• Tidak ada hasil yang ditemukan

03. Filsafat Modern 3 .docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "03. Filsafat Modern 3 .docx"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

10 Oktober 2012 Niccolò Machiavelli

Dia adalah filsuf politik, menulis Il Principe (The Prince = Para pemimpin) [Simbol] menjadi salah satu emblem bahasa Italia. Bahasa yang dipakai pada saat itu ialah Latin. Buku ini revolusioner & ditulis dengan bahasa yang belum dikenal. Seperti Thomas Hobbes menulis buku filsafat sekaligus menciptakan bahasa. Machiavelli “menciptakan” bahasa Italia, sehing tulisan aslinya agak sulit untuk dimengerti karena tercampur dengan bahasa Latin.

Setiap penyelidikan, pemahaman, tindakan, apa saja yang dikerjakan manusia selalu mengejar kebaikan. Dkl, kodrat perbuatan manusia itu menuju kebaikan.

Dalam buku Politica Aristoteles, setiap komunitas manusia selalu mengejar kebaikan tertinggi. Mengapa “tertinggi”?

1. Etika bicara tentang manusia. Manusia itu bertindak, mis: belajar, meneliti, bekerja. Artinya manusia mengejar kebaikan.

2. Dalam politik bicara tentang tata hidup bersama. Setiap komunitas manusia mengejar kebaikan tertinggi.

Disebut “tertinggi” karena jika manusia hny mengejar “kebaikan (saja)”, kebaikan direduksi hanya pada satu orang saja. Karena ada banyak manusia, “kebaikan tertinggi” harus mengakomodasi semua orang. Maka, politik mengandaikan etika . Politik adalah kelanjutan dari Etika. Itulah mengapa “Etika” dan “Politik” sering disebut bersama, “Etika Politik”.

Bagaimana dengan Machiavelli? Machiavelli memahami etika sebagaimana sebagai disiplin ilmu yang mengantar manusia mengejar keutamaan (virtus).

Mis: (1) Manusia mulai kecil dituntut untuk belajar supaya pandai. Kepandaian berarti keutamaan. Manusia tidak bisa tiba-tiba pandai. “Pandai” membutuhkan latihan dan praktik. (2) Manusia mulai kecil diajar untuk berlaku sopan. Meminjam buku, pulpen, dikembalikan. Tujuannya, supaya kita tahu memberikan apa yang menjadi hak orang lain, dan tidak mengambil apa yang bukan miliknya.

Machiavelli tidak keberatan memahami etika sebagai ajaran bagi manusia untuk mencapai keutamaan. Keutamaan perlu latihan. Politik merupakan urusan lain.

Menurut Machiavelli, Aristoteles adalah seorang pemimpi, karena ketika Aristoteles menulis Politica ia melihat bahwa politik mengejar kebaikan yang tertinggi. Kebaikan tertinggi tidak jelas. Aristoteles juga seorang idealis & Politica Aristoteles adalah idealisme. Machiavelli menulis yang berbeda dari Aristoteles, karena ia menulis politik yang didasarkan pada apa yang merupakan pengalaman real, sebab apa yang ditulis Aristoteles tidak ada hubungannya dengan realitas. Menurutnya, jika seorang pemimpin mengikuti Aristoteles, malah akan menuju pada kehancuran. (IP XV). (“Should” would go to destruction).

IP XV: De his rebus quibus homines et praesertim principes laudantur aut vituperantur. (Tentang Hal-hal yang membuat para pemimpin dipuji atau dicela.)

(2)

memiliki semua kualitas yang baik yaitu semua yang telah kusebuntukan (adil, jujur, sederhana, arif, tegas, saleh, pemberani, rendah hati, dll.). Tetapi karena situasi dunia, para pemimpin tidak memiliki kualitas ini seluruhnya dan menjalankan keutamaan-keutamaan itu semua. Jika demikian, pemimpin harus bijaksana, dalam arti harus tahu bagaimana lari dari reputasi jahat yang lekat pada bbrp keburukan, yang karenanya pemimpin bisa kehilangan kuasa. Sebisa mungkin pemimpin harus menghindari bahaya yang memicu kehancuran negara. Jika pemimpin tidak bisa, tak perlu terlalu merasa bersalah jika dia melakukan keburukan-keburukan yang kamu lakukan untuk keselamatan negara. Ini karena jika dihitung semuanya, jika dia melakukan keutamaan itu semua, justru menghancurkan dia dan membawanya pada kehancuran rakyatnya. Hal ini mengubah tata filsafat politik karena:

Seorang raja tidak boleh merasa bersalah kalau melakukan keburukan yang perlu untuk menyelamatkan negaranya. Justifikasi ini muncul pertama kali dalam tata politik. Aristoteles mengatakan politik sebagai “mengejar kebaikan tertinggi”. Bagi Machiavelli, politik adalah perkara kekuasaan. Perbuatan pemimpin dipuji atau dicela terutama langsung berhubungan dengan seorang pemimpin mampu merengkuh dan membela kekuasaan. Skema Machiavellian ini berlanjut pada logika: jika raja melakukan kebijakan yang jahat, tetapi diperlukan untuk membela kekuasaannya, maka baiknya raja itu tidak perlu merasa bersalah. Hitler adalah pemimpin yang melihat orang Yahudi sebagai penyebab keruntuhan Jerman. Maka ia mengeksterminasi semua orang Yahudi. Orang Yahudi adalah penyebab kehancuran Jerman. Indonesia pernah membasmi semua anggota PKI karena mengancam Pancasila. Dua contoh ini merupakan implikasi Machiavellian.

5 November 2012 Kesimpulan

Machiavelli adalah pelopor politik modern, filosof revolusioner yang mengubah metodologi filsafat politik.

Fondasi filsafat politik biasanya difondasikan pada Socrates, karena dialah filosof yang pertama-tama mengurai natura manusia. Natura adalah pencarian kodrat manusia, dan hal ini dijumpai dalam Socrates. Socrates sering disebut pendiri filsafat politik, bukan karena dia seorang politikus, tetapi karena dia seorang pencari kodrat manusia. Mengapa pencari kodrat manusia disebut pendiri filsafat politik, sebab filsafat politik bukan filsafat yang lain kecuali tata hidup manusia.

1. Machiavelli adalah seorang filosof yang melanjuntukan secara baru filsafat politik dalam tata politik manusia. Di mana tata baru filsafat politik Machiavellian? Yaitu pada skema bahwa politik itu pertama-tama berbicara tentang kekuasaan. Dia disebut revolusioner karena dia berangkat bukan dari apa yang ideal tentang kodrat manusia, tetapi berangkat dari apa yang menjadi interes politik itu, yaitu perebutan kekuasaan. Karena itu, logika Machiavellian adalah logika realisme. Realisme berarti filsafat politik difondasikan pada konsep tentang realitas, bhw realitas politik tdk berhubungan pertama-tama dengan virtus (keutamaan) tetapi pd kekuasaan.

(3)

3. Meskipun Machiavelli tidak bicara tata etika bersama dengan etika politik, frase terkenalnya tentang pembelaan kekuasaan yaitu, apabila melakukan keburukan-keburukan yang perlu maka seorang politikus tidak perlu merasa bersalah. Frase ini mengusung politik baru yaitu utilitarianisme. Dalam Machiavelli artinya berguna, ia memaku kepentingan kegunaan pada kekuasaan. Apa itu baik dan apa itu buruk, kriterianya adalah kekuasaan. Politikus yang baik disebut baik jika ia merengkuh kekuasaannya dengan sungguh-sungguh. Begitu pula jika disebut buruk yaitu jika politikus mengabaikan apa yang perlu untuk menjaga kekuasaannya.

Inilah titik tolak filsafat politik modern. Hobbes (Locke, Rousseau) akan melanjuntukannya dengan cara yang mengesankan karena realisme Machiavellian masih memiliki aroma yang sangat kentara dalam filsafat politik.

Johann Goetllib Fichte

Kelompok idealis pasca Kantian. Fichte mencari fondasi-fondasi bagi ilmu pengetahuan. Maka skema filsafat Fichte banyak dirujukkan pada teori-teori ilmu pengetahuan, termasuk metafisika. Salah satu fondasi ilmu pengetahuan yang akan disumbang oleh Fichte ialah apa yang disebut dengan deduksi teorEtis mengenai kesadaran. Jadi Fichte mencari fondasi ilmiah sains pada kesadaran. Karyanya banyak berbicara tentang “Aku”. Bagi Fichte, “Aku” pertama-tama mengatakan keseluruhan pengetahuan. Apa itu indah, baik, benar, adalah pertanyaan-pertanyaan yang memiliki dasar pada kesadaran akan “Aku”. Ketika orang menyoal keindahan, seluruh pengertian kita mengenai keindahan itu tak mungkin menjadi sebuah keindahan apabila tidak dimiliki oleh “Aku”.

Idealisme tidak hanya mengatakan bahwa filsafat menguraikan hal-hal yang ideal. Idealisme adalah filsafat yang mengajukan prinsip-prinsip yang tidak diletakkan pada pemahaman-pemahaman konkret materialistik melainkan pada logika keseluruhan, universal. Apa yang universal adalah apa yang ideal. Contoh filsafat ini adalah Plato. Bagi Plato, keindahan tidak terletak pada apa yang tampak. Keindahan terletak di “sana”, alam idea.

Idealisme Fichte bukan Platonian, bukan filsafat yang meletakkan fondasi pada alam idea, tetapi pada prinsip-prinsip universal. Maka Fichte menjelaskan “Aku”, bukanlah “Aku” yang sekarang. “Aku” adalah kriteria kepenuhan keindahan, kebaikan.

(4)

Georang Wilhelm Friedrich Hegel

Hegel menulis buku “Phenomenology of The Spirit”, dalam karikatur filosofis Hegel digambarkan sebagai filsuf yang membangun istana yang sangat besar dan indah, tetapi dia sendiri tinggal di luar istana itu dan tinggal dalam gubuk. Artinya, dia melahirkan sistem filsafat yang bagus dan mampu merangkum segala sesuatu, tetapi dia sendiri tidak bisa menghidupi pemikiran yang dia miliki.

Bagaimana cara mengerti semuanya? Apa yang dimaksud ‘semuanya’ oleh Hegel? Memang ambisi dari para filosof idealisme adalah mengerti segala sesuatu. Hal ini memang sulit untuk dimengerti.

Hegel menyebut tesis, antitesis, dan sintesis (TAS). Realitas adalah tesis dan pada saat yang sama muncul antitesis. Pertemuan antara tesis dan antitesis ini melahirkan sintesis, yaitu realitas baru. Pada saat tertentu sintesis ini menjadi tesis, bertemu dengan antitesis dan melahirkan sintesis lagi. Hegel mencoba memahami sejarah peradaban manusia.

Hegel menggulirkan TAS bukan soal yang menyentuh hal yang parsial, tetapi dalam keseluruhan sejarah, peradaban yang merupakan sebuah dialektika antar-peradaban. Persoalan yang muncul dalam filsafatnya ini adalah “Kalau sejarah peradaban seperti TAS, pertanyaannya adalah siapa tokoh sejarah?” Pertanyaan ini menjadi soal besar dalam filsafat Hegel, kendati Hegel tidak pernah menjawabnya. Pertanyaan ini muncul dari muridnya, yaitu Soren Abbey Kierkegaard. Pertanyaan ini mengarahkan filsafat pada ranah eksistensi. Eksistensi adalah tokoh sejarah, kata Kierkegaard. Aku Hegelian adalah aku Roh.

9 November 2012 Dinamika Hegelian adalah dinamika sejarah. Sejarah adalah perjalanan peradaban manusia. Jadi, perubahan bukan hanya sekadar seiring waktu, melainkan juga perubahan yang menunjukkan peradaban baru dari periode satu ke periode yang lain. Dalam Hegel, sejarah dilihat seperti apa? Hegel adalah filsuf yang mengurus perjalanan peradaban manusia yang disebut histori pada apa yang disebut gerak dari roh absolut.

Jadi siapa yang membayangkan Konsili Vatikan II akan mengubah tata kekatolikan di seluruh dunia? Tidak bisa kita sebut hanya karena sembulan para pemikir seperti Paus Yohanes XXIII. Tidak bisa juga dikatakan itu tjd karena adanya teologi Yves Congar, atau produk dari revolusi teologi patristik dari Edward Schillebeck, atau tidak bisa juga kita sempitkan pada teologi tritunggal ala Hans Urs von Balthasar atau tipe pemikiran Karl Rahner yang fenomenologis. Tidak bisa kita berkata demikian. Tidak cukup. Dalam filsafat Hegel, sejarah itu muncul sebagai keutuhan dan ini bukan produk satu dua orang, tetapi ini adalah produk dari keseluruhan.

Sebagai contoh, Yesuit mencapai puncak tertinggi pada tahun 1966, + 36.000 Yesuit. Sekarang hanya tinggal setengah dari itu. Hal ini terjadi karena wabah sekularisme yang melanda dunia. Pola pemikiran Hegel berguna untuk memahami sekularisme yang melanda dunia, khususnya di Eropa. Sekularisme bukan soal parsialitas, namun keseluruhan yang menyentuh segala aspek dan makna hidup manusia, kenikmatan, kebudayaan, gaya hidup, pola pikir, dll. Sejarah adalah peradaban yang bergulir karena roh absolut. Sejarah terjadi seolah-olah dengan cara yang tak terduga. Hegel tidak meletakkan sejarah dalam parsialitas, namun pada keseluruhan. Pelakunya adalah roh absolut, bukan orang per orang. Sejarah bukan ciptaan satu orang.

(5)

yang beda dengan yang lain, melainkan “Aku” absolut, “Aku” yang menyatu dengan roh absolut.

Kritik atas filsafat Hegel

Bagaimana menjelaskan peperangan dan perdamaian? Dalam filsafat Hegel, perang dan damai adalah sebuah keniscayaan, artinya itu yang harus ada. Perang itu seolah-olah sebagai roh yang menceburkan diri dalam periode gelap. Jadi dalam perang siapa yang benar dan siapa yang salah tidaklah penting. Dalam perang seseorang atau pihak tertentu tidak bisa dikatakan bersalah. Damai juga tidak ada maknanya. Damai adalah periode tenang. Damai dan perang hanya sebagai “penyelenggaraan ilahi”. Kesulitan lainnya terutama ketika berhadapan dengan filsafat Thomas yang menyebut “Perang adil”. Bagaimana menjelaskan perang adil dalam Hegel? Dalam filsafat skolastik ada perang adil, yaitu perang melawan ketidakadilan, situasi yang menindas. Dalam Hegel tidak ada perang melawan ketidakadilan, tidak ada jihad. Dialektika tesis, antitesis, dan sintesis diletakkan dalam roh absolut begitu saja. Hal ini berguna bagi Karl Marx karena dia memiliki dasar ontologis, bukan dasar fungsional. Ontologisnya terletak dalam penemuan fondasi pada Hegel.

12 November 2012 Fenomenologi Hegelian

Kata “fenomenon” pertama kali digulirkan oleh Imanuel Kant, ketika dia mengatakan bahwa kita yang sebagai subjek yang mengetahui, yang memiliki pengetahuan, pengetahuan kita selalu merupakan pengetahuan akan fenomenon, bukan pengetahuan akan noumenon. Fenomenon adalah itu yang ada dalam penampakannya, penampakan dari itu yang kita ketahui. Pengetahuan itu tak pernah menerobos kepada apa yang disebut noumenon. Noumenon berarti itu yang menjadi esensi dari dalam dirinya sendiri. Menurut Kant, noumenon tidak dapat diketahui. Hegel (filosof Post-Kantian) tentu tidak secara telak mengambil terminologi Kant, tetapi memaknainya dengan cara yang baru yaitu yang disebut fenomenologi bukan sekadar penampakan, bukan sekadar itu yang tampak di hadapan kita. Fenomenologi mengatakan keseluruhan mengenai realitas, mengenai peristiwa. Ketika Hegel menulis Phenomenology of the Spirit, maka fenomenologi di sini berarti bukan seperti ketika kita melihatnya, bukan sejauh penglihatan aku, tetapi peristiwa dalam keseluruhannya. DKL, buku PS melukiskan sistem keseluruhan ada.

Dalam Hegel, sejarah merupakan sebuah fenomenologi, keseluruhan dari peristiwa yang mencetuskan keutuhan perjalanan hidup manusia, bahkan ia menyebutnya roh di mana di dalamnya ada manusia, kebudayaan, dst. Fenomenologi Hegel ini akan sangat berbeda juga dengan Edmund Husserl. Husserl adalah filosof yang mengusung fenomenologi bukan sebagai sistem filsafat keseluruhan, tetapi justru kebalikannya, yaitu sangat berguna untuk mengerti ranah perjalanan manusia. PS seolah berhenti pada Hegel, sementara Husserl masih berkembang sampai sekarang.

Hegel berada pada ranah di mana akal budi manusia cukup dalam strukturnya. Hegel tidak menyambung pemikiran Imanuel Kant. Imanuel Kant hanya mendistingsi apa yang kita ketahui dengan menyebutnya Noumenon dan Fenomenon.

(6)

dinamikanya itu diterminologi dengan spirit/roh. Supomo menderivasikan filsafat Hegelian, bhw Indonesia yang t.a. Jawa, Batak, Madura, Dayak, dll. Itu seperti realitas yang menyejarah dalam kesatuannya sebagai bangsa Indonesia. Maka Indonesia disebut negara integral, negara yang terdiri atas banyak komponen namun bersatu. Kesatuannya bukan pada rasa mengalahkan atau menguasai, misalnya melalui perang. Kesatuan ini juga berlaku dalam relasi pemimpin dan rakyat.

Hegel mengajar orang untuk memiliki cara berpikir secara keseluruhan. Kierkegaard pernah bersaksi bhw ketika ikut pelajaran Hegel, kita seperti diajak terbang ke angkasa raya. Untuk menunjukkan bagaimana rasionalitas Hegel ikut mengubah peradaban manusia. Namun sebagai murid dia mengalami kegelisahan. Pertanyaannya adalah siapa yang menjadi tokoh sejarah? Kalau disebut Roh, siapa itu roh? Hegel menyebutnya kesadaran, namun tetap tidak jelas, siapa itu kesadaran.

Kierkegaard, tokoh sejarah adalah singel, atau manusia dalam keunikannya, manusia dalam singularitasnya. Menurut Kierkegaard, manusia itu unik, unus, satu, tunggal. Di mana ketunggalannya, keunikannya? Menurut Kierkegaard, kesadaran.

Kesadaran Kant berarti apa yang ada dalam struktur akal budi manusia, shg menyusun apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan & pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan akal budi murni. Fichte menyebut kesadaran adalah aku absolut. Hegel mengacu pada spirit, yang menggiring tokoh sejarah.

Søren Aabye Kierkegaard

Dalam Kierkegaard, yang dimaksud kesadaran adalah eksistensi, yang mau mengatakan manusia dalam keutuhan pengalaman hidupnya. Pengalaman yang dimaksud bukan dalam arti inderawi, tpi pengalaman tentang otentisitas dirinya, ketunggalan dirinya, menyentuh pada apa yang disebut kesadaran, keotentikan dirinya. Jadi kesadaran dalam Kierkegaard itu individual, singular. Ketika orang bicara tentang “Siapa Aku?” Aku Kierkegaard adalah aku yang mengalami yang menghidupi pengalamanku. Kierkegaard adalah penyusun sejarah. Aku dalam Kierkegaard adalah juga pada saat yang sama pelaku sejarah. Jadi filsafat Kierkegaard mengusung singularitas, individualitas, eksistensialitas, dan pd saat yang sama juga pada gemuruh kehidupannya. Belum pernah ada sebelum Kierkegaard, filsafat benar2 menyentuh seluruh dari hidupnya. Sebelumnya, filsafat selalu lepas dari pengalaman konkret manusia, ketakutan, penderitaan, kegalauan, cinta, benci. Filsafat biasa melihat “mata ke atas”. Dalam Kierkegaard, filsafat masuk dalam keseluruhan manusia. Filosof bukan (hanya) berpikir, tetapi bergulat dengan hidup.

(7)

hidup, apa yang dihidupi, apa yang menjadi peristiwa hidup, apa yang menjadi keseharian hidup.

Jadi ketika SK mengibarkan bendera filsafat eksistensialisme, filsafat itu menjadi sebuah cetusan pergulatan sehari-hari. Apa isi filsafat ini? Isinya adalah keseharian hidup manusia, di mana di dalamnya termasuk juga ketakutan, kecemasan, kegalauan, krisis, harapan, kegembiraan, dsb. Filsafat ini belum pernah ada sebelum SK. SK menggumuli tema-tema “keseharian”. Tema-tema filsafat SK adalah tema-tema yang menjadi pengalaman manusia. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat bagaimana SK berfilsafat.

SK mengajukan dirinya sendiri sebagai titik berangkat pemikiran filsafatnya. SK bukan mengajukan dirinya sebagai pengajar, namun SK mengajukan dirinya sebagai filsafat itu sendiri. Pergulatannya dan pertanyaannya diajukan pada dirinya sendiri. Filsafat SK berangkat dari dirinya sendiri. Ketika dia ragu-ragu saat akan menikah, keragu-raguan itulah yang menjadi filsafatnya.

Judul buku yang ditulisnya (aslinya dalam bahasa Denmark: Enten‒Eller; Latin: Aut-Aut; Inggris: Either-Or) sangat emblematis, karena hidup adalah segala posibilitas. Hidup manusia adalah pergulatan, apa yang dihadapinya bukan kepastian, namun banyak kemungkinan. “Fear & Trembling” (Ketakutan dan Kegentaran) adalah lukisan SK terhadap apa yang terjadi pada Abraham dan Ishak (Kej 22:1-19). SK menguraikan bagaimana ketakutan dan kegentaran menyatu dalam peristiwa ini. Segala pergumulan ini melebur menjadi satu, menjadi iman Abraham. Konteksnya adalah manusia eksistensi. Itulah fondasi dari esensi manusia. Apa artinya eksistensi mendahului esensi. Iman Abraham datang sesudah pengalaman kecemasan, ketakutan, dll. Iman bukan sebuah definisi, yang datang begitu saja. Iman menjadi nyata dalam pengalaman hidup konkret. Iman tidak muncul tanpa pergulatan.

16 November 2012 SK menggulirkan eksistensialisme yang memiliki keyakinan mendasar bahwa eksistensi mendahului esensi. Kodrat manusia tidak berasal dari konsep-konsep natural atau abstrak, melainkan berasal dari pengalaman manusia dengan segala suka dukanya, kecemasan, kegembiraan, dsb. Manusia tidak disimak dari subjektivitas Descartes, melainkan subjektivitas manusia secara utuh sepenuhnya dengan segala posibilitasnya. Karena manusia itu subjektif, manusia menjadi tokoh sejarah. Manusia menjadi manusia yang bermartabat yang mengatasi batas-batas artifisial (jabatan, gelar, kepandaian, status sosial, dll.). Menjadi tokoh sejarah berarti “menjadi kemungkinan”. Maksudnya, suatu cara pikir eksistensialis di mana ketika manusia menjadi tokoh sejarah, manusia siap menghadapi segala kemungkinan dalam hidupnya.

(8)

Eksistensialisme filosofis punya dua musuh besar yaitu:

1. Manusia Massa [Simbol] manusia larut dalam kerumunan yang terjadi secara dramatis karena imbas dari revolusi industri dan periode ideologis. Manusia massa melihat manusia sebagai bagian dari kerumunan massa. Di Indonesia, hal ini tampak pada saat PKI dihabisi. Semua yang berlabel PKI dibakar, dihancurkan, dan dibunuh. Apa yang artifisial dianggap eksistensial. Manusia disamakan dengan labelnya.

2. Masyarakat Ideologis [Simbol] akal budi manusia direduksi sebagai alat, instrumen. Akal budi manusia tidak dimaknai dalam hubungannya dengan pemanusiaan, tetapi hanya digunakan untuk mengejar tujuan ideologi. Akal budi bukan milik pribadi manusia, tetapi milik partai atau kelompok tertentu. Hal ini tampak di Indonesia pada zaman orde baru. Rasio instrumentalis bersifat propagandis, seperti jalan pikiran ideologis. Propagandis berarti ideologi itu menindas, memaksa, koersif (komunikasi dengan cara menimbulkan rasa ketakutan bagi komunikan agar secara tidak sadar bertindak sesuai keinginan komunikator; sumber: www.wikipedia.com). Jika seseorang tidak hidup sesuai ideologi tersebut, orang itu dilihat sebagai pelanggar hukum, outsider, di luar lingkup masyarakat dengan ideologi tertentu. Rasio menjadi milik ideologi dan harus mengejar tujuan ideologi tersebut.

Di antara rasio instrumentalis dan rasio eksistensialis terdapat pergeseran mendasar khususnya dalam etika. Etika eksistensialis SK punya fondasi yang jelas yaitu pada pengalaman subjektivitas manusia dalam hubungannya dengan orang lain yang hidup bersamanya. (SK juga nantinya mengajak kita untuk melihat hubungan subjektivitas manusia ini dengan Tuhan.) Kebaikan dan keburukan dilihat sejauh membelas eksistensi manusia.

Tujuan kebaikan dalam etika SK diletakkan pada nilai yang memuliakan eksistensi manusia. Nilai yang memuliakan eksistensi manusia adalah kebebasan, kendati SK belum memaknai kebebasan setajam Nietzsche atau Sartre. Otentisitas manusia terletak pada kebebasan. Tanpa kebebasan, manusia belum sampai pada kemanusiaannya.

Dalam kaitannya dengan Tuhan, puncak iman kepada Tuhan adalah kebebasan. Manusialah yang memilih untuk beriman sepenuhnya pada Tuhan. Mengikuti dan mengimani Tuhan tidak terjadi dalam keterikatan atau keterpaksaan. Mengimani Tuhan harus dengan kebebasan, namun bukan sekadar bebas dari rasa takut, penderitaan, kegalauan, atau kecemasan. Dalam SK, kebebasan terjadi dalam penemuan kodrat relasi antara manusia dengan Tuhan. Filsafat yang religius ini menarik untuk dilihat dalam masyarakat sekularis. Masyarakat sekularis tidak dapat menyangkal kebenaran SK yaitu pengalaman kebebasan anak-anak Allah. Paus Benediktus XVI juga mengatakan hal yang sama berkaitan dengan sekularisme yang melanda Eropa. Manusia merindukan kebebasan anak-anak Allah. Filsafat SK ini disebut religius bukan dalam arti yang dangkal, tidak berhenti pada iman kepada Allah begitu saja. Bagi SK, iman pertama-tama berangkat dari pengalaman hidup. Iman adalah rahmat tetapi penghayatannya tidak serta-merta intens/mendalam. Kedalaman iman terjadi melalui proses dalam pengalaman hidup manusia. Iman Abraham adalah contohnya. Iman Abraham tidak berhenti pada Abraham tetapi pada sabda Tuhan yang mengatakan, “Jangan bunuh anak itu dan jangan kau apa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” (Kej 22:12)

(9)

19 November 2012 Filsafat Romantisme

Romantisme sebenarnya mendahului idealisme secara kronologis. Romantisme adalah apa yang sering disebut sebagai tren filsafat atau suasana peradaban rasionalitas pada waktu itu, yang lebih mengedepankan perasaan, nafsu, hasrat, kehendak, passion, yang berhubungan dengan keindahan. Jadi romantisme di sini bukan soal seperti yang dipahami umum, yaitu yang berkaitan dengan percintaan.

Romantisme dapat disebut sebagai periode filosofis yang menanggapi rasionalisme Kantian. Kant bernuansa seolah-olah dunia itu selesai dalam akal budi, bahkan juga pengetahuan selesai dalam struktur rasional akal budi manusia. Kant luar biasa dalam sistem filsafat, tetapi Kant tidak cukup memberi semacam respons terhadap kedahagaan manusia. Jadi romantisme bisa disebut sebagai kelanjutan atau reaksi atas filsafat Kantian. Romantisme pertama-tama menyeruak dalam bentuk-bentuk keindahan.

Keindahan yang paling jelas, muncul pada misalnya musik, lukisan. Musik dan lukisan, kita tidak hanya bicara soal nada yang indah atau gambar yang indah, tetapi kita juga bicara mengenai kedalaman persepsi. Musik bukan nada yang digabung-gabung dan lantas menjadi keindahan, namun sesungguhnya adalah cetusan keindahan yang terekam dalam kapasitas manusia. Musik adalah hujan titik-titik embun hasrat manusia.

Mozart, misalnya, seolah-olah lahir sebagai musik itu sendiri. Dia bagaikan badai keindahan. Salah satu contoh lain, Beethoven ketika menuliskan dirinya dalam simfoni no. 9, di mana Beethoven tidak mendengarkan musik, melainkan melihat musik. Bach juga tidak menulis musik tentang sengsara Yesus, tetapi ia sedang mengarahkan diri pada Passio Christi. Seolah-olah musik romantisme membawa kita pada suasana musik itu sendiri. Mata dan hati tertuju pada satu titik fokus di mana musik itu diarahkan. Lagu Ave Maria Schubert, seperti mengajak kita betul-betul berada dalam pelukan Bunda Maria, seperti dalam lindungan Bunda Maria. Musik Halleluya Handell, seolah-olah menjadi teologi dalam musik.

Jadi musik, sebenarnya merupakan ekspresi batin, passion, kapasitas rasa jiwa manusia. Dalam romantisme keindahan itu seolah melibatkan semuanya.

Dalam seni lukis, lukisan periode romantisme, romantisme mencetuskan rasa bahwa bukan rasa puas yang masuk dalam diri kita, melainkan lukisan itu seperti memicu dalam diri kita yang melihat lukisan itu, misalnya rasa kesepian, kesendirian, kesunyian, kenaifan, kegersangan. Misalnya lukisan pohon-pohon gersang di musim dingin, membawa kita ada suasana kesunyian musim dingin.

Romantisme juga masuk dalam sastra. Misalnya kisah Umberto Eco yang menulis Nel Nome della Rosa. Ketika dia menggambarkan suasana musim gugur di lapangan biara, seolah-olah aroma dedaunan musim gugur itu bisa terasa. Seolah-olah sastra mampu melibatkan seluruh kerja indra, yang membuat hati manusia terangkat, dan matanya terbelalak. Inilah gaya filsafat romantisme.

(10)

Romantisme masuk dalam berbagai bidang seni, termasuk musik, lukisan, pahatan, dan sastra. Romantisme mencetuskan sebuah filsafat yang menjadi tak lain keterlibatan pengalaman dan kapasitas rasa manusia. Dalam romantisme, cita-cita menjadi begitu penting. Mimpi-mimpi menjadi urutan pertama dalam filsafat. Kemarahan, kesedihan, pengalaman cemas, ketakutan itu dihargai. Pendek kata, manusia adalah manusia dengan segala cetusan kapasitas keindahan. Kecemasan dimaknai sedemikian rupa, tidak ditolak namun diterima sebagai bagian hidup dan keindahan hidup itu sendiri. Keindahan bukan sebatas kenikmatan. Indah tidak disamakan dengan nyaman. Kenyamanan bukan keindahan dalam romantisme.

Kita tahu bahwa Allah dimaknai sebagai tremendum et fascinosum. Tremendum artinya Tuhan itu menakuntukan, menggentarkan, membuat manusia bergetar. Tetapi pada saat yang sama Tuhan adalah Dia yang memikat, Dia yang begitu indah, Dia yang jika memelukmu tak akan mau kamu lepaskan dan tak mau melepaskanmu. Dia adalah keindahan itu sendiri. Fascinosum adalah segala yang dirindukan oleh manusia. Maka kita tahu dengan baik bahwa Teologi pada masa romantisme itu mengurai relasi-relasi yang sangat kompleks dan mendalam antara manusia dengan Tuhan.

20 November 2012 Romantisme dalam ensiklopedi filsafat, tidak langsung masuk dalam aliran filsafat. Romantisme lebih merupakan suasana, epocha, zaman pada waktu itu yang lebih mengemukakah eksplorasi keindahan. SK misalnya berkata bahwa tahapan estetika merupakan tahapan yang mendahului tahapan religius, maka orang memiliki cita rasa religius karena dirinya melewati tahapan estetika. Romantisme nyaris tidak memberi pemikiran filosofis baru, namun memberikan suasana baru.

Salah satu filosof pada periode ini ialah Fredrick Schleirmacher. Schleirmacher adalah salah satu contoh nyata seorang filosof yang memberikan posibilitas revolusi pada apa yang nanti akan menjadi amat sangat penting dalam filsafat yaitu hermeneutika. Schleirmacher menggulirkan poin tentang makna. Apa itu makna? Sebelumnya, filsafat yang mengeksplorasi hermeneutik nyaris tidak ada. Makna itu ada dalam apa yang diekspresikan oleh kisah, kata, frase, atau kalimat itu. Dan yang sangat dominan adalah alegori, yang mengatakan cara mengenal makna dengan mencari padanan kata dan arti.

(11)

Ketika terjadi revolusi Prancis, muncul tarekat Suster-Suster Cinta Kasih dari Yohana Antide Touret. Tarekat ini dikenal sebagai tarekat yang memberikan sup hangat kepada para gelandangan yang kelaparan. Tarekat ini pernah disebut tarekat-tarekat pemberi sup hangat. Pembaca sejarah saat ini, tentu berpikir “Koq memberi sup hangat saja pake tarekat religius?” tetapi konsep ini jika dibaca dalam Schleirmacher, mengatakan sesuatu yang sangat mendalam, karena ia menunjukkan realitas tidak dalam penampakannya, melainkan di balik itu. Sup hangat yang ada di sini bukan sekadar sup hangat begitu saja. Sup hangat yang ada di sini adalah elemen penting dari makanan. Orang makan roti keras tidak bisa langsung dimakan. Dengan sup hangat itulah, orang baru bisa makan roti. Jadi sup hangat adalah komponen penting dalam makanan sehingga seseorang bisa makan dengan terhormat. Hal ini bisa dimengerti melalui Historis Kritis. Apa yang dilakukan para suster itu bukan sekadar merebus sup, tetapi pengakuan martabat manusia agar mereka dapat makan secara layak dan pantas. Hal ini tidak sesimpel yang dipikirkan. Pasionis adalah salah satu kongregasi yang unik karena devosinya pada Sengsara Yesus. Mungkin Kongregasi inilah yang memiliki kedalaman untuk melihat paku salib. Karena paku ini, manusia diselamatkan.

Schleirmacher mengatakan bahwa kata dan bahasa punya konteks. Schleirmacher menggugah kita tentang makna teks secara historis. Cara mengerti hermeneutika tidak terlalu sulit. Apa yang kita ketahui dari kisah penciptaan? Apa itu kisah penciptaan? Misalnya, matahari berputar mengelilingi bumi. Bumi menjadi pusat segalanya. Lalu dengan adanya pengetahuan, Kitab Suci terbukti salah. Namun logika untuk mengerti kisah penciptaan dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan kesimpulan bahwa ini salah, cara berpikir ini salah. Cara berpikir ini salah. Mengapa? Di mana salahnya? Salahnya ada pada kita memperlakukan Kitab Suci yang tidak jauh berbeda dengan buku ilmu pengetahuan. Buku ilmu pengetahuan adalah buku yang ditulis sepenuhnya dengan metodologi ilmu pengetahuan. Kitab Suci bukan buku ilmu pengetahuan.

(12)

ekspresi bunyi, melainkan ekspresi akal budi, ekspresi kecerdasan. Bahasa-bahasa seperti Prancis, Inggris, dll., ketika diucapkan mungkin tidak terlalu sulit, bagi orang setempat. Tetapi ketika yang ditulis sama dengan yang diucapkan, maka muncul benturan dari sisi gramatika misalnya orang pertama, kedua dan ketiga (aku, kau, dia) kemudian jamak, nah dalam bahasa-bahasa Eropa (Latin, Italia, Prancis, Jerman) kata kerjanya berubah.

Teori bahasa menurut Schleirmacher, bahwa bahasa itu memiliki kodrat historis. Jadi bahasa itu gandeng dengan konteks historis kultural setempat. Bahasa memiliki kodrat yang unik seiring dengan rasionalitas manusia setempat. Bahasa itu bukan sekadar bunyi yang melambangkan sesuatu. Bahasa Cina, Korea, Jepang itu sama halnya dengan bahasa lain (termasuk Mesir), sifatnya simbolik. Bahasa dalam hal ini simbol atau representasi dari apa yang dimaksud. Menurut Schleirmacher, bahasa itu tak hanya simbolik, tetapi bahasa menjadi suatu rincian (reasoning), seolah-olah akal budi manusia menemukan sarananya untuk melakukan penalaran. Menalar (do reason/reasoning). Ingat bahwa reasoning beda dengan understanding. Reasoning artinya orang menalar, artinya orang mengungkapkan bukan hanya sekadar cetusan-cetusan bunyi dengan simbol, tetapi itu menjadi satu kesatuan yang menunjukkan ide. Misalnya, CINTA. Cinta ada itu, sulit didefinisikan karena sangat kaya maknanya. “Aku Cinta Padamu” adalah sebuah ide yang melibatkan keseluruhan diri manusia. Jangan cinta dipermainkan karena jika kita sudah melakukan reasoning ini sudah melibatkan seluruh hidup manusia. Cinta seorang ibu pada anaknya, misalnya. Cinta ibu sudah bukan lagi bahasa dalam arti bahasa sebagai sebuah simbolisme. Itu sebuah elaborasi yang melelahkan, menyenangkan, menyakitkan, dst.

Bahasa mencetuskan kompleksitas akal budi manusia. Bahasa memiliki sejarah. Dengan Schleirmacher seolah kita dibangunkan dari tidur sehingga ketika kita mendengar bahasa itu seperti sebagai sesuatu yang real. Khotbah sebenarnya sebuah permainan bahasa. Misalnya, kalau seseorang mau ke Mesjid, sebenarnya Allah sudah menghitung pahala orang itu sejak langkah pertama dari rumahnya. Dan langkah pertama ini pahalanya besar. Bayangkan jika ketika ke Mesjid, 100 langkah, maka ada 100 pahala. Ini baru melangkah, masih ada melepas sandal, lalu wudhu, dan sholat.

Schleirmacher mengingatkan kita bahwa bahasa tidak sesederhana itu. Dan karena itu, bahasa disebut apa yang disebut sistem gramatika. Gramatika mengatakan bahwa bahasa itu suatu alat reasoning, penalaran.

Sumbangan kedua adalah teori interpretasi / hermeneutika. Hermeneutika adalah sebuah perkara penerjemahan. Bagaimana seseorang menerjemahkan kata atau kalimat. Penerjemahan itu bukan memindahkan kata. Contoh, badan dalam bahasa Inggris body. Enak dalam bahasa Inggris Delicious. Saya tidak enak badan lalu diterjemahkan my body is not delicious. Akan menjadi sangat lucu, dan tentu saja tidak ada dalam bahasa Inggris. Penerjemahan ini bukan seperti ini. Penerjemahan bukan memindahkan kata. Schleirmacher mengingatkan kepada kita bahwa studi bahasa bukan menghafal kata, tetapi melakukan reasoning.

Bahasa itu cetusan reasoning, cetusan akal budi, oleh karena itu bahasa punya Gramatika, partikularitas dalam gramar. Belajar bahasa bukan belajar kata, tetapi Schleirmacher juga mengatakan lebih dalam bahwa belajar bahasa itu belajar budaya, belajar kompleksitas manusia. Belajar realitas.

(13)

konteks ini, bahasa Dayak ada sekian ratus dan hampir satu sama lain berbeda. Tidak setiap orang Dayak memahami bahasa orang Dayak yang lain dari sub-suku yang lain. Maka Schleirmacher menyadarkan kita bahwa bahasa tidak bisa lepas dari konteks kebudayaan. Dalam bahasa Cina misalnya untuk menyapa menggunakan “Apakah kamu sudah makan?” Hal ini punya sejarahnya yaitu karena orang Cina pernah sangat miskin. Maka untuk mengetahui kabarnya adalah dengan bertanya apakah kamu sudah makan. Jelaslah bahwa bahasa tidak lepas dari konteks.

Misalnya lagi pada masa Vincentius, ia berkata kepada para romonya, “Kita harus mencintai orang miskin. Kita harus pergi kepada mereka, diinjili oleh mereka.” Kata miskin dulu jauh beda dengan sekarang. “Miskin” pada saat itu adalah miskin yang sungguh-sungguh miskin. Sekarang di Indonesia, “miskin” berarti orang yang tidak punya rumah. Kalau makanan masih punya semiskin-miskinnya orang. Kalau zaman dulu, orang miskin tidak hanya tidak punya rumah atau makanan, tetapi juga ditinggalkan dan diabaikan. Kata “miskin” berbeda dalam setiap periode. Miskin pada waktu itu juga kena pada para imam, antara lain imam yang tidak punya keahlian, kepintaran, atau bahkan tidak bisa memberi absolusi.

Kembali ke Schleirmacher. Baginya, ketika kita memahami makna bahasa, maka diperlukan metodologi komparatif. Metodologi ini seperti apa? Metode komparatif ialah cara kita mengerti bahwa jika kata dijejerkan, menjadi tidak dari sendirinya sepadan maknanya. Jangan sampai kita mengucapkan dalam bahasa Italia, “Aku tahu ibumu.” Orang Italia akan marah. “Fancuno = anak-anak. Fanculo = kata-kata kotor sekali. Dalam bahasa Filipina (Tagalog), setelah makan jangan minta tusuk gigi. Jangan. Nggak tau...??? tanya Romo Yus. (Mungkin arti “May I have toothpick?” akan diartikan “Semoga aku punya gigi.” dalam bahasa Tagalog.)

Hermeneutika menjadi cetusan kecerdasan yang luar biasa. Ketika Musa dan Yosua menghentikan matahari sebab perang hampir selesai, itu bukan perkara Musa menghentikan matahari. Itu bukan artinya matahari yang berjalan mengelilingi bumi lalu berhenti. Lalu apa artinya? Karena SC kita mengerti bahwa mungkin doa Musa adalah doa yang memenangkan ketidakmungkinan, memenangkan imposibilitas. Tidak ada yang tidak mungkin dalam doa. Tetapi ini bukan satu-satunya interpretasi. Namun setidaknya karena Schleirmacher kita tahu bahwa kata, frase atau kisah itu tidak seperti yang dimaksudkan, tidak seperti yang dipikirkan. Ada makna lain. Inilah Hermeneutika. Hermeneutika berarti seperti Hermes, dewa yang menerjemahkan kata-kata dari para dewa kepada manusia. Dewa ketika bicara itu tidak jelas. Tetapi ada Hermes yang menerjemahkan. Jadi dalam teori ini, pengarang atau penulis atau author itu memiliki pesan yang tersembunyi di balik kata atau frase. Tugas pembaca ialah menemukan pesan yang tersembunyi itu.

(14)

kesadaran itu ialah filsafat itu mencari metodologi, mencari modus, mencari metodos. Metodologi apa, atau untuk apa? Untuk mengejar kebenaran baru. Bagaimana caranya? Cara yang paling primitif, primordial untuk mencari kebenaran baru ialah dengan meragukan kebenaran lama. Dari sendirinya, proses ini memicu munculnya ilmu pengetahuan. Filsafat modern mendistingsi subjek objek. Hal ini belum muncul dalam Skolastik. Filsafat Cartesian memicu tumbuhnya ilmu pengetahuan secara amat sangat dramatis. Apa bedanya filsafat dan biologi? Bedanya ada pada metodenya dan sudut pandangnya.

Friedrich Nietzsche

Nietzsche memiliki gebrakan yang belum pernah terjadi sejak Descartes. Yang sering kali luput dari perhatian adalah bahwa dia adalah filsuf yang menutup atau mengakhiri filsafat modern. Apa maksudnya menutup modernisme? Nietzsche disebut penutup modernitas karena rasio tidak lagi dipakai sebagai fondasi, titik tolak. Kita tahu dengan baik bahwa apakah filsafat modern punyai titik tolak dalam rasio, ya. Dalam hubungan dengan apa rasio dipakai sebagai titik tolak? Dalam hubungannya dengan hampir semuanya, yaitu misalnya ranah epistemologis, etis, moral, filosofis, saintis, historis, hermeneutis, ideologis, teologis.

Postmodern sering kali mengatakan bahwa cara berpikir filsafat modern ialah cara berpikir yang disebut dengan fundasionalisme. Hal ini juga menjadi alat verifikasi, membuktikan kebenaran. Dalam empirisme Hume, nyata bahwa mereka memiliki logika yang disebut logika kebenaran, yaitu kebenaran merujuk pada pengalaman. Bagaimana jika seorang manusia berkata, “Tidak” pada akal budi? Akan terjadi kehancuran sistem filsafat. Fundasionalisme tidak terpakai lagi.

(15)

dan melakukannya berdasarkan akal budi. Kant meletakkan manusia pada realitas ketinggian dalam hidup yang tidak memiliki preseden terutama dalam kaitannya dengan moral. Bagi Nietzsche, moral tidak seperti itu. Begitu pula kaitannya dengan seni. Romantisme memiliki fondasi, di mana keindahan itu tunduk pada prinsip-prinsip harmoni dalam nada. Keindahan musik klasik, romantisme, praktis tidak dari sendirinya, melainkan produk dari akal budi. Bagi Nietzsche tidak seperti itu. Keindahan juga bisa ada dalam sesuatu yang ritmis, misalnya drum. Yang disebut harmoni bukan yang masuk dalam akal budi, melainkan alami, seperti kicauan burung, desiran angin, bunyi dedaunan yang berjatuhan. Termasuk juga musik Jazz, di mana semuanya bisa dibilang unpredictable.

Nietzsche menjadi inisiator filsafat postmodern, karena filsafat postmodern adalah filsafat yang nyaris tanpa forma, tanpa bentuk, tanpa titik kulminasi. Tidak ada lagi fondasi yang menggiring kita pada titik kulminasi, puncak. Pada periode modern, filsafat tampak seperti tangga menanjak. Seperti Darwin, ada titik kulminasinya, yaitu ketika temuannya mengobrak-abrik Kitab Suci. Kitab Suci berkata manusia diciptakan Tuhan. Darwin mengatakan manusia berasal dari evolusi makhluk primata purba. Contoh paling jelas yang menjadi tantangan bagi Darwin adalah bagaimana evolusi menciptakan akal budi, kesadaran. Nietzsche adalah akhir dari modernisme. Bagaimana Nietzsche meruntuhkan fondasi filsafat modern, meruntuhkan akal budi? Nietzsche menghancurkan fondasi filsafat modern dengan cara menghancurkan Tuhan. Ia sering disebut filsuf pembunuh Tuhan. Bagaimana cara membunuh Tuhan? Bukan perkara bahwa Tuhan harus dibunuh, tetapi kita tahu apa yang dimaksud Tuhan adalah sumber akal budi manusia. Hal ini belum hilang dari filsafat modern. Membunuh Tuhan adalah ambisi Nietzsche. Siapa yang bisa membunuh Tuhan? Bagi Nietzsche, yang bisa membunuh Tuhan ialah orang gila. Maka dalam tulisannya, ia mengatakan “Orang gila berlari-lari melewati kerumunan orang dan berkata, ‘Aku telah membunuh Tuhan! Aku sudah membuktikannya! Aku sudah menguburkannya!’” Maka filsafat Nietzsche difondasikan pada kegilaan. Kegilaanlah yang menjadi fondasi moral. Moralitas berasal dari kegilaan.

4 Desember 2012 Pemikiran Nietzsche bukan sekadar “gila”. Bagaimana Nietzsche membunuh Tuhan? Hal ini penting untuk memahami bagaimana dia memblokir filsafat modern. Ia membunuh Tuhan dengan kegilaan. Apa itu “gila”? Kegilaan yang dimaksud pertama-tama ialah narasi orang gila, narasi tentang kegilaan. Nietzsche membuat kisah, membuat cerita tentang orang gila yang bersorak-sorai karena telah membunuh Tuhan, dan yakin bahwa Tuhan sudah tak berkutik. Ingatlah bahwa cara bicara membunuh Tuhan, berarti Tuhan tidak lagi seperti yang ada dalam Mazmur: Tuhan itu raja, pembimbingku, sabda-Mu adalah pelita bagi langkahku, kalau ku pergi ke atas gunung di situ Kau ada, Tuhanlah gembalaku. Hal ini sudah tidak ada lagi. Artinya, seluruh infrastruktur Tuhan sudah lenyap, disangkal habis oleh orang gila itu. Nietzsche juga mengeksplorasi kegilaan ini dari mitos. Sudah lama kita tidak mendengar mitos, nyaris semenjak Aristoteles. Dalam arti tertentu Aristoteles adalah musuh Nietzsche, arena Aristoteles menghantam mitologi. Berabad-abad mitologi dinafikan, dianggap sebagai kebohongan, dipandang sebagai takhayul, dimengerti sebagai omong kosong, di sana-sini ditinggalkan. Mitos tidak ada lagi. Mitos hanya menjadi cerita pengantar tidur.

(16)

Agamemnon. Paris, Putra mahkota Troya menculik Helen. Perang Troya menjadi ibu segala perang, karena terjadi selama sepuluh tahun. Singkat kata, setelah sepuluh tahun, benteng Troya bisa dibobol dengan cara membuat kuda, yang di dalamnya ada tentara Yunani. Taktik kotor perang ini berasal dari Odiseus. Dia tidak bisa membongkar pintu. Lalu ia punya ide, bagaimana kalau membuat kuda yang besar dan diantar oleh Xenon. Xenon bermain drama di hadapan para tentara, bercerita bahwa kuda besar ini adalah hadiah dari dewa atas kemenangan Troya atas Yunani. Xenon menjadi tokoh yang paling licik dalam cerita ini. Akhirnya tentara Yunani bisa masuk menyusup dalam kerajaan Troya. Lantas Oddyseus berhasil melawan Troya. Ia pulang melalui laut tanpa permisi atau pun berterima kasih kepada dewa Poseidon. Akhirnya Oddyseus terombang-ambing di laut selama 25 tahun. Selama 25 tahun itu, kerajaan Oddyseus mengalami banyak masalah dan tantangan.

Mitologi ini persis seperti hidup manusia. Manusia terus-menerus mengejar kemenangan, kejayaan, dll. Namun akhirnya manusia menyadari bahwa dirinya begitu rapuh, powerless. Sebelum naik kapal, dia mendapat pilihan jika lewat jalur ini, kamu akan mendengar suara yang membuatmu terpesona, tertarik, namun hal ini akan mengantar armadamu pada kehancuran. Oddyseus adalah raja yang pintar dan pemberani. Lalu sebelum melewati itu, ia menyumbat semua telinga, supaya mereka tidak mendengar suara yang sangat indah itu, dan tidak mengarahkan perahu ke suara itu, tetapi hanya dia yang mendengarkan. Namun pada saat yang sama, supaya ia menginginkan agar ke sana, ke suara itu. Lalu ia meminta agar dirinya diikat, tetapi telinganya tidak disumbat, sehingga dia siap mendengar suara yang sangat indah namun mencelakakan itu, tetapi dia tidak bisa memerintah orang-orang yang mendayung itu ke sana. Ini adalah momen paling menyiksa Oddyseus. Suara yang begitu indah itu sangat memesona Oddyseus. Suara yang demikian indah itu membuat orang melupakan segala-galanya. Pendengar ingin memeluk sumber suara indah itu, namun itulah awal dari kehancuran. Mitos ini sebenarnya adalah cerita manusia, bahwa kita ingin memeluk keindahan, namun inilah yang menjadi celaka bagi manusia. Maka momen ini menjadi sangat menyiksa, karena Oddyseus berteriak-teriak supaya kapal diarahkan ke sana, namun pendayungnya tidak mendengar. Oddyseus dan para pendayung menjadi gambaran manusia. Simpelnya kalau mau selamat, janganlah mendengar keindahan dunia. Jangan sampai manusia terpancing pada keindahan.

(17)

doa, meditasi. Itu karena peraturan. De facto manusia tanpa aturan, maka kacau balaulah hidup manusia.

Nietzsche bukan orang seperti yang kita pikir sebagai sosok yang naif dalam filsafat. Dalam hidup mungkin, tetapi bukan tugas filosof untuk menguraikan kenaifan dalam hidup. Mitologi Dionisius membuat Nietzsche memiliki gambaran bahwa hidup manusia itu driving force-nya, kekuatan yang menyetir, bukanlah reason tetapi passion. Menurut Nietzsche, manusia semakin menampilkan kreativitasnya sebagai manusia, justru ketika dia menggelorakan kapasitas passion-nya. Kebudayaan menurut Nietzsche bukan lahir dari kapasitas yang lain kecuali kapasitas yang menyentuh human passion. Secara khusus hal ini terkait dengan apa yang disebut keindahan, sebab kebudayaan itu eksplorasi keindahan. Lebih khusus lagi, kena pada seni. Seni, dalam filsafat Nietzschean, adalah seni yang menunjukkan gelora, semangat kehidupan. Jadi hidup itu sendirilah yang harus diakui sebagai ukuran dari keindahan. Kembali kepada romantisme, ketika kita mendengar bertapa harmonisnya musik dari Mozart, dkk., bagi Nietzsche harmoni musik itu mengatakan eksplorasi indahnya hidup ini. Ini jelas beyond dari batas-batas rasional yang kaku. Konteks filsafat Nietzsche dengan sendirinya seperti memacu eksplorasi seni sungguhan. Nietzsche itu pencetus revolusi seni. Dan seni itu bukan sekadar seni, seni adalah ekspresi dari hidup itu sendiri. Jadi kalau kamu hidup, buktikan itu dengan seni. Seperti lukisan Afandi, seperti guyuran warna di atas kanvas. Seni jenis ini, jika dilihat sepintas memang seolah-olah mengatakan passion-nya sendiri. Di sana tidak ada prinsip-prinsip rasional.

Kadang pendidikan kita kurang memanusiawikan. Ilmu diajarkan begitu saja, tanpa menghantar kita pada eksplorasi keindahan. Direktur Ferrari pernah berkata, “Kalau kamu menyetir Ferrari, kamu tidak sedang menyetir mobil, duduk di mobil, kamu tidak memegang setir mobil. Kalau menyalakan mesin mobil, kamu tidak menyalakan mobil, tetapi kamu sedang duduk di atas Ferrari, menyetir Ferrari.” Poinnya di sini adalah bahwa tindakan manusia bukan melakukan itu, tetapi mengeksplorasi keindahan. Hidup itu tidak berjalan sekadarnya. Hidup adalah eksplorasi keindahan.

Nietzsche tidak hanya mengajukan seni. Ia juga mengurus moralitas, etika. Menurutnya, etika itu tidak seperti yang kita kira, yaitu kalau mencuri itu tidak baik. Menurut Nietzsche manusia itu belum beretika. Manusia sebatas tidak mencuri karena aturannya begitu. Kita berdoa karena memang ada acara tersebut di biara. Pemikiran Nietzsche ini rasanya perlu masuk dalam biara, menghantam kemunafikan biarawan. Mereka yang tidak berdoa pun, kadang menjustifikasi dengan cara naif. Moralitas Nietzsche sepenuhnya difondasikan pada humanisme, konsep tentang manusia. Ketika Tuhan mati, manusia tidak punya kepastian moral. Manusia akan mencarinya. Pencarian inilah yang akan memberikan pilihan-pilihan etis. Moral Nietzschean bertolak dari kegilaan. Gila di sini bukan dalam arti psikologis, tetapi gila untuk menyangkal infrastruktur akal budi. Karena manusia tidak punya infrastruktur rasional, moral didasarkan pada kepentingan manusia. Contohnya adalah perkawinan gay. Hal ini ditentang juga karena hukum yang mengatur adopsi anak bagi kaum homoseksual. Disposisi terhadap hukum ini bertentangan dengan kodrat anak kecil yang merindukan seorang papa dan mama. Kalau hukum ini dilegalkan, hal ini harus ditinjau ulang. Sebaliknya, di Indonesia kaum gay ditindas sedemikian rupa.

(18)

Poin selanjutnya adalah apa yang penting yang disebut Nietzsche, “Buku untuk segala sesuatu dan tak satu pun.” Menurutnya, nilai-nilai dalam hidup adalah ciptaan. Kalau kita memandang cinta itu indah dan berlanjut pada perkawinan dan menumbuhkan keluarga baru, maka itu sebiah ciptaan. Itu bukan sesuatu yang berasal dari hidup manusia. Dan lagi, apa yang merupakan kehendak bebas, itulah yang menyetir hidup manusia. Salah satu aksentuasi filsafat Nietzsche dengan mitologi Dion ialah bahwa manusia itu memiliki kehendak bebas. Kehendak itulah yang menyetir hidup manusia. Dalam tulisan “Kehendak untuk Berkuasa”, Nietzsche mengafirmasi bahwa manusia itu memiliki power yang luar biasa. Nietzsche menyebut manusia sebagai will to power, inilah yang disebut kehendak bebas. Dalam Thomas, kehendak bebas untuk mencapai kebaikan, dalam N, kehendak itu ialah untuk berkuasa. Contohnya, seperti yang disebut Thomas Hobbes, ketika manusia lahir, dia menangis. Tangisan ini bukanlah sekadar tangisan. Tangisan itu adalah raungan untuk menerkam yang lain. Manusia itu bukan manusia yang suka menjadi orang yang lebih lemah. Tak mungkin kamu menjadi manusia untuk mempunyai posisi yang lemah. Pemerkosaan adalah cetusan yang paling jelas dalam hal ini. Tentu saja Nietzsche tidak bicara soal pemerkosaan. Tetapi Nietzsche bicara bahwa kepentingan dari nilai itu kerap berada pada kutub untuk berkuasa. Dalam Nietzsche, tidak ada yang namanya baik buruk sedemikian rupa, sebab tindakan atau perbuatan manusia itu berdasarkan pada kesadarannya sendiri, pada dirinya sendiri. Bagaimana kalau de facto ia ingin membunuh orang? Yang bersangkutan pasti bukan membunuh untuk membunuh, tetapi dia berada pada self deception, artinya penipuan diri sendiri. Seorang teroris misalnya, ia membunuh diri bukan karena dia ingin bunuh diri, tetapi dia mengira bahwa dia mati untuk jihad, dengan mati syahid.

Referensi

Dokumen terkait

From the heap of an sugarcane the stalks of it is pressed under an heavy rollers, so that it will be of small sheets of different layers again another

Materi praktikan diperoleh dari kegiatan pembekalan PPL, antara lain materi tentang PPL, aturan, pelaksanaan serta kegiatan belajar dan mengajar dengan segala permasalahannya

[r]

Rule Bredking dalam Penyidikan Untuk lilenghindari Kekerasan yang Dilakukan oleh Penyidik Agus Raharjo, Angkasa dan Hibnu Nugroho. Desa Digital: Peluang Untuk

masakan ini 6). Dengan meningkatnya jumlah produksi tersebut pada jumlah limbah yang dihasilkan juga akan semakin bertambah. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk

Alinea ketiga dan kedelapan Preamble United Nations Convention Against Corruption , entry into force on 29 September 2003 ( General Assembly Resolution 55/25, annex I ).

Modifikasi metode hidrolisis enzimatik dilakukan dengan menggunakan enzim α -amiloglukosidase yang berasal dari Aspergillus niger dan jumlah TKP koro komak yang

Teknik putar pilin adalah bagian dari teknik putar yang memiliki ciri khas tersendiri terutama pada proses pembentukan yaitu membentuk benda silinder dengan alat putar dari