• Tidak ada hasil yang ditemukan

Positivisme dan Sociological Jurispruden docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Positivisme dan Sociological Jurispruden docx"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence (Sebuah perbandingan singkat)

Yesaya Sandang

Positivisme Hukum

Positivisme Hukum sebagai sebuah aliran pemikiran filsafat hukum mendasarkan pemikirannya pada pemikiran seorang ahli filsafat Prancis terkemuka yang pertama kali menggunakan istilah Positivisme, yaitu August Comte (1798-1857). Pemikiran Comte merupakan ekspersi suatu periode kultur Eropa yang ditandai dan diwarnai perkembangan pesat ilmu-ilmu eksakta berikut penerapannya.

Comte membagi perkembangan pemikiran manusia kedalam tiga taraf/fase, yang menurutnya hal tersebut merupakan sebuah rentetan ketentuan umum yang sudah ditetapkan. Tiga tahap tersebut adalah:

1. Tahap teologis 2. Tahap metafisis 3. Tahap positif/ilmiah

Bagi Comte yang penting adalah stadium/ tahap ilmiah, sebagai tahap terakhir dan tertinggi pemikiran manusia, dimana pada tahap ini pemikiran manusia sampai pada suatu pengetahuan yang ultim. Dasar dari pengetahuan adalah fakta-fakta yang dapat diobservasi. Pemikiran Ilmiah berikhtiar untuk mencari dan menelusuri hubungan-hubungan dan ketentuan-ketentuan umum antara fakta-fakta melalui cara yang dapat diawasi, artinya melalui metode eksperimental.

(2)

yang diketahui dan disistematikan dalam bentuk kodifikasi-kodifikasi yang ada. Positivisme hukum juga berpandangan bahwa perlu dipisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya / antara das Sollen dan das Sein).

Dalam kacamata positivis tiada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is command from the lawgivers). Bahkan bagi sebagian aliran Positivisme Hukum yang disebut juga Legisme, berpendapat bahwa hukum itu identik dengan Undang-undang. Positivisme Hukum juga sangat mengedepankan hukum sebagai pranata pengaturan yang mekanistik dan deterministik.

Salah satu pemikir Positivisme yang terkemuka adalah John Austin (1790-1859). Bagi Austin hukum adalah perintah dari penguasa. Hakikat hukum sendiri menurutnya terletak pada unsur “perintah” (command). Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan tertutup. Austin menyatakan “a law is a command which obliges a person or persons… Laws and other commands are said to proceed from superior, and to

bind or oblige inferiors”1

. Austin pertama-tama membedakan hukum dalam dua jenis :2

1. hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws), dan

2. hukum yang dibuat oleh manusia, yang dibagi lagi kedalam dua bagian : a. Hukum yang sebenarnya

b. Hukum yang tidak sebenarnya

Hukum dalam arti yang sebenarnya ini (disebut juga hukum positif) meliputi hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya

(3)

adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum

Senada dengan Austin, tokoh dari aliran Positivisme Hukum lainnya yaitu Hans Kelsen (1881-1973), mengatakan bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir asing yang non-yuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Pemikirannya ini dikenal sebagai Teori Hukum Murni (the pure theory of law). Bagi Kelsen hukum adalah suatu sollenskategori (kategori keharusan) bukannya seinkategorie

(kategori faktual). Hukum dikonstruksikan sebagai suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai mahluk rasional. Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukalah ”bagaimana hukum itu seharusnya“ (what the law ought to be) melainkan “apa hukumnya” (what is the law). Dengan demikian hukum itu merupakan hukum positif an sich.

(4)

Sociological Jurisprudence

Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Roscoe Pound (1870-1964) merupakan salah satu eksponen dari aliran ini.

Dalam bukunya An introduction to the philosophy of law, Pound menegaskan bahwa hukum itu bertugas untuk memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan yang menurut pengertian yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Dalam kaitannya dengan penerapan hukum Pound menjelaskan tiga langkah yang harus dilakukan:3

1. Menemukan hukum 2. Menafsirkan hukum 3. Menerapkan hukum

Dari sini dapat kita lihat Pound hendak mengedepankan aspek-aspek yang ada ditengah-tengah masyarakat untuk diangkat dan ditearpkan kedalam hukum. Bagi aliran Sociological Jurisprdence titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang-undang, putusan hakim, atau ilmu hukum, tetapi terletak pada masyarakat itu sendiri. Dalam proses mengembangkan hukum harus mempunyai hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat bersangkutan.

(5)

peranannya tersebut Pound mengedepankan rasa keadilan yang ada di masyarakat. Pandangan aliran Sociological Jurisprudence, dapat dirumuskan sebagai berikut “ …. Hukum itu dianggap sebagai satu lembaga sosial untuk memuaskan kebutuhan

masyarkat, tuntutan, permintaan dan pengharapan yang terlibat dalam kehidupan

masyarakat….”4

Dengan demikian dapat dipahami bahwa ekspektasi yang hidup dimasyarakat termasuk didalamnya nilai-nilai keadilan yang ada harus dikedepankan demi terwujudnya tatanan hukum.

Kritik dan Perbandingan

Pada paradigma postivistik sistem hukum tidak diadakan untuk memberikan keadilan bagi masyarakat, melainkan sekedar melindungi kemerdekaan individu. Kemerdekaan individu tersebut senjata utamanya adalah kepastian hukum. Paradigma positivistik berpandangan, demi kepastian, maka keadilan dan kemanfaatan boleh dikorbankan. Pandangan positivistik juga telah mereduksi hukum yang dalam kenyataannya sebagai pranata pengaturan yang kompleks menjadi sesuatu yang sederhana, linear, mekanistik dan deterministik. Hukum tidak lagi dilihat sebagai pranata manusia, melainkan hanya sekedar media profesi. Akan tetapi karena sifatnya yang deterministik, aliran ini memberikan suatu jaminan kepastian hukum yang sangat tinggi. Artinya masyarakat dapat hidup dengan suatu acuan yang jelas dan ketaatan hukum demi tertib masyarakat merupakan suatu keharusan.

Sedangkan pada aliran Sociological Jurisprudence hukum menjadi sangat akomodatif dan menyerap ekspektasi masyarakat. Bagi Sociological Jurisprudence hukum dikonstruksi dari kebutuhan, keinginan, tuntutan dan harapan dari masyarakat.

(6)

Jadi yang didahulukan adalah kemanfaatan dari hukum itu sendiri bagi masyarakat, dengan demikian hukum akan menjadi hidup. Aliran ini sangat mengedepankan kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat. Akan tetapi hal ini berakibat hukum menjadi demikian cair. Kritik yang terbesar yang ditujukan bagi Sociological Jurisprudence adalah dengan pendekatan ini hukum dapat kehilangan ”taringnya“ dan tidak ajeg. Paradigma ini juga dianggap terlalu mengadaikan suatu masyarakat telah demikian berkembang sampai pada tahap dimana tidak lagi ada ketegangan pada pranata sosial dalam merumuskan tuntutannya, masyarakat dianggap telah mampu menentukan hukumnya sendiri, dan mengecilkan kedaulatan dari penguasa.

Berikut ini tabel yang menjelaskan kekurangan dan kelebihan dari 2 aliran kesadaran hukum yang tinggi di dalam masyarakat

(7)

Pustaka Acuan

Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Bhratara Niaga Media, Jakarta, 1996 Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia, Jakarta, 2004 Achamad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, 2002

Referensi

Dokumen terkait

Variabel independen aksesibilitas (AKS), deviasi antara nilai limit dengan nilai likuidasi (DLM), lokasi objek lelang (LOK) dan kondisi kekosongan objek lelang (KOS)

DYSY’nın yatay ve dikey verimlilik yayılması etkileriyle birlikte özellikle Türkiye imalat sanayinde ihracat odaklı yabancı iştirakli şirketlerden kaynaklanan geri

Rencana produk pengembangan media lempar cakram menggunakan media acrylic pada peser- ta didik kelas VI SDN Mulyorejo 3 Malang yang dikembangkan ini terlebih dahulu diuji coba oleh

keberadaan suatu pihak pada suatu kontrak anjak piutang yang muncul dari kontrak penjualan barang-barang antara seorang pemasok barang dengan debitor dari negara yang berbeda

Nilai perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar kepemilikan institusional salah satunya adalah apabila kepemilikan

5 Matrik jarak genetik Fusarium oxysporum sampel Tanah Karangploso dengan beberapa Gen dari spesies lain tergabung dalam Genus Fusarium yang terdata

Hal tersebut yang mendorong untuk meneliti perbandingan penggunaan medium kultur M16 dan HTF pada fertilisasi in vitro mencit ditinjau dari perolehan angka fertilisasi dan

keberadaan orang, benda, binatang dalam jumlah yang tidak tertentu, dengan memperhatikan kosakata, fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan