatkan eisiensi dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi;

■ menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan;

■ menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy, birokrasi dengan kualitas pelayanan kelas dunia.

(58)

KARAKTERISTIK ENTITAS YANG PALING BANYAK DIREFORMASI

•Tata kelola pemerintahan jelas, dengan definisi peran pejabat yang logis dan disepakai.

•Meniikberatkan juga pada output dan outcomes.

Fokus pada input...

•Pendekatan manajerial seperi swasta , dengan menekankan pada nilai-nilai/prinsip aparatur sipil negara.

•Manajer mengelola program-program berdasarkan kewenangan, tanggung jawab dan akuntanbilitas.

•Konsultasi dan kolaborasi yang ruin dalam pembuatan kebijakan dan pemberian layanan publik.

•Bervariaif, bergantung pada kemampuan.

•Jaminan pekerjaan fleksibel, selalu ada upaya untuk ‘right sizing’ dan ‘out sourcing’.

Jaminan pekerjaan seumur hidup...

•Sistem rekrutmen terbuka, jenjang karir didasarkan persaingan berdasarkan kemampuan atau merit.

•Struktur organisasi didasarkan pada syarat tercapainya posisi dan kinerja unit yang diinginkan.

•Manajemen sumber daya manusia yang diserahkan kepada enitas.

•Informasi dan hasil evaluasi terbuka untuk umum.

Penuh informasi serba rahasia...

•Monitoring dan evaluasi program dilakukan secara sistemais, hasilnya digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan secara berkelanjutan.

...menjadi budaya melayani warga dan masyarakat atas nama Pemerintah.

Tata kelola pemerintahan yang

idak jelas, dan definisi peran pejabat yang idak jelas...

KARAKTERISTIK ENTITAS YANG PALING SEDIKIT DIREFORMASI

Pendekatan layanan publik yang fokus pada proses...

tertentu, misalnya laki-laki...

Sistem rekrutmen tertutup, jenjang karir ditentukan oleh senioritas dan lamanya bekerja...

Struktur kepegawaian model militer, didasarkan pada ranking

dan kemajuan personalia... Manajemen sumber daya

manusia yang terpusat...

Upaya monitoring dan evaluasi sedikit, audit lebih fokus pada

prosesnya...

(59)
(60)
(61)

10 Analisa Peraturan

Perundang-Undangan

Prinsip 10: Dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh ada aturan ganda dan tidak membebani masyarakat selain yang diperlukan untuk menjamin hak perorangan dan mengatur kepentingan masyarakat luas.

(62)

perkembangan ekonomi, serta yang dapat menjadi sumber konlik antar daerah, layak dibatalkan atau direvisi.

Kebutuhan me-review peraturan perundang-undangan yang ada, dan yang sedang dirancangkan, bukan hanya pada tingkat kementerian/lembaga saja, tetapi juga di tingkat nasional, yaitu undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Semua peraturan perundang-undangan layak dinilai dan dievaluasi konsistensinya dengan kebijakan desentralisasi, dan dampaknya terhadap ekonomi nasional dan lokal, agar ekonomi semakin kompetitif.

Hasil pertama review adalah daftar peraturan yang menghambat pembangunan dan/atau tidak konsisten, kemudian usulan program pembatalan dan revisi. Program yang dimaksud bukan saja program legislasi nasional atau program legislasi daerah, yang pembahasannya di DPR/ DPRD, tetapi juga adalah rencana penyusunan rancangan peraturan pelaksanaan, baik untuk hasil review maupun sebagai pelaksanaan undang-undang yang baru.

(63)

perundang-undangan mengatur kebahagiaan masyarakat dalam aneka-ragamnya. Peraturan perundang-undangan mengatur perilaku perorangan untuk kepentingan semua.

Maksud peraturan perundang-undangan ditentukan oleh pembaca dan pengguna, bukan oleh perancang. Dalam perancangan peraturan perundang-undangan, perancang menerjemahkan substansinya untuk mengetahui perilaku apa yang harus dilarang, perilaku mana yang harus diamanatkan, perilaku mana yang

diperlukan, dan perilaku mana yang diperbolehkan. Setiap kali ada lebih dari satu penafsiran atas persyaratan perilaku baik masyarakat dan pemerintah bisa bingung atau berselisih, sampai maksud

peraturan perundang-undangan tersebut ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung atau substansinya direvisi.

Perancangan peraturan perundang-undangan dimulai dengan penyusunan prinsip-prinsip serta konsep-konsep bagaimana kepentingan perorangan diatur untuk kepentingan umum. Prinsip dan konsep disepakati sebelum perancangan mulai. Dengan peraturan

perundang-undangan berbasis prinsip, masyarakat dan para pejabat dapat mengerti dasar pengaturan, dan akan patuh pada aturan tersebut karena mengerti, bukan karena ikut saja.

Agar tidak ada kesenjangan atau perbedaan persepsi tentang pembagian urusan antara pusat dan daerah, pemerintah harus menyiapkan usulan revisi undang-undang sektoral supaya dasar pembagian urusan sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dan diatur dalam undang-undang sesuai dengan amanat UUD 1945. Fungsi kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi

(64)

harus jelas dalam UU sektoral, agar tidak ada anggaran di pusat atau provinsi untuk urusan yang murni urusan kabupaten/kota, dan tersedia anggaran untuk pengawasan dan pembinaan yang diperlukan. Undang-undang sektoral harus mengatur secara jelas kewenangan dan amanah para menteri/pimpinan lembaga dan pemerintah daerah, berdasarkan prinsip yang seharusnya diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Menteri adalah pengambil kebijakan, pejabat senior adalah pengelola implementasinya berdasarkan prinsip dan nilai, dan bawahannya adalah pelaksana. Biasanya tugas perancangan undang-undang dan peraturan kebijakan dilaksanakan oleh tim ad-hoc, yang sumber dayanya sangat terbatas. Perancangan undang-undang dan peraturan serta perumusan kebijakan seharusnya menjadi tugas pokok menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah, dibantu oleh unit penelitian dan pengembangan (Litbang) pada kementerian/lembaga, dan Litbang pada Bappeda di daerah, yang bertugas untuk meneliti keberhasilan kebijakan dan mengembangkan penyempurnaan. Para menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah menugaskan dan memberdayakan Litbang sebagaimana mestinya sebagai sumber penyempurnaan kebijakan secara berkelanjutan.

(65)

undang-undang tentang pemerintahan daerah disempurnakan terus, dengan beberapa kali direvisi setiap tahun.

Hasil ketiga dari review peraturan perundang-undangan adalah dorongan untuk pertumbuhan ekonomi. Review peraturan perundang-undangan harus membawa dampak pada investor, wiraswastawan dari yang kecil sampai besar. Review tersebut membawa peningkatan kesempatan kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(66)
(67)

11 Kemitraan (

Engaging Partners

)

Prinsip 11: Pemerintah tidak memikul reformasi sendiri; banyak mitra yang iktuserta untuk meningkatkan kinerja pemerintah.

Reformasi Birokrasi adalah “everybody’s business”, keperluan semua orang. Masyarakat mempunyai pengharapan akan layanan publik yang berkualitas dan layanan profesional. Semua stakeholder berkepentingan akan peningkatan pelayanan publik yang dicapai melalui pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Upaya perubahan terhadap birokrasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat, dan tidak seharusnya, dilakukan sendiri oleh pemerintah. Sangat penting untuk melibatkan institusi akademis dan kaum profesional dalam proses Reformasi Birokrasi, demi menuju tata kelola pemerintahan yang baik yang menjadi idaman bangsa. Birokrat merangkul pihak akademis dan profesional untuk

turut serta dalam pencarian, pemilihan serta pengembangan anak-anak bangsa yang terbaik sebagai pelayan publik.

Dimasa lalu pejabat publik masih sarat dengan konotasi negatif, seperti misalnya,

KKN, tidak eisien dan tidak profesional. Sekaranglah saatnya untuk serius mengubah konotasi negatif menjadi tindakan positif tentang pejabat publik/birokrat, yaitu yang eisien dan efektif, transparan, jujur, dan akuntabel. Waktunya telah tiba bagi kementrian, lembaga dan pemerintahan dearah mengajak semua pihak yaitu, kaum akademis, profesional, termasuk badan-badan donor untuk turut serta dalam mengevaluasi serta memperbaiki sistim rekrutmen, mengevaluasi jabatan, dan melakukan pengembangan profesional pejabat publik/birokrat.

Reformasi Birokrasi adalah

everybody’s business

”,

(68)

Pintu terbuka bagi universitas-universitas, dalam dan luar negeri, serta asosiasi profesional yang berkenan untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam pengembangan kualitas pejabat publik dengan mengembangkan profesi. Kalangan akademis memiliki sarana dan kapasitas yang dapat menunjang terjadinya Reformasi Birokrasi, tidak hanya reformasi sistim birokrasi tetapi juga reformasi diri setiap individu yang terlibat di dalam birokrasi. Seperti halnya kita semua tahu bahwa pengadaan/pembaharuan perangkat keras (hardware) tidak akan berguna jika tidak ditunjang oleh perangkat lunak yang memadai. Pendidikan tingkat tinggi bagi pejabat publik bukan hanya diperlukan untuk memenuhi syarat naik pangkat, akan tetapi, yang lebih penting dari itu, adalah untuk memastikan kualitas pejabat publik Indonesia tidak tertinggal dari pejabat publik dari negara-negara lain yang berkembang pesat, misalnya Cina dan India.

(69)

Jika reformasi lahir atas dorongan masyarakat, maka Pemerintah menyusun tata kelola pemerintahan yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat. Bagi Pemerintah sangat penting untuk membuka diri terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses Reformasi Birokrasi. Selama ini berbagai komunitas dan lembaga masyarakat sudah ikut dan terlibat dalam kegiatan penyusunan berbagai kebijakan umum. Sekarang kita mempunyai ruang dan kesempatan bagi semua pihak untuk berbuat lebih banyak dan lebih baik lagi.

Perjalanan Reformasi Birokrasi yang masih panjang perlu dukungan dan keterlibatan masyarakat dari awal hingga akhir. Jika suara masyarakat didengar selama perancangan kebijakan umum, maka suara masyarakat juga harus didengar dalam usaha pemantauan dan pengawasan proses Reformasi Birokrasi. Semua komponen bangsa ikut untuk mengawasi, mengevaluasi dan meningkatkan kualitas Reformasi Birokrasi.

Penyebaran informasi serta sosialisasi rencana pemerintah yang terkait dengan Reformasi Birokrasi dilakukan secara terbuka dan menyeluruh. Masyarakat akan memiliki akses untuk mempelajari dan memberikan pendapat, saran dan masukan tentang proses Reformasi Birokrasi yang sedang berlangsung. Kita mengajak semua lapisan masyarakat untuk peduli terhadap proses ini dan tidak berkecil hati terhadap berita yang mengungkapkan kekurangan/ kelemahan sistim pemerintahan kita, melainkan melihat berita-berita itu sebagai masukan penting atas bagian-bagian tata kelola pemerintahan yang membutuhkan perubahan atau perbaikan.

(70)
(71)

12 Kemitraan Politis

Prinsip 12: Reformasi Birokrasi perlu dukungan politis untuk mendapatkan momentum dan resonansi yang besar

(72)

Alasan utama lain perlunya dukungan politis lainnya adalah dalam perumusan kebijakan, penyusunan perundang-undangan dan penyusunan anggaran. Agar mencapai hasil yang diinginkan, program Reformasi Birokrasi diintegrasikan menjadi “ruh” dari setiap kebijakan pelayanan publik melalui pembangunan dan pemerintahan. Reformasi Birokrasi mewarnai dan menjadi “jiwa” dari setiap program pelayanan publik dan pelayanan pendukung dengan peningkatan kinerja secara terus menerus. Perumusan kebijakan yang dilandasi ruh Reformasi Birokrasi memerlukan rasa kerjasama dan dukungan oleh sistem politik di parlemen. Dalam penyusunan perundang-undangan, diperlukan kerjasama untuk memastikan bahwa para penyusun undang-undang menjadikan Reformasi Birokrasi sebagai mainstreaming dari setiap undang-undang. Para legislator hendaknya memberikan perhatian luar biasa agar Reformasi Birokrasi tercermin dalam setiap undang-undang yang disusun.

(73)

13 Akuntabilitas

Prinsip 13: Setiap orang dan setiap kelompok orang yang ditugaskan di sektor publik dan menggunakan keuangan negara wajib membuktikan hasil kinerjanya, dan wajib patuh pada peraturan perundang-undangan.

Akuntabilitas adalah bagian integral yang sangat penting dari Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi tidak berarti apa-apa jika tidak ada akuntabilitas yang nyata. Akuntabilitas bukanlah suatu tambahan pekerjaan administratif yang hanya sekedar menghabiskan waktu untuk mengisi dan menyusun laporan akuntabilitas.

(74)

demikian masyarakat dapat menuntut pejabat publik apabila terbukti terjadi pelanggaran atau salah dalam pengambilan keputusan. Hal ini secara positif dan terus menerus mengarahkan masyarakat kepada perbaikan yang berkelanjutan.

Good governance mensyaratkan adanya akuntabiltas dari pegawai publik, baik itu politisi (public accountability) maupun pejabat publik (managerial accountability). Pemerintah menggunakan uang rakyat untuk melayani rakyat. Pejabat publik sebagai pelayan yang baik, disyaratkan untuk mendapatkan persetujuan rakyat dan mempertanggungjawabkan uang rakyat. Agar akuntabel, kinerja para pejabat publik harus selalu diukur, dan selalu ada check and balance atas kebijakan, perencanaan dan implementasinya, sehingga antara kebijakan dan implementasi menunjukkan keseimbangan, hasil yang nyata yang dinikmati masyarakat. Penerapan akuntabilitas dilakukan mulai dari jenjang makro sampai mikro, mulai dari tataran lembaga tinggi Negara, sampai kepada pengelola/manajer pembuat kontrak kerja.

Sektor publik bekerja dengan landasan peraturan yang mengatur wewenang secara hukum dan akuntabilitas dalam melakukan tindakan. Pemerintah tidak bertindak sesukanya, tetapi berdasarkan aturan untuk melakukan kegiatannya, sesuai dengan perundang-undangan. Karena itu, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, seorang pejabat publik dapat menolak menjalankan instruksi yang diberikan atasannya apabila ia mengetahui bahwa hal itu tidak sejalan dengan hukum yang berlaku.

(75)

Hingga saat ini masih banyak hukum administratif yang ada di Indonesia berasal dari masa penjajahan Belanda, dan belum disesuaikan dengan kondisi saat ini. Sudah saatnya peraturan yang demikian untuk dikaji dan dipilah, mana yang masih relevan dan mana yang sudah kadaluwarsa. Dengan pendekatan ‘principle based rules/regulations’, maka hukum dan perundangan-undangan yang berlaku akan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance dan prinsip atau nilai-nilai luhur warisan bangsa Indonesia.

Akuntabilitas publik memiliki hubungan dengan tanggung jawab profesi. Profesional yang bekerja di pemerintahan, polisi, jaksa, hakim, dokter, pengacara, pekerja sosial, akuntan publik, hakim, guru dan profesional lainnya, mengetahui standar profesi dan kode etik profesinya masing-masing. Jika para profesional gagal memenuhi standar profesinya, atau jika mereka

melanggar kode etik profesinya, mereka dikenakan sanksi pencabutan registrasi profesinya. Dimasa lalu sering terjadi pelanggaran kode etik oleh para profesional. Kita sering kali kebobolan. Orang yang seharusnya dicekal, malah sudah lari ke luar negeri dengan alasan “sakit”. Hal ini

menunjukkan indikasi adanya kolusi antara jabatan yang terkait kode etik profesi. Karena itu organisasi profesi agar dengan tegas menegakkan sanksi profesi apabila anggotanya terbukti melakukan pelanggaran. Demikian pula seluruh entitas/lembaga Pemerintah yang terkait pada penegakan hukum. Stranas PK dan Inpres tentang percepatan pemberantasan korupsi hendaknya dijadikan landasan untuk percepatan pemberantasan KKN secara nyata.

Dalam pemahaman manajemen resiko, ada dua aspek konsep resiko, yaitu pertama, sesuatu yang mungkin terjadi, apakah akan ada tsunami lain atau kecelakaan pesawat lagi? Kedua konsekuensi bila hal itu terjadi: apa yang akan

(76)

kita lakukan bila tsunami atau kecelakaan pesawat tersebut terjadi?

Risk management adalah komponen dalam manajemen dimana manajer di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dituntut memiliki kapasitas untuk mengatur kegiatan yang tidak biasa atau yang tidak diinginkan, dan bagaimana menghindari hal itu. Ini juga bagian dari good governance. Intinya menyangkut identiikasi, menyiapkan, menganalisa, menilai, memperlakukan dan memonitor resiko. Harus diakui bahwa Indonesia masih lemah dalam hal mengelola resiko. Manajemen penanganan bencana alam masih sering mendapat kritik tajam. Harus ada komitmen untuk terus memperbaiki hal ini melalui berbagai program perbaikan kualitas manajerial pejabat publik, baik dari sistem maupun kapasitas SDM terkait.

Bila sumber daya dan resiko sudah dikelola dengan efektif, pejabat publik seharusnya gembira saat kinerja mereka di evaluasi. Karena mereka akan melihat hasil kerja mereka yang membahagiakan rakyat. Evaluasi memastikan bahwa entitas layanan publik dapat melayani publik sesuai tugasnya, bagaimana hasilnya dan bagaimana mereka mencapainya.

Hal ini akan menjadi bukti akan pencapaian kinerja yang baik dari setiap individu yang terlibat di pemerintahan pusat maupun daerah. Evaluasi memberikan dasar bagi perbaikan layanan yang diberikan secara terus menerus. Dengan evaluasi ini, masyarakat dapat menilai dan mengapresiasi pencapaian kinerja Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, sehingga masyarakat dapat

Jika ada diantara pejabat

publik yang secara sengaja

atau tidak sengaja, terlibat

dalam penyalahgunaan

wewenang atau bahkan terlibat

dalam korupsi, atau yang

melaksanakan tugas kurang

profesional, inilah saatnya

untuk menyadari kekeliruan,

Referensi

Dokumen terkait

Lebih jauh lagi, biasanya kita tertarik dengan worst case, atau kasus terburuk; yaitu jumlah operasi terbanyak yang mungkin dilakukan sebuah algoritma untuk ukuran masalah yang

Pihak stakeholders (akademisi, praktisi) melalui kegiatan diskusi terbatas (formal dan informal) yang diselenggarakan untuk mendapatkan masukan terkait penyusunan

Pada kapal-kapal yang telah beroperasi dengan waktu yang cukup lama perlu dilakukan ulang evaluasi keandalan untuk mengetahui keandalan sistem atau penyebab

Indikator respon fisiologis, penyusutan bobot badan dan metabolit darah menunjukan perubahan pada ternak kambing dan domba setelah transportasi namun masih dalam batas

Hasil penelitian menunjukan bahwa 100% remaja putri yang memiliki pengetahuan baik, hasil statistik menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja putri

Sama seperti proses pengisian nilai, proses ini membutuhkan pencarian data detail terlebih dahulu, praja mana dan nilai yang mana yang akan dilakukan perbaikan nilainya, dengan

Dan kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan, dimana reklamasi yang sangat mungkin akan merusak kehidupan di bawah perairan laut dapat menjadikan kawasan

30 menit sebelum datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa pasien mengalami kejang, kejang berlangsung selama 5 menit, kejang terjadi di sebagian tubuh pasien yaitu tangan