• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (3)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM ACARA

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Dosen :

1. Zainal Muttaqin, S.H., MH.

2. Deden Suryo Raharjo, S.H.

PENDAHULUAN

• Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Haptun) membahas dan mengkaji bagaimana Hukum Administrasi materiil ditegakan oleh hukum acaranya (dalam hal ini

hukum acara peradilan administrasi murni). • Materinya meliputi :

- Peradilan di Indonesia,

- Sengketa administrasi,

- Upaya hukum terhadap putusan hakim admnistrasi.

Istilah

• Menurut Prayudi, bahwa Administrasi Negara (AN) dan tata usaha negara (TUN) berbeda, dalam hal ini maka AN memiliki ruang lingkup yang lebih luas.

Sjachran Basah memberikan nama yang lain terhadap mata kuliah Haptun, yakni Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), namun

istilah ini kurang populer.

• Adapun alasan pemilihan istilah ini menurutnya, karena dalam Hapla ini pemahamannya lebih luas karena di dalamnya tercakup mengenai peradilan

administrasi murni dan semu (kuasi). Hal ini didasarkan pada adanya beberapa kasus

(2)

Definisi

• Haptun adalah adalah hukum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara, serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam

proses penyelesaian sengketa tersebut.

Pengertian

• Haptun; formil, sedangkan Hukum Administrasi Negara (HAN); materiil.

• Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), maka pengertian HAN dan Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) sama.

• Haptun membahas dan mengkaji bagaimana Hukum Administrasi materiil ditegakan oleh hukum acaranya.

• Hukum formal berbicara bagaimana peranannya di dalam menegakan hukum materiil dan hal inilah yang merupakan persamaan dari setiap hukum acara.

• Hubungan kausalitas antara hukum formil dengan hukum materiil yaitu berkaitan dengan peradilan, bahwa peradilan tanpa hukum formil akan menjadi liar, tidak

mempunyai arah, dan peradilan tanpa hukum materiil akan menjadi lumpuh. • Menurut Sjachran Basah bahwa hukum acara mengabdi pada hukum materiil. • Untuk timbulnya hukum acara maka dalam pembentukannya ada pilihan, antara lain :

1. Ketentuan prosedur berperkara diatur bersama dengan hukum materiilnya,

2. Ketentuan prosedur berperkara diatur berbeda-beda/terpisah.

• Yang ingin ditegakan oleh hukum formal adalah hukum materiil yang akan diproses untuk diungkap mengenai aspek keadilannya melalui pengadilan administrasi murni. • Pada hakikatnya hukum formil masuk pada rumpun hukum publik, berdasarkan teori

residu dari van Vollenhoven, bahwa hukum acara merupakan bagian dari hukum

publik dan merupakan bagian dari hukum Administrasi Negara sehingga

pemahamannya yang muncul adalah bahwa hukum formil sebagai sarana hukum

publik (publik rechtelijk instrumentarium).

(3)

dalam Haptun tidak ada kitab UU hukumnya, yang ada hanya UU saja yaitu UU

PTUN.

• Perbedaan Haptun dengan Haper, diantaranya :

1. Hakim TUN lebih aktif guna memperoleh kebenaran materil mengarah pada

pembuktian bebas.

2. Gugatan TUN tidak menunda pelaksanaan keputusan TUN.

3. Adanya berbagai kemudahan seperti dalam hal pihak tidak pandai baca tulis, maka

dibantu panitera dalam merumuskan gugatan, dll.

Teori residu: HAN adalah keseluruhan hukum dikurangi Hukum pidana materiil, Hukum Perdata materiil, dan Hukum Tata Negara (HTN) materiil.

Public rechtelijk instrumentarium melahirkan 5 fungsi, antara lain : 1. Fungsi direktif,

Hukum berfungsi sebagai pengarah dalam membangun dan membentuk masyarakat

yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan hidup bernegara.

Pengarah; posisi hukum berada di depan dalam rangka proses pembangunan, ini

berkaitan dengan yuridis instrumentarium, yaitu suatu kerangka yang memandang

seluruh kaidah hukum dalam satu (harmonisasi) dan supremasi hukum.

2. Fungsi integratif,

Hukum berfungsi sebagai pembina persatuan bangsa.

Harus adanya kesatuan hukum (unifikasi hukum) yang dijalankan melalui

kodifikasi.

3. Fungsi stabilitas,

Hukum berfungsi sebagai pemelihara (termasuk di dalamnya hasil-hasil

pembangunan), dan menjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam

kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

4. Fungsi perfektif,

Hukum berfungsi sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan Administrasi

(4)

5. Fungsi korektif,

Hukum berfungsi sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi maupun

warga apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan.

PERADILAN DI INDONESIA

• Berbicara tentang peradilan itu sendiri maka berdasarkan pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, terdapat 4

lingkungan peradilan yaitu :

1. Peradilan Umum,

2. Peradilan Agama,

3. Peradilan Militer,

4. Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

• Perbedaan keempat lingkungan peradilan tersebut adalah pada objek dan subjeknya : Peradilan Umum :

- Peradilan perdata, objeknya; sengketa yang bersifat privat (terjadi karena adanya hubungan hukum yakni hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum

lainnya yang akhirnya tertuju pada ganti kerugian).

- Peradilan pidana, objeknya; kejahatan.

Peradilan Agama : Objeknya; nikah, talak, rujuk, waris (dan wasiat, hibah, wakaf yang masih dalam proses perkawinan).

Peradilan Militer : Objeknya; tindak pidana terhadap subjek militer.

Peradilan TUN : Objeknya; sengketa yang ditmibulkan oleh suatu keputusan yang dikeluarkan oleh aparatur negara (beschiking). Pelaksanaan fungsi AN, dalam SK yang

merugikan rakyat dan rakyat dapat menggugat instansi tersebut.

• Persamaannya dari keempat bentuk peradilan tersebut adalah bahwa semuanya sama-sama menegakan hukum materiil dengan menggunakan hukum formil, dan

menyelesaikan sengketa hukum.

(5)

PERADILAN TATA USAHA NEGARA Definisi dan Pengertian

Rochmat Soemitro membedakan antara peradilan dengan pengadilan, dimana titik berat dari peradilan adalah kepada prosesnya, sedangkan pengadilan kepada acaranya

(lembaga).

• Dasar hukum utama peradilan TUN adalah UU No. 14 Tahun 1970 (pasal 10 ayat (1)), sedangkan UU operasionalnya adalah UU PTUN.

• Untuk menentukan apakah suatu perkara harus diproses di Pengadilan Negeri ataukah di Pengadilan Tinggi, maka biasanya ditentukan oleh perundang-undangannya sendiri

yang mengatur dimana perkara tersebut harus diadili.

• Peradilan TUN merupakan badan peradilan yang bertugas memeriksa, mengadili, memutus/menyelesaikan sengketa TUN antara orang perorangan atau badan hukum

perdata dengan pejabat TUN.

• Bila kita melihat TAP MPR dan UU No.14 Tahun 1970 (direvisi dengan UU No. 35 Tahun 1999) maka peradilan administrasi merupakan suatu hal yang tidak dapat

ditolak.

• Bila kita lihat pendapat dari Dicey tentang the rule of law-nya yang terdiri dari : 1 Supremacy of law,

2 Human Right,

3 Equality before the law (bahwa semua warga negara adalah sama di depan hukum).

Maka dengan melihat point ke-3 ini, maka sebenarnya tidak perlu ada Pengadilan Tata

Usaha Negara (PTUN).

• Tetapi bila kita berpegang pada prinsip negara hukum, maka F.J. Stahl berpendapat bahwa peradilan administrasi merupakan syarat dari suatu negara hukum formal.

• Berbicara tentang good government, maka orientasi kita lebih kepada eksekutif sedangkan good governnaar bisa ke eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

• Adapun ciri good govenment diantaranya :

1. Adanya peradilan admmistrasi bebas dan tidak memihak,

2. Terjaminnya HAM,

(6)

• Sebelumnya bahwa peradilan administrasi merupakan tugas badan itu sendiri, namun setelah lahir UU PTUN maka peradilan Administrasi menjadi peradilan yang mandiri

dan berdiri sendiri.

• Fokus pembahasan dalam peradilan TUN adalah pada sengketa administrasi itu sendiri dari mulai pengajuan gugatan s/d putusan yang disertai dengan pelaksanaannya

(eksekusi), juga berbagai upaya hukum yang dapat ditempuh.

• Suatu sengketa administrasi diajukan ke PTUN karena tidak semua upaya-upaya administrasi yang diselesaikan oleh instansi dapat memuaskan para pihak, dan dalam

hal ini maka gugatan tidak dimulai dari tingkat I, tetapi langsung ke tingkat banding.

Unsur-unsur

• Unsur-unsur dari peradilan TUN : 1. Ada ketentuan hukum vang dituju,

2. Ada sengketa hukum yang konkrit,

3. Minimal 2 pihak,

4. Ada lembaga/ badan yang dituju. • Unsur-unsur khusus dari peradilanTUN :

1. Berdasarkan HAN,

2. Pihaknya:

a. Antara administrasi negara dan administrasi negara,

b. Antara masyarakat dan administrasi negara.

(Peradilan murni; apabila memenuhi semua unsur tersebut di atas, peradilan tidak

murni; apabila tidak memenuhi salah satu unsur ).

Jenis-jenis

• Ada 2 macam peradilan administrasi, yaitu :

1. Peradilan administrasi murni, Termasuk kewenangan yudikatif.

2. Peradilan administrasi semu, Di luar kewenangan yudikatif. • Sengketa administrasi dapat dilakukan oleh :

(7)

2. Pengadilan administrasi yang dibentuk sendiri,

3. Badan-badan khusus yang dibentuk,

4. Badan-badan administrasi eksekutif. • Peradilan sebelum dan sesudah UU PTUN :

Sebelum UU PTUN :

1. Peradilan Umum,

2. Banding Administrasi,

3. Badan-badan khusus.

Setelah UU PTUN :

1. PTUN;

2. Peradilan Umum,

3. Upaya Administrasi,

4. Peradilan Militer.

Asas-asas Peradilan TUN • Diantaranya meliputi :

1. Asas praeasumptio iustae causa,

Pasal 67 (l) UU PTUN. Asas yang mengandung makna bahwa setiap tindakan

administrasi negara selalu harus dianggap mempunyai kekuatan hukum sampai ada

pembatalan berupa vonis dari pengadilan. Gugatan/proses pengadilan tidak

menunda pelaksanaan keputusan TUN.

2. Asas pembuktian bebas,

Bahwa pembuktian tidak tergantung argumen/keterangan para pihak, dimana

Hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan argumen mana yang paling tepat

(pasal 107 UU PTUN). Dari pasal 107 tersebut terlihat bahwa peranan Hakim

sangat besar dan kebenaran yang diutamakan adalah kebenaran materiil.

Yang perlu diperhatikan dalam pembuktian :

a. Apa yang harus dibuktikan (objeknya);

b. Siapa yang harus dibebani pembuktian (subjeknya),

(8)

d. Hal apa saja yang harus dibuktikan oleh Hakim itu sendiri.

3. Asas domimis litis (Hakim aktif),

Hakim aktif sangat penting untuk memperoleh kebenaran materiil. Realisasinya

yaitu dalam kewenangan Hakim untuk menentukan para pihak dimana Hakim dapat

menarik pihak ke-3 dalam perkara yang masih berjalan. Peran aktif Hakim juga

dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak seimbang

dimana di satu pihak yakni pemerintah/negara yang berhadapan dengan warga

negara (peran aktif dari segi subjek) sedangkan peran aktif Hakim dari segi objek

terlihat dari tindakan Hakim yang dapat manambah atau memperluas substansi

gugatan (ultra petita), yang dalam acara perdata hal ini tidak diperbolehkan.

4. Asas erga omnes (putusan TUN mempunyai kekuatan yang mengikat),

Mengikat maksudnya mengikat bagi para pihak, namun menurut pasal 83 UU

PTUN; pihak yang intervensi mempunyai hak untuk membela haknya sehingga ia

dapat dikecualikan dalam keputusan tersebut yang berarti bahwa hal tersebut dapat

mengikat pihak ke-3.

Asas-asas lainnya:

5. Kesatuan beracara (tidak tepat),

6. Musyawarah untuk mufakat,

7. Kekuasaan kehakiman yang merdeka;

8. Sederhana, cepat, dan biaya ringan,

9. Keterbukaan,

10. Putusan yang adil.

Ciri-ciri

• Ciri-ciri umum dalam peradilan TUN antara lain :

1. Tidak adanya rekonvensi/gugat balik, Dikarenakan objeknya adalah keputusan TUN

(SK), yang mana SK/beschiking tersebut merupakan tindakan sepihak dari pejabat

administrasi negara, jadi tidak mungkin ada gugatan balik dari pemerintah kepada

(9)

2. Tidak adanya jurusita, Dikarenakan objeknya adalah surat keputusan TUN, namun

untuk mengurus hal-hal yang bersifat berkaitan dengan administrasi atau prosedural

dilakukan oleh paniteranya.

3. Dikenal adanya sidang tertutup,

4. Dikenal adanya pemeriksaan perkara acara cepat (pasal 98 UU PTUN),

5. Dikenal adanya pemeriksaan perkara acara biasa (pasal 70, 74, 75, 100 UU PTUN),

6. Dikenal adanya pemeriksaan perkara acara singkat (pasal 6 UU PTUN), • Adapun yang menjadi ciri-ciri khusus peradilan TUN diantaranya adalah :

Pihak penggugat, Adalah orang perorangan atau badan hukum perdata ; pasal 53 UU

PTUN. Pasal 53 ini merupakan penghubung antara hukum materiil dengan hukum

formal.

Pihak tergugat, Adalah pejabat atau badan TUN; pasal 1 butir (6) UU PTUN (karena

pejabat/badan TUN tersebut yang berwenang mengeluarkan keputusan).

Objek gugatan, Adalah surat keputusan TUN yang dapat berbentuk keputusan atau

penetapan. Dasar hukumnya pasal 1 Butir (3) UU PTUN.

Keputusan TUN adalah surat penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan/pejabat

TUN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit,

individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang/badan hukum

perdata.

Tenggang waktu menggugat, Adalah 90 hari. Pasal 35 UU PTUN: Gugatan dapat

diajukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak diterimanya atau

diumumkannya keputusan pejabat TUN.

Dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan pemahaman yaitu :

1. 90 hari sejak dikeluarkan oleh pejabat yang bersangkutan,

2. 90 hari sejak diterima,

3. 90 hari sejak diketahui,

4. 90 hari sejak akibat hukum dirasa kerugiannya.

Dismissal process, Berdasarkan pasal 62 UU PTUN : yaitu pemeriksaan administratif

terhadap suatu gugatan. Hal ini merupakan ciri dari peradilan TUN yang merupakan

(10)

mengarahkan terhadap pengujian gugatan seyogyanya gugatan tersebut layak diproses

(sebagai forum konsultasi).

Forum konsultasi, yang mana proses ini dibahas dalam rapat permusyawaratan, dimana

Ketua Pengadilan mempunyai wewenang untuk memutuskan melalui suatu penetapan,

dengan pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima atau tidak mendasar

yaitu apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut :

a. Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan.

b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud pasal 56 UU PTUN tidak dipenuhi

oleh penggugat tersebut harus diberitahukan/diperingatkan oleh pengadilan.

c. Gugatan tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.

d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan TUN

yang digugat.

e. Gugatan tidak diajukan berdasakan tenggang waktu yang berlaku.

Forum konsultasi menyangkut hal-hal yang bersifat formal, misalnya : bentuk gugatan,

cara menuangkan gugatan, dsb.

Susunan Peradilan TUN

• Susunan peradilan TUN terdiri dari 2 tingkat, yaitu :

1. Pengadilan TUN, yang merupakan Peradilan Tingkat Pertama,

2. Pengadilan Tinggi TUN, yang merupakan Peradilan Tingkat Banding, • Susunan Pengadilan TUN terdiri atas :

1. Pimpinan,

2. Hakim Anggota,

3. Panitera,

4. Sekretaris.

UPAYA HUKUM

• Upaya hukum dalam sengketa administrasi (pasal 48 UU PTUN) : 1. Keberatan,

(11)

2. Banding administrasi,

Dilakukan oleh pejabat atasan badan yang mengeluarkan keputusan TUN atau

badan lain.

• Pada zaman kolonial keberatan diajukan ke badan yang memberikan keputusan.

• SEMA No. 2 Tahun 1991; bila peraturan perundang-undangan yang bersangkutan hanya mengenal keberatan saja, dan tidak mengenal banding, maka sengketa tersebut

tidak perlu melalui usaha administrasi tetapi langsung ke PTUN.

• Pasal 51 ayat (3) jo. pasal 48 ayat (2) UU PTUN; bahwa PTUN baru berwenang menyelesaikan sengketa bila usaha keberatan dan banding administrasi telah ditempuh. • Dengan demikian telah terjadi kontradiksi, padahal apabila dilihat dari segi hierarki

perundang-undangan maka tentunya SEMA ini tidak boleh merubah UU.

• Keburukan dari pasal 48 ayat (2) UU PTUN ini adalah bahwa pasal ini akan menyulitkan gugatan, sedangkan kebaikannya adalah bahwa dengan pasal ini maka

sebelum masuk pengadilan, maka dirasakan perlu untuk mengawasinya (pengawasan

intern).

GUGATAN Objek Gugatan

• Objek gugatan diatur dalam pasal 1 butir (3) UU PTUN, syarat-syaratnya antara lain : 1. Harus bersifat tertulis,

Untuk mempermudah proses pembuktian

2. Konkrit,

Nyata, tidak bersifat abstrak, artinya harus berwujud (objeknya harus tertentu/

ditentukan).

3. Individual,

Keputusan TUN tersebut tidak ditujukan kepada umum, tetapi tertentu kepada

orang/badan hukum tertentu, maksudnya bahwa identitasnya dapat ditentukan (baik

alamat, maupun hal-hal yang menjadi substansi dari keputusan).

Mencantumkan nama dari setiap subjek hukum yang terlibat dalam kepentingan

(12)

4. Final,

Tidak memerlukan proses selanjutnya, artinya keputusan TUN tersebut dapat

dilaksanakan tanpa izin persetujuan dari instansi/pihak lain.

Keputusan TUN yang bersifat negatif; tidak ada kejelasannya mengenai dikabulkan

atau tidaknya suatu permohonan atas keputusan TUN.

Pasal 3 UU PTUN :

a. Bila pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, padahal merupakan

wewenangnya, maka hal tersebut dapat disamakan dengan keputusan TUN.

b. Keputusan yang dimohonkan padahal jangka waktunya sudah lewat, maka

pejabat TUN dianggap menolak mengeluarkan keputusan. Dalam hal peraturan

perundang-undangan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana yang

dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) UU PTUN, maka setelah lewat waktu 4 bulan

setelah permohonan, pejabat TUN dianggap mengeluarkan keputusan

penolakan.

5. Dibuat oleh pejabat/badan TUN.

Biasanya dibuat secara sepihak.

Alasan Mengajukan Gugatan

• Alasan mengajukan gugatan diatur dalam pada 53 UU PTUN (terutama ayat (2)), alasan-alasan tersebut diantaranya :

1. Keputusan TUN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

contoh ; dalam pemberhentian pegawai negeri maka prosedurnya adalah bahwa

pegawai negeri tersebut harus diberi kesempatan untuk membela diri. Bila prosedur

ini tidak dilaksanakan maka keputusan TUN tersebut telah bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.

2. Penyalahgunaan wewenang,

Keputusan TUN dikeluarkan berdasarkan praktek penyalahgunaan wewenang.

Maksudnya pejabat memang berwenang mengeluarkan SK, tapi kewenangan

tersebut tidak pada tempatnya, misalnya; dalam mengeluarkan IMB dimana dalam

(13)

ternyata di lapangan, IMB tersebut untuk mendirikan bangunan di jalur hijau,

sehingga dalam hal ini terjadi penyalahgunaan wewenang.

3. Perbuatan sewenang-wenang, Misalnya; pejabat/badan TUN yang seharusnya tidak

mengeluarkan SK, tetapi ternyata ia mengeluarkan SK, maka perbuatannya tersebut

dianggap sebagai perbuatan sewenang-wenang; tidak memproses sebagaimana

mestinya.

• Perbedaan dan persamaan ketiga alasan tersebut berdasarkan kerangka yuridis : Perbedaan :

No. 1 dan no. 2 mengacu pada hukum positif, sedangkan no. 3 tidak terjangkau oleh

peraturan perundang-undangan dan hanya dapat dijangkau oleh asas-asas umum

pemerintahan yang layak.

Persamaan :

Semuanya masuk ke dalam kategori penyalahgunaan wewenang.

Sama-sama mengacu pada peraturan perundang-undangan (no. 1 dan no. 2), hanya no.1

menyangkut peraturan perundang-undangan, sedangkan no.2 menyangkut kewenangan.

KEPUTUSAN

(Lihat: Catatan Kuliah Hukum Administrasi Negara - Keputusan)

• Definisi Keputusan TUN; pada pasal 1 ayat (3) UU PTUN.

• Hal-hal yang tidak termasuk keputusan TUN (pasal 2 UU PTUN), yaitu :

1. Hal-hal yang merupakan perbuatan perdata, bila pejabat/badan TUN melakukan

perbuatan hukum perdata dan ternyata menimbulkan kerugian bagi seseorang/badan

hukum, maka tidak bisa diajukan ke peradilan TUN akan tetapi ke Peradilan

Umum.

2. Hal-hal yang merupakan pengaturan yang bersifat umum, artinya pengaturan

tersebut memuat norma hukum yang kekuatan berlakunya mengikat semua orang.

3. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan/belum final, yaitu keputusan

pejabat/ badan hukum TUN yang untuk dapat berlaku masih membutuhkan

(14)

4. Keputusan yang dikeluarkan berdasarkan KUHP/KUHAP/peraturan pidana lainnya.

5. Keputusan yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan, misal;

izin penyitaan, dsb.

6. Hal-hal yang berkaitan dengan TUN di bidang militer (masih perlu dikaji), misal;

pemecatan KASAD.

KOMPETENSI MENGADILI

• Kompetensi mengadili diatur dalam UU No. 14 Tahun 1970, terdiri dari : 1. Kompetensi relatif,

Adalah kewenangan yang didasarkan pada lingkup sama mana yang berhak

mengadili (pengadilan yang masih dalam satu lingkup peradilan yang sama);

lingkup peradilan yang sama, misal; Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi pada

lingkup Peradilan Umum.

2. Kompetensi absolut,

Adalah kewenangan yang didasarkan pada lingkup peradilan yang berbeda mana

berhak mengadili, lingkup peradilan berbeda, antara lain; Peradilan Umum,

Peradilan Agama, Peradilan Militer, atau peradilan TUN.

• Berdasarkan pasal 47 UU PTUN, Pengadilan TUN bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN.

• Dalam hal berkaitan dengan perburuhan, maka sengketa dalam perburuhan diselesaikan melalui :

- P4P (dipusat),

- P4D (didaerah).

- Kalau tidak bisa → Depnaker dengan mengeluarkan SK → Pengadilan TUN

(15)

REFERENSl

Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi Negara (HAPLA), oleh Dr. Sjachran Basah, S.H.,CN.,

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, oleh R. Soegijatno Tjakranegara, S.H.,

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, oleh Zainal Harahap, S.H.,

Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, oleh Prof. B. Lopa, S.H., dan Dr. A. Hamzah, S.H.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berusaha meninjau peraturan atau ketentuan yang mendasari pendanaan pendidikan oleh pemerintah pusat maupun daerah, serta meninjau sistem penyaluran

meningkatkan pemahaman agama, dengan mencari informasi yang baik dan akurat serta dapat memilih teman yang baik, lebih memperdalam pengetahuan agama, yang bisa

Sesuai dengan UU No.11 tahun 2006 tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berbunyi partai politik lokal adalah suatu organisasi politik yang dibentuk oleh

Sikap dan perilaku untuk bertindak dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak berbohong, tidak dibuat-buat, tidak ditambah dan tidak dikurangi, serta tidak

Ukuran audience proximity secara geografis yangmenjadi keunggulan (media cetak, radio, tv lokal) selama ini menjadi semakin absurd pada media online. Melalui

Sebagai wujud keselarasan MP3EI dengan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, perwujudan itu kemudian

[r]

Kasus pekerja anak Indonesia di pertanian tembakau, menjadi rantai yang tidak pernah.. terputus sejak dulu karena daftar pekerjaan berbahaya yang dilarang bagi