• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN DAN BENTUK PERJANJIAN KERJASAMA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN ANTARA PT JAMSOSTEK (PERSERO) DENGAN KLINIK KESEHATAN SWASTA DI KOTA BINJAI A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian - Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN DAN BENTUK PERJANJIAN KERJASAMA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN ANTARA PT JAMSOSTEK (PERSERO) DENGAN KLINIK KESEHATAN SWASTA DI KOTA BINJAI A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian - Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian K"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN DAN BENTUK PERJANJIAN KERJASAMA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN ANTARA PT JAMSOSTEK (PERSERO)

DENGAN KLINIK KESEHATAN SWASTA DI KOTA BINJAI

A. Perjanjian Pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain

atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Melalui

perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan

kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian.

Secara yuridis pengertian perjanjian terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata

yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.36 Dilihat dari

bentuknya perjanjian itu dapat berupa suatu perikatan yang mengandung janji-janji

atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis37

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat dalam ketentuan di atas tidak lengkap dan terlalu luas.

Dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian

sepihak saja. Definisi tersebut dikatakan juga terlalu luas karena dapat mencakup

perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang juga

merupakan perjanjian, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam

(2)

KUHPerdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku III

kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.38

Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa definisi perjanjian dalam

Pasal 1313 KUHPerdata tersebut masih terdapat beberapa kelemahan, yakni :39

a. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini dapat diketahui dari perumusan : “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu ”saling mengikatkan diri” sehingga terdapat konsensus antara para pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpakonsensus

Dalam pengertian perbuatan mencakup juga tindakan melaksanakan tugas/pekerjaan orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming). Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu

konsensusseharusnya dipakai kata persetujuan c. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara debitur dengan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja.

d. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak mengikat dirinya tidak jelas untuk apa.

Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu

overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia sendiri ada berbagai

macam pendapat di kalangan para sarjana. “Sebagian para sarjana hukum

menterjemahkan sebagai kontrak dan sebagian lainnya menterjemahkan sebagai

perjanjian.”40

38 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2001). Hal. 65

39

J. Satrio,Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 1992) hal. 23-24

(3)

Karena rumusan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata banyak

mengandung kelemahan maka muncullah doktrin yang mencoba melengkapi

pengertian perjanjian tersebut. “Menurut pendapat para ahli hukum, perjanjian adalah

suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) yang berdasarkan kata sepakat dapat

menimbulkan suatu akibat hukum.”41

Menurut Subekti, ”suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.”42

Dalam perkembangannya pengertian perjanjian tersebut mengalami perubahan

sebagaimana dikemukakan oleh J.Van Dunne, menyebutkan ”perjanjian ditafsirkan

sebagai suatu hubungan hukum penawaran dari satu pihak dan perbuatan hukum

penerimaan dari pihak lain.”43

Perjanjian dinamakan juga persetujuan atau kontrak karena menyangkut kedua

belah pihak yang setuju atau sepakat untuk melakukan sesuatu.

2. Unsur-Unsur Perjanjian

Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dapat dikategorikan

sebagai berikut:44

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni

tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah

kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat,

41Purwahid Patrik,Op. Cit,hal. 45 42

Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa, 2001), hal. 36 43

Purwahid Patrik,Op. cit, hal. 45

(4)

dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah

kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat,

seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep

hukum ini berasal dari hukum adat.

b. Subyek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan

sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam perjanjian

kerjasama ini adalah badan penyelenggara selaku pemberi kerja yaitu

PT.Jamsostek dan pelaksana pelayanan kesehatan selaku penerima kerja yaitu

klinik kesehatan.

c. Adanya prestasi

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu

kontrak. Pada umumnya suatu prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234

KUHPerdata terdiri dari beberapa hal yaitu memberikan sesuatu; berbuat

sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu.

d. Kata sepakat

Dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian,

dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan

merupakan unsur mutlak terjadinya perjnjian kerjasama. Kesepakatan dapat

(5)

penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.45 Sehingga dapat

dikatakan bahwa kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara

para pihak.

e. Akibat hukum

Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat

hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pasal 1338 ayat

(1) KUHPerdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

3. Risiko dalam Perjanjian

Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer

(ajaran tentang risiko), yang berarti seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian

jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda

yang menjadi objek perjanjian. Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa

(overmach).

Pengertian risiko selalu berhubungan dengan adanya overmacht, sehingga

seharusnya ada kejelasan tentang kedudukan para pihak, yaitu pihak yang harus

bertanggung gugat dan pihak yang harus menanggung risiko atas kejadian-kejadian

dalam keadaan memaksa.

(6)

Menurut R. Subekti, yang dimaksud dengan risiko adalah ”kewajiban

memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu

pihak.”46 Sedangkan menurut Sri Redjeki Hartono, ”risiko juga merupakan suatu

ketidak pastian di masa yang akan datang tentang kerugian.”47

Risiko dalam perjanjian sepihak diatur dalam Pasal 1237 ayat (1) KUH

Perdata yang menentukan bahwa risiko dalam perjanian sepihak ditanggung oleh

kreditur. Sedangkan risiko pada perjanjian timbal balik diatur dalam Pasal 1545

KUHPerdata, bahwa jika suatu barang tertentu yang telah dijanjika untuk ditukar

musnah di luar salah pemiliknya, maka persetujuan dianggap gugur, dan siapa yang

dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barangnya yang

telah ia berikan dalam tukar menukar.

4. Perjanjian Baku

a. Latar belakang lahirnya perjanjian baku

Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian yang berisikan hak dan

kewajiban kedua belah pihak yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang sudah

dibakukan. Salah satu pihak dalam perjanjian itu, yaitu pihak yang secara ekonomis

kuat, biasanya menetapkan syarat-syarat baku secara sepihak. “Perjanjian baku itu

46

R. Subekti,Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1988), hal. 59

(7)

pada prinsipnya ditetapkan sepihak tanpa lebih dahulu merundingkannya dengan

pihak yang lainnya.”48

Perjanjian baku telah dikenal dalam masyarakat dan sangat berperan terutama

dalam dunia usaha. Istilah perjanjian baku dalam bahasa Belanda dikenal dengan

standard voor vaardeen, dalam hukum Inggris di kenal dengan standart contrac.

“Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan

dalam bentuk formulir, kontrak ini ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,

terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah.”49

Sedangkan pendapat Mariam Darus menterjemahkan standar kontrak dengan

“istilah perjanjian baku, baku berarti patokan, ukuran, acuan. Jika bahasa hukum

dibakukan, berarti bahwa hukum itu ditentukan ukurannya, patokannya, standarnya,

sehingga memiliki arti tetap yang dapat menjadi pegangan umum.”50

Sebagaimana halnya dalam pemakaian istilah yang tidak seragam tersebut

diatas, dijumpai pula adanya beberapa pengertian mengenai perjanjian baku. Menurut

Houdius sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman merumuskan

mengenai perjanjian baku adalah “konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa

membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan dalam sejumlah perjanjian tidak

terbatas yang sifatnya tertentu”51

48

Ari Purwadi,Hukum dan Pembangunan, (Majalah Hukum, No 1 Tahun XXV, 1995), hal. 58 49

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Perkasa, 2006), hal.145

50Mariam Darus Badrulzaman,Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia,(Bandung: Alumni, 1994), hal. 46

51Mariam Darus Badrulzaman ,

(8)

Az. Nasution dalam bukunya konsumen dan hukum merumuskan “perjanjian

dengan syarat-syarat baku adalah konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa

perjanjian yang masih akan dibuat yang jumlahnya tidak tertentu tanpa terlebih

dahulu membicarakannya.”52

Kontrak atau perjanjian standar adalah kontrak yang telah dibuat dalam

bentuk baku (standard form) atau dicetak dalam jumlah blangko yang banyak untuk

beberapa bagian yang menjadi objek transaksi, seperti besarnya nilai transaksi, jenis

dan jumlah barang yang ditransaksikan dan sebagainya, sehingga dengan kontrak

standard ini lembaga pembiayaan yang mengeluarkannya tidak membuka kesempatan

kepada pihak lain untuk melaksanakan negosiasi mengenai apa yang akan disepakati

dalam kontrak.

Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku karena keadaan sosial ekonomi.

Untuk menjaga kepentingan perusahaan besar dan perusahaan pemerintah dalam

mengadakan kerjasama, biasanya mereka menentukan syarat-syarat secara sepihak.

Pihak lawannya pada umumnya mempunyai kedudukan yang lemah baik karena

posisinya maupun karena ketidaktahuannya, mereka hanya menerima apa yang

disodorkan dan menyetujuinya, maka kemungkinan untuk mengadakan perubahan

itu sama sekali tidak ada.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian baku memang

lahir dari kebutuhan masyarakat itu sendiri, karena dunia bisnis tidak dapat berlangsung

(9)

tanpa perjanjian baku. Perjanjian baku dibutuhkan dan karena itu diterima oleh

masyarakat, yang masih perlu dipersoalkan apakah perjanjian itu tidak bersifat sangat

berat sebelah dan tidak mengandung klausul yang secara tidak wajar sangat

memberatkan bagi pihak lainnya, sehingga perjanjian itu merupakan perjanjian yang

tidak adil. Yang dimaksud berat sebelah di sini ialah bahwa perjanjian itu hanya

mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja (yaitu pihak yang mempersiapkan

perjanjian baku tersebut), tanpa mencantumkan apa yang menjadi

kewajiban-kewajiban pihaknya dan sebaliknya hanya menyebutkan kewajiban-kewajiban-kewajiban-kewajiban pihak

lainnya.

b. Jenis-Jenis Perjanjian Baku

Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian baku dapat dibedakan

menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut:

1) Perjanjian baku sepihak adalah kontrak yang ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian, contohnya adalah butir butir perjanjian pemasangan air minum, dimana pihak yang kuat disini biasanya kredibitur yang secara ekonomi kekuatan yang lebih dan debitur.

2) Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang pihaknya terdiri dari majikan dan pihak yang lainnya buruh. Dimana biasanya kedua belah pihak lazimnya terkait dalam perjanjian organisasi serikat buruh, misalnya perjanjian buruh kolektif untuk menjaga sengketa sengketa antara majikan dan karyawan.

3) Perjanjian baku yang ditetapkan oleh Pemerintah, ialah perjanjian baku yang isinya telah ditentukan oleh Pemerintah terhadap perbuatan hukum tertentu saja, misalnya tentang perjanjian yang mempunyai hak hak atas tanah. Dalam bidang agraria dengan formulir formulir perjanjian sebagaimana diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri Tanggal 6 Agustus 1977 No : 104/Dja/l977 berupa antara lain Akta Jual Beli, Model 1156727, Akta Hipotik Model 1045055 dan sebagainya.

(10)

permintaan dan anggota masyarakat yang minta bantuan Notanis atau 30 Advokad yang bersangkutan.53

c. Ciri-Ciri Perjanjian Baku

Klausula yang sering muncul dalam perjanjian baku adalah klausula eksonerasi

sebagai klausula tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian. klausulaeksonerasi

adalah syarat yang berisi pembebasan atau pembatasan tanggung jawab secara tidak

langsung yaitu dengan memperluas alasan-alasan keadaan memaksa.

Klausula tersebut merupakan klausula yang sangat merugikan pihak yang

memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan pihak lawannya karena beban yang

seharusnya dipikul oleh pihak yang kuat, dengan adanya klausula tersebut menjadi beban

pihak yang lemah.

Mengenai klausula eksenorasi ini menurut Rijken dalam Mariam Darus

Badrulzaman, adalah klausula yang dicantumkan di dalam suatu perjanjian dengan

mana pihak yang satu menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan

membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau

perbuatan melawan hukum.54

Klausula eksenorasi ini dapat terjadi atas kehendak satu pihak yang

dituangkan dalam perjanjian secara individual atau secara massal. Bentuk yang

bersifat massal ini telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diperbanyak dalam bentuk

formulir.

53Mariam Darus Badrulzaman,Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia, Op. Cit, hal. 49

(11)

Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, “perjanjian baku dengan klausula

eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak (kreditur)

untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki ciri sebagai berikut :”55

1) isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat daripada debitur;

2) debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;

3) terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut; 4) bentuknya tertulis;

5) dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.

Perjanjian dengan syarat-syarat baku ini umumnya dapat dibedakan dalam 2

(dua) bentuk :56

1) Dalam bentuk perjanjian

Dalam bentuk perjanjian artinya suatu perjanjian yang konsepnya telah

dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, biasanya penjual dan atau

produsen, perjanjian ini disamping memuat aturan-aturan umumnya biasa

tercantum dalam suatu perjanjian, memuat pula persyaratan khusus baik

berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, menyangkut hal hal tertentu dan /

atau berakhirnya perjanjian itu.

2) Dalam bentuk persyaratan.

Perjanjian dapat pula dalam bentuk persyaratan, yaitu syarat-syarat khusus

yang termuat dalam berbagai kwitansi, tanda penerimaan atau tanda

penjualan, kartu kartu tertentu pada papan-papan pengumuman yang

55 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,

Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 117

(12)

diletakkan diruang penerimaan tamu atau di lapangan atau secarik kertas

tertentu yang termuat dalam kemasan atau wadah produk bersangkutan.

Buku III KUHPerdata selain mengatur mengenai perikatan yang timbul

dari perjanjian, juga mengatur perikatan yang timbul dari Undang-undang.

Dalam KUHPerdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua

perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja

yang namanya sudah diberikan Undang-undang.

Keberadaan suatu perjanjian baku juga tidak terlepas dari terpenuhinya

syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang

tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai berikut:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal

5. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya dengan Perjanjian Baku.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa secara yuridis perjanjian

memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan

perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban

umum dan kesusilaan.57 Hal ini berarti bahwa pihak yang mengadakan perjanjian

diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari

(13)

pasal hukum perjanjian dan mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan

mereka dalam perjanjian yang mereka adakan.58

Dalam setiap perjanjian selalu diasumsikan bahwa kedudukan kedua belah

pihak membuat perjanjian adalah sama, baik dalam hal kekuatan maupun

pengetahuan para pihak tentang isi perjanjian, akan tetapi dalam kenyataannya tidak

selalu demikian. Sering terjadi dalam pembuatan suatu perjanjian salah satu pihak

memiliki kedudukan atau posisi yang jauh lebih kuat dibandingkan pihak yang lain.

Hal ini menyebabkan pihak yang lemah hanya memiliki dua pilihan,yaitu menerima

begitu saja syarat atau ketentuan-ketentuan yang diajukan oleh pihak yang lebih kuat

kedudukannya atau menolaknya.

Suatu asas penting berkaitan dengan berlakunya kontrak adalah asas

kebebasan berkontrak. Dengan adanya asas ini, para pihak bebas mengadakan

perjanjian apa saja meskipun belum diatur dalam KUH Perdata. Namun kebebasan itu

tidak bersifat mutlak melainkan adanya batasannya seperti yang diatur dalam pasal

1337 KUH Perdata, yaitu tidak bertentangan atau dilarang oleh Undang-Undang,

tidak bertentangan dengan kesulilaan dan kepentingan umum.

Asas kebebasan berkontrak ini mengandung makna bahwa masyarakat

memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian sesuai dengan kehendak atau

kepentingan mereka. Kebebasan yang dimaksud meliputi:

a. kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian;

(14)

b. kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu perjanjian;

c. kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian; d. kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian;

e. kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.59

Apabila dikaji bahwa kebebasan berkontrak yang dimaksudkan dalam Pasal

1338 KUHPerdata menyiratkan adanya beberapa asas yang berkaitan dengan

kebebasan berkontrak dalam perjanjian :

a. Mengenai terjadinya perjanjian

Menurut Rutten yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya

mengatakan bahwa “perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara

formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selesai karena sesuai dengan

kehendak atau konsensus semata-mata.”60

Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian hanya terjadi apabila telah

adanya persetujuan kehendak antara para pihak. Asas ini berkaitan dengan

saat lahirnya suatu perjanjian.

b. Tentang akibat perjanjian

Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan mengikat antara pihak-pihak itu

sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang

menegaskan bahwa ”perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku

sebagai undang undang bagi para pihak yang melakukan perjanjian atau

setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak”.

(15)

Menurut Grotius, dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, dikatakan

bahwa “Pacta sunt servanda” (janji itu mengikat). Selanjutnya ia mengatakan,

promissorum implendorum obligation”. (kita harus memenuhi janji kita)61

Menurut asas ini apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak mengikat

sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini berkenaan

dengan akibat hukum dari suatu perjanjian.62

c. Tentang isi perjanjian

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata berbunyi : Perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik. Kemudian Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya

mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga

untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan atau Undang-undang. Dengan dimasukkannya itikad baik dalam

pelaksanaan perjanjian berarti perjanjian itu ditafsirkan berdasarkan keadilan

dan kepatutan.

Menurut Pitlo, yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya dikatakan

bahwa “terjadinya hubungan yang erat antara ajaran itikad baik dalam

pelaksanaan perjanjian dan teori kepercayaan pada saat perjanjian

(kesepakatan terjadi pada saat penandatanganan).”63 Selanjutnya juga

dikatakan bahwa “perjanjian itu tidak hanya ditentukan oleh para pihak dalam

61Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya.(Bandung : Alumni, 1993). hal 109.

62

Hardijan Rusli,Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 16

(16)

perumusan perjanjian tetapi juga ditentukan oleh itikad baik dan kepatutan,

jadi itikad baik dan kepatutan ikut pula menentukan isi dari perjanjian.”64

Menurut Vollmar yang dikutip Purwahid Patrik dalam bukunya

mengatakan bahwa :

Itikad baik (pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata) dan kepatutan (pasal 1339 KUHPerdata) umumnya disebutkan secara senafas dan Hoge Raad dalam putusan tanggal 11 Januari 1924 telah sependapat bahwa hakim setelah menguji dengan kepantasan dari suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan maka berarti perjanjian itu bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.65

Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa “di dalam perjanjian

terkandung suatu asas kekuatan mengikat, terikatnya para pihak pada

perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan

tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh

kebiasaan dan kepatutan serta moral.”66

Selain itu isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang

membuatnya dengan mengindahkan ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata.

Dengan kata lain selama perjanjian baku tidak bertentangan dengan hukum

yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, maka semua isi perjanjian

akan mengikat, apabila pihak dalam perjanjian tersebut sudah

menandatanganinya.

64 Ibid 65

Ibid.

(17)

Berdasarkan prinsip “kebebasan berkontrak”, tiap-tiap perjanjian yang

dibuat secara sah adalah mengikat para pihak, mereka tidak dapat

membatalkan/mengakhirinya tanpa persetujuan kedua belah pihak.

Keberadaan asas kebebasan berkontrak dalam kaitannya dengan

perjanjian baku dilatar belakangi oleh keadaan, tuntutan serta perkembangan

dunia bisnis dewasa ini yang hampir disetiap bidangnya tidak lepas dari aspek

transaksi ataupun perjanjian.

Dalam kondisi tersebut, timbul suatu pertanyaan bahwa apakah perjanjian

baku tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian, atau dengan kata lain apakah perjanjian baku (standard contract)

bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak.

Dalam melihat permasalahan ini terdapat dua paham yang memandang

bahwa apakah perjanjian baku tersebut melanggar asas kebebasan berkontrak

atau tidak.67

a. Paham pertama secara mutlak memandang bahwa perjanjian baku

bukanlah suatu perjanjian

Menurut Sluijer, “perjanjian baku ini bukan perjanjian, sebab

kedudukan pengusaha di dalam perjanjian adalah seakan-akan sebagai

pembentuk undang-undang swasta. Syarat-syarat yang ditentukan

(18)

pengusaha di dalam perjanjian itu adalah undang-undang bukan

perjanjian.”68

b. Paham kedua cenderung mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku

dapat diterima sebagai perjanjian

Menurut Stein, “perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian

berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan

kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu,

dengan asumsi bahwa jika dia menerima perjanjian itu, berarti dia secara

sukarela setuju pada isi perjanjian itu.”69

Setiap orang yang menandatangni perjanjian, bertanggung jawab

pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang

membubuhkan tandatangan pada formulir baku, maka tanda tangan itu

akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertandatangan

mengetahui dan menghendaki isi perjanjian yang ditandatangani

B. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)-Jamsostek

1. Dasar Hukum Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam ketentuan Pasal 86 dan 87

Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Setiap pekerja/buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan

68 Hasanudin Raihan,

“Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis”, (Jakarta : Contract Drafting, 2003), hal 45

(19)

kerja yang diupayakan dalam bentuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan

kerja. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 99 Undang Undang No 13 Tahun 2003 juga

mengatur mengenai kesejahteraan dimana setiap pekerja/buruh dan keluarganya

berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyatakan “Untuk memberikan perlindungan kepada

tenaga kerja diselenggarakan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang

pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi”. Oleh karena itu

konsepsi dasar tentang asuransi dipergunakan sebagai dasar dalam penyelenggaraan

program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Secara yuridis pengertian Jamsostek secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1

Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 yaitu : ”Suatu perlindungan untuk

tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan

yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang

dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan

meninggal dunia ”.70

Ditinjau dari jenis asuransi, maka Jaminan Sosial Tenaga Kerja termasuk

dalam jenis asuransi sosial yang sifatnya adalah wajib.71 Penyelenggaraan asuransi

sosial ini ditangani secara langsung oleh pemerintah dan pemberlakukannya

didasarkan pada undang-undang sehingga sifatnya wajib. Pasal 99 ayat (1) Undang

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa ”setiap

70

Sentosa Sembiring,Himpunan Undang-Undang Lengkap tentang Asuransi Jaminan Sosial Disertai Peraturan Perundang-undangan Terkait. (Bandung:Nuansa Aulia, 2006), hal. 245

(20)

pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga

Kerja”. Pasal 99 Ayat (2) menyatakan “Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Kehadiran Jamsostek merupakan tuntutan dari organisasi pekerja atau serikat

buruh. Pada awal abad ke-20, banyak negara di Eropa mengalami goncangan akibat

pemogokan buruh industri.

Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi

kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian

atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Manfaat perlindungan tersebut dapat

memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam

meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.

Salah satu bentuk Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang di atur dalam ketentuan

pasal 16 Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 adalah program Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Selanjutnya program JPK juga diatur dalam

peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang

Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yaitu mulai Pasal 33 sampai

dengan Pasal 46 dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 tentang

penunjukan PT.Jamsostek (Persero) selaku Badan Penyelenggara Undang Undang

Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja72.

(21)

Program JPK bersifat wajib bersyarat, artinya perusahaan dapat tidak

mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program JPK sepanjang telah memberikan

pelayanan kesehatan dengan benefit atau manfaat berupa jaminan kesehatan yang

lebih baik dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun

1992. Hal ini juga disebutkan dalam Bab II Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah

Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, bahwa

”pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan

bagi tenaga kerjanya dengan manfaat lebih baik dari paket JPK-Dasar menurut

Peraturan Pemerintah ini, wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang

diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.”

Iuran (premi) dalam program JPK Jamsostek merupakan kewajiban yang

harus dibayar oleh perusahaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun

2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993,

yaitu ditetapkan berdasarkan persentase dari upah yang dibedakan atas tenaga kerja

lajang sebesar 3 % dan tenaga kerja berkeluarga 6% dari upah yang diterima, dan

untuk upah maksimal dibatasi (ceiling) sebesar Rp. 3.080.000,-. Sebagai upah

minimal tidak disebutkan, namun karena hak normatif tenaga kerja adalah upah

minimal Regional/Propinsi, maka sebagai upah minimal ditentukan UMR/UMP yang

berlaku dan ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

2. Manfaat dan Tujuan Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

PT. Jamsostek menyelenggarakan 4 (empat) program Jaminan Sosial Tenaga

(22)

a. Program Jaminan Hari Tua, diberikan dalam bentuk tabungan hari tua

b. Program Jaminan Kecelakaan Kerja, diberikan dalam bentuk ganti rugi.

c. Program Jaminan Kematian, diberikan dalam bentuk santunan kematian

d. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), diberikan dalam bentuk

pelayanan kesehatan73

Program JPK mempunyai jaminan (benefit) yang berbeda dengan 3 (tiga)

program Jamsostek lainnya. Jaminan (benefit) program JPK diberikan dalam bentuk

pelayanan kesehatan yang dilayani oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang

ditunjuk oleh PT.Jamsostek berdasarkan perjanjian kerjasama dan beberapa

pelayanan lainnya seperti persalinan normal dan pemberian alat bantu diberikan

dalam bentuk batasan biaya pelayanan secara langsung.

Selanjutnya perbedaan antara program JPK dengan ketiga program Jamsostek

lainnya adalah pada kepesertaan dan sifat penyelenggaraannya. Kepesertaan ketiga

program Jamsostek (JHT, JKK dan JKM) bersifat wajib bagi seluruh perusahaan dan

tenaga kerja, sedangkan kepesertaan program JPK terdiri dari tenaga kerja beserta

keluarganya dengan jumlah anak maksimal 3 (tiga) orang berusia di bawah 21 tahun

dan belum menikah.

Bagi perusahaan yang telah menyelenggarakan sendiri program jaminan

pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik

(23)

dibandingkan paket dasar JPK-Jamsostek, tidak diwajibkan lagi mengikuti program

JPK-Jamsostek.

Pemeliharaan kesehatan adalah hak normatif tenaga kerja, pemenuhannya

menjadi tanggung jawab pengusaha. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang

membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan, mulai dari

pencegahan, pemenuhan kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan

pengobatan secara efektif dan efisien di klinik atau rumah sakit. Setiap tenaga kerja

yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan

Kesehatan) oleh PT.Jamsostek sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan di klinik atau rumah sait yang telah ditunjuk sebagai sarana pelaksana

pelayanan kesehatan Jamsostek.

“Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diselenggarakan secara

terstruktur, terpadu dan berkesinambungan, bersifat menyeluruh dan meliputi

pelayanan peningkatan derajat kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit,

serta pemulihan kesehatan.”74

Pelayanan dalam program JPK dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan pelayanan

yaitu :

a. Pelayanan rawat jalan tingkat I (pertama), yaitu merupakan semua jenis

pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilaksanakan pada Pelaksana

Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat I, yang mencakup pemeriksaan dan

(24)

perawatan oleh dokter umum/gigi, pemberian obat-obatan, tindakan medis

oleh dokter umum/gigi, penunjang diagnostik sederhana, persalinan normal

pada rumah bersalin pemerintah, pelayanan imunisasi dasar, pelayanan

keluarga berencana, pelayanan konsultasi dan rujukan,

b. Pelayanan rawat jalan spesialistis di rumah sakit adalah merupakan pelayanan

rujukan rawat jalan yang mencakup pemeriksaan oleh dokter spesialis,

pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat JPK, penunjang

diagnostik lanjutan, tindakan medis oleh dokter spesialis, pelayanan gawat

darurat dan pelayanan fisioterapi,

c. Pelayanan rawat inap adalah merupakan pelayanan lanjutan rawat jalan

spesialis atau tindak lanjut pelayanan gawat darurat (emergensi) yang

mencakup mondok dan makan di kelas 3 (tiga) untuk RS Swasta dan kelas 2

(dua) untuk RS Pemerintah Pusat/Daerah, pemberian obat-obatan spesialistis

sesuai standar obat JPK, pelayanan operasi (kecil sedang dan besar),

pelayanan diruang ICU/ICCU/PICU, pelayanan persalinan dengan

komplikasi, penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium, radiolagi,

pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh dokter

spesialis, dan pelayanan fisioterapi. Lamanya jaminan pelayanan rawat inap

dibatasi sampai 60 (enam puluh) hari perkasus pertahun sudah termasuk

pelayanan di ruang ICU/ICCU/PICU selama 20 (dua puluh) hari bila

(25)

d. Pelayanan khusus yang meliputi pemberian alat bantu terdiri dari pemberian

kacamata, gigi palsu, alat bantu gerak, alat bantu dengar dan mata palsu yang

diberikan dalam bentuk plafon biaya jaminan.75

Disamping keempat tingkatan pelayanan tersebut diatas, program JPK

mempunyai batasan-batasan dalam pemberian pelayanan kesehatan, yaitu antara lain :

pembatasan pada jumlah hari rawat, pembatasan penggunaan PPK di luar jaringan

yang telah ditetapkan Badan Penyelenggara, pembatasan pemberian obat-obatan,

pembatasan pada pelayanan penyakit kanker, cuci darah (hemodialisa), operasi

jantung dan pembatasan pada pelayanan cacat bawaan76.

Sesuai dengan bunyi konsideran yang terdapat pada Undang-Undang Nomor

3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka dapat diketahui bahwa

tujuan penyelenggaraaan program JPK adalah untuk memberikan perlindungan dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja dan keluarganya serta

meningkatkan produktifitas baik kualitas maupun kuantitasnya.

Menurut Emmy Pangaribuan penyelenggaraan program Jamsostek diharapkan

akan terwujudnya :77

a. Bantuan kepada tenaga kerja dalam memenuhi kebutuhan umum selama

bekerja dan di hari tua bersama keluarganya

b. Memberikan ketenangan bekerja pada tenaga kerja pada usia produktif dan

dengan demikian perusahaan dimana tempat mereka bekerja dapat

memperoleh hasil yang baik dari tenaga kerja tersebut.

75

Lihat Pasal 16 Nonor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

76Buku Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta, Jamsostek, hal. 22

(26)

C. Pengaturan Perjanjian Kerjasama Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)-Jamsostek

1. Penunjukan Klinik Kesehatan Sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) Rawat Jalan Tingkat Pertama Bagi Peserta JPK-Jamsostek

PT. Jamsostek (Persero) selaku Badan Penyelenggara dalam memberikan

pelayanan kesehatan bagi peserta JPK-Jamsostek tidak dapat melaksanakannya

sendiri, tetapi harus melalui kerjasama dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan

(PPK), baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. Adapun penunjukkan PPK

tersebut didasarkan pada negosiasi yang kemudian diikat dalam suatu ikatan

kerjasama yang dibuat secara tertulis.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 37 Peraturan

Pemerintah No 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial

Tenaga Kerja, “Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 35 ayat (1), dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) berdasarkan

perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara”.

Pilihan terhadap PPK ditentukan berdasarkan lokasi yang mendekati kawasan

industri/perumahan kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh PPK, kemudahan sarana

transportasi pencapaian ke PPK serta kemampuan daya beli program JPK

berdasarkan iuran yang diterima pada masing-masing kantor cabang.78

Ikatan kerjasama dengan PPK yang dilakukan oleh kantor cabang

PT.Jamsostek masing-masing diketahui oleh kantor wilayah sebagai pembina kantor

(27)

cabang di wilayah kerjanya. Ikatan kerjasama tersebut mencakup fasilitas yang

dimiliki oleh masing-masing PPK, hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan

masa kontrak minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun yang dapat

diperpanjang ataupun dihentikan pelayanannya berdasarkan analisa dan evaluasi

pelaksanaan pelayanan yang diberikan oleh PPK tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Per-12/Men/VI/2007 tentang Petunjuk

Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan

Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan bahwa jenis PPK tingkat I

(pertama) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek yaitu berupa Puskesmas, balai

pengobatan atau klinik kesehatan swasta, sedangkan untuk PPK tingkat II (Kedua)

yaitu berupa Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat/Daerah/Swasta. Demikian pula

apotik atau optikal yang digunakan terdiri dari milik Pemerintah/Swasta.

Untuk menunjang keseragaman dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian

kerjasama dan sekaligus sebagai pedoman dalam pembuatan perjanjian kerjasama,

maka PT Jamsostek membuat suatu buku petunjuk pelaksanaan pelayanan kesehatan

bagi pelaksana pelayanan kesehatan yang didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992.

2. Pola Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Kepada Klinik Kesehatan

Dalam Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang

(28)

atau pembiayaan kepada klinik atas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

PT.Jamsostek dilakukan dengan sistem kapitasi.

Sistem kapitasi adalah merupakan suatu sistem pembiayaan kesehatan yang

dilaksanakan dimuka berdasarkan jumlah kapita (jiwa) yang terdaftar sebagai

peserta-JPK. Pembiayaan dengan sistem kapitasi tidak digantungkan kepada kondisi pasien

peserta Jamsostek, sakit ataupun tidak sakit pembiayaan wajib diberikan.

Pembiayaan secara kapitasi umumnya dilakukan Badan Penyelenggara

(PT.Jamsostek) kepada PPK tingkat pertama, dalam hal ini klinik kesehatan yang

telah ditunjuk sebagai Health Provider PT.Jamsostek Binjai sesuai dengan jumlah

peserta (tertanggung) yang terdaftar di klinik kesehatan tersebut.

Sesungguhnya konsep kapitasi yang dibayarkan di depan sebelum pelayanan

diberikan (prepaid)ternyata banyak memberikan dampak positif oleh karena memang

memberikan harapan yang cukup bermakna, baik dari aspek penyederhanaan

administrasi, efisiensi dana yang tersedia serta berkembangnya orientasi pelayanan ke

arah upaya-upaya pencegahan(preventif)atau promosi(promotif)79

Keuntungan pembiayaan klinik dengan sistem pembayaran dimuka (prepaid),

dimungkinkan adanya suatu perencanaan yang lebih baik, sehingga memungkinkan

tersedianya obat dan alat-alat kesehatan tepat pada waktunya. Mendorong

pengumpulan data (untuk perencanaan) yang lebih baik dan akurat.

Pembiayaan dengan sistem kapitasi juga akan mengubah hubungan pasien

dengan dokter secara lebih bertanggung jawab, dalam arti seluruh tindakan medis

(29)

yang dilakukan akan didasari pada pertimbangan medis yang tepat, penggunaaan

teknologi, tindakan medis, obat-obatan akan lebih rasional. Lebih jauh juga akan

mengubah orientasi pelayanan kearah pencegahan, oleh karena dokter yang

memegang peranan penting dan menentukan dalam pelayanan kesehatan akan

menerima beban yang berat, apabila banyak peserta yang sakit (baik dari segi

keuangan / fisik). Dengan kata lain Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) akan ikut

memikul resiko sakit peserta, termasuk dari segi keuangan.80

Hal ini sudah tentu akan mendorong upaya-upaya pencegahan, disamping itu

juga akan mengubah orientasi pelayanan yang lebih mengutamakan penyembuhan.

Dengan orientasi pelayanan yang bersifatpromotif dan preventif, diharapkan mampu

menekan angka kesakitan, sehingga dengan sendirinya pengguna jasa pelayanan

kesehatan akan lebih produktif baik secara sosial maupun ekonomi.

3. Hubungan Peserta JPK-Jamsostek Dengan Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama JPK

Pengelolaan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) melibatkan 3

(tiga) pihak yaitu PT.Jamsostek selaku Badan Penyelenggara, klinik kesehatan

sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) dan peserta JPK-Jamsostek selaku

penerima pelayanan kesehatan. Dalam menggunakan program JPK, peserta

Jamsostek tidak berhubungan langsung dengan PT. Jamsostek melainkan dengan

klinik kesehatan. Secara sederhana hubungan para pihak dalam pengelolaan program

JPK-Jamsostek dapat dilihat dalam bagan berikut ini :

(30)

SKEMA

Hubungan Para Pihak Dalam Penyelenggaraan Program JPK-Jamostek

Sumber : Buku petunjuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi pelaksana pelayanan kesehatan tahun 2010

Sebelum PT.Jamsostek melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak klinik

kesehatan, PT.Jamsostek telah bekerjasama dengan perusahaan yang melahirkan hak

dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Berdasarkan skema tersebut di atas dapat

diketahui bahwa hubungan yang terjadi antara PT.Jamsostek dengan Perusahaan yaitu

pihak perusahaan mendaftarkan tenaga kerja beserta keluarganya (peserta) kepada

PT.Jamsostek dengan membayar premi sesuai dengan prosentase kali upah untuk

mengikuti program JPK. Atas pembayaran premi tersebut, maka PT.Jamsostek

(31)

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang undangan,

sekaligus sebagai hak dari peserta Jamsostek (tertanggung).

Selanjutnya dalam penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan

bagi peserta (tenaga kerja beserta keluarganya) PT. Jamsostek menjalin kerjasama

dengan klinik kesehatan sebagai sarana pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat

pertama berdasrkan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993

tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek yang tentunya melahirkan juga hak dan

kewajiban bagi para pihak.

Terhadap hak dan kewajiban pihak PT.Jamsostek dan pihak klinik kesehatan

dalam perjanjian kerjasama jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut juga

digantungkan hak dan kewajiban peserta jamsostek.

Pihak klinik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta

Jamsostek melibatkan pihak tenaga medis/dokter. Hubungan yang terjadi antara

peserta-JPK dengan klinik adalah hubungan antara pasien peserta JPK-Jamsostek

sebagai subjek hukum yaitu konsumen jasa pelayanan kesehatan dan klinik sebagai

subjek hukum yaitu produsen jasa pelayanan kesehatan, sehingga antara klinik

dengan pasien peserta JPk-Jamsostek terdapat aturan-aturan atau kaidah-kaidah

hukum perdata dan memenuhi hubungan tentang pengaturan hak dan kewajiban para

pihak.81 Hubungan hukum antara pasien dengan klinik tersebut juga tidak dapat

dipisahkan dengan hubungan hukum yang terjadi antara klinik dengan tenaga

medis/dokter ataupun hubungan pasien dengan dokter yang melahirkan hak dan

(32)

kewajiban pagi dokter dan pasien, dan tentunya berkaitan dengan tanggung jawab

pihak klinik kesehatan.

Dalam melaksanakan fungsinya, klinik memberikan pelayanan kesehatan

kepada peserta JPK-Jamsostek sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang

terdapat dalam perjanjian kerjasama yang telah disepakatinya.

Dokter/tenaga kesehatan merupakan pekerja profesional di klinik yang telah

mempunyai surat ijin praktek yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. Setiap tenaga

kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar

prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien,

mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.82

Hubungan hukum antara pasien peserta JPK-Jamsostek dengan dokter / tenaga

kesehatan/klinik selalu menimbulkan hak dan kewajiban yang bertimbal balik, hak

dokter merupakan kewajiban pasien dan hak pasien menjadi kewajiban dokter /

tenaga kesehatan/klinik, dengan adanya kesepahaman ini maka akan menimbulkan

kedudukan yang sederajat diantara para pihak.83

Hubungan hukum yang terjadi antara pasien peserta JPK-Jamsostek dengan

dokter/tenaga kesehatan/klinik adalah hubungan hukum yang didasarkan atas

perjanjian terapeutik, yaitu suatu perjanjian menyangkut pelayanan medis yang

terjadi antara dokter/tenaga kesehatan dengan pasien. (dalam hal ini peserta

JPK-Jamsostek).

82Lihat Pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik

(33)

Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI, No 434/Men.Kes/X/1983 tentang Berlakunya

Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi para Dokter di Indonesia, dinyatakan bahwa

yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan

penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), serta

senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani.

Perjanjianterapeutik juga disebut dengan kontrakterapeutikyang merupakan

kontrak yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan.84 Dalam hal ini Salim

mengutip pendapat Fred Ameln yang mengartikan kontrak atau perjanjian terapeutik

dengan “kontrak dimana pihak dokter berupaya maksimal menyembuhkan pasien

(inspaningsverbintenis) jarang merupakan kontrak yang sudah pasti

(resultastsverbintenis).85

Perjanjian terapeutik tersebut disamakan dengan kontrak yang belum pasti

karena dalam kontrak ini dokter hanya berusaha untuk menyembuhkan pasien dan

upaya yang dilakukan belum tentu berhasil. Harmien Hadiati Koswadji

mengemukakan bahwa hubungan dokter dan pasien dalam transaksi teurapeutik

(perjanjian medis) bertumpu pada dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar

manusia, yaitu :

a. Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determinations)

(34)

b. Hak atas dasar informasi (the right to informations).86

Pengertian perjanjian terapeutik di atas oleh undang-undang dimaknai

berbeda, karenanya Salim HS, menyempurnakan pengertian perjanjian terapeutik,

yaitu sebagai:

“Kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan/dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan dan atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien berkewajiban membayar biaya penyembuhannya.”87

Dalam pengertiannya tersebut perjanjian terapeutik dapat ditarik beberapa

unsur, yaitu:

a. Adanya subjek perjanjian, meliputi pasien dengan tenaga kesehatan/

dokter/dokter gigi

b. Adanya objek perjanjian, yaitu upaya maksimal untuk melakukan

penyembuhan terhadap pasien

c. Kewajiban pasien, membayar biaya penyembuhan.

Dalam pelaksanaanya perjanjian teurapeutik ini harus didahului oleh adanya

persetujuan tindakan tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi terhadap pasien yang lazim

disebutInformed consent. Istilah transaksi atau perjanjian Terapeutik memang tidak

dikenal dalam KUH Perdata, akan tetapi dalam unsur yang terkandung dalam

86 Harmien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran di Dunia Internasional, Makalah Simposium,Medical Law, Jakarta, 1993, hal. 143

87

(35)

perjanjianterapeutik juga dapat dikategorikan sebagai suatu perjanjian sebagaimana

diterangkan dalam Pasal 1319 KUH Perdata.

4. Syarat Sahnya Perjanjian Kerjasama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Perjanjian kerjasama jaminan pemeliharaan kesehatan termasuk perjanjian

tidak bernama (innominaat). ”Menurut Pasal 1319 KUH Perdata, baik perjanjian

yang bernama maupun tidak bernama (semua perjanjian baik yang diatur dalam

KUHPerdata Buku III Bab V sampai Bab XVIII maupun yang terdapat di luar Buku

III KUH Perdata) tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dari KUHPerdata Buku III

Bab I dan Bab II.”88

Perjanjian jaminan pemeliharaan kesehatan dikatakan sah apabila perjanjian

tersebut telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga

perjanjian tersebut diakui oleh hukum dan mempunyai kekuatan mengikat. Syarat

sahnya perjanjian jaminan pemeliharaan kesehatan sama dengan syarat sahnya

perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, meliputi :

a. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan

persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak

dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki

pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu.

Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah ”persesuaian kehendak

antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh

(36)

pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal

balik.”89.

Disyaratkan kata sepakat diatas dalam mengadakan perjanjian, maka berarti

kedua belah pihak harus memiliki kebebasan kehendak, para pihak tidak boleh

mendapat tekanan ataupun paksaan yang dapat mengakibatkan adanya cacat

dalam perwujudan kehendak tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa

tiada kata sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilapan atau

diperolehnya karena paksaan atau penipuan.

Pada perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kesehatan program

JPK-Jamsostek, pihak klinik kesehatan swasta yang ingin bekerjasama dengan PT.

Jamsostek untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada peserta

JPK-Jamsostek harus mengajukan surat penawaran kerjasama kepada PT.JPK-Jamsostek,

kemudian apabila klinik tersebut dinilai telah memenuhi syarat-syarat sesuai

dengan ketentuan yang berlaku dan juga adanya kebutuhan penambahan jaringan

klinik oleh PT.Jamsostek, maka pihak klinik kesehatan tersebut diminta untuk

melengkapi persyaratan administrasi. Sebelum menandatangani formulir

tersebut, pihak PT.Jamsostek memberi kesempatan kepada pihak klinik

kesehatan untuk membaca dan mempelajari terlebih dahulu isi perjanjian

tersebut90.

Jika pihak klinik kesehatan merasa terdapat hal-hal yang dianggap kurang

jelas, maka mereka dapat segera menanyakan secara langsung kepada Kepala

89Subekti,

Bunga Rampai Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni, 1992), hal. 4.

(37)

Kantor Cabang PT.Jamsostek Binjai, tetapi apabila telah diberi kesempatan,

namun tidak dipergunakan, maka secara otomatis pihak PT. Jamsostek

beranggapan bahwa pihak klinik kesehatan sudah mengerti mengenai isi

perjanjian kerjasama tersebut.91

Berdasarkan keterangan dari Ibu Keliat, selaku Pimpinan Klinik ”Keliat”,

dikatakan bahwa sebelum menandatangani perjanjian kerjasama pelayanan

kesehatan tersebut, mereka juga telah membaca terlebih dahulu isi perjanjian

tersebut dan pada dasarnya telah mengerti mengenai hak dan kewajiban mereka

sebagaiHealth ProviderPT.Jamsostek.92

Konsekuensi dari adanya kewajiban membaca kontrak ini adalah bahwa pada

prinsipnya para pihak tidak bisa dikemudian hari mengelak untuk melaksanakan

kontrak dengan alasan bahwa dia sebenarnya tidak membaca klausula kontrak

tersebut atau terjebak dengan klausula kontrak yang bersangkutan. Jadi pada

prinsipnya yang berlaku adalah prinsip ”kontrak adalah kontrak” (contract is

contracts), ketentuan seperti ini merupakan hukum yang berlaku umum dan

berlaku dimana-mana.93

Dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama oleh para pihak, maka pada

prinsipnya kedua belah pihak telah mengetahui dan memahami isi serta maksud

dari perjanjian yang dibuat dan menandakan telah adanya kesepakan.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

91 Wawancara dengan Ibu Rosdiana Hasibuan, Kepala Bidang Pelayanan Cantor Cabang PT.Jamsostek Binjai, pada tanggal 20 Agustus 2012

92

(38)

Pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan tidak terganggu

ingatannya, cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. ”Orang dewasa yang

terganggu ingatannya, anak di bawah umur dan orang yang berada di bawah

pengampuan dianggap tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum.”94

Dalam pelaksanaan penandatanganan perjanjian kerjasama JPK, PT.Jamsostek

(Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara selaku Badan Penyelenggara

diwakili oleh kepala Kantor Cabang PT.Jamsostek Binjai, dan merupakan orang

yang berwenang dan cakap unuk melakukan perjanjian kerjasama.

Sedangkan pihak klinik kesehatan sebagai usaha perorangan, dalam

melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama dilakukan oleh pimpinan

kliniknya yang juga pemilik klinik berdasarkan surat ijin klinik yang dikeluarkan

oleh Dinas Kesehatan, dan oleh karena itu ia juga memiliki kewenangan untuk

menandatangani perjanjian

c. Suatu hal tertentu

Syarat yang ketiga ini ditegaskan dalam Pasal 1333 KUHPerdata

menyebutkan, bahwa dalam suatu persetujuan harus mempunyai pokok atau

objek yang harus ditentukan jenisnya.

Syarat ini menentukan bahwa obyek dari suatu perjanjian harus dapat

ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya,

mengenai jumlahnya boleh tidak disebutkan asalkan kemudian dapat dihitung

atau ditetapkan.95

(39)

Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, adalah untuk

menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam

pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas akan

menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, sehingga dianggap tidak

mempunyai obyek perjanjian, yang mengakibatkan perjanjian itu batal demi

hukum.

Mengenai suatu hal tertentu yang merupakan pokok perjanjian dalam

perjanjian kerjasama ini terdapat pada Pasal 2 ayat (1) dan (2) jo Pasal 4, yaitu

pemberian pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama bagi peserta

JPK-Jamsostek dan keluarganya, yaitu suami, istri dan anak maksimal 3 (tiga) orang

dengan ketentuan belum menikah, belum bekerja dan usia maksimal 21 tahun

d. Suatu sebab yang halal

Dalam Pasal 1320 ayat (4) jo Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan bahwa

suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila

berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan

seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang, yang diperhatikan oleh hukum

atau undang-undang hanyalah tindakan orang dalam masyarakat.96

Pengertian kata sebab (oorzaak, causa) tidak lain adalah sesuatu yang

berkaitan dengan isi perjanjian itu sendiri, tidak boleh bertentangan dengan

undang-undang, norma agama, kesusilaan dan ketertiban umum.

Dalam perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan yang dimaksudkan dengan

prestasi yang diutamakan adalah melakukan suatu perbuatan berupa pemberian

(40)

pelayanan kesehatan bagi peserta Jamsostek, baik dalam rangka pencegahan

(preventif), penyembuhan (curatif), pemulihan (rehabilitatif), maupun

peningkatan (promotif). Dengan demikian perjanjian yang terjadi dalam bidang

pelayanan kesehatan ini ádalah sah dan tidak melanggar hukum.

Syarat subjektif dari suatu perjanjian yaitu sepakat bagi mereka yang

mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kalau syarat

subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bukannya batal demi hukum akan

tetapi dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak.

Syarat objektif yang dianut pada syarat sahnya perjanjian yaitu suatu hal

tertentu dan suatu sebab yang halal. Jika syarat ini tidak terpenuhi dalam suatu

perjanjian, maka perjanjian adalah batal demi hukum.

Dengan terpenuhinya syarat sahnya perjanjian yaitu syarat subyektif dan

syarat objektif sebagaimana diatur oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian

kerjasama pelayanan kesehatan tersebut adalah sah dan mengikat sebagai

undang-undang bagi para pihak.

D. Bentuk Perjanjian Kerjasama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Antara PT. Jamsostek dengan Klinik Kesehatan Swasta

1. Anatomi Perjanjian Kerjasama

Dalam Penelitian tesis ini dikaji 3 (tiga) dokumen perjanjian kerjasama

tentang pemberian pelayanan kesehatan melalui klinik kesehatan swasta bagi peserta

program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)-Jamsostek, yaitu perjanjian

(41)

a. PT. Jamsostek (Persero) kantor Cabang Binjai dengan Klinik ”Sehat Sehati”

dengan Nomor PER / 17 / 122011

b. PT. Jamsostek (Persero) kantor Cabang Binjai dengan Klinik ”Keliat” Nomor

PER / 14 / 122011

c. PT. Jamsostek (Persero) kantor Cabang Binjai dengan Klinik ”Adhisma

Husada” Nomor : PER /07 / 122011

Ketiga dokumen perjanjian kerjasama tersebut di atas yang telah

ditandatangani oleh para pihak mempunyai pola atau anatomi sebagai

berikut :

a. Judul (Heading)

Judul (Heading) atau nama kontrak diberi nama sesuai dengan isi

kontrak itu sendiri haruslah singkat, jelas dan padat. Pemahaman awal

antara para pihak yang bernegosiasi sebagaimana yang dituangkan dalam

kontrak kerjasama oleh para pihak untuk melakukan kontrak kerjasama,

karena kesepakatan awal seperti yang tertuang didalam Pasal 1320 KUH

Perdata merupakan pendahuluan untuk merintis lahirnya suatu kontrak

kerjasama yang sebenarnya, yang kemudian baru diatur dan dituangkan

secara lebih rinci dalam kontrak dalam bentuk lebih formal. Salah satu

contoh judul perjanjian kerjasama JPK adalah : ”Perjanjian kerjasama

antara PT.Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Binjai dengan klinik Sehat

Sehati tentang pemberian pelayanan kesehatan melalui klinik bagi peserta

(42)

kerjasama tersebut pada dasarnya mempunyai judul yang sama, perbedaan

hanya terletak pada nama klinik. .Setelah judul perjanjian lalu diikuti

dengan nomor perjanjian

b. Pembukaan (Opening).

Setelah judul dan nomor perjanjian kemudian diawali dengan

pembukaan yaitu berupa tanggal yang merupakan permulaan dari suatu

kontrak. Pembuatan kontrak antara PT. Jamsostek (Persero) Kantor

Cabang Binjai dengan Klinik kesehatan Sehat Sehati dimulai dengan

kata-kata atau kalimat : “Pada hari ini, Rabu tanggal dua puluh delapan

desember tahun dua ribu duabelas (28-12-2012), yang bertandatangan

dibawah ini”.

c. Komparisi/Identitas Para Pihak

Komparisi merupakan bagian kontrak yang memuat identitas para

pihak atau pembuat perjanjian, termasuk uraian yang dapat menunjukkan

bahwa yang bersangkutan mempunyai kecakapan (rechtsbekwaamheid)

serta kewenangan (rechtsbevoegheid)untuk melakukan tindakan-tindakan

hukum (rechthandelingen) sebagaimana dinyatakan dalam

kontrak/surat/akta. Salah satu contoh komparisi dalam perjanjian

kerjasama program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah sebagai

(43)

(1) Umardin Lubis, SE : Kepala Kantor Cabang Binjai, bersadarkan Surat

Keputusan Direksi PT.Jamsostek (Persero) No : KEP/143/062011

tanggal 15 Juni 2011 dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama

Direksi PT.Jamsostek (Persero) berkedudukan dan berkantor di

Jl.Soekarno Hatta No.469 Binjai, selanjutnya disebut PIHAK

PERTAMA.

(2) dr. Elvi Susanti Sitepu : Pimpinan Balai Pengobatan Sehat Sehati

berdasarkan surat izin No : 194/440/SIPD/DS/2010 berkedudukan di

jalan Medan Binjai Km. 14.6 No.18 Desa Diski Kecamatan Sunggal,

selanjutnya disebut sebagai : PIHAK KEDUA.

d. Premise(Recitals)

Suatu dokumen legal, premise atau recitals merupakan dasar atau

pertimbangan, digunakan sebagai pendahuluan (introduction) atau suatu

pengantar dari pernyataan yang tertuang didalam surat perjanjian yang

menunjukkan maksud dan tujuan para pihak, dan menyatakan alasan

mengapa kontrak itu dibuat. Adapun premise dalam perjanjian kerjasama

ini adalah:

“Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah saling setuju untuk mengadakan

perjanjian kerjasama pemberian pelayanan kesehatan bagi peserta

program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dan keluarganya yaitu

suami atau istri dan maksimal 3 (tiga) orang anak dengan ketentuan

(44)

e. Isi Perjanjian

Perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan antara Kantor

PT.Jamsostek (Persero) Cabang Binjai dengan ketiga klinik kesehatan

tersebut, masing-masing memuat 13 (tiga belas) pasal dan 6 (enam)

lampiran yang mengatur berbagai klausula hak dan kewajiban para

pihak guna memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta

JPK-Jamsostek, yaitu sebagai berikut :

1) Pengertian Umum (definisi)

Klausula pengertian umum ini memuat berbagai definisi untuk

keperluan kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut

dan dapat menyimpang dari pengertian. ”Klausula definisi penting

dalam rangka mendefinisikan klausul-klausul selanjutnya karena

tidak perlu diadakan pengulangan.”97 Klausula tentang pengertian

umum atau definisi dalam perjanjian kerjasama ini terapat pada

Pasal 1

2) Kewenangan Hukum(rechtsbevoegheid)Para Pihak.

Seperti yang telah diterangkan di dalam komparisi/indentitas

para pihak mengenai adanya kewenangan hukum para pihak, lebih

lanjut penting untuk dikaji tentang hal tersebut sebagaimana secara

(45)

tersirat diterangkan di dalam Pasal 3 perjanjian kerjasama ini, yaitu

mengenai ”Pedoman dan Dasar Hukum”.

Terkait dengan kewenangan hukum para pihak, Pihak Pertama

dalam perjanjian memiliki privilege untuk berperan sebagai

satu-satunya Badan Penyelenggara yang melakukan pengelolaan Jaminan

Sosial Tenaga Kerja khususnya dalam bidang jaminan pemeliharaan

kesehatan tenaga kerja sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang

Undang Nomor 3 Tahun 1992. tentang Jamsostek. Selanjutnya

mengenai penetapan Pihak Pertama sebagai satu-satunya Badan

Penyelenggara juga disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang dalam pelaksanaannya

Badan Penyelenggara tersebut harus melakukan kerja sama tertulis

dengan para pelaksana pelayanan kesehatan, yang dalam hal ini

salah satu di antaranya adalah Pihak Kedua dalam perjanjian.

Adanya kewenangan hukum Pihak Kedua dalam perjanjian

kerjasama tersebut tidak terlepas dari pemberlakuan beberapa

regulasi peraturan perundang-undangan terkait yakni:

a) Pasal 22 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 2007

yang menyatakan bahwa, untuk memberikan pelayanan

(46)

menunjuk pelaksana pelayanan kesehatan yang diantaranya

terdiri dari, Balai Pengobatan, Puskesmas dan Dokter Praktek

Swasta.

b) Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993

yang menyatakan bahwa, pelaksanaan pemberian pelayanan

kesehatan peserta, dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan

Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan

Penyelenggara.

Sehingga dengan demikian, dapat diyakini jika kekuatan

hukum dari perjanjian tersebut juga disandarkan pada kewenangan

hukum para pihak yang membuatnya. Kewenangan hukum tersebut

menjadi sangat penting ketika dipahami secara berdampingan dengan

kecakapan bertindak, sebagaimana yang menjadi pendapat dari

J.Satrio berikut ini:

“Kecakapan bertindak” menunjuk kepada kewenangan yang umum, kewenangan umum untuk menutup perjanjian lebih luas lagi, untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya sedang “kewenangan bertindak” menunjuk kepada yang khusus, kewenangan untuk bertindak dalam peristiwa yang khusus. Ketidakwenangan hanya menghalang-halangi untuk melakukan tindakan hukum tertentu.98

Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa ”tidak

cakap adalah mereka yang pada umumnya tidak boleh menutup

(47)

perjanjian dan sebaliknya tidak berwenang dapat dipahami sebagai

mereka yang oleh undang-undang dilarang menutup

perjanjian-perjanjian tertentu.”99

Dengan demikian secara a contrario dapat disimpulkan bahwa

selain kecakapan bertindak, oleh undang undang yang terkait para

pihak juga diharuskan memiliki kewenangan hukum untuk melakukan

perbuatan hukum tertentu khususnya dalam hal ini adalah perbuatan

hukum untuk membuat perjanjian kerja sama tersebut di atas.

3) Hak dan Kewajiban Para Pihak

Pengaturan tentang hak dan kewajiban terdapat dalam Pasal 7

dan Pasal 8 perjanjian kerjasama. Dalam pasal-pasal tersebut memuat

hak dan kewajiban dari pihak klinik kesehatan terhadap PT.Jamsostek

maupun sebaliknya. Dalam pengaturan hak dan kewajiban tersebut

dijelaskan beberapa prestasi dan kontra prestasi dari para pihak

sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini.

Prestasi pokok dalam perjanjian kerjasama ini yakni berupa

penunjukan Pihak Kedua sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan

(PPK) bagi Peserta Jamsostek oleh Pihak Pertama dalam

kedudukannya sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan

99 Herlien Budiono,

(48)

Kesehatan, dan penerimaan penunjukan tersebut oleh Pihak Kedua

guna memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta Jamsostek dan

keluarganya100

Prestasi yang harus diberikan oleh pihak klinik kesehatan kepada

pihak PT.Jamsostek dalam perjanjian kerjasama jaminan pemeliharaan

kesehatan ini ádalah sebagai berikut :

a) Pihak Kedua wajib memberikan prestasi dalam bentuk menjalankan tata laksana pelayanan kesehatan sesuai etika medis

dan ruang lingkup pelayanan kesehatan program jaminan

pemeliharaan kesehatan paket dasar, dan wajib menerapkan

standar manajemen utilisasi dalam pengendalian mutu pelayanan

kesehatan yang diberikan tersebut.101

b) Pihak Kedua wajib memberikan prestasi dalam bentuk penyampaian laporan tertulis tentang laporan bulanan berupa

rekapitulasi data kesakitan dan laporan bulanan rekapitulasi kasus

dan pembiayaan kepada Pihak Pertama.102

c) Pihak Kedua wajib memberikan prestasi dalam bentuk mengembangkan upaya peningkatan pengetahuan (promotif) dan

100Pasal 4 ayat (1) Perjanjian Kerjasama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati 101

Pasal 8 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 8 ayat (4) huruf (b) Perjanjian Kerja Sama Antara PT.Jamsostek dengan Klinik Sehat Sehati

Referensi

Dokumen terkait