IMPLEMENTASI QARD DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih
Kontemporer
Dosen Pengampu
Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.
Disusun oleh:
Ana Hardiyanti
Kelas A
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI ( IAIN ) METRO
A. Pendahuluan
Lembaga keuangan syariah merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sitem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan masyarakat, serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dalam menjalankan syariah Islam, umat muslim belum sepenuhnya
mendasarkan diri pada ajaran Islam dengan benar. Aspek ibadah tertentu saja umat muslim menjalankannya sesuai syariah, seperti sholat, puasa, zakat dan
haji. Tetapi dalam lapangan muamalah, umat muslim masih sedikit yang menggunakan dan mendasarkannya pada syariah Islam, seperti menjalankan
roda ekonomi pada sektor perbankan. Kesadaran umat Islam berzakat baru terbatas pada zakat fitrah yang setiap tahun wajib dikeluarkan menjelang ibadah
Idul Fitri. Kewajiban zakat harta umat Islam masih secara tradisional dalam menjalankannya. Padahal, zakat harta apabila dikelola dengan baik, harta zakat
tersebut dapat menjadi modal dasar dalam menjalankan perekonomian umat dan rakyat lainnya yang didasarkan pada aspek ibadah kemasyarakatan. Kajian
tentang permasalahan zakat sebagai modal pemberdayaan perekonomian rakyat telah menjadi bahasan di berbagai tingkatan masyarakat, baik pada tataran praktis maupun teoritis.
Dana zakat tersebut selanjutnya menjadi sumber dana yang harus didistribusikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Salah satu cara untuk
mendistribusikan dana zakat yang dapat berkelanjutan adalah dengan menggunakan bentuk pola pembiayaan yang disebut al-qard.
Al-qard merupakan bentuk pinjaman dana tanpa adanya imbalan pada saat pengembalian. Nasabah hanya mengembalikan jumlah dana pokok yang
B. Implementasi Al-qard di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Al-qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali. Dengan kata lain al-qard adalah pemberian pinjaman tanpa mengharapkan imbalan tertentu. Dalam hasanah fiqih, transaksi al qard
tergolong transaksi kebajikan atau tabrru’ atau ta’awuni.1 Dalam prakteknya
al-qard dapat diterapkan oleh BMT dalam beberapa kondisi yaitu: 1. Sebagai Produk Pelengkap
Yakni BMT membuka produk al-qard, karena terbatasnya dana sosial yang tersedia atau rendahnya plafond yang diprogramkan. Dalam keadaan ini produk al-qard diterapkan jika keadaan sangat mendesak. 2. Sebagai Fasilitas Pembiayaan
BMT dapat mengembangkan produk ini, mengingat nasabah atau anggota yang dilayani BMT tergolong masyarakat menengah kebawah, sehingga tidak mungkin menggunakan akad komersial. 3. Pengembangan Produk Baitul Maal
Al-qard dikembangkan oleh BMT seiring dengan upaya
pengembangan Baitul Maal. Kondisi ini paling ideal. Hal ini sekaligus dalam rangka menyeimbangkan antara sisi bisnis dan sosial BMT. Dalam keadaan ini, qard dapat dikembangkan lagi menjadi al-qardhul hasan,yakni pinjaman kebajikan yang sumber dananya semata-mata dana zakat, infaq atau sedekah.
Karena sifatnya yang tidak memberikan keuntungan finansial secara langsung, maka sumber dana al-qard biasanya berasal dari dana sosial, meskipun BMT dapat mengalokasikan sebagian dana komersialnya untuk
membiayai al-qard.2 Sumber dana al-qard dapat dibedakan menjadi:
1. Dana komersial atau modal
Dana ini diperuntukkan guna membiayai kebutuhan nasabah atau anggota yang sangat mendesak dan berjangka pendek, sementara dana zakat tidak sedia. BMT juga dapat menyisihkan dana produktifnya
1
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), ( Yogyakarta:UII Press, 2004), h. 174
2
seperti tabungan atau deposito untuk membiayai al-qard. Atas dasar akad ini, BMT tidak diperbolehkan menetapkan sejumlah imbalan dalam bentuk apapun. Namun peminjam sangat disarankan untuk memberikan imbalan dalam bentuk apapun. Namun peminjam sangat disarankan memberikan imbalan tanpa perjanjian dan BMT dapat mengakuinya sebagai tambahan pendapatan.
2. Dana sosial
Dana ini diperuntukkan dalam pengembangan usaha nasabah yang tergolong delapan asnaf. Pengelolaannya harus dipola sedemikian rupa sehingga penerima tidak menjadi tergantung terus. Disinilah dituntut
supaya manajemen Baitul Maal ditata secara profesional. Dana ini
dapat berasal dari zakat, infaq, sedekah, hibah, serta pendapatan yang diragukan, misalnya bunga bank dan lain-lain.
Sementara Ismail menyatakan bahwa asal dana al-qard adalah sebagai berikut:
1. Qard yang diperlukan untuk pemberian dana talangan kepada nasabah yang memiliki deposito di bank syariah. Dana talangan ini diambilkan dari modal bank syariah yang jumlahnya sedikit dan jangka waktunya pendek, sehingga bank syariah tidak diragukan.
2. Qard yang digunakan untuk memberikan pembiayaan kepada pedagang asongan (pedagang kecil) atau lainnya, sumber dana berasal dari zakat, infak, sedekah dari nasabah atau para pihak yang menitipkannya.
3. Qard untuk bantuan sosial, sumber dana berasal dari pendapatan bank syari’ah dari transaksi yang tidak dapat dikategorikan pendapatan halal.misalnya, pendapatan denda atas keterlambatan pembayaran angsuran oleh nasabah pembiayaan, denda atas pencairan deposito
berjangka sebelum jatuh tempo, dan pendapatan non-halal lainnya.3
Secara umum al-qard memberikan beberapa manfaat secara konseptual baik bagi pihak BMT maupun nasabah atau anggota, yaitu sebagai berikut:
3
Ismail, Perbankan Syari’ah, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih
1. Memberikan nasabah atau anggota mendapatkan talangan dana jangka pendek
2. Memperjelas identitas BMT dengan LKM lain termasuk bank, karena memadukan antara misi sosial dan bisnis
3. Memberikan dampak sosial yang lebih luas di masyarakat
Sebagai upaya memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin, aktivitas pembiayaan BMT juga menganut azas syari’ah, yakni dapat berupa bagi hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. Upaya ini harus dikendalikan sedemikian rupa segingga kebutuhan likuiditas dapat terjamin dan tidak banyak dana yang menganggur. Supaya dapat memaksimalkan pengelolaan dana, maka manajemen BMT harus memperhatikan tiga aspek penting dalam pembiayaan,
yakni aman, lancar, dan menguntungkan4.
1. Aman
Yakni keyakinan bahwa daan yang dilempar dapat ditarik kembali sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Untuk menciptakan kondisi tersebut, sebelum dilakukan pencarian pembiayaan, BMT harus melakukan survey usaha untuk memastikan bahwa usaha yang dibiayai layak. Dilarang memberikan pembiayaan hanya karena faktor kasihan. BMT harus betul-betuk jeli dalam melihat usaha yang diajukan.
2. Lancar
Yakni keyakinan bahwa dana BMT dapat berputar dengan lancar dan cepat. Semakin cepat dan lancar perputaran dananya, maka pengembanga BMT akan semakin baik. Untuk itu BMT harus membidik segmen pasar yang putarannya harian atau mingguan. Komposisi antara yang bulanan dan harian atau mingguan harus berimbang dan akan lebih baik jika hariannya lebih banyak.
3. Menguntungkan
Yakni perhitungan dan proyeksi yang tepat, untuk memastikan dana yang dilempar akan menghasilkan pendapatan. Semakin tepat dalam memproyeksi usaha, kemungkinan besar gagal dapat diminimalisasi. Kepastian pendapatan ini memiliki pengaruh yang besar bagi
4
kelangsungan BMT. Semakin besar pendapatan BMT, akan semakin besar pula bagi hasil yang akan diterima oleh anggota penabung dan sebaliknya. Besar kecilnya bagi hasil tentu saja akan sangat dipengaruhi oleh bagi hasil BMT yang diterima dari nasabah peminjam.oleh karena hubungan timbal balik ini harus dipelihara supaya tidak saling merugikan.
Dikalangan dunia koperasi syari’ah, BMT sebagai lebaga keuangan berbasis syari’ah yang bertujuan untuk mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islami, telah membantu masyarakat yang mempunyai kekurangan dana untuk kebutuhan dalam waktu cepat dengan menawarkan
salah satu produknya yaitu yang dalam praktiknya menggunakan akad al-qard.5
Dalam praktiknya pembiayaan al-qard di BMT lebih sering dikenal sebagai
pinjaman yang terbatas dalam jumlah uang tertentu dan dalam masa tertentu
dan dikembalikan pada saat jatuh tempo dengan tanpa imbalan kemudian
dipahami sebagai salah satu produk Lembaga Keuangan Syariah yang bersifat sukarela atau kebajikan saja. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit
oriented yang bertujuan untuk kegiatan produktif dan aplikatif peminjam dana hanya perlu mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh
tempo.
Bila dibandingkan dengan kekuatan lembaga keuangan mikro lain dalam
hal besaran pembiayaan atau kredit, kekuatan BMT memang belum seberapa. Namun, jika ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat, maka kita dapat melihat
jumlah nasabah yang dilayani untuk UKM (Usaha Kecil Menengah) jauh lebih banyak, dan yang lebih menarik lagi jumlah pembiayaan tiap unit usahapun lebih
kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiayaan di BMT lebih mampu menyentuh usaha mikro sebagai unit usaha terkecil, akan tetapi memiliki jumlah
unit usaha paling besar di Indonesia.6
5
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi 2, (Yogyakarta:Ekonisia, 2003), h. 71
6
Sebenarnya konsep sasaran pemanfaatan al-qard sebagai pinjaman
kebajikan sudah dirumuskan dalam berbagai tolok ukur dan berbagai pengkajian ilmu-ilmu terapan yang sudah begitu berkembang. Misalnya, dikenal konsep garis kemiskinan yang mungkin saja akan berubah dari waktu ke waktu. Konsep
ini dikembangkan dari berbagai survei untuk mengumpulkan berbagai informasi
tentang keadaan sosial ekonomi masyarakat.7 BMT yang merupakan salah satu Lembaga Keuangan Syariah Non-Bank sebagai organisasi yang mengembangkan manajemen secara profesional dalam pemberdayaan dan
pengelolaan sumber-sumber dana harus melakukan survei seperti itu untuk mengumpulkan informasi informasi dalam masyarakat dan menyusun
konsep-konsep yang bisa dipakai sebagai tolok ukur profesionalnya.
Berdasarkan orientasi prinsip manfaat sebagai sesuatu yang aktual dalam kehidupan umat Islam, maka ada dua missi utama yang perlu dilaksanakan oleh
BMT yaitu dengan memahami konsep secara tekstual dengan menggali nilai-nilai ilmiah dari ajaran Islam dan memperkaya persepsi masyarakat itu secara
kontekstual dengan dimensi baru bahwa al-qard merupakan suatu kekuatan yang memiliki dampak aktual terhadap kehidupan ekonomi umat Islam. Misi ini
dapat diwujudkan melalui pengkajian dan penelitian ajaran sebagai kekuatan ekonomi umat Islam tanpa menghilangkan nilai ibadah dalam pemberian tersebut. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk memperkuat landasan ilmiah
dari ajaran yang lebih berorientasi kepada aktualitas manfaat bagi kehidupan masyarakat, mengembangkan organisasi dan manajemen BMT sendiri secara
profesional. Keberhasilan sebagai suatu gerakan aktual dalam memperkuat ekonomi sangat terkait dengan terorganisasikannya kegiatan tersebut dalam
berbagai kelembagaan dengan suatu kepemimpinan dan manajemen yang profesional. Perorganisasian kegiatan dilaksanakan melalui berbagai fungsi
kelembagaan, seperti fungsi pengumpulan dan penyimpanan sumber-sumber dana, fungsi penyaluran, fungsi evaluasi, penelitian dan pengembanya yang
efektif.8 Pada akhirnya apa yang bisa dicapai oleh BMT yang berazaskan syari’ah dalam memperdayakan dan pengelolaan adalah terkumpulnya sejumlah
7
http://tugaskuliah-syaifurrahman.blogspot.com/2013/07/pembiayaan-alad-al-qard.html diakses pada tanggal 06 Maret 2013 pukul 19:58 WIB
8
http://bmt-tumang.blogspot.com/2011/06/qard.html diakses pada tanggal 06
sumber dana yang diharapkan dapat memberikan pengembangan perekonomian
rakyat. Dalam hal ini, BMT diharapkan dapat menjadi lembaga pembiayaan dalam pengembangan manajemen secara profesional lebih khusus untuk masyarakat menengah kebawah.
Sebenarnya implementasi al-qard di BMT dan perbankan syari’ah tidak jauh berbeda. Kedua lembaga keuangan syariah ini sama-sama memberikan dana al-qard bagi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan dan membutuhkan dana mendesak untuk mendapatkan dana talangan jangka pendek. Jika di perbankan syariah pembiayaan al-qard digunakan sebagai dana
pinjaman talangan ibadah haji.9 Akan tetapi di BMT prioritas pembiayaan
berdasarkan prinsip ini, adalah pengusaha kecil pemula yang potensial akan
tetapi tidak mempunyai modal apapun selain kemampuan berusaha, serta perorangan lainnya yang berada dalam keadaan terdesak, dan BMT hanya
mengenakan biaya administrasi. Dapat juga diterapkan untuk pinjaman kepada nasabah yang mengelola usaha sangat kecil, jika nasabah mengalami musibah
dan tidak dapat mengembalikan, maka BMT dapat membebaskannya. Keistimewaan produk ini, selain tanpa beban, juga tampak besarnya tingkat
kepedulian BMT terhadap nasabah tanpa memandang tingkat ekonominya. BMT memperlakukan nasabah sebagai mitra usaha yang tidak hanya atas pertimbangan bisnis semata, tetapi juga atas pertimbangan kemanusiaan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa merupakan satu bentuk aplikasi
dari yang ditujukan bagi sektor usaha kecil atau sektor sosial lainnya berupa pemberian pinjaman kepada pengusaha kecil yang benar-benar kekurangan
modal dan harus dikembalikan sebesar pinjaman yang diberikan tanpa imbalan apa pun.
Apabila dikaji lebih mendalam, al-qard mempunyai keunggulan, antara lain:
1. Bersifat mendidik, peminjam wajib mengembalikan, sehingga dana terus bergulir, diharapkan si peminjam setelah usahanya berhasil,
9
nantinya akan mengeluarkan zakat, infak dan atas hasil usahanya
tersebut.
2. Dana zakat, infak dan sebagai dana sosial, akan selalu dapat dimanfaatkan lagi untuk peminjam berikutnya
3. Meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi
syariah serta kesadaran untuk membayar zakat melalui lembaga yang dipercayai, sehingga dana tidak sekedar menjadi dana bantuan yang bersifat sementara dan habis untuk keperluan konsumtif saja.
4. Percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan syariah Islam menjadi kenyataan.
Mengingat bahwa peruntukan pembiayaan al-qard adalah bagi usaha kecil
yang cukup memiliki kelemahan profesionalisme, maka biasanya BMT menerapkan sisitem pelunasan yang ditetapkan yaitu harian, bukan bulanan. Hal
ini untuk menghindari resiko pemanfaatan dana untuk selain usaha (side streaming). Nasabah hanya akan dikenakan biaya administrasi pada waktu
pelaksanaan tetapi tidak dikenakan biaya margin kepada pihak BMT.
Akad al-qard adalah bentuk transaksi ta’awun, resiko aplikasi al-qard dalam Lembaga Keuangan Syariah terhitung tinggi karena al-qard dianggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan. Akan tetapi BMT diperbolehkan
meminta jaminan kepada pihak nasabah karena dikhawatirkan akan terjadi cidera janji terhadap nasabah (wanprestasi). Hal ini diperlukan untuk
memperkecil resiko yang merugikan BMT sekaligus melihat kemampuan nasabah dalam menanggung pembayaran kembali atas hutang yang diterima
dari pihak BMT.10 Seperti yang dianjurkan dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 283 :
10
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seoarang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya”.(Q.S Al-Baqarah:283)11
Ketika waktu pelunasan tiba, sedang pihak muqtarid (nasabah) belum
mampu melunasi hutang, sangat dianjurkan oleh ajaran Islam agar pihak muqrid
(pihak BMT) berkenan memberi kesempatan dengan memperpanjang waktu
pelunasan, sekalipun demikian ia berhak menuntut pelunasannya.12 Maka dalam
hal ini BMT diperbolehkan meminta jaminan kepada nasabah dan berhak mendapatkan uang fee dari pihak nasabah atau anggota.
Pada pelaksanaannya al-qard dalam presentasenya sangat kecil tidak sampai 5% dari modal BMT, karena penyaluran dana dianggap mempunyai resiko yang tergolong tinggi dan tidak ada keuntungan berupa finansial bagi BMT sendiri. Dalam penyalurannya pun dikhususkan pada nasabah-nasabah yang dianggap mempunyai kualifikasi loyalitas tinggi atau hampir tidak pernah
melakukan kesalahan (wanprestasi). Syarat pokok bagi pengguna akad qard ini
adalah anggota BMT sehingga ketika terjadi masalah terkait pengembalian sudah ada jaminan yang bisa liquid diakhir tahun pada pembagian deviden saham dari anggota.
Dalam hal ini BMT tidak menyalahi ketentuan syari’at karena BMT telah berusaha membantu dan mempermudah urusan nasabah dalam bermuamalah. Dan juga tidak berbenturan dengan undang-undang yang mengatur tentang
11
Al-qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283
12
Ghufron A. Mas’adi, Fikih Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo
mekanisme al-qard sesuai dengan Dewan Syari’ah Nasional No:19/DSN -MUI/IV/2001 yang diantara isinya yaitu:
1. Al-qard adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtarid)
yang memerlukan
2. Nasabah al-qard wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama
3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah
4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu
5. Nasabah al-qard dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad
6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian
7. Menghapus ( write off ) sebagian atau seluruh kewajibannya13
Contoh kasus implementasi al-qard di BMT :
Ibu Siti Rahmawati, yang beralamat di 15A Iring Mulyo, Kota Metro mengajukan permohonan pembiayaan qard kepada BMT L-Risma sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). Permohonan dilakukan secara tertulis dengan
mengisi form pengajuan pembiayaan. Formulir beserta kelengkapannya
kemudian diserahkan kepada petugas yang mengurusi pembiayaan. Setelah melalui tahapan penilaian dan disetujui, permohonan pembiayaan Ibu Siti Rahmawati direalisasi dengan rincian sebagai berikut:
1. Nama : Siti Rahmawati
2. Alamat : 15A Iring Mulyo, Kota Metro
3. Tanggal realisasi : 06 Februari 2017 4. Besar pinjaman : Rp 5.000.000,-
5. Jatuh tempo : 06 Februari 2018
6. Jangka waktu : 12 bulan
13
7. Jaminan : sertifikat tanah
8. Biaya sewa : 3% x Rp 5.000.000,- = Rp 150.000,00
Yang dimaksud dengan biaya sewa disini adalah ujrah (fee) penyewaan
tempat penyimpanan barang jaminan qard berupa sertifikat tanah yang harus
dibayar Ibu Siti Rahmawati kepada BMT L-Risma setiap bulan. Besarnya ujrah
adalah 3% dari poko hutang yang diterima Ibu Siti Rahmawati dari BMT L-Risma. Angsuran per bulan yang harus dibayar Ibu Siti Rahmawati kepada BMT L-Risma terdiri dari angsuran pokok hutang dan biaya sewa dengan rincian sebagai berikut:
1. Angsuran pokok : Rp 416.667,00
2. Biaya sewa : RP 150.000,00
Al-qard dalam BMT dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
(1) (1)
(perjanjian qard)
Pengelolaan modal modal 100%
(3) (2)
(nasabah/muqtarid) (proyek/usaha) (BMT/ muqrid)
(4)
100% keuntungan pengembalian modal
(5) (5)
Skema diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pihak nasabah (muqtarid) mengajukan pinjaman kepada BMT (muqrid)
2. Pinjaman tersebut adalah pinjaman untuk modal usaha yang dikelola oleh nasabah
3. Nasabah (muqtarid) menjalankan modal tersebut untuk sebuah usaha
4. Setelah mendapatkan keuntungan dari usaha nasabah mengembalikan modal usaha yang dipinjamnya
C. Kesimpulan
Al-qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali. Dengan kata lain al-qard adalah pemberian pinjaman tanpa mengharapkan imbalan tertentu. Dalam hasanah fiqih, transaksi al qard
tergolong transaksi kebajikan atau tabrru’ atau ta’awuni. dalam prakteknya
al-qard dapat diterapkan oleh BMT dalam beberapa kondisi yaitu, sebagai produk pelengkap, sebagai fasilitas pembiayaan, dan pengembangan produk baitul maal seperti zakat, infaq, dan sedekah.
Karena sifatnya yang tidak memberikan keuntungan finansial secara langsung, maka sumber dana al-qard biasanya berasal dari dana sosial, meskipun BMT dapat mengalokasikan sebagian dana komersialnya untuk membiayai al-qard. Sumber dana tersebut didapat dari dana komersial atau modal dan dari dana
Dalam praktiknya pembiayaan al-qard di BMT lebih sering dikenal sebagai
pinjaman yang terbatas dalam jumlah uang tertentu dan dalam masa tertentu
dan dikembalikan pada saat jatuh tempo dengan tanpa imbalan kemudian dipahami sebagai salah satu produk Lembaga Keuangan Syariah yang bersifat sukarela atau kebajikan saja. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit
oriented yang bertujuan untuk kegiatan produktif dan aplikatif peminjam dana hanya perlu mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh
tempo. Tetapi nasabah tetap diperkenankan untuk memberikan sejumlah uang fee atas jasa administrasi, dan pihak BMT berhak menerimanya tanpa dihitung
sebagai riba.
DAFTAR PUSTAKA Al-qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283
Ridwan, Muhammad, 2004, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT),
Yogyakarta:UII Press,
Ismail, Perbankan Syari’ah, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih
Mua’malah Kontemporer
Sudarsono, Heri, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan
Ilustrasi, Edisi 2, Yogyakarta:Ekonisia
http://muhammadnorabdi.wordpress.com/2011/08/06/19/?_e_pi=7%2cPAGE_ID
diakses pada tanggal 06 Maret 2017 pukul 21:00 WIB
http://tugaskuliah-syaifurrahman.blogspot.com/2013/07/pembiayaan-alad-al-qard.html diakses pada tanggal 06 Maret 2013 pukul 19:58 WIB
http://bmt-tumang.blogspot.com/2011/06/qard.html diakses pada tanggal 06 Maret 2017 pukul 21:00 WIB
A. Karim, Adiwarman, 2014, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Syafi’i Antonio, Muhammad, 2001, Bank Syariah dari Teori Kepraktik, Jakarta: Gema Insani
A. Mas’adi, Ghufron, 2002, Fikih Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Muhammad, 2000, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah,(Yogyakarta: